Obsesi (Chapter 13)

obsesi

Tittle : Obsesi (Chapter 12)

Cast :

  • Im Yoona
  • Lee Donghae
  • Choi Minho
  • Rachel Shim
  • Jessica Jung

Genre : married-life, psychopath, romance

Author : Yuna21

Length : Chapter

Poster by : RyeohyunYoon (http://ryeohyunyoon.wordpress.com/)

Author’s Note : Haloo!! /tebar kiss/ aku balik lagi dengan obsesi chapter 13… Pasti pada lama banget nunggunya atau mungkin udh pada lupa /nangis dipojokan/ Sengaja setiap par ff ini aku lama bikinnya /dihabok readers/ pengen liat reaksi kalian XD hitung2 kasi pelajaran buat siders biar tobat.. moga aja mereka tobat yee bulan puasa mo deket.. Cus lah Happy Reading!!

Yoona bisa merasakan Donghae yang mulai mendekat.

BRUK!!!

Kakinya tergerak menendang Donghae hingga jatuh tersungkur di bawah, dengan cepat Yoona bangkit dan berlari menuju pintu. Tangan Yoona terus menggerakan gagang pintu secara paksa. Sesekali tangannya menepuk – nepuk pintu dengan kesal. Kepalanya menoleh ke arah Donghae yang menatapnya.

Mata pria ini menyala. Hatinya sudah terlanjur terbakar api amarah. Ia melirik ke meja kecil di belakangnya. Dia atasnya begitu banyak berjejer barang – barang. “ARGH!!”teriaknya dan menghempaskan barang – barang di meja.

PRANG!

Begitu banyak pecahan kaca kini yang berserakan. Yoona menatapnya sejenak, kepalanya perlahan mendongak menatap Donghae yang berjalan ke arahnya. “Donghae…”ucapnya pelan sambil menggelengkan kepalanya. Matanya menahan ketakutan dan tangisannya.

PRANG!

Pria ini seperti tak mendengarkannya. Tangannya melemparkan botol kaca ke arah Yoona. Hampir saja mengenainya. “Aku sudah kehilangan kesabaranku!!”ucapnya seperti monter. Yoona tak bisa bergerak. Kini Donghae berada di hadapannya. Menghalanginya. “Kau tidak bisa lari lagi.”peringat Donghae dengan merentangkan tangannya ke tembok.

Yoona menatap ke dalam mata Donghae. Tangan pria ini menyentuh pipinya dengan kasar. Perlahan bibirnya menyentuh bibir Yoona dengan kasar. Yoona tak ingin membalasnya. “Lepaskan!”kata Yoona mendorong Donghae. Pria ini menatapnya tajam. Tatapan yang begitu mengerikan. Tatapan yang tak pernah dilihat olehnya sebelumnya. “Diam!”bentak Donghae. Tangannya mencengkram pergelangan Yoona dengan kuat. Yoona bisa merasakan tangannya kini mulai memerah. “Donghae lepaskan-“

SREK!

Mata Yoona membulat. Ia menatap bahunya yang kini terlihat. Matanya menatap Donghae. Bajunya ditarik secara paksa hingga membuatnya tersobek. “Tidak!! Aku tidak akan melepaskanmu!!”ucap Donghae dengan nada tinggi. “AAKKHH!!”rintih Yoona yang merasa rambutnya dijambak.

Donghae melemparkannya ke kasur dengan kasar. Kini air mata mulai berderai. Mata Yoona tertutup dan tak berani melihat. Ia bisa merasakan pria ini mulai merangkak ke arahnya. Air mata Yoona terus saja mengalir tanpa henti.

Rasanya sakit.. Ia hanya bisa berserah diri. Matanya perlahan menutup tak berani melihat apapun yang terjadi pada dirinya saat ini.

oOo

Yoona membuka matanya dengan pelan. Ia masih ingat kejadian semalam. Ia yakin itu hanyalah sebuah mimpi. Tidak ada yang terjadi padanya. Kini matanya terbuka sepenuhnya. Matanya membulat. Tangannya menarik selimutnya. Ia menatap sekelilingnya yang masih berantakan.

Tangisannya kembali pecah. Ini bukanlah sebuah mimpi. Semalam adalah hal yang begitu nyata. Ia tak bisa menghentikan tangisannya.

Donghae termenung di kursi dapur. Matanya menatap kosong ke depan. Sungguh kejadian semalam ia berada di luar kendali. Sebuah napas ia hembuskan dengan pasrah. Ini benar – benar kesalahannya. Yoona pastilah merasa sedih saat ini.

Tangannya mengambil air dan meneguknya dengan cepat. Telinga Donghae mendengar suara langkah kaki. Spontan kepalanya menoleh. Yoona menatapnya sejenak, lalu membuang wajahnya tak mau menatap Donghae. Donghae sadar. Dia salah. Yoona pastilah marah besar padanya. Matanya menatap Yoona yang menaiki tangga menuju kamarnya dengan terburu.

Yoona terduduk di depan cermin. Ia sungguh.. ah, ini sungguh tidak bisa dijelaskan. Ia tau ini adalah hal wajar anatara suami istri, tapi dia… KREK! Suara pintu membuatnya dengan cepat menghapuskan air mata dipipinya. Kepalanya mendongak menatap cermin. Ia bisa melihat Donghae yang melangkah pelan memasuki ruangan.

“Yoona-“

“Ya, aku baik – baik saja.”potongnya cepat. “Aku hanya ingin sendiri saat ini.”lanjutnya. Donghae menatap Yoona yang tak mau menoleh sedikit pun ke arahnya. Tetap saja ia tidak bisa meninggalkan Yoona begitu saja. Kakinya melangkah mendekat.

“Tapi kau-“

“Sudah kubilang aku baik – baik saja. Tinggalkan aku sendiri.”potong Yoona lagi tanpa membalikan badannya. Donghae menatapnya sedikit kesal. Tangannya dengan kasar tergerak membalikan badan Yoona hingga menatapnya. Jelas ia bisa melihat bekas air mata di pipi Yoona. “Apa ini yang kau bilang baik – baik saja?”tanya Donghae sedikit meninggi.

Yoona menatapnya. “Lalu aku harus mengatakan apa? Toh, ini semua sudah terjadi.”jawabnya sambil menangis. Donghae memabawanya dalam pelukannya. “Jangan menyentuhku!”hempas Yoona. Ia masih menangis.

“Mianhae…”gumam Donghae. Tangannya kembali menarik Yoona ke dalam pelukannya. Kali ini tidak ada perlawanan dari Yoona. Ia hanya bisa menangis. Donghae menatapnya dengan rasa penuh bersalah.

Walau ia tahu Yoona sudah memaafkannya, Donghae masih saja merasakan kecanggungan di antara mereka. Yoona lebih banyak diam. Ia tak secerewet sebelumnya. Donghae memperhatikan Yoona yang hanya menatap makanannya. “Makanlah, apa kau tidak suka dengan masakanku?”tanya Donghae.

Yoona terlihat sedang melamun. Tentu saja. Dia mereka ulang kejadian kemaren. Merenungkan semuanya. Tentu saja ia paham ini tak sepenuhnya salah Donghae, ini juga salahnya. Hal yang membuatnya sedih ya, perlakuan Donghae yang begitu keras. Yoona masih bisa merasakan pergelangan tangan dan pipinya yang masih bengkak akibat cengkraman Donghae.

“Yoona,”panggilan Donghae untuk yang kesekian kalinya berhasil menyadarkannya yang terlarut dalam lamunan. Yoona mengangkat wajahnya dan menatap Donghae di hadapannya. “Aku sudah kenyang. Maaf, aku duluan.”katanya dan bergegas pergi.

Donghae menatap Yoona yang pergi. Lalu matanya beralih ke makanan Yoona. Dia bilang bahwa dia sudah kenyang, tapi makanan ini jelas – jelas saja masih utuh. Buru – buru Donghae bangkit dan menyusulnya.

Lagi – lagi Yoona hanya menatap kosong ke depan. Ia tak benar – benar sedang menonton TV sekarang. Pikiran terlalu kacau untuk itu semua. “Ah.. kelihatannya acaranya bagus.”kata Donghae sambil menyandarkan punggungnya di sofa. Mata Yoona bergelincir menatapnya. “Ini,”ucap Yoona menyerahkan remote TV dan hendak pergi.

TAP!

Tangan Donghae mencegahnya. “Duduklah dulu.”perintah Donghae. Yoona hanya menurut dan terduduk dengan tenang. Ia tak berani membatah. Ia takut Donghae akan berbuat hal yang lebih parah lagi. “Yoona mianhae..”gumam Donghae. Yoona tak menjawab. “Aku tau mungkin sangat berat untukmu memaafkanku.”lanjut Donghae.

Yoona menghembuskan napasnya. “Aku harus membereskan dapur.”jawabnya dan pergi. Yoona tak lagi menghiraukan Donghae. Ia tak mengerti akan sampai kapan ia melakukannya.

Kakinya tentu saja tak benar – benar melangkah ke dapur. Ia hanya menjadikan itu sebagai alasan. Yoona mendudukan dirinya di pinggir kolam. Kakinya bersila, matanya menatap pantulannya. Sebuah napas ia hembuskan dengan berat.

Baru saja ia hendak mengambil kompres, Donghae sudah terduduk di sebelahnya. Dengan cepat Yoona memalingkan wajahnya. Tak sepatah katapun keluar darinya. Tangn Donghae dengan pelan menarik tangannya. “Biarkan aku mengobatinya.”kata Donghae pelan. Ia mengompress tangan Yoona. “Tidak perlu aku bisa-“

“Ini salahku.”potong Donghae. Yoona hanya terdiam. Donghae menatapnya yang masih tak mau melihat ke arahnya. “Kau menyesali semuanya?”tanya Donghae. Yoona tak menjawab. “Aku tau bagaimana perasaanmu.”lanjut Donghae.

Tangannya kini mulai meletakan kompress di pipi Yoona dengan pelan. “Bukankah impian setiap wanita menjadi seorang ibu?”tanyanya hati – hati. Tak ada respon. “Oh, mungkin kau tidak memimpikannya.”sambung Donghae cepat, menyadari ucapannya yang salah. “Mianhae…”gumamnya.

Hening. Hanya tangan Donghae yang bergerak mengopres pipi Yoona. “Akkh!”rintih Yoona. “Pelan – pelan!”ucap Yoona dan menoleh ke arah Donghae. Sebuah senyum terlukis indah di wajah Donghae. “Sakit?”tanya Donghae.

“Ah, sudahlah! Aku saja yang melakukannya sendiri!”sergah Yoona. Tangannya mengambil alih kompressnya. Donghae tertawa kecil. Tangannya mengusap – usap puncak kepala Yoona. “Hentikan! Aku tidak suka!”bentak Yoona. Kini matanya menatap ke arah Donghae. “Wae? Kenapa tertawa?”pergok Yoona. “Aniyo.”jawab Donghae masih terkekeh. “Ya! Hentikan!”bentak Yoona.

“Rasakan!”lanjutnya sambil menyiramkan air ke arah Donghae. “Ya!”seru Donghae. “Awas kau ya..” Tangannya memercikan air ke arah Yoona sebagai balasan. Yoona mengalihkan wajahnya agar terhindar dari percikan air. “Kau sudah tidak marah lagi?”tanya Donghae. “Aniya! Aku masih marah! Sangat sangat marah!”jawab Yoona.

“Baiklah baik… aku minta maaf. Sekarang katakan apa yang kau mau, aku akan memenuhinya.”kata Donghae. “Jinjjayo? Ah, aku tidak percaya. Kau pasti berbohong.”sahut Yoona. “Aku bersumpah.”ucap Donghae sambil mengangkat sebelah tangannya.

oOo

Donghae mengepel lantai dengan keringat yang bercucuran dimana – mana. Kepalanya mendongak menatap Yoona yang bersantai di sofa sambil menonton TV. “Kenapa tidak suruh ahjuma saja?”tanya Donghae. Yoona yang sedang asyik menertawai TV mengalihkan pandangannya. “Kau ingat. Kau sudah berjanji.”pinta Yoona.

Donghae menghembuskan napasnya pasrah. Tangannya kembali menggosok lantai. Matanya mendapati tempat yang tadinya bersih kini kotor kembali. Kepalanya mendongak. “Ups.. maaf.”kata Yoona dengan sengaja. Kembali ia bersabar dan berusaha menyelesaikannya dengan segera.

Kembali Yoona melakukan hal yang sama dan bahkan kini lebih parah. Donghae menghembuskan napasnya sebal. Tangannya melemparkan pengepelannya ke lantai. “Ya!!”bentak Donghae sebal. “Kau ini!”tangannya menjewer telinga Yoona. “Aw! Mi-mian…”mohon Yoona. Donghae melepaskan jewerannya. “Hem, dasar nakal!”gerutu Donghae. Yoona hanya menampakan cengirannya.

“Aigoo.. aku lupa! Hari ini Minho akan mengambil bukunya.”ucap Yoona. Sontak ini mengundang sorot mata tajam Donghae. “Ah… Ingat janjimu? Tidak apa?”lanjut Yoona setengah mengejek. Donghae hanya mendengus sebal.

“YA!!!”teriak Yoona yang begitu terkejut. Donghae mengangkatnya. Lebih tepatnya menggendongnya. Kepala Yoona mendongak menatap Donghae. Kedua tangannyamelingkar di lehernya. “Ya-ya!! Turunkan aku!!”perintahnya.

“Maaf tuan Putri, sepertinya kali ini aku tidak bisa menuruti perintahmu.”sahut Donghae. Yoona menatap Donghae begitu dekat. Pria ini menggendongnya menaiki tangga. