A Hope For You (Oneshoot)

A Hope For You

Author            : Chalista

Title                : After Story Of He

Leght              : Oneshoot

Main Cast      : Im Yoona, Lee Donghae

Other Cast     : Find by Yourself

Genre             : Romance

Yoona Pov

Bulan Desember adalah bulan yang putih. Hampir disetiap sudut kota Seoul diselimuti oleh salju. Cahaya lampu nampak berkelap-kelip menghiasi toko-toko dan bangunan yang ada di pusat kota. Tawa dan kebahagiaan terlukis dengan indah disetiap wajah pengguna jalan. Mataku terus bergerak, merekam segala raut bahagia yang ditunjukkan setiap orang yang aku temui di jalan. Tanpa sadar bola mataku menangkap sepasang pria dan wanita tengah berpegangan mesra, saling berbagi kehangatan di musim yang dingin ini. Senyum pedih tiba-tiba terukir di bibirku, membuatku mau tak mau mengingat kenanganku dengannya dua tahun yang lalu.

Flashback

Aku terus menggosok-gosokkan kedua tanganku untuk mengurangi rasa dingin yang menyergapku. Walaupun dua lapis baju dan jaket telah kukenakan, tetap saja itu tidak dapat menghalau dinginnya musim dingin di bulan Desember. Sudah tiga puluh menit aku berdiri di taman kota, tapi seseorang yang kutunggu tak kunjung memunculkan batang hidungnya. Rasanya aku hampir membeku karena terlalu lama berdiri di luar rumah di tengah cuaca bersalju.

Tiba-tiba sebuah kehangatan menyelimuti pipiku yang membeku. Kutolehkan kepalaku untuk melihat siapa yang memberikan kehangatan itu. Dapat kulihat senyum tanpa dosanya menghiasi wajah tampannya, membuatku mengurungkan niat untuk mengomelinya. Dia memang selalu tahu cara untuk meluluhkan hatiku.

“Capuchino?” Katanya sambil menyodorkan segelas capuchino padaku.

Dengan perlahan aku meraih gelas karton itu dengan kedua tanganku. Rasa panas dari capuchino itu seketika langsung menghangatkan tanganku yang membeku. Pria itu kemudian menggengnggam tanganku yang sedang memegang capuchino dan mencium jari-jariku. Dia memang sangat ahli dalam merayu.

“Maafkanku. Kau pasti sangat kedinginan menungguku.” Katanya penuh sesal.

“Tidak masalah. Tapi memang membuatku sedikit membeku disini.” Kataku sambil tersenyum.

“Ayo, aku akan menunjukkan padamu.”

Pria itu menarik tanganku dengan semangat ke arah kerumunan orang-orang di taman kota. Entah apa yang ada didalam sana, aku sendiri baru pertama kali melihat kerumunan itu. Ternyata orang-orang sedang melihat pertunjukkan air mancur. Air mancur itu meliuk-liuk dengan sangat indahnya, membuat aku maupun orang-orang yang ada disekitarku berdecak kagum.

“Donghae oppa, ini sungguh indah.” Kataku tanpa mengalihkan tatapan mataku dari air mancur itu.

“Syukurlah jika kau suka. Setelah ini kau harus melihat pertunjukan yang sesungguhnya.” Kata Donghae oppa dengan suara yang misterius.

Sepanjang pertunjukan itu berlangsung aku terus melihatnya tanpa menghiraukan Donghae oppa, aku terlalu terlarut dengan keindahan air mancur itu hingga lupa dengan pria yang sejak tadi ada disampingku. Namun, saat aku hendak mengajak Donghae oppa bicara, Donghae oppa sudah tidak ada di tempatnya. Ia menghilang, yang tersisa di tempat duduknya hanya syal dan juga karton capuchinonya. kepalaku menoleh ke sana kemari untuk mencari keberadaan Donghae oppa. Tapi nihil, tidak ada satupun orang yang ada di kerumunan ini adalah Donghae oppa. Ditengah kebingunganku mencari sosok pria itu, tiba-tiba dari arah depan aku mendengar seseorang meneriakkan namaku. Suaranya begitu keras dan menggelegar, membuat puluhan mata beralih ke arahku.

“Im Yoona, lihat aku!” Teriak orang itu. Tapi aku merasa sangat familiar dengan suaranya.

Mataku membelalak sempurna saat akhirnya aku mengetahui siapa orang yang tengah meneriakkan namaku. Orang itu, Donghae oppa.

“Oppa, apa yang kau lakukan?” Kataku seperti gumaman. Namun aku yakin ia mengetahui apa yang sedang aku ucapkan. Ia hanya tersenyum manis, kemudian mengisyaratkanku untuk menunggu.

Donghae oppa mulai memainkan gitar yang entah sejak kapan bisa ada di genggamannya. Dari alunan lagu yang ia mainkan aku sudah dapat menebak jika ini adalah lagu Bruno Mars, Marry You. Dan benar saja, lagu yang dinyanyikan Donghae oppa adalah marry you.

“Marry me Im yoona.” Teriak Donghae oppa di akhir lagunya.

Sontak suara riuh orang-orang menyambut indera pendengaranku. Ini benar-benar membuatku malu, hingga aku tak sanggup menatap orang-orang yang ada disekelilingku.

“Hey, lihat aku.”

Entah sejak kapan, tiba-tiba Donghae oppa telah berdiri dihadapanku. Ia mengangkat daguku, membuat pandangan kami saling bertemu satu sama lain. Mata teduhnya benar-benar membuatku merasa nyaman dan juga aman berada disampingnya.

“Aku malu.” Kataku tersipu. Kurasakan pipiku terasa memanas saat mengucapkan hal itu.

“Malu? Untuk apa malu. Kau lihat, orang-orang sedang memandang iri ke arah kita. Sekarang jawab pertanyaanku, would you marry me?”

Masih dengan memegang daguku, Donghae oppa kembali mengulang permintaan yang sama padaku. Dan tanpa berpikir panjang aku segera menganggukkan kepalaku.

“I think I wanna marry you.” Kataku dengan senyum menggoda.

Malam itu semuanya terasa sangat manis. Bahkan aku tidak merasakan dinginnya salju yang semakin lebat memenuhi taman kota. Yang aku rasakan hanya perasaan senang dan juga hangat.

Flashback end

Ingatan itu memang sungguh manis. Membuatku kembali menitikkan air mata pedih saat mengingat masa-masa indah yang aku alami bersama Donghae oppa. Dengan kasar aku mengusap buliran air mata yang menganak sungai di pipiku. Mataku kembali mengamati sepasang pria dan wanita yang tengah berpegangan mesra itu. Tanpa kuduga pria itu menatap ke arahku, tatapannya menyiratkan keprihatinan kepadaku. Kemudian saat sang wanita menarik tangannya menjauh, ia hanya tersenyum sekilas ke arahku.

Keesokan paginya aku terbangun dengan keadaan yang bisa dikatakan biasa saja. semenjak perpisahanku dengan Donghae oppa hidupku menjadi terasa hampa. Tidak ada lagi hal-hal manis atau hal-hal mendebarkan seperti dulu. Semuanya telah berubah menjadi sebuah kekosongan. Namun, ada satu kebiasaan yang sampai sekarang tidak pernah terlewatkan olehku. Aku selalu menyapanya, tentu saja hanya dengan perantara sebuah foto. Tapi hal itu sangat berarti untukku.

Flashback

Ini adalah hari ketiga setelah resepsi pernikahan kami. Rasanya pagiku sedikit berbeda semenjak ada Donghae oppa disampingku. Pagi hariku akan selalu terisi dengan rengekan manja Donghae oppa, atau suara perdebatan konyol kami. Sama seperti hari ini, lagi-lagi Donghae oppa merajuk karena aku lupa menyapanya saat bangun dan tidak memberikannya morning kiss. Sungguh kekanakan sekali bukan.

“Oppa, kau ini seperti anak TK yang tidak diberi permen. Dewasalah sedikit, tadi aku bangun kesiangan sehingga aku langsung berlari ke arah dapur untuk menyiapkan sarapan. Jadi mengertilah.” Kataku frustasi. Entah dengan cara apa lagi aku harus membujuknya, yang pasti Donghae oppa akan susah sekali di bujuk jika sedang merajuk seperti ini. Sungguh keras kepala.

“Baiklah aku akan memaafkanmu, tapi kau harus menerima seratus gelitikan dariku.” Katanya dengan seringaian yang mengerikan.

“ANDWEEE!!”

Aku berteriak dan berusaha menjuhi Donghae oppa. Tapi belum ada selangkah aku berlari, Donghae oppa sudah berhasil menangkapku. Akhirnya pagi hari kami harus berakhir ricuh. Suara teriakanku menggelegar di seluruh penjuru rumah. Entah apa yang ada di pikiran tetangga kami, pasti mereka mengira aku sedang dianiyaya. Apapun itu aku tidak peduli. Asalkan ada Donghae oppa disampingku, semuanya akan baik-baik saja.

Flashback end

Kenangan itu memang sangat menyenangkan untuk diingat, tapi tidak untuk dirasakan. Aku sangat merindukan Donghae oppa. Tapi, aku tidak boleh terus berkubang dalam kesedihan. Hidup harus tetap berlanjut. Walaupun terasa pedih, itu tidak masalah asalkan Donghae oppa selalu bahagia.

Setelah perpisahanku dengan Donghae oppa, aku memutuskan untuk bekerja di sebuah toko perhiasan. Aku yang memang awalnya hanya ibu rumah tangga, akhirnya harus terjun ke lapangan juga. Tapi mau bagaimana lagi, aku harus melakukannya, jika tidak aku tidak akan bisa melanjutkan hidup dan berjuang untuk hidup. Untung saja Donghae oppa memberikan rumah itu untukku, sehingga aku tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk menyewa apartemen. Sebenarnya Donghae oppa termasuk pria yang baik, setelah apa yang aku lakukan padanya.

“Im Yoona ssi, kau melamun?”

Tiba-tiba nyonya pemilik toko menegurku. Aku yang langsung tersadar dari dunia lamunanku segera tersenyum kikuk dan membungkuk meminta maaf.

Bel di depan toko bergemerincing riuh. Pertanda ada seseorang yang datang ke toko ini. Semoga saja orang itu berniat membeli perhiasan di toko ini.

Aku telah bersiap menyambut pembeli itu dengan senyum manisku. Dari tempatku berdiri aku bisa melihat jika mereka adalah sepasang kekasih. Tapi sepertinya sang pria melupakan sesuatu sehingga ia kembali lagi ke dalam mobil. Apaapun itu, bukanlah urusanku.

“Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?” Tanyaku ramah.

Wanita itu tampak membalas senyumanku dengan ramah pula. Terlihat dari lengkungan matanya yang seperti bulan sabit, ia wanita yang cantik. Sayangnya sebagian wajahnya tertutup oleh syal, sehingga aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.

“Bisakah anda menunjukkan pada saya koleksi liontin?” Kata wanita itu halus dan sopan. Aku sedikit dibuat kagum oleh cara bicara wanita ini, tipe wanita yang berpendidikan.

“Mari saya tunjukan.”

Aku mengantar wanita itu ke etalase sebelah kiri. Disana terdapat banyak sekali koleksi liontin yang dipajang. Tentu saja semua itu memiliki kualitas yang baik dan juga mahal.

“Sayang, kau sudah dapatkan kalung yang kau suka?”

Sebuah suara yang terasa familiar terdengar dari arah belakang kami. Karena aku dan wanita ini memang sedang menghadap ke arah etalase. Serta merta wanita disebelahku membalikkan badannya sambil menunjukkan liontin berbandul bulan sabit berwarna merah delima kepada pria yang tadi memanggilnya. Dan aku hanya terdiam mematung tanpa berani menolehkan kepala. Aku harap dugaanku tidak benar.

“Bagaimana dengan yang ini? Aku sangat suka liontin ini.” Kata wanita itu manja sambil meminta sang pria untuk memasangkan liontin itu ke leher mulusnya. Posisiku masih sama, membelakangi pria itu. Tapi ekor mataku dapat menangkap pergerakan yang ditunjukkan oleh sang wanita.

“Aku rasa itu sangat cocok untukmu. Aku akan membelikannya untukmu.”

Aku tidak tahu lagi apa yang sedang dilakukan pria itu, yang jelas ia pasti sedang memasangkan kalung itu ke leher wanitanya, karena aku sama sekali tidak mendengar percakapan apapun setelah itu.

“Nona, bisa kau buatkan bukti pembayarannya? Kalung ini akan dipakai langsung oleh calon isteriku.”

Dengan terpaksa aku harus berbalik dan berhadapan dengan pasangan sempurna ini. Dan dugaanku memang benar, pria itu adalah Donghae oppa.

Kuberanikan diriku untuk menatap wajahnya. Donghae oppa tampak terkejut melihat keberadaanku, namun ia sama sekali tidak bersuara, hanya memandangku dengan pandangan kasihan. Sungguh aku sangat membenci itu.

“Siapa nama anda nyonya? Saya akan menuliskannya di kertas bukti pembayaran.” Kataku sopan. Dengan begini aku juga akan tahu siapa nama calon isteri Dongahe oppa.

“Stephani Hwang.” Kata wanita itu dengan senyum bulan sabitnya.

Nama yang sangat cantik, sama seperti orangnya. Paling tidak aku sedikit lega, ternyata Donghae oppa memilih wanita yang tepat untuk penggantiku.

Selagi menulis bukti pembayaran, seklebat ingatan tiba-tiba menghantam pikiranku. Membuatku berhenti menulis sejenak dan terlarut dalam ingatan itu.

Flashback

Akhir pekan kami habiskan dengan berjalan-jalan di pusat perbelanjaan Apgujeong. Banyak pedagang makanan yang sedari tadi menjajakan dagangan mereka, membuat perutku meronta-ronta minta diisi.

“Oppa, aku ingin membeli eomuk (Korean fish cake).” Tunjukku pada penjual eomuk yang kelihatannya sangat lezat, dari baunya saja sudah membuatku ingin segera menyantapnya.

Donghae oppa langsung menggenggam tanganku dan menuntunku untuk ke seberang jalan. Suasana Apgujeong saat akhir pekan memang benar-benar sangat ramai, pantas saja Donghae oppa langsung menggenggam tanganku dengan erat.

“Kau belilah, aku akan pergi sebentar. Ingat jangan pergi kemana-mana. Jika sudah selesai membeli, tunggu aku disini.” Kata Donghae oppa mengingatkan. Terkadang Donghae oppa sering menganggapku seperti anak kecil yang akan dengan mudahnya hilang di tengah keramaian orang.

“Tentu. Oppa cepatlah kembali.” Kataku sedikit tidak menghiraukannya. Sekarang yang ada difikiran dan pandanganku adalah eomuk yang sedang mengepul dengan aroma yang menggoda. Hah, rasanya pasti akan sangat nikmat jika masuk ke dalam perut.

Aku menunggu Dongahe oppa dengan gusar. Sudah lebih dari lima belas menit semenjak eomukku matang, tapi Donghae oppa tidak kembali juga. Untuk mengusir rasa bosanku, aku memilih memainkan sepatuku sambil mengamati kereta dorong yang ada didekatku. Di kereta dorong tersebut terdapat seorang bayi laki-laki mungil yang sangat tampan sedang aktif menendang-nendang udara. Entah apa yang membuat bayi itu sangat menyukai kegiatan itu, tapi ia begitu menikmatinya dan sama sekali tidak terusik.

Kuberanikan diriku untuk mendekati kereta dorong itu. Rupanya sang ibu tengah antree membeli taiyaki, sejenis waffle tapi berbentuk ikan dan didalamnya diisi kacang merah. Ibu itu sama sekali tidak menghiraukan anaknya, untung saja disini tidak ada penculik bayi.

Aku mengusap pipi chubby bayi itu dengan gemas. Mata bulat bayi itu melihat ke arahku dengan heran, mungkin saja ia bingung karena tidak mengenali wajahku. Namun beberapa saat kemudian bayi itu tertawa ke arahku sambil menendang-nendang ke udara. Rasanya aku ingin segera memiliki bayi yang tampan seperti bayi mungil ini.

“Maaf membuatmu lama menunggu.”

Tiba-tiba sebuah suara muncul dari arah belakang tubuhku. Kemudian orang itu melingkarkan sesuatu ke leherku.

“Oppa, apa ini?” Tanyaku bingung. Aku menunjuk ke arah leherku yang terasa berbeda dari sebelumnya.

“Lihatlah sendiri.” Kata Donghae oppa. Ia memang suka sekali menyembunyikan sesuatu. Lantas aku menunduk dan menengok ke arah leher jenjangku, di sana terdapat sebuah kalung dengan bandul bintang yang sangat cantik. Warna kalung itu adalah ungu, dan sangat kontras dengan warna kulitku.

“Oppa ini sangat cantik.” Kataku terkagum-kagum, matakupun sedikit berkaca-kaca saat melihat kalung ini.

“Kau suka?”

“Sangat. Terimakasih oppa.” Kataku sambil memeluk Donghae oppa.

Kalung ini benar-benar sangat indah. Hadiah ulang tahun pernikahan kami. Maka dari itu aku akan selalu menjaga kalung ini. Karena ini pemberian Donghae oppa yang sangat berharga.

Flashback end

“Nona, apa bukti pembayarannya sudah selesai?”

Sebuah tangan melambai-lambai ke arah wajahku. Membuatku berjengit kaget, dan menatap linglung ke arah orang yang melambai-lambaikan tangannya ke arahku. Ternyata itu si wanita muda tadi, Stephani Hwang. Dia benar-benar sukses membuatku kembali ke dunia yang menyedihkan ini.

“Oh maaf. Ini bukti pembayarannya. Terimakasih telah datang ke toko kami.” Kataku dengan senyum palsu yang dipaksakan. Sekilas aku mencoba mencuri pandang ke arah Donghae oppa. Ternyata ia juga tengah memperhatikanku, kemudian ia menyunggingkan senyum tipisnya sebelum ia menghilang, keluar dari pintu toko.

Rasanya air mataku akan mengalir lagi jika melihat Donghae oppa dan mengingat segala kenangan kami. Tapi sebisa mungkin kutahan air mata ini agar tidak tumpah membanjiri kedua sisi pipiku. Tidak, aku harus kuat. Ini keputusanku.

Malam harinya aku merasakan tubuhku yang menggigil dan juga pening yang sangat hebat. Kubongkar laci meja dan kuambil botol obatku di sana. Kutegak beberapa pil itu dengan sembarangan, karena aku sudah benar-benar tidak kuat menahan dentaman yang ada di kepalaku. Selesai menelan semua pil pahit itu, kepalaku jatuh terkulai ke sisi ranjang. Aku benar-benar lemas dan ingin merebahkan tubuhku sejenak. Aku ingin sejenak melupakan semua masalah yang ada. Aku ingin hidup.

Flashback

Hari ini aku harus tinggal di rumah sendirian. Donghae oppa sedang melakukan sebuah perjalanan bisnis ke Eropa. Tentu saja hal itu membuatku bosan, karena tidak ada kesibukan yang biasanya harus kulakukan. Jika biasanya aku harus bangin pagi dan menyiapkan segala keperluannya, maka sekarang aku tidak perlu repot-repot melakukannya. Awalnya aku merasa bahagia dan bebas, tapi lama kelamaan aku merasa bosan juga. Kuputuskan untuk menelpon sahabatku, Choi Sooyoung. Ia pasti mau jika aku undang makan siang bersama.

Aku telah selesai menyiapkan segala hidangan untuk menyambut sahabatku. Kami memang sudah lama tidak bertemu. Semenjak menikah Choi Sooyoung dan suaminya tinggal di Jepang. Baru sebulan yang lalu Choi Sooyoung memberiku kabar, jika ia dan suaminya telah kembali ke Korea.

Untuk mengusir kebosananku menunggu Sooyoung, aku memilih duduk di teras rumah sambil membaca majalah. Tapi entah kenapa aku merasakan pening yang tiba-tiba menghantam kepalaku, dan tiba-tiba semuanya menggelap.

Saat terbangun aku telah berada di sebuah ruangan dengan nuansa putih dan bau obat-obatan yang sangat jelas tercium di indera penciumanku. Ini pasti rumah sakit.

“Yoong, bagaimana keadaanmu? Aku sangat khawatir saat menemukanmu pingsan di teras rumah. Apa kau baik-baik saja?” Tanya Sooyoung prihatin kepadaku.

“Ya, aku rasa sekarang sudah lebih baik.” Kataku dengan senyum manis.

“Sepertinya dokter sudah selesai memeriksamu. Kau mau kupanggilkan dokter?” Tanya Sooyoung menawari. Tentu saja niat baiknya tidak akan kutolak, selain itu aku juga sangat ingin mengetahui kenapa tiba-tiba aku bisa pingsan.

“Ya, aku ingin bertanya pada dokter mengenai penyakitku.”

Tak berapa lama seorang dokter muda dan juga cantik memasuki ruang rawatku. Dari name tagnya aku bisa membaca jika dokter itu bernama, Choi Soojin. Dokter itu tersenyum ramah kepadaku dan juga menyapaku dengan senyum manisnya.

“Selamat sore. Bagaimana perasaan anda? Apa ada yang anda keluhkan?” Tanya dokter itu ramah.

“Sebenarnya aku sedikit mual dan juga sakit kepala. Apa terjadi sesuatu pada diriku?” Kataku takut-takut.

“Sebenarnya saat ini kau sedang hamil. Tapi, sepertinya ada sedikit masalah pada rahimmu. Kusarankan agar kau melakukan USG, untuk melihat kondisi rahimmu.

Sepeninggal dokter itu batinku merasa ingin menjerit, antara senang dan juga sedih. Senang karena pada akhirnya aku hamil, tapi bagaimana jika ada masalah dengan rahimku. Tuhan, aku mohon berikan yang terbaik untuk diriku.

Tiga hari kemudian aku kembali mendatangi rumah sakit untuk mengambil hasil tes kesehatanku. Sejak berada di dalam taksi hatiku terus saja bergemuruh. Aku takut terjadi sesuatu pada diriku dan juga calon bayiku.

Pintu bercat putih itu terasa seperti pintu kematian untukku. Entah kenapa perasaanku sejak tadi terasa tidak enak. Aku rasa akan ada hal buruk yang menimpa diriku.

“Selamat pagi.”

Aku menyapa dokter Cho Kyuhyun saat aku pertama kali melongokkan kepala ke dalam ruang kerjanya. Dokter tampan itu segera mendongakkan kepalannya dan tersenyum ke arahku.

“Selamat pagi. Yoona, masuklah. Aku sudah menunggumu sejak tadi.” Katanya ramah. Sebenarnya dokter Cho Kyuhyun adalah sunbaeku saat senior high school, dari dulu ia memang terkenal sangat ramah dan juga baik, oleh karena itu aku dan dia cepat akrab. Padahal kami baru benar-benar mengobrol tiga hari yang lalu saat aku memintanya memeriksa kondisi tubuhku dan juga rahimku.

“Jadi bagaimana hasilnya?” Tanyaku langsung ke inti permasalahan.

“Ini hasil tes rahimmu. Dan ternyata memang ada indikasi kanker di rahimmu, kusarankan agar kau menggugurkan calon bayimu dan melakukan operasi pengangkatan rahim. Maafkan aku jika aku harus memberitahumu hal yang sangat buruk.” Kata Kyuhyun dengan wajah prihatin.

Rasanya seluruh duniaku terasa runtuh. Impianku untuk mejadi ibu sirna sudah. Apa yang akan aku katakan pada Donghae oppa? Ia pasti akan sangat kecewa padaku.

“Yoona, kau baik-baik saja?” Tanya Kyuhyun sambil menyodorkan sebuah sapu tangan kepadaku.

“Jika kau menanyakan hal itu, maka aku akan menjawab tidak. Sunbae bisakah aku membicarakan ini dengan suamiku terlebih dahulu.” Kataku sedih. Tapi sepertinya aku sendiri tidak akan sanggup membicarakannya pada Donghae oppa, ia pasti akan sedih sekali mendengar berita buruk ini.

Setelah pulang dari rumah sakit, aku memutuskan untuk mampir sebentar ke cafe untuk menenangkan diri. Kuharap segelas coklat hangat bisa membuat pikiranku sedikit jernih dan menemukan solusi terbaik.

Aroma coklat panas yang mengepul di depanku membuatku sedikit tenang. Walaupun tidak sepenuhnya dapat menyelesaikan masalahku, tapi coklat panas ini bisa membuat pikiranku kembali jernih. Sambil menatap ke arah jalanan aku memikirkan berbagai hal yang akhir-akhir ini menimpaku. Aku memikirkan Donghae oppa dan segala hal yang akan membebani pikirannya dengan masalahku. Dari jauh aku melihat seorang pria yang sangat mirip dengan Donghae oppa. Kemeja dan dasi yang ia kenakan sama dengan milik Donghae oppa. Tapi seharusnya Donghae oppa baru tiba dari Eropa sore nanti. Dan hal yang membuatku semakin tak yakin jika itu Donghae oppa, pria itu sedang menggandeng tangan seorang wanita. Mungkinkah itu Donghae oppa? Kemudian aku berinisiatif untuk menghubungi ponsel Donghae oppa. Hanya sekedar iseng, karena aku yakin pria di sebrang jalan itu bukan Donghae oppa.

Di deringan ketiga Donghae oppa menjawab teleponku, lalu kusipitkan mataku untuk melihat ke arah sebrang jalan, pria itu juga sedang mengangkat ponselnya.

“Halo, Donghae oppa?” Kataku ragu. Tiba-tiba ada perasaan takut yang menyelusup di hatiku.

“Yoong. Ada apa?” Tanya Donghae oppa sedikit berteriak. Sepertinya suaranya tertelan dengan suara keramaian jalan.

“Oppa masih di Eropa?”

“Oppa sedang di bandara. Nanti sore oppa akan tiba di Seoul. Ada apa kau menghubungiku?”

“Tidak, hanya bertanya. Nanti aku akan memasakkan makanan kesukaan oppa.” Kataku dengan nada riang yang dibuat-buat, walaupun rasanya hatiku seperti di pukul oleh palu godam. Sangat sakit.

“Baiklah. Hati-hati di rumah.”

Setelah sambungan terputus aku kembali menengok ke arah sebrang jalan, pria itu juga telah mengakhiri sambungan teleponnya. Kemudian pria itu kembali berjalan ke arah mobil bersama dengan wanita yang tengah bergelayut manja di lengannya. Jadi pria itu benar Donghae oppa.

Flashback end

Sebuah realita yang sangat menyedihkan. Sampai sekarang aku masih tidak percaya jika Donghae oppa tega mengkhianati diriku, bahkan saat itu aku sedang dalam masa-masa sulit. Aku memang memilih berpura-pura tidak tahu dan bertingkah seperti isteri baik-baik pada umumnya. Hingga kemudian aku meminta bantuan Kyuhyun sunbae untuk menjadi selingkuhanku. Tapi aku terpaksa melakukannya. Aku pikir biarkan saja Donghae oppa mencari wanita lain, asalkan wanita itu bisa membawa kebahagiaan untuknya. Dan aku memutuskan untuk pergi menjauh dari hidupnya.

Flashback

Bulan ke dua kehamilanku. Tidak ada hal yang kulakukan untuk mencegah penyebaran kanker di rahimku. Aku sendiri masih mencoba mempertahankan janin ini, jadi aku tidak berani mengambil tindakan medis apapun. Sore itu Kyuhyun sunbae menghubungiku. Ia mengatakan, bahwa ia memiliki teman seorang peracik obat herbal. Kyuhyun sunbae mengatakan jika obat herbal itu akan aman untuk bayiku. Tanpa pikir panjang aku menerima ajakan Kyuhyun sunbae untuk membeli obat tersebut. Sore hari aku menunggu Kyuhyun sunbae di teras rumah, Donghae oppa mengatakan jika ia akan pulang terlambat sehingga aku tidak perlu khawatir jika nanti Donghae oppa akan mencariku. Perjalanan menuju rumah teman Kyuhyun sunbae ternyata cukup jauh, sehingga kami baru tiba di sana saat senja. Setelah selesai dengan urusan obat herbal, aku dan Kyuhyun sunbae memilih untuk makan malam terlebih dahulu. Dan pada akhirnya aku tiba di rumah saat jam menunjukkan pukul setengah sepuluh malam.

“Sunbae, terimakasih banyak atas bantuannya.” Kataku sambil membungkukkan badan.

“Tidak usah dipikirkan, aku senang dapat membantu hobaeku.” Kata Kyuhyun sunbae tersenyum tulus. Sebelum memasuki mobilnya Kyuhyun sunbae sempat mengusap kepalaku dan juga perut datarku. Walaupun aku sedikit terkejut, tapi aku hanya tersenyum menerima segala perlakuannya.

Sepeninggal Kyuhyun sunbae aku memutuskan untuk segera masuk ke dalam rumah, karena hari sudah semakin larut. Baru saja aku memasuki teras, Donghae oppa telah berdiri di hadapanku dengan tatapan tajamnya. Seakan-akan mata itu akan mengulitiku hidup-hidup.

“Donghae oppa, apa yang oppa lakukan di sini?” Tanyaku pelan. Tuhan tolong aku, semoga Donghae oppa tidak berpikiran buruk mengenai Kyuhyun sunbae.

“Siapa pria tadi?” Kata Donghae oppa dingin.

“Dia… sunbaeku.” Jawabku takut-takut.

“Kau mengkhianatiku Yoong? Kau berkencan dengan pria lain di belakangku?” Teriak Donghae oppa murka. Sungguh aku merasa sangat takut dengan teriakan Donghae oppa yang sangat mengerikan itu, ia seperti bukan Donghae oppa yang kukenal.

“Tidak oppa, dia hanya sunbaeku. Kami hanya sekedar berteman.” Kataku dengan linangan air mata yang semakin deras membanjiri pipiku. Rasanya sungguh sakit dituduh melakukan hal yang tidak kuperbuat.

“Kau yakin? Lalu ini apa?”

Dengan kasar Donghae oppa melempar map coklat hasil pemeriksaan labku.

“I.. ituu…”

Aku sama sekali tidak bisa menjawab pertanyaan Donghae oppa, aku tidak ingin Donghae oppa mengetahui penyakitku. Ia tidak boleh tahu.

“Kau hamil Yoong, dan kau tidak mengatakannya padaku. Apa anak itu bukan anakku?” Tanya Donghae oppa lebih murka. Aku rasa Donghae oppa telah salah paham dengan apa yang baru ia ketahui. Tapi syukurlah jika Donghae oppa hanya mengetahui hasil lab mengenai kehamilanku, ia tidak menemukan hasil lab yang menyatakan ada sebuah kanker di rahimku.

“Ini anak kita oppa.”

“Lalu kenapa kau tidak memberitahukan padaku, dan lagi, pria tadi mengelus perutmu. Apa kau masih yakin jika itu anakku?”Bentak Donghae oppa sambil menggebrak meja.

“Maafkan aku oppa.”

Pada akhirnya hanya kata itu yang dapat kuucapkan. Aku tidak tahu lagi apa yang harus kukatakan pada Donghae oppa, biarlah Donghae oppa marah dan membenciku. Aku harap ia bisa bahagia dengan wanitanya.

Semenjak kejadian malam itu, aku dan Donghae oppa tidak pernah bertegur sapa. Bukannya aku tidak mengajaknya bicara, hanya saja Donghae oppa selalu menghindariku. Ia lebih memilih tidur di kamar tamu dan berangkat pagi-pagi sekali menuju ke kantor. Tentu saja hal itu membuatku sedih dan stress. Berulang kali kondisiku drop dan membuat Kyuhyun sunbae harus kupanggil untuk memeriksaku.

“Sunbae, apa janinku baik-baik saja?” Tanyaku Khawatir. Sedari tadi aku merasakan pusing yang amat sangat dan juga lemas. Jika aku sendiri seperti ini, bagaimana kondisi janinku di dalam sana.

“Kau amat sangat menyedihkan Yoona. Apa kau makan dengan teratur?” Kata Kyuhyun sunbae prihatin. Ia memeriksa tekanan darahku dan juga detak jantungku.

“Aku sudah mencoba sunbae, hanya saja aku tidak bisa melakukannya secara rutin.” Kataku jujur. Aku memang tidak bisa rutin makan, karena aku sendiri merasa terlalu lemah untuk memasak atau menyiapkan susu untuk ibu hamil. Apalagi aku tidak memiliki asisten rumah tangga yang membantuku, membuat aku harus kelelahan mengurus rumah besar ini sendirian.

“Tapi kau harus makan Yoona, kondisimu semakin memburuk. Ayo, aku akan menyuapimu makan.”

Dengan terpaksa aku menerima sesuap demi sesuap bubur yang disodorkan Kyuhyun sunbae ke mulutku. Sebenarnya aku merasa sangat malas untuk makan, tapi aku selalu memikirkan janinku, hingga aku merasa semangat untuk makan.

Saat aku tengah mengunyah makanan, tiba-tiba sebuah map besar dilemparkan ke arahku dengan cukup keras. Untung saja Kyuhyun sunbae berhasil menjadi tameng untukku, sehingga map itu tidak jatuh menimpa diriku.

Brakk!!

“Tandatangani berkas perceraian itu. Minggu depan kau harus menghadiri sidang perceraian kita. Kita selesaikan rumah tangga kita secepatnya, aku sudah muak melihat muka menyedihkanmu itu.” Kata Donghae oppa kejam.

Setetes air mata perlahan-lahan membanjiri pipi tirusku. Dengan tidak berperasaanya Donghae oppa meminta hal itu kepadaku.

“Baiklah, aku akan melakukannya. Besok kau bisa mengambil surat-surat ini.” Kataku dengan air mata yang semakin menutupi pandanganku. Samar-samat kulihat Donghae oppa pergi dengan cepat dari kamarku. Tapi syukurlah jika ia tidak menyakiti Kyuhyun sunbae. Karena aku sempat khawatir jika Donghae oppa akan menyalurkan rasa marahnya pada Kyuhyun sunbae.

“Yoona, kenapa kau tidak mengatakan hal yang sebenarnya?”

Akhirnya setelah sekian lama membisu kyuhyun sunbae angkat bicara juga. Terkadang aku merasa bersalah pada Kyuhyun sunbae karena dia harus menjadi kambing hitam dari semua masalah ini.

“Maafkan aku Kyuhyun sunbae, aku membuatmu menjadi tersangka dalam kasus rumah tanggaku. Tapi aku akan tetap merahasiakan penyakitku ini pada Donghae oppa. Lagipula Donghae oppa akan lebih bahagia dengan wanita barunya.”

“Yoona, kau adalah wanita yang sangat malang. Mengapa wanita secantik dan sebaik dirimu harus menerima cobaan yang berat seperti ini.”

Kyuhyun sunbae dengan tulus menghapus air mataku dengan tisu dan memelukku erat. Saat ini aku memang membutuhkan sebuah sandaran, dan untung saja Kyuhyun sunbae mau menjadi sandaranku.

Sehari sebelum sidang perceraian kondisiku semakin memburuk. Akhirnya pagi ini Kyuhyun sunbae membawaku ke rumah sakit untuk melakukan perawatan yang lebih serius. Dan saat diperjalanan menuju rumah sakit aku sempat tidak sadarkan diri. Aku baru sadar saat kulihat hari telah berubah menjadi malam. Aku terbangun dengan keadaan ruanganku yang sangat sepi, tidak ada orang-orang yeng menemaniku. Disaat-saat seperti ini aku jadi merindukan Donghae oppa. Kira-kira apa yang tengah dilakukannya saat ini, apa ia hidup dengan baik, apa ia makan dengan teratur? Semoga Tuhan selalu melindungi Donghae oppa dimanapun ia berada.

Keesokan harinya, tidak ada yang berubah. Aku masih berada di ruang putih ini. Sendirian, tanpa orang-orang yang kucintai, dengan keadaan yang sangat buruk. Padahala semalam aku telah berdoa pada Tuhan, semoga ini hanya mimpi. Tapi ternyata Tuhan masih ingin mengujiku, Tuhan tau jika aku adalah wanita kuat, sehingga Tuhan memberikan cobaan ini padaku. Kuelus perlahan perut datarku, tempat dimana janinku tumbuh. Semoga anakku terlahir menjadi anak yang kuat.

Aku menuruni ranjang rawatku dengan hati-hati. Aku ingin pergi ke kamar kecil untuk sekedar membersihkan diri. Nanti pukul sembilan aku harus menghadiri sidang perceraianku dengan Donghae oppa. Semoga saja dokter sudah mengijinkanku untuk pulang ke rumah.

Kamar mandi ini terasa sangat licin di kakiku, berkali-kali aku hampir terpleset saat berjalan, untung saja ada tiang infus yang menjadi pegangan tanganku. Tinggal selangkah lagi kakiku akan mencapai westafel. Tapi tiba-tiba keseimbanganku goyah. Tiang infus yang kugenggam tertarik ke arah tubuhku yang ambruk di lantai kamar mandi yang dingin ini. Darah segar mengalir dari sela-sela kakiku. Tidak, ini tidak boleh terjadi. Anakku harus selamat.

“Toloooooongggggg.” Teriakku dengan suara lemah. Suaraku rasanya benar-benar sudah tercekat di tenggorokan. Antara takut dan panik, semua berkumpul menjadi satu dan menjadi sebuah sumbat di tenggorokanku. Samar-samar aku mendengar bunyi pintu terbuka perlahan.

“Toloongggg.” Panggilku dengan sisa-sisa tenaga yang kumiliki.

Sepasang kaki berdiri dihadapanku. Aku ingin mendongak, tapi aku tidak bisa. Dan selanjutnya hanya kegelapan yang menemaniku.

Mataku kembali terbuka. Setelah sekian lama aku merasa melayang-layang di udara, akhirnya mata ini terbuka kembali. Kukira aku sudah pergi bersama Tuhan, ternyata tidak. Tuhan masih memberikanku kesempatan tinggal di dunia. Kulirik sekilas ke arah jendela yang berada di samping ranjangku, hari sudah malam. Itu berarti, aku telah kehilangan setengah hari hidup di dunia. Kuraba perutku, aku merasa ada yang berbeda. Apa bayiku masih di sana?

“Dia telah pergi, Yoong.”

Suara ini, seperti…….. Donghae oppa.

“Oppa, apa yang oppa lakukan di sini?” Tanyaku kaget.

“Maafkan oppa. Oppa tidak tahu yang sebenarnya, oppa jahat. Maafkan oppa.” Kata Donghae terisak sambil menggenggam jari-jariku.

“Oppa, apa dia masih berada di sini?” Tanyaku sambil mengelus perut rataku. Air mata terus mengalir membasahi kedua pipiku. Aku takut. Aku takut mendengar kabar buruk. Aku takut.

“Dia telah pergi. Kumohon ikhlaskan kepergiannya. Kau keguguran.”

Kalimat demi kalimat yang dilontarkan Donghae oppa seperti sebuah pedang. Tajam dan runcing, hingga rasanya pedang itu mampu mengoyak jantungku. Begitu sakit dan membuat jantungku berdarah. Cobaan apa lagi ini? Kenapa semuanya datang bertubi-tubi.

“Oppa, anak kita…”

“Maafkan oppa. Karena oppa kau keguguran.”

Donghae oppa terus memelukku dan ikut menangis bersamaku. Sepanjang malam kami berdua terus berpelukan dan terus mengeluarkan isakan memilukan. Rasanya kamar ini sepperti sebuah neraka yang penuh dengan isakan para pesakitan. Tapi sungguh, rasanya ini terlalu berat untuk ku jalani. Jika boleh meminta, aku ingin kembali ke kehidupan normalku. Tidak perlu memiliki banyak harta, asalkan aku bisa hidup dengan sehat dan juga bahagia bersama keluargaku, itu sudah lebih dari cukup.

Dua hari setelah itu, aku diijinkan pulang ke rumah. Keadaanku sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Aku telah mengikhlaskan kepergian bayiku. Mungkin Tuhan memiliki rencana lain untuk bayiku, dan aku juga tidak ingin terus terpuruk dengan kepergian bayiku. Biarlah ia lebih bahagia disisi Tuhan.

“Yoona, kau baik-baik saja?”

Sebuah tangan membelai lembut pipi sebelah kananku. Membuatku kembali ke dunia nyata. Kulihat Donghae oppa menatapku dengan wajah khawatir.

“Aku baik-baik saja oppa. Ayo kita makan malam, aku sudah memasak beberapa makanan lezat untuk merayakan kesembuhanku.” Kataku sambil menggiring Donghae oppa menuju meja makan.

“Kau yakin? Oppa khawatir padamu.”

“Tidak apa-apa. Aku sudah sangat baik.”

Suasana di ruang makan terasa sangat hening. Hanya ada suara garpu dan sendok yang beradu dengan piring. Sebenarnya aku sangat ingin menanyakan banyak hal pada Donghae oppa, tapi aku masih ragu. Apakah saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengatakannya?

“Oppa, dari mana oppa tahu jika aku sakit?” Kataku memberanikan diri. Cepat atau lambat pertanyaan ini akan kutanyakan juga, jadi aku tidak boleh menunda-nundanya lagi.

Donghae oppa mulai meletakkan sendoknya dan beralih menatap ke arahku. Ada rasa menyesal dan juga rasa bersalah yang tersirat di matanya.

“Kyuhyun. Kyuhyun yang menceritakan semuanya pada oppa. Malam itu, ia datang menemui oppa di kantor. Ia marah pada oppa, kemudian ia menceritakan semuanya. Mengenai kondisimu. Dan saat itu juga oppa sangat merasa bersalah padamu. Tidak seharusnya oppa menceraikanmu disaat kau sedang menanggung kesakitan. Oppa menyesal yoong. Maafkan oppa.”

Donghae oppa menyeka air matanya dengan kasar. Matanya yang berair itu menatap ke arahku dengan sorot mata penuh penyesalan.

“Aku telah memaafkan oppa. Oppa, bolehkah aku bertanya sesuatu?” Kataku hati-hati. Aku rasa pertanyaan ini akan sedikit sensitif untukku maupun Donghae oppa.

“Apakah oppa masih mencintaiku?”

“Tentu saja, oppa sangat mencintaimu.”

Entah mengapa jawaban itu tidak terdengar nyata di telingaku. Ada sesuatu yang disembunyikan Donghae oppa padaku.

“Oppa yakin? Apa ada wanita lain yang oppa cintai?”

“Hhaahh”

Helaan nafas keluar dari mulut Donghae oppa. Mungkin memang ini saatnya aku mengetahui sebuah kebenaran yang ditutupi oleh Donghae oppa.

“Oppa akan jujur padamu. Oppa, mencintai wanita lain. Ia adalah sekertaris oppa di kantor. Ia wanita yang ramah dan juga cantik, ia keturunan korea dan amerika.Pertama kali oppa bertemu dengannya di sebuah kafe, saat itu ia tak sengaja menabrak oppa dan membuat beberapa barang bawaanya jatuh berserakan di lantai. Saat oppa membantunya memunguti barang-barangnya, oppa melihat sebuah map. Dengan penasaran oppa menanyakan apa tujuan wanita itu datang ke Seoul. Ternyata ia sedang mencari sebuah pekerjaan. Karena oppa memerlukan seorang sekertaris untuk mengisi kekosongan karyawan, maka oppa menerimanya bekerja di kantor. Tanpa oppa sadari, perasaan ini muncul. Ia begitu mudah memahami apa yang oppa inginkan. Ia wanita mandiri yang selalu bisa diandalkan. Maafkan oppa Yoong. Selama ini oppa telah mengkhianati cinta yang kau berikan. Dengan bodohnya oppa menuduhmu bermain dengan pria lain di belakang oppa. Justru oppa sendiri yang bermain-main dengan wanita lain. Tapi oppa janji, setelah ini oppa tidak akan mengulanginya lagi. Oppa hanya ingin jujur padamu. Oppa tidak ingin kau sakit, jika mengetahui kebusukan oppa dari orang lain. Maukah kau memaafkan oppa?” Tanya Donghae oppa sambil menggenggam ke dua jariku.

“Tentu saja, aku telah memaafkan semua kesalahan yang oppa lakukan. Tapi bisakah aku meminta sesuatu dari oppa?” Kataku sambil membalas remasan tangan Donghae oppa.

“Apapun yang kau inginkan.”

“Menikahlah dengan wanita yang oppa cintai. Ceraikan aku.”

“Apa? Tidak Yoong. Kau adalah satu-satunya isteri oppa.”

Dengan perlahan aku melepas genggaman tangan Donghae oppa dan berjalan menghampiri Donghae oppa. Kupeluk Donghae oppa denga erat, dan kusandarkan kepalaku di dada bidangnya. Kuhirup dalam-dalam aroma yang menempel di tubuh tegapnya. Ini akan menjadi saat-saat terakhir kebersamaan kami.

“Tidak oppa. Kau tidak bisa hidup denganku. Aku sakit oppa, aku tidak bisa memberimu keturunan. Aku mohon oppa, ceraikan aku dan menikahlah dengan wanita yang oppa cintai.” Mohonku sambil terus memeluk tubuhnya dengan erat. Donghae oppa juga membalas pelukanku dan menenggelamkan wajahnya di bahuku.

“Yoong. Oppa benar-benar minta maaf atas semua kesalahan oppa. Tapi ini bukan sesuatu yang oppa inginkan. Oppa tidak bisa meninggalkanmu.”

“Jika oppa tidak bisa melakukannya karena kasihan padaku, maka aku akan marah pada oppa seumur hidupku. Tapi jika oppa memang benar-benar mencintaiku, maka lakukanlah apa yang aku inginkan.”

“Maafkan oppa, Yoong.”

Pada akhirnya aku dan Donghae oppa resmi bercerai. Tepat pada tanggal 31 Desember 2013. Pada awalnya Donghae oppa selalu menolak keinginanku, tapi aku terus membujuknya, dan dengan terpaksa Donghae oppa menandatangani surat cerai yang telah kusediakan. Namun sebelum bercerai, ia memintaku untuk tetap tinggal di rumah ini. Di rumah yang penuh dengan kenangan kami berdua.

Flashback End

Hari ini adalah hari Sabtu. Hari dimana aku harus datang ke rumah sakit dan menjalankan kemo terapi. Berkali-kali Kyuhyun sunbae menyarankanku untuk melakukan operasi pengangkatan rahim, tapi aku selalu menolaknya. Alasannya, karena aku ingin tetap merasakan bagaimana menjadi wanita seutuhnya. Walaupun tanpa bayi, setidaknya aku sama dengan wanita lain, memiliki rahim. Salah satu ciri khas yang membedakan antara pria dan wanita. Walau tak bisa di pungkiri, jika rahimku ini berpenyakit.

Ting tong..

Suara bel dari arah pintu membutku tertegun sejenak. Tidak biasanya ada tamu di pagi hari. Kadang beberapa temanku mengunjungi rumahku, namun itu saat sore hari atau malam hari. Jadi tidak mungkin itu salah satu dari mereka.

Dengan langkah cepat aku menghampiri pintu dan membukanya dengan satu tarikan tangan. tanpa kuduga, seorang pria telah berdiri di hadapanku dengan sebuah kertas di tangannya.

“Hai, boleh aku masuk?” Tanya pria itu dengan canggung. Aku sedikit terkekeh melihat tingkah lakunya yang kaku dan juga canggung itu. Padahal sebelumnya kami sudah pernah berdebat maupun bertingkah konyol bersama.

“Silahkan masuk. Rumah ini akan selalu terbuka untukmu, karena ini adalah rumahmu juga.” Kataku sambil mempersilahkannya masuk.

“Terimakasih.” Jawabnya singkat.

Aku menghindangkan secangkir teh hangat kepadanya. Udara di luar sangat dingin, dan kupikir teh hangat adalah satu-satunya minuman yang kumiliki yang dapat menghangatkan tubuh.

“Jadi ada perlu apa?” Tanyaku tanpa basa-basi. Bukan maksudku untuk segera mengusirnya, hanya saja aku bisa terlambat untuk melakukan kemo terapi.

“Oh, aku hanya ingin memberikan undangan pernikahanku. Besok pukul delapan pagi di gereja…”

“Gereja tempat kita menikah?” Belum selesai ia mengucapkan kalimatnya, aku telah terlebih dahulu memotongnya.

“Ya, kau benar.” Katanya pelan. Meskipun sudah dua tahun berlalu, ia masih saja merasa kasihan kepadaku. Karena aku sangat yakin, rasa cinta yang Donghae oppa miliki tidaklah sebanding dengan rasa kasihan yang ia tunjukkan padaku.

“Gereja itu sangat berarti untukmu. Disanalah tempat orang tuamu menikah, jadi aku rasa kau akan selalu ingin menikah di sana.” Kataku dengan senyum manis. Kuambil kartu undangan yang tergeletak di meja, lalu aku membaca tulisan yang tercetak dengan tinta emas itu. Sangat indah dan elegan.

“Lee Donghae dan Stephani Hwang.” Ejaku. Lalu aku meneruskan membaca kartu undangan itu tanpa mengeraskan suaruku. Bagaimanapun rasa sakit itu tetap hinggap di hatiku. Tidak bisa kupungkiri, jika mengikhlaskan seseorang itu sangatlah sulit.

“Kalian adalah pasangan yang serasi. Aku yakin, oppa akan sangat bahagia hidup bersama dengan Tiffany.”

“Terimakasih. Restumu adalah segalanya untuk kami. Kau bekerja di toko perhiasan? Apa tunjangan yang kuberikan masih kurang?”

Hmm.. Akhirnya Donghae oppa menyinggung masalah ini. Sudah satu tahun aku bekerja di sana, dan selama itu pula Donghae oppa tidak pernah tahu pekerjaanku itu. Tapi pada akhirnya bangkai yang kusembunyikan terendus juga.

“Tunjangan itu sangat lebih dari cukup. Hanya saja, aku merasa bosan berada di rumah. aku hanya perlu sedikit hiburan.” Elakku. Tentu saja tunjangan itu sudah sangat cukup. Tapi sejak setahun lalu, aku memutuskan untuk menyumbangkan seluruh uang yang diberikan padaku ke panti asuhan. Aku rasa anak-anak di sana lebih membutuhkan daripada aku.

“Apa kau baik-baik saja? Bagaimana perkembangan kemo terapimu?” Tanya Donghae oppa perhatian. Sebenarnya Donghae oppa adalah pria yang sangat baik dan juga lembut, sayangnya ia harus terlebih dulu bertemu denganku dan menikah denganku. Seandainya saja ia tidak bertemu denganku dan menikah dengan gadis lain, pasti hidupnya tidak akan serumit ini.

“Yoong. Kau melamun?”

Satu tepukan di bahuku berhasil membuatku berjengit kaget. Donghae oppa memandangku dengan tatapan khawatir.

“Oh, maaf oppa. Aku baik-baik saja. Semuanya berjalan dengan lancar. Tapi aku merasa bosan jika seminggu sekali harus menjalani kemo. Kau tahu kan, kemo itu sangat menyakitkan. Selain itu kemo membuat tubuhku rasanya akan rontok satu persatu. Aku ingin berhenti menjalani kemo.” Keluhku panjang lebar. Kemudian Donghae oppa merengkuh tubuhku ke dalam pelukannya. Pelukan ini akan selalu menjadi favoritku dan aku tidak akan pernah melupakannya, meskipun nanti aku akan pergi, pelukan ini akan selalu kuingat. Karena hanya Donghae oppa yang mampu memberiku kehangatan.

“Teruslah berjuang Yoong. Oppa yakin, Tuhan akan memberimu keajaiban. Maafkan oppa karena tidak bisa menemanimu lagi.”

“Terimakasih oppa. Karena kau pernah memberikanku kebahagiaan. Kau tahu, hanya kau satu-satunya keluarga yang kumiliki di dunia. Jika pada akhirnya aku harus pergi, aku harap kau akan selalu hidup dengan baik. Berbahagialah dengan Tiffany, buatlah anak yang lucu-lucu. Aku akan selalu melindungi kalian dari atas sana. Lagipula, semua keluargaku sudah lebih dahulu ada di sana, mereka pasti sedang menungguku. Aku akan lebih bahagia tinggal di sana, aku tidak akan kesepian lagi. Hiks, oppa tersenyumlah selalu.”

Donghae oppa mengencangkan pelukannya padaku. Ia juga ikut menangis di pundakku. Bahkan  air matanya dapat kurasakan sedang menglir di lenganku. Apa dia akan sedih saat aku pergi?

“Oppa akan hidup dengan baik. Kau tenang saja. Kau adalah bagian dari kebahagiaanku juga. Terimakasih.”

Pagi itu kami saling berbagi kesedihan bersama. Hingga pada akhirnya aku membatalkan jadwalku untuk kemo terapi. Biarkan saja, toh hanya sekali. Tidak akan membuatku semakin memburuk.

Keesokan harinya, tanggal 31 Desember 2015. Hari ini adalah hari bahagianya Donghae oppa. Aku akan menghadiri pernikahannya di gereja. Aku akan memastikan untuk yang terakhir kalinya. Memastikan bahwa Donghae oppa akan bahagia dengan pilihannya. Sejak pagi aku telah menyiapkan semuanya. Gaun, tas dan juga sepatu. Aku ingin tampil baik dihari bahagia Donghae oppa. Aku ingin tampil sempurna dihadapan Donghae oppa, untuk yang terakhir kalinya. Setelah ini, mungkin aku tidak bisa menemui Donghae oppa dengan leluasa, karena ia telah memiliki isteri.

Acara pernikahan Donghae oppa berjalan dengan lancar. Ia tampak sangat bahagia saat Tiffany sampai di altar dan meletakkan tangannya di lengan Donghae oppa. Acaranya benar-benar sangat sakral, hingga membuatku menitikkan air mata haru. Dengan selesainya acara ini aku sudah merasa lega. Donghae oppa telah memiliki isteri yang akan mengurusnya hingga ia tua,dan tentunya yang akan memberikannya keturunan.

“Yoona.” Panggil seseorang dari arah sampingku. Aku lalu menoleh ke arah sumber suara itu.

“Eomma. Apa kabar?” Sapaku pada mantan ibu mertuaku. Beliau adalah ibu yang baik, beliau selalu menyayangiku layaknya anak kandungnya. Beliau juga tetap memintaku memanggilnya eomma, meskipun kami telah bercerai.

“Eomma baik. Kau juga nak?”

“Iya eomma. Aku baik-baik saja. Aku sangat bahagia melihat Donghae oppa menikah, Tiffany adalah isteri yang sempurna untuk Donghae oppa.” Kataku dengan senyum tulus. Eomma tampak akan menangis mendengar semua perkataanku.

“Tuhan pasti sangat menyayangimu. Kau adalah wanita yang sangat baik, eomma beruntung memilikimu menjadi menantu eomma. Terimakasih nak. Terimakasih atas semua kebaikanmu, eomma akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu.” Kata ibu Donghae sambil memelukku. Pelukan ini adalah pelukan yang selalu mengingatkanku pada eomma. Pelukan ini juga akan selalu kuingat. Selamanya.

Aku berjalan sendirian menyusuri jalan menuju halte. Setelah pernikahan Donghae oppa selesai, aku ingin berjalan-jalan sebentar. Aku ingin menikmati suasana bulan desember di tahun 2015 untuk terakhir kalinya. Tahun lalu aku tidak sebahagia hari ini, sehingga aku tidak bisa merasakan suasana pergantian tahun dengan baik. Maka hari ini aku akan menikmati hidup dengan baik, dengan semangat dan penuh sukacita.

Hmm.. halte itu ada di sebrang jalan. Mau tidak mau, aku harus mengantre dengan pejalan kaki lainnya untuk menyebrang jalan. Jalanan di sore hari tampak ramai, apalagi menjelang pergantian tahun. Semua orang berbahagia dengan pasangan masing-masing. Lampu pejalan kaki tampak berubah menjadi hijau. Mobil-mobil berhenti untuk memberikan kesempatan bagi pejalan kaki menyebrang jalan. Ada salah satu mobil yang menarik perhatianku. Mobil audi hitam dengan hiasan bunga-bunga di bagian kap mobil. Mobil itu berhenti di barisan paling depan. Aku terus memperhatikan mobil itu, dan didalam mobil itu, sang pengemudi juga melihat ke arahku. Lalu aku tersenyum ke arahnya. Semua pejalan kaki telah menyebrang jalan, hanya aku yang masih berdiri di tengah jalan. Sambil tetap memandang sang pengemudi mobil, aku berjalan ke arah sebrang jalan.

BRAKK

Mobil itu terbalik dengan keras dan menimpa diriku. Sebuah truk dari arah belakang menabrak mobil itu dan membuatnya terbalik. Dan aku samar-samar masih dapat melihat senyum Donghae oppa yang memudar.

 

Minggu, 31 Desember 2015

R.I.P Lee Donghae

R.I.P Im Yoona

23 thoughts on “A Hope For You (Oneshoot)

  1. jujur aku kurang suka ff ini nyesak banget,masih kurang jelas sebenar ny donghae nikah sama tiffany karna terpaksa di suruh yoona atau emng atau emang kemauan ny sndiri??…di tunggi ff yg lain

  2. Kepalaku panas bacany,pngen nngis tp gx bisa nngis.. Krain endingny has gx bklan ninggalin yoona,tp mmng ia tdak mninggalkn yoona tp mmbawany ikut brsama d alam lain,miris tapi…

  3. aku kira setelah Donghae tau Yoona sakit, mereka akan baikkan 😦
    ternyata akhirnya kayak gitu ya?! kasian Yoona, Donghae lebih milih Tiffany 😦

  4. Gak suka hae sama tif dicerita ini :v wkwk
    Hae kek egois, padahal marah2 liat Yoong sama Kyu. Eh dia malah lbh gila sama selingkuhannya, tega bohongin Yoong demi sekretaris sekaligus selingkuhannya :v bhaks. Dongek2 untung lu ikut meninggal juga 😀 lol. Happy Ending buat YoonHae 😀 dan Tif, maaf bu, anda jadi janda :p
    Aku tunggu ff lainnya..

  5. Kasian banget sama yoona,udh divonis penyakit kanker rahim udh gitu diceraiin lagi sama donghae 😦
    Huwaaa…jadi pengen nangis 😦 apalagi endingnya dua2nya meninggal tambah pengen nangis 😦

  6. Donghae disini jahat bgt udah duain Yoona dan malah nikah sama yeoja lain ya walaupun itu keinginan Yoona tapi ga seharusnya Donghae mencintai yeoja lain 😥

    Tapi masih bingung sebenernya ini After Story nya FF yg ‘HE’ atau bukan, soalnya ga nyambung sama cerita yg ‘He’

  7. nyesekk atuh.. hae tega bnget ma yoong.. nghk bisa ngebayangin khidupan yoong.. mereka ninggal sma2,,tpi itu lbih baik dari pada ada yg tersakiti 🙂

    Fighting eonni 🙂

  8. huaan bacanya sambil nangis 😥
    donghae oppa menduakan yoong tapi yoong sabar banget. aku kira kyuhyun akan selalu menemani yoong.
    akhirnya mereka meninggal bersamaan dan takdir mempersatukan mereka dialam yang berbedaa

  9. omg kesel bgt am hae disini.. kok bisa sih dia selingkuhin yoona? 😣😣😣 tp sedih bgt kasian am yoona.. nyesek nyesek nyesek.. akhirny mereka sama2 meninggal tp ttp aj donghae tu cinta am wanita lain huhu

Komentarmu?