Obsesi (Chapter 14 END)

obsesi

Tittle : Obsesi (Chapter 14)

Cast :

  • Im Yoona
  • Lee Donghae
  • Choi Minho
  • Rachel Shim
  • Jessica Jung

Genre : married-life, psychopath, romance

Author : Yuna21

Length : Chapter

Poster by : RyeohyunYoon (http://ryeohyunyoon.wordpress.com/)

Author’s Note : HALO!! Mianhae, aku baru bisa uploadnya sekarang. Eaea Obsesi udah chapter 14 huhu nggak nyangka banget yaa.. hehe, cus Happy Reading!!

Donghae mendudukan dirinya perlahan untuk memulihkan kesadaraannya kembali. Tangannya mengucek – ucek matanya pelan, hingga penglihatannya jelas kini. Mulutnya terbuka diluar kendali, “Huaamm!!”katanya. Donghae menggaruk – garuk kepalanya. Kakinya berjalan pelan menuruni tangga.

“Morning baby! Kau udah bangun rupanya.”sederet kata itu membuat Donghae sedikit tersentak. Matanya kini sudah benar – benar terbuka. “Uh,”jawab Donghae sambil menganggukan kepalanya pelan. Tangannya menarik kursi untuk terduduk. Di hadapannya kini sudah berjejer sarapan. “Tadi kau bilang aku…?”kalimat Donghae mengambang.

Yoona hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya pelan. “Aaa..”katanya sambil menyuapkan makanan ke arah Donghae. Segera laki – laki ini membuka mulutnya. “Psh, aku tau sekarang.”dengus Donghae setelah menelan makanannya. “Pasti ada yang kau inginkan, aigoo… eotthokae?”keluh Donghae yang menundukan kepalanya frustasi.

Yoona hanya tersenyum lebar, menampakkan deretan giginya yang rapi. “Heh, kau pernah berjanji ingin mengajakku berlibur, kapan?”tanya Yoona. Donghae mengangkat wajahnya, sorot matanya tajam. “Aish,”gerutunya sambil menundukan kepala pasrah. Sekali lagi Yoona menyodorkan makanan ke arahnya Donghae menerimanya, mulutnya terbuka dengan lebar. “Ya! Suapi aku.”perintah Donghae.

Mata Yoona menatapnya sebal. “Ah, ne..”jawabnya malas. Tangannya kembali menyuapi Donghae. Kali ini porsinya berbeda, lebih banyak. Bahkan Yoona menyuapi Donghae lagi sebelum nasinya habis di telan. “Aaa..”suruh Yoona. Donghae sibuk mengunyah makanannya dengan cepat. “Ya! Pelan – pelan!”ucapnya. Yoona tak mempedulikan ucapannya ia memasukan makanan itu ke dalam mulut Donghae yang masih terisi penuh.

Sedikit paksaan Donghae menelan makanannya. Ini  bukan seperti yang ia inginkan ini penyiksaan namanya. Donghae menatap tangan Yoona yang telah tersodor ke arahnya. “Aigoo… ah..” Sebuah napas ia tarik. “Biar aku makan sendiri saja.”lanjutnya dan mengambil alih sumpitnya.

“Jadi kapan?”tanya Yoona tiba – tiba. “Kapan apa?”tanya Donghae lalu meneguk airnya. “Huh, oppa kau ini bagaimana!? Tentu saja liburan!”jawab Yoona sebal. Donghae terdiam sejenak ia berpikir. “Ganti bajumu, kita akan pergi.”katanya. Tentu saja mata Yoona berbinar senang. “Jinjjayo? Kita pergi ke mana? Ke Paris? Jepang? Atau Thailand?”tanya Yoona bersemangat. “Sudah ganti saja bajumu.”perintah Donghae.

oOo

Selama di dalam mobil Yoona terlihat menekuk wajahnya. Ini sungguh tak sesuai dengan harapannya, ternyata Donghae menipunya. Ia pikir akan pergi liburan ternyata Donghae mengajaknya pergi ke Myeondong. Donghae yang menyetir sesekali melirik ke arah Yoona. “Wae?”tanya Donghae. “Aniyo!”sahut Yoona ketus. “Kau bilang ingin pergi berlibur, ini kita berlibur.”jawab Donghae. “Ya! Oppa! Maksudku bukan pergi berlibur seperti ini! Aish jinjjayo!”gerutu Yoona melemparkan tatapan kesalnya.

Donghae hanya bisa terkekeh melihatnya. Tangannya mengusap – usap puncak kepala Yoona. Perlahan mobilnya terhenti. Tangan Yoona membuka pintu dengan cepat. Ia sungguh merasa sebal. Kakinya melangkah keluar. Matanya membulat seketika. “Omo! Dimana ini?”tanyanya. Donghae tak menjawab  sedikitpun.”Kajja!”ajaknya sambil merangkul bahu Yoona.

Yoona hanya bisa melangkah mengikuti Donghae. Ia belum pernah sama sekali ke tempat seperti ini. Matanya menatap sosok pria paruh baya. “Anyeonghasseyo,”sapa Donghae sambil membungkukkan badannya lalu menjabat tangan pria ini. Yoona hanya bisa mengikutinya.

Matanya mengedar ke sekeliling. Tentu saja ini mungkin akan menjadi liburan yang unik baginya. Mereka kini berdiri di tengah kebun apel. Mata Yoona mengedar berbinar senang. “Apa boleh aku petik?”tanyanya sopan pada petugas di sini. “Tentu saja. Anda juga bisa memakannya langsung.”jawabnya.

Yoona berjalan mengikuti Donghae yang berjalan di hadapannya. Kakinya melangkah dengan cepat. “Gomawo,”gumamnya. “Untuk apa?”tanya Donghae. “Untuk liburan hari ini.”

Donghae hanya tersenyum. Tangannya menggandeng Yoona. Sebelah tangannya menunjuk satu tempat. Kedua orang ini melangkah. Sesekali tangan mereka memetikan buah – buah apel yang sudah cukup matang. “Oppa,”panggil Yoona sambil menunjukan sebuah apel ke arah Donghae. “Kita ambil gambar selfie.”ajak Donghae.

Mereka berfoto. Yoona mengerahkan apelnya ke arah Donghae. Pria ini memakannya. “Um,”ucapnya. Tangannya mengambil apel dari tangan Yoona. Ia menyodorkan bekas gigitannya ke arah Yoona. “Aniyo,”kata Yoona sambil menggelengkan kepalanya. “Aku takut jika memakannya aku akan jatuh pingsan.”lanjut Yoona. “Ya! Kau pikir aku nenek sihir dalam dongeng putri salju?”sahut Donghae kesal dan menggigit apelnya. “Mungkin saja.”jawab Yoona terkekeh.

Tangan Yoona mengambil apel itu secaratiba – tiba dan menggigitnya. Donghae baru saja ingin mengatakan sesuatu namun tidak jadi. “Ah oppa kupikir aku mulai pusing, hahaha..”kata Yoona sambil menirukan gaya putri salju. “Pingsan saja. Aku tidak peduli.”ahut Donghae sambil menjulurkan lidahnya.

Yoona tersenyum masam. Tangannya memukul punggung Donghae. DRT! Ponsel Yoona bergetar. Ia merogoh sakunya. Baru saja ia ingin membaca pesannya, Donghae telah lebih dulu mengambil dari tangannya. “Ya!”seru Yoona. Donghae hanya terkekeh. Tangannya berusaha menyembunyikan ponsel Yoona. “Ya! Kembalikan!”serunya kembali.

“Sini telingamu, ada yang ingin kubisikan.”suruh Donghae.

“Setelah itu kembalikan ponselku, janji?” Donghae menganggukan kepalanya. Yoona mendekatkan telinganya. Sebuah senyum jahil nampak di wajah Donghae.

CUP!

Sebuah kecupan manis di pipi Yoona. Spontan kepala Yoona menoleh. Tangannya menepuk dada Donghae dengan  keras. “Ya!”serunya kesal. Donghae hanya terkekeh. “Ah, kajja!”ucap Donghae mengacak rambut Yoona, lalu merangkul Yoona berjalan pergi. “Ponselku.”pinta Yoona. “Satu kiss dulu.”jawab Donghae. “Shireo!”sahut Yoona ketus.

Yoona menatap Donghae sejenak. Pria ini sungguh tak menyadarinya. Ia sibuk berbicara seorang diri. Melihat menerawang ke sekelilingnya. “Hah, kemanapun aku pergi asal bersamamu aku akan senang.”kata Donghae terlebih pada dirinya sendiri. Telunjuk Yoona mendorong pipi Donghae pelan. “Ya! Aku serius!”seru Donghae mengembalikan posisi kepalanya ke arah Yoona. Tangannya tentu saja masih melingkar di bahu Yoona.

“Wae? Kenapa menatapku begitu?”tanya Donghae. Merasa Donghae menyadarinya Yoona hanya menggelengkan kepalanya. Tangannya melepaskan rangkulan Donghae dan berjalan mendahuluinya. Ya, dia terlihat begitu malu. Rasanya pipinya sudah merah saat ini.

Donghae terkekeh. Ia masih terdiam di tempat. Kakinya mulai tergerak dan berlari mengejar Yoona. “YA!!!!!!”teriak Yoona terkejut. Tangannya menepuk – nepuk bahu Donghae. Pria itu tiba – tiba saja menggendengnya dari belakang. Sungguh ini semakin membuatnya malu. “Ini tempat umum!”seru Yoona. “Turunkan aku!”lanjutnya.

Kepala Donghae melihat ke kiri dan ke kanan. Ini adalah kebun dan  bukan taman nasional, dan ini bahkan tidak di buka untuk umum. Kebetulan saja karena Donghae mengenal pemiliknya mereka bisa masuk ke sini. “Tidak ada orang.”jawab Donghae enteng.

“Oppa,”panggil Yoona. Donghae melihat ke arahnya. Mata mereka bertemu. Tentu saja ini bukanlah yang pertama kalinya. Rasanya jantungnya berdetak dua kali lipat. Bibir Yoona menyentuh bibirnya pelan. Sebuah kecupan yang tak berlangsung lama.

Donghae masih terdiam menatapnya. “Wae?”tanya Yoona yang meraa mereka tak berjalan. Donghae tak menjawab. “Sekarang turunkan aku.”perintah Yoona. Donghae mengerjapkan matanya dan menurunkan Yoona dengan pelan. Sebuah senyum merekah di wajahnya. “Aish kau ini, bagaimana jika anak kita melihat?”kata Donghae sambil berjalan.

Yoona tersenyum. Kali ini giliran dia yang menggenggam tangan Donghae lebih dahulu. “Huh, dia kan masih di dalam kandungan. Dia tidak mungkin melihat.”jawab Yoona. Donghae hanya menatapnya sambil tersenyum. “Kajja!”ajaknya keluar dari kebun ini.

oOo

Minho terdiam sejenak memasukan ponselnya ke dalam saku. Matanya menatap dengan penuh kesedihan. Perlahan ia merendahkan badannya. Sebuah napas ia hembuskan. Tangannya mengelus kepala gadis di hadapannya dengan pelan. “Kau harus bisa merelakanya pergi.”ucapnya lembut.

Dengan penuh tangisan Rachel membalikan badannya. Kedua tangannya memeluk Minho. Sungguh ia memerlukan sandaran saat ini. Tidak ada orang yang ia miliki lagi. Minho mengelus pelan rambut Rachel. “Minho,”panggilnya. “Aku mohon padamu… jangan katakan apapun pada Yoona. Aku tidak ingin dia bersedih.”ucapnya.

Minho hanya bisa menganggukkan kepalanya pelan. Ia tahu ini berat bagi Rachel untuk merelakan orang yang ia miliki satu –  satunya di dunia ini pergi.

oOo

Yoona terduduk diam di sofa. Kepalanya bersandar di bahu Donghae. Tangannya sibuk mengecek ponselnya. “Oppa,”panggilnya. “Em,”jawab Donghae seadanya. “Kenapa eomma tidak ada menelponku, ini sudah seminggu.”keluhnya.

Donghae menjawab dengan malas. “Mungkin saja dia sibuknya. Memangnya minggu lalu waktu kita ke kebun apel siapa yang menelpon?”tanya Donghae. “Minho, dia tidak mengatakan apapun. Tapi tidak mungkin dia akan menelponku hingga sepuluh kali jika tidak ada yang penting.”tutur Yoona.

Donghae mendesah pelan. “Hal yang tidak penting saja dia menelponmu ratusan kali. Aku cemburu!”jawab Donghae tanpa menoleh. Yoona memukul dadanya dengan satu pukulan yang cukup keras. “Akh! Kenapa kau memukulku?”rintih Donghae kesakitan. “Kau tidak bisa serius.”jawab Yoona kesal.

Donghae bangkit dari duduknya. “Udiga?”tanyaYoona. “Ke kamar.”sahut Donghae. Kaki pria ini melangkah menuju kamarnya. Yoona mengikuti langkahnya. “Tidur di atas bagaimana?”tawar Yoona. Donghae memicingkan matanya. “Ah, aniyo.”jawabnya dan menarik selimutnya. Ia berbaring dengan cepat.

Mata Yoona menatapnya kesal. “Aish.. Terserah kau saja!”gerutunya. Kakinya melangkah mendekat ke arah Donghae. Ia ikut membaringkan dirinya di sana. Sontak ini membuat Donghae terbangun dengan seketika. “Yak! Kau mau apa?”tanyanya. “Mwoya? Apa suami istri tidak boleh tidur bersama?”tanya Yoona kesal. “Ah.. kasur ini kecil tidak seperti yang ada di kamarmu.”tutur Donghae.

“Lalu kenapa? Kalau tidak mau kau tidur saja di sofa sana!”

“Aish!”gerutu Donghae. Tangannya mengambil bantal.

PAK!

“Yakk!”seru Yoona. Sebuah bantal dipukulkan ke wajahnya. Tentu saja ia tidak tinggal diam. Yoona mengambil bantal dan membalasnya. “Ini! Rasakan! Em! Rasakan!”gerutunya sambil terus saja memukul Donghae dengan bantal sekuat tenaga. “Yakk! Aigoo.. aku hanya memukulkan sekali! Yakk!”seru Donghae sambil berusaha menepisnya. “Aku tidak akan berhenti sampai kau  bilang, ‘Mianhae Yoona, aku akan menuruti apa yang kau mau.’ Cepat katakan!”perintah Yoona.

“Ne, hentikan dulu.”sahut Donghae. Yoona menghentikan tangannya. Matanya menatap Donghae menagih janjinya. “Aku malas.”ucap Donghae dan menidurkan dirinya. Sebuah selimut ia tarik hingga menutupi wajahnya. “Yakk!”seru Yoona, tangannya memukulkan bantal ke wajah Donghae yang tertidur. Tentu saja pria ini hampir tak bisa bernapas.

Donghae terduduk dengan cepat. “Uh, baiklah. Mianhae Yoona sayangku. Aku tidak akan menuruti keinginanmu lagi.”katanya yang keluar konteks. “Aniyo! Katakan dengan benar.”paksa Yoona.

“Sudahlah ayo tidur. Kau tidak lihat mataku tidak bisa terbuka lagi.” Kedua tangan Yoona memegang pipi Donghae. Matanya menatap menyusuri. Iatak melihat apapun kecuali sedikit lingkaran hitam di wajah pria ini. “Kau mau aku cium?”tanya Donghae setengah bercanda. Sebuah senyuman nakal ia tampakan. “Aish!”gerutu Yoona tangannya mendorong wajah Donghae kesal.

“Good night!”seru Donghae. Sebuah kecupan manis ia berikan di kening Yoona. Donghae mulai berbaring dan tertidur. Begitu pula dengan Yoona. “Good night.”ucapnya.

Mentari bersinar dengan terang memasuki celah jendela kamar Donghae. Perlahan ia membuka matanya. Hal yang pertama ia lihat tidak lain dan tidak bukan adalah wajah Yoona. Yoona mulai membuka matanya dan menatap Donghae yang tersenyum padanya.

PAK!

“Akh!”rintih Donghae yang merasakan tangannya di pukul oleh Yoona. Donghae mendudukan dirinya dengan cepat. “Ah, kau ini baru bangun sudah memukulku.”gerutunya. “Biarkan saja!”sahut Yoona dan bangkit. Kakinya berjalan keluar.

Donghae berjalan keluar kamar dengan badan yang sudah wangi dan mengenakan baju yang sudah terganti. Matanya melihat Yoona yang masih memasak di dapur. Kakinya melangkah pelan. “Anyeong,”ucap Donghae dan memeluk Yoona dari belakang.

Yoona tersentak. Tangannya dengan spontan mencubit Donghae. Kedua tangan Donghae terlepas secara otomatis. Donghae mengusap – usap tangannya pelan. “Aish.. aku bisa habis terkenakan  cubitan dan pukulanmu.”gerutunya. “Memangnya kau ini mengidam apa, hem?”tanyanya.

Yoona membalikkan badannya. Ia menatap Donghae. “Mencubit dan memukulmu.”sahut Yoona tersenyum. “Sekalian saja bunuh aku!”jawab Donghae kesal. Tangannya menuangkan air minum dan meneguknya. Ia memperhatikan Yoona yang masih sibuk memasak.

Sebelah tangannya ia sandarkan di tembok. Donghae berdiri disebelah Yoona mencoba membantu Yoona memasak sedikit. “Kau masak apa?”tanyanya. “Kimchi sphagetti.”jawab Yoona sambil menoleh. Aktivitasnya terhenti, matanya menatap ke sisi sebelah. Sebuah tatapan tajam ia arahkan ke Donghae. “Wae?”tanya Donghae tak mengerti.

Yoona mendengus kesal. Tangannya memukul tangan Donghae. “Akh!”rintih Donghae dan menarik tangannya yang tadi tersandar. “Yakk! Terus saja memukulku, terus!” Tangan Donghae mengambil sendok. “Ini, pakai aja ini untuk memukulku.”lanjutnya kesal.

Yoona menatapnya sejenak, lalu mengambil sendok yang diberikan padanya.

PAK!

“Akh,”rintih Donghae. Yoona terkekeh. “Yakk! Kenapa kau memukulku betulan?”tanyanya kesal sambil mengusap – usap kepalanya. Yoona masih saja terkekeh. “Omo! Oppa,”ucapnya tersentak. Kedua tangan Donghae memeluknya dengan erat dan sedikit mengangkatnya. “Apa yang kau lakukan?”tanya Yoona masih terkejut.

“Sepertinya aku harus menjauh dari sini sebelum kau memukul wajahku.”sahut Donghae dan berjalan menuju meja makan. Ia terduduk dengan tenang, menunggu Yoona menyelesaikan masakannya.

“Makanan sudah siap!”seru Yoona dan membawa dua piring ke meja. Ia meletakannya dengan hati – hati. “Ah, aku lupa minumnya.”lanjutnya dan bergegas ke dapur. Donghae terdiam menatap minuman yang jelas – jelas sudah ada di sini. Kepalanya menggeleng pelan. Tangannya menarik piring dan mulai menyantapnya.

“Oppa, mianhae..”gumam Yoona di telinga Donghae. Tangannya melingkar di leher Donghae. Tak ada respon dari Donghae. Pria ini sibuk mengunyah makanannya. “Oppa mianhae,”ucap Yoona sekali lagi.

Donghae meliriknya sejenak. “Kiss,”ucapnya sambil menunjuk pipinya. “Aigoo.. oppa, selalu saja seperti itu. Dasar mesum!”gerutu Yoona.

“Wae? Aku ini suamimu.”jawabnya. Donghae menyuapkan makanan ke arah Yoona. Ia membuka mulutnya dan mengunyahnya pelan. Yoona menempelkan pipinya pelan di pipi Donghae. “Ambil foto sekali. Boleh?”tanyanya. Donghae mengangguk dan mengeluarkan ponselnya. Dengan kamera depannya mereka berfoto. Donghae menurunkan bibirnya kebawah, sementara Yoona masih diposisinya yang sama.

KREK!

Satu foto mereka ambil. Donghae membukannya untuk melihat. Kepalanya sedikit tertunduk menatap ponselnya. “Aku akan menguploadnya di instagram.”gumamnya.

CUP!

Sebuah kecupan manis tertempel di pipinya. Spontan kepala Donghae menoleh ke arahnya. “Ah, lihat siapa yang nakal disini? Ah, jinjja..”katanya setengah bercanda. Telunjuk Yoona menyentuh pipi Donghae dan mendorongnya pelan. “Oppa, hari ini kita pergi ke  rumah eomma, ne? Aku merindukannya.”

“Ne.” Jeda. “Yakk! Habiskan dulu makananmu!”

“Aniyo, oppa suapkan.”

Donghae menyerah tak bisa mengatakan apapun dan menyuapi istrinya ini.

oOo

Yoona memasang sabuk pengamannya. Mobil ini mulai bergerak pelan. Matanya menatap Donghae. Atap mobilnya perlahan terbuka. Yoona merentangkan tangan di atas matanya agar tak terkena sinar mentari. “Ini,”ucap Donghae sambil memberikan sunglass. “Gomawo.”gumam Yoona  dan segera mengenakannya.

“Ah, oppa. Kau tau tidak ada yang percaya bahwa aku sudah menikah. Bahkan teman – temanku mengatakan kau hanyalah pacarku.”tuturnya. “Lalu kau bilang apa?”tanya Donghae, namun matanya masih terfokus untuk menyetir. “Aku menunjukan foto pernikahan kita padanya. Tapi mereka tetap tidak percaya, ya mungkin karena waktu itu aku tak mengundang mereka.”

“Teman – temanku  juga begitu. Bahkan mereka sangat tidak percaya jika aku sebentar lagi akan menjadi ayah.”

“Jinjja?”tanya Yoona. Donghae menganggukan kepalanya pelan. “Hem, aku juga merasa kita lebih seperti orang pacaran.”sahutnya sambil tersenyum. Donghae menoleh ke arahnya sebentar, membalas senyumnya.

Perlahan mobil ini terhenti di depan sebuah rumah. Donghae dan Yoona turun dan bergegas masuk ke dalam. Tangan Yoona menekan bel dan menunggu. Tak perlu waktu lama untuk mereka  menunggu, pintu terbuka dan menampakan gadis yang berdiri sambil tersenyum. “Anyeong eonnie,”sapa Yoona. “Ah, Yoona kupikir siapa tadi. Ayo masuk dulu.”jawab Rachel dan mempersilahkan Yoona dan Donghae masuk.

Yoona menatap sekelilingnya. Orang yang ia cari tak terlihat sejak tadi. Ini sungguh membuatnya gelisah. “Eonnie, dimana eomma?”tanyanya. Tangan Rachel yang sedang meletakkan minum terhenti seketika. Ia menatap Yoona ragu. “Apa eomma sedang pergi?”tanya Yoona sekali lagi.

Rachel terdiam. Sungguh ini membuatnya semakin merasa bersalah. Ia memang bukan saudara kandung Yoona tapi iatak tega jika melihat Yoona bersedih apalagi Yoona sedang mengandung saat ini. “Eonnie, aku merindukan eomma.”pinta Yoona.

Rachel menghembuskan napasnya berat. “Eomma… eomma sudah ada di tempat yang lebih indah sekarang.”ucapnya pelan. Binar dimata Yoona memudar. “Maksudmu?”tanya Yoona tak mengerti. Donghae menatap Rachel yang mulai membuka mulutnya.

“Mianhae Yoona, seharusnya aku memberitahumu. Aku tak ingin kau bersedih.”potong Donghae cepat. Matanya menatap Yoona, lalu melirik Rachel. “Apa yang kalian berdua bicarakan?”tanya Yoona tak mengerti dan menuntut jawaban.

oOo

Yoona menatap nisan. Kakinya terasa lemas, rasanya ia tak sunggup menopang tubuhnya. Tangannya bergetar. Matanya mulai berkaca – kaca. Setetes demi setetes air mata mulai turun. Tubuhnya mulai lemas dan perlahan runtuh. “Eo..eomma!!!”teriaknya sekencang – kencangnya. Tangan Yoona memeluk nisan. Ia sudah tak bisa membendung air matanya lagi.

Hatinyaterasa hancur, perih dan sakit, sangat sakit. Tak lama ia berjumpa dengan ibunya, namun kini ia harus kehilangan sang ibu kembali. “Eomma… hiks.. wae? Waeyo? Kenapa kau meninggalkanku? Hiks… bukankah eomma berjanji akan selalu ada di sampingku?”ucapnya.

Rachel dan Donghae tak tega menatap Yoona. Rachel tau apa yang dirasakan Yoona, sama seperti yang ia rasakan di hari itu. Perlahan ia merendah, tangannya mengelus pelan bahu Yoona. “Mianhae Yoona, sejak eomma dirawat di rumah sakit aku sudah berencana ingin memberitahunya padamu. Tapi… eomma melarangku, dia bilang dia tidak ingin melihatmu bersedih.”tuturnya.

Yoona masih saja menangis dan menyesali dirinya. Ia sungguh sangat menyesal. Seharusnya ia menghabiskan waktu bersama eommanya, seharusnya ia bisa lebih sering bersama eomma. “Mianhae,”gumam Rachel dan bergegas pergi.

Yoona masih menangis. Ia sepertinya orang yang masih berat menerima semua ini. Ia tak merelakannya. Donghae menatapnya dan berlutut di sampingnya. “Mianhae, aku tidak memberikanmu mengangkattelepon Minho waktu itu.”

“Jadi sebenarnya kau tau?”tanya Yoona masih terlarut dalam kesedihannya. Donghae mengangguk pelan. “Rachel memberitahuku lebih dulu. Mianhae..”katanya. Yoona menoleh dengan tatapan berapi. “Wae? Waeyo?! Kenapa semua orang menyembunyikannya dariku?”tanyanya masih dengan titikan air mata yangterus mengalir.

Donghae membawanya ke dalam pelukannya. Tentu saja ia mengerti ini sangat berat bagi Yoona. Melepaskan orang yang sangat ia cintai.

oOo

Donghae menatap Yoona yang masih bersedih. “Sudah jangan bersedih.”pinta Donghae sambil mengusap pelan puncak kepala Yoona. Yoona hanya mengangguk pelan.

DRT!

Merasa ponselnya bergetar, Donghae dengan segera merogohnya. “Yeobbseo,”ucapnya. “Mwoya?”tanya Donghae sedikit terkejut. “Ah, arraseo.”lanjutnya dan menutup telepon. “Ada apa?”tanya Yoona khawatir. “Ada masalah di kantor. Aku harus pergi sekarang. Kau tidak apa – apa jika aku tinggal?”tanya Donghae. Yoona menganggukkan kepalanya pelan.

Langkah Yoona mengantarkan Donghae hingga depan pintu. Sebelah tangannya melambai. Ia menatap mobil Donghae yang mulai melaju. Tangannya menutup pintu rumah. Malam – malam begini seorang diri sungguh membuatnya sedikit bosan.

Yoona menghembuskan napasnya pelan. Disandarkannya punggungnya di sofa. Tangannya menekan nomor yang ingin ia hubungi saat ini. Tangannya menempelkan ponselnya di telinga. Nada sambung terdengar beberapa kali.

“Yeobbseo,”terdengar suara di seberang sana. Yoona terdiam sejenak. Sudah lama ia tidak mendengar suaranya. Ia benar –benar merindukannya. “Halo… appa…”sapanya. Hening. Ini terdengar canggung. “Appa, apa kabar?”tanya Yoona ragu.

“Aku.. baik – baik saja.. Kau sendiri?”

“Aku sama seperti appa. Appa, bogoshippo.”

“Nado.”

“Appa, ada kabar baik yang ingin ku beritahu.”

“Appa tahu, kau-“

“Aku hamil.”potong Yoona. Terdengar hening yang begitu lama. “Appa?”sapa Yoona. “Yoona, seharusnya kau tidak boleh sampai hamil! Jika kau hamil, perceraiannya akan semakin sulit.”jawab appanya. “Mwoya?”tanya Yoona syok dan bercampur marah. “Ayah akan menjodohkanmu dengan anak teman ayah. Dia jauh lebih kaya raya dibandingkan Donghae. Lagi pula suamimu sebentar lagi tidak akan ada apa – apanya.”tuturnya.

Api amarah di mata Yoona bermunculan. “Mwoya?! Appa pikir aku ini barang yang dengan mudah untuk berikan ke sana ke mari? Aku tidak peduli Donghae kaya atau tidak. Aku tetap mencintainya. Mian appa aku tidak bisa menuruti keinginan appa.”jawabnya tegas dan langsung menutup teleponnya tanpa mendengarkan jawaban ayahnya.

oOo

Donghae terduduk di mejanya. Tangannya menjambak rambutnya. Dari raut wajahnya sungguh ia terlihat begitu frustasi. DRT! Ponselnya bergetar, Donghae mengangkatnya dengan malas sungguh pikirannya kacau saat ini. “Mwoya? Ah, Presdir Jung anda bisa memikirkannya dulu.” Jeda. “Presdir – halo, halo,”

Dengan raut kesal Donghae melemparkan ponselnya. “ARGH!” Eunhyuk menatapnya. “Kurasa banyak perusahaan yang membatalkan kerjasama mereka.”tutur Eunhyuk yang membuat Donghae merasa semakin pusing. Sungguh akhir – akhir ini ada saja masalah yang menimpanya. Bahkan mungkin hari ini mulai semakin parah.

Tangan Donghae menerima segelas air yang disodorkan Eunhyuk dan meneguknya dalam sekali tegukan. “Aku tidak bisa berpikir sekarang.” Jeda. “Bagaimana keuangan perusahaan?”tanyanya. Eunhyuk menatap berkas di tangannya. “Menurun, tapi menurutku ada yang mengganjal dalam laporan ini.”

Donghae mengangkat wajahnya. Tangannya mengambil alih berkas di tangan Eunhyuk. “Maksudmu, semacam korupsi?”tanyanya. Eunhyuk mengangkatbahunya. “Aigoo..apalagi ini.”keluhnya.

KREK!

Perlahan pintu terbuka dan menampakan pria baya. Secepat kilat Donghae bangkitdari duduknya. “Appa,”ucapnya dan berjalan menghampiri sang ayah. “Aku sudah mendengarnya.”kata Presdir Lee. “Appa jeoseonghamnida.”gumam Donghae sambil menunduk. “Aku tidak bisa mengurus perusahaan dengan baik.”lanjutnya.

Ayahnya menatapnya sejenak. “Ini bukan salahmu. Memang seperti inilah dunia sesungguhnya. Kau  harus bisa mengerti, aku akan memberimu waktu untuk membenahi ini semua.” Donghae menatap ayahnya. Tangan Presdir Lee menepuk bahu Donghae pelan.

oOo

Yoona menatap Donghae yang terlihat begitu uring – uringan. Rasanya ia tidak ingin semakin membuatnya stres dengan mencerita apa yangterjadi padanya. “Gwaenchanha?”tanya Yoona sambil memberikan minum.

Kepala Donghae mengangguk pelan. Berat rasanya untuk berpikir hari ini. “Kemungkinan aku akan jarang di rumah untuk beberapa hari ke depan.”ucapnya. Donghae bangkit dari duduknya. Ini sudah siang dan ia terlambat ke kantor. “Jaga rumah, jangan pergi kemana – mana. Aku akan menelpon Minho untuk menemanimu.”lanjutnya.

Donghae mengecup kening istrinya pelan. “Jangan lupa untuk makan siang.” Donghae hanya tersenyum dan bergegas pergi. Tidak ada pilihan lain baginya kini selain meminta bantuan Minho, mengingat kondisi istrinya yang hamil.

Yoona terduduk menunggu kedatangan Minho. Wajahnya masih menyiratkan kecemasan. Tentu saja, ia sangat mengkhawatirkan Donghae. “Anyeong!”sebuah sapaan membuat wajahnya terangkat. Yoona membalas senyumnya dan mempersilahkan Minho untuk masuk.

“Tadi aku mendapat telepon dari suamimu. Huft, kuharap masalahnya cepat selasai.”ujar Minho. “Ne, gomawo.”jawab Yoona.

oOo

Donghae melihat laporan demi laporan yang terus saja bergulir. Tak ada satupun laporan yang bisa membuatnya tersenyum. “Rapat akan dimulai setengah jam lagi, apa kau mau makan siang?”tawar Eunhyuk.

“Aku tidak bisa makan dalam kondisi seperti ini.”jawab Donghae pasrah. Kepalanya mendongak menatap langit – langit berusaha menjernihkan pikiran. “Apa ada kabar?”tanyanya tanpa menoleh.

Eunhyuk terdiam sejenak. Iaberpikir. Ia mungkin sedikit ragu mengatakannya. Ia takut ini akan melukai  Donghae. “Aku sulit mengatakannya.”

“Yakk! Hyung! Perusahaan dalam kondisi seperti ini dan kau tidak ingin mengatakan apapun. Kau ingin membuatku semakin gila, HUH!?”bentak Donghae dengan emosi yang meledak. Euhyuk terdiam. Ia tak bisa mengatakan apapun jika sudah melihat Donghae seperti ini. “Kau tidak curiga dengan… ya… ayah mertuamu?”tanya Eunhyuk ragu.

Donghae melemparkan tatapan tajamnya. “Ya, kurasa ini adalah permainannya. Kau memberikan kepercaya padanya dan kau tau,… ya banyak yang membatalkan kontrak dan terjadi korupsi…”

“Maksudmu ini perbuatan Direktur Im?”tanya Donghae. Eunhyuk hanya bisa menganggukan kepalanya ragu. Donghae tak yakin ini adalah perbuat ayah mertuanya.Tentu saja ini akan menjadi tanda tanya besar di lubuk hatinya.

oOo

Sudah tiga bulan masalah ini terus saja berlarut, bahkan perusahaan akan terancam bangkrut. Begitu banyak pegawai yang mendemo karena terancam di PHK. Yoona menatap Donghae yang semakin lama terlihat kurus.

“Wah, sudah tiga bulan.. beberapa bulan lagi kau akan lahir.”ucap Donghae sambil mengelus perut Yoona. Terlihat sangat jelas senyum di wajah Donghae tentu saja ia sedikit paksakan di tengah kondisinya seperti ini.

Donghae berdiri  dan menatap Yoona. “Minho sedang sibuk dan aku harus menyelesaikan semua masalah. Tidak masalah jika aku meninggalkanmu sendiri?”tanya Donghae sedikit tak rela. Yoona menganggukan kepalanya pelan.

“Jangan khawatirkan aku. Aku akan baik – baik saja. Semoga berhasil, kajja! Figthing!”seru Yoona. Matanya menatap kepergian Donghae. Dihembuskannya napasnya berat. Ini sungguh cobaan yang sangat berat.

TOK! TOK! TOK!

Beberapa menit setelah kepergian Donghae, telinganya mendengar pintunya kembali berbunyi. Dengan langkah pelan Yoona menghampiri pintu. Tangannya membuka pintu. Matanya membulat sedikit terkejut akan kedatangan seseorang. Dengan cepat tangannya hendak kembali menutup, namun ditahan dengan cepat.

“Mianhae, appa minta maaf.” Yoona tak merespon. Ia menunggu kalimat selanjutnya. “Appa minta maaf atas ucapan appa tiga bulan lalu.” Terlihat mata pria ini berbinar. Yoona masih membuang wajahnya tak mau melihat ke arah ayahnya. “Appa tau, ini sulit untuk kau maafkan.”katanya dengan tulus.

Hati Yoona tersentuh. Sungguh ia tidak tega melihat appanya seperti ini. “Uh, ne…”gumamnya. Terlihat sedikit tangis haru di wajah ayahnya. “Masuklah.”ajak Yoona masih tak mau menoleh.

Kaki Tuan Im melangkah masuk mengikuti Yoona. Ia terduduk dengan manis di ruang tamu menunggu Yoona yang masih membuatkan minum untuknya. Tangannya mengeluarkan ponselnya. “Halo,”sapanya. “Ah ne tentu saja. Semuanya berjalan lancar. Tentu, kurasa sebentar lagi perusahaannya akan bangkrut.” Jeda. “Apa? Putriku? Ya tentu saja aku akan membuatnya ber – nanti kutelepon lagi.” Tuan Im menutup teleponnya buru – buru melihat Yoona yang datang.

“Appa, mianhae hanya ini yang aku bisa sugguhkan.”ucap Yoona. Sepertinya ia sudah melupakan semua kejadian itu. “Ne.. ini bahkan sudah lebih dari cukup.”jawab ayah sedikit basa – basi. “Kau sendiri? Dimana menantuku?”

“Donghae sedang mengurus sedikit masalah di perusahaan.”ujarnya. Tuan Im hanya bisa mengangguk – anggukan kepalanya. “Appa tidak apa – apa jika aku tinggal mandi sebentar?”

“Aissh.. pantas saja bau sekali dari tadi. Sudah cepat sana mandi!”suruh ayahnya setengah bercanda. Yoona mencium bau dirinya sejenak. “Yak! Appa! Biarpun aku belum mandi tapi aku tetap wangi.”gerutunya. “Ah, sana cepat.”usir sang ayah.

oOo

Yoona menyelesaikan mandinya. Kini badannya sudah kembali wangi. Bajunya pun sudah bersih dan rapi. Tangannya menyisir rambutnya di depan cermin. Yoona terhenti menatap pantulan dirinya di cermin. Tangannya mengelus pelan perutnya yang membuncit. “Aku tidak sabar menunggu kelahiranmu.”gumamnya sambil tersenyum.

Tangannya membuka pintu kamar dengan perlahan. Kakinya berjalan pelan menuruni tangga. Rumah yang sepi, tapi tidak terlalu sepi karena ada ayahnya kini yang menemani. Satu anak tangga berhasil ia lewati dengan sangat hati – hati. Tangannya berpegangan. Kakinya mulai menyentuh anak tangga yang kedua.

Sungguh ini sangat menyenangkan. Ia ingin memperlihatkan kamar bayinya kepada sang ayah. Tentu saja Yoona dan Donghae sudah menyiapkannya, ya mereka tau  walau kandungan Yoona baru berumur tiga bulan. Mereka sudah membeli ranjang, mainan, boneka dan aksesoris lainnya. Kakinya sedikit lagi akan menyentuh anak tangga ke empat.

BUK!

“Aaaa!!”teriaknya. Keseimbangannya hilang, seperti ada yang mendorongnya. Yoona terpeleset, jatuh dan berguling sepanjang tangga. Ia bisa merasakan sakit di perutnya. Darah mengalir menuruni kakinya. Sungguh perutnya terasa sakit. “Appa!!”teriaknya. Tak ada jawaban. Tangannya memegang perutnya menahan sakit. “Appa…”panggilnya melemah.

Ia sudah tidak kuat menahan sakit. Begitu banyak darah yang mengalir. Perlahan matanya tertutup. “Appa….”

oOo

DRT!

Ponselnya bergetar. Donghae berusah merogoh ponselnya dengan cepat. Tangannya menekan tombol ‘jawab’ di layar. “Yeobbseo, Minho-ah.”sapanya. Terdengar sederet kalimat bergetar. Mata Donghae terhenti. Kakinya terasa lemas saat ini. Ia tak bisa mendengar apapun lagi, bahkan rasanya ia sudah tak bisa melihat.

Ponselnya terjatuh dengan sendirinya dari genggamannya. Kalimat Minho di telepon masih jelas – jelas terngiang di telinganya. Donghae berlari dengan cepat menuju parkiran mobilnya. Tanpa basa – basi lagi ia melajukannya dengan kecepatan penuh.

Tangis, khawatir, sakit semua bercampur menjadi satu di dadanya. Sesak. Ia sungguh tak bisa bernapas saat ini. Yang dipikirannya hanya ada satu, ‘Yoona’.

Donghae menghentikan mobilnya sembarang. Kakinya bergerak keluar dan kembali berlari menuju satu  ruangan. Sungguh ia sudah tak bisa menahan air matanya yang bergulir saat ini. Ia benar – benar tak bisa mengatakan apapun untuk menggambarkan perasaannya.

“Akhirnya kau datang.”ucap Minho. “Dimana istriku! Dimana dia!”teriak Donghae. “Jelaskan padaku apa sesungguhnya yang terjadi!”teriaknya semakin kencang. Kedua tangannya menarik kerah baju Minho. Matanya menyala menatap Minho.

“Aku tidak tau. Saat aku kerumahmu, aku menemukan Yoona sudah tergeletak berlumuran darah.” Jeda. “Aku melihat Direktur Im keluar dari rumahmu sebelumnya.” Perlahan tangan Donghae melepaskan cengkramannya. Ia terdiam sejenak. Ia tak mengerti dengan ini semua. Apa ayah Yoona yang melakukannya? Tapi kenapa? Yoona adalah putrinya…

“Apa ada keluarga dari Nyonya Im?”tanya seorang Dokter yang membuyarkan lamunan Donghae. “Saya suaminya.”ujarnya. “Ada yang harus saya bicarakan.”jawab sang Dokter.

Donghae tertegun menatap ke arah Dokter. “Saya benar – benar minta maaf. Tidak ada yang bisa kami lakukan untuk menyelamatkan anak dalam kandungan Nyonya Lee. Kecelakaan itu sangat parah. Nyonya Lee bukan hanya keguguran.”ujarnya.

Rahang Donghae mengeras. Lehernya tegang. Ia bahkan tak mengerti apa yang diucapkan orang di hadapannya. Pikirannya sangat kacau saat ini. “Maksud anda?”tanya Donghae. Dokter ini menghembuskan napasnya berat.

“Nyonya Lee tidak akan bisa hamil lagi….”

DEG!

Seolah dunia ini runtuh. Donghae terdiam  membisu. Dadanya terlalu sesak saat ini. Ia sudah tak bisa membendung air matanya. Kalimat itu terus saja terngiang di telinganya. Ini membuatnya semakin melemah. Kacau. Ia tak bisa menjelaskannya.

Tangannya membuka pintu kamar Yoona. Matanya menatap Yoona yang tengah terisak. Sungguh ini sangat pedih baginya dan Yoona untuk menerima semua kenyataan. Mereka sudah menunggu – nunggu hari itu. Tapi apa yang mereka dapatkan? Sakit…

Donghae terduduk lemas di sebelah Yoona. Kedua tangannya membenamkan Yoona di dadanya. Ini sangat membuatnya terpukul. Ia tak akan bisa memaafkan siapapun yang melakukan ini semua.

Rasanya sudah tak ada harapan bagi mereka. Donghae mengelus pelan kepala Yoona. Dengan sangat keras ia berusaha melawan rasa sakitnya ini. Kenapa ini terjadi? Sungguh ini tidak adil…

“Oppa… Hiks… hiks… hiks…” Yoona tak bisa menghentikan air matanya. Sungguh ia merasa menyesal. Kenapa ia bisa memaafkan pria yang tega – tega membunuh anaknya.

oOo

Yoona menatap lurus ke depan. Tidak ada yang ia tatap saat ini. Kosong. Tentu saja. Ia merasa dirinya sudah  tak berguna lagi. Ia merasa hancur berkeping – keping.

KREK!

Pintunya perlahan terbuka. Yoona mengangkat wajahnya. Matanya menatap pria yang ia benci mulai melangkah. “Mau apa kau ke sini? Apa belum puas bagimu?”katanya kasar. Terlihat penyesalan dan kesedihan di wajah pria ini. “Yoona appa minta maaf.”gumamnya.

“Aku tidak akan memaafkanmu! Kau sudah membuatku kehilangan anakku! KELUAR! Aku tak sudi melihatmu disini lagi! KELUAR!!!”teriak Yoona berapi – api. Sungguh ia tak bisa menahan tangisannya lagi.

Ia tahu ini salahnya. Tak saharusnya ia melakukannya waktu itu. Ia sungguh menyesal. Kakinya melangkah pelan. Matanya bertemu pandang sejenak dengan menantunya. Donghae tak sudi menatap ayah mertuanya itu. “Donghae mian-“

“Cukup, aku tidak ingin mendengarnya lagi. Awalnya kupikir aku bisa memaafkanmu setelah kau menghancurkan perusahaanku. Tapi itu membuatku berpikir ulang setelah apa yang kau lakukan pada istriku.”potong Donghae. “Tangkap dia.”perintah Donghae kepada beberapa orang di belakangnya. Tak ada basa – basi lagi. Ia tahu ayah mertuanya yang sudah melakukan korupsi dan menghancurkan kehidupannya.

Langkah Direktur Im terhenti. Kedua orang yang memegangnya terus saja menariknya membawanya pergi. Matanya berkaca – kaca penuh penyesalan menatap Donghae, memohon pengampunan. “Donghae… ayah sungguh menyesal…”ujarnya.

“Bawa dia.”perintah Donghae dan bergegas pergi. Ia tak mau mendengar apapun itu lagi. Sungguh rasa percayaannya sudah lenyap sekarang.

oOo

Donghae tak tega melihat Yoona yang selalu saja melamun, bersedih dan bahkan ia tak pernah lagi tersenyum seperti dulu. Keadaan perusahaan sudah semakin membaik tapi tidak dengan istrinya. Yoona masih mengingat kejadian sembilan bulan yang lalu. Ia merasa sangat terpukul. Donghae paham hal itu.

Mata Yoona menatap ruangan tempatnya berdiri kini. Ia bisa melihat bayangan yang seharusnya kini terjadi. Bayangan dimana dirinya bersama Donghae sedang menggendong anak penuh dengan kasih sayang dan tawa.

Tangannya menyentuh ranjang bayi yang berada tak jauh darinya. Matanya menatap dalam. Ia ingin sekali merasakan apa yang dirasakan wanita lain. Menjadi seorang ibu. Mengganti popok anaknya, menyuapinya, memberinya susu dan menggendongnya.

Tanpa ia sadar air matanya bergulir dengan sendirinya. Angin yang bertiup membuat mainan yang bergelantung di ruangan ini berbunyi. Ingin sekali ia melihat senyum anaknya. Namun harapannya itu tidak akan mungkin terjadi.

Donghae menatap punggung Yoona. Ia tak tega melihat istrinya yang terus saja seperti ini. Ia tahu apa yang Yoona rasakan. Langkahnya pelan mendekat. “Kau tidak apa – apa?”tanyanya lembut. Yoona menoleh ke arahnya. “Ne.”sahutnya.

Donghae menghapus titik air mata dipipi Yoona. “Huh… aku juga merasakan apa yang kau rasakan…”desahnya. “Ayo kita cari udara segar di luar.”ajak Donghae.

Yoona memang tersenyum. Tapi itu bukan senyum yang ia tampakan dulu. Itu hanyalah senyum kebohongan untuk menutupi rasa sedihnya. Sepasang suami istri ini berjalan pelan. Donghae merangkul Yoona berusaha agar ia tak bersedih lagi.

Sedikit aktifitas di seberang sana membuat Yoona kembali murung. Ia mendambakan apa yang ia lihat saat ini. Sebuah keluarga kecil dan bahagia dengan anak – anak. Bermain bersama di taman. Tertawa dan berlari bersama. “Sudahlah, jangan bersedih lagi..”hibur Donghae. “Kau ilang ingin berlibur,”

Yoona menoleh ke arahnya. “Tidak jadi. Sudah tidak ada yang ingin kuajak berlibur.”katanya pelan. Donghae semakin tak tega melihatnya. “Mulai besok kita akan pindah, ke Paris.”tutur Donghae. Yoona mendongak menatapnya. “Aku tak bisa melihatmu bersedih lagi.”

Yoona menghembuskan napasnya pelan. “Mungkin itu akan lebih baik. Aku berjanji tidak akan bersedih lagi setelah kita pindah.”ujarnya.

oOo

Keesokan harinya….

“Chagiya! Kau sudah siap?”teriak Donghae yang menunggu di ruang tamu. “Ne! Sebentar lagi!”sahutnya. Yoona memasukan satu barangnya. Tangannya menutup kopernya dan menariknya keluar.

Langkahnya terhenti. Matanya menatap sebuah topi kecil yang dulu ia rajut untuk anaknya. Yoona tersenyum. Ia tahu tak semua kenangan sedih harus ia lupakan. Mungkin ia bisa menyimpan ini untuk dijadikan kenangan yang bisa mengingatkannya bahwa ia pernah, hamil.

“Yoona!”teriak Donghae sekali lagi.

“Ne!”sahut Yoona. Tangannya memasukan topi itu ke dalam tasnya. Yoona berjalan menggeret kopernya menghampiri Donghae. Menatapnya Donghae mengambil alih dan mengangkatnya ke bagasi mobil.

Yoona menatap rumahnya sekali lagi. Sedih, memang. Donghae tersenyum menatap Yoona. Tangannya mengelus pelan puncak kepala Yoona. “Kajja!”ujarnya dan memasuki mobil.

 

See you in other story…….

16 thoughts on “Obsesi (Chapter 14 END)

  1. Sedihhhh knp endingnya gantung thor? Kasian yoona kehilangan janinnya karna jeegoisan ayahnya jahatttt bgt sih ayahnya. Untung donghae sdj lebih sabar n gk tempramen lg di akhir2 pokoknya daebaklah tuk author yg buat ff keren ini fighting..di tggu ff lainnya ya gomawo

  2. need Squel..
    ayahny yoona kok kek gitu sehh.. :3 pengn bangt ninju(/) tu orang.
    Kasian merekanya kan, udh seneng2 eh ternyata -_-

    ditunggu squellnya yakkk.. 😀 Fighting 🙂

  3. sedih deh liat yoona dan donghae. saya kira bakalan happy ending. tapi ini endingnya masih gantung

  4. i need sequel!!
    bagaimana kehidupan mrk d paris…
    sad ending bkn, happy ending jg bkn…hhheu…

    tp plot cerita, bahasa’y jg kece…good job!! ^^

  5. YoonHae disini romantis bgt, tapi sempet ga tega sama Yoona karna sifat Donghae yang psycho , kasian Yoona harus ketakutan dan tersiksa setiap Donghae marah , pas mereka pertama kali berhubungan suami istri juga bukan nya romantis malah Yoona yg tersiksa sampe dijambak rambut nya -_-

    Tapi Donghae kaya nya udah mulai berubah dan ga se posesif dulu lagi jadi YoonHae tambah romantis 🙂
    Tapi kasian bgt Yoona yg di dorongin sama Appa nya sendiri sampe keguguran dan ga bisa punya anak lagi.

    Squel thor, jangan ngegantung, kasih keajaiban buat YoonHae thor supaya Yoona bisa hamil lagi dan mereka Happy Ending 🙂

  6. Aishhh lagi lagi gua nemu ff gantung. Tidak ada sequel gitu? Menyebalkan.

Komentarmu?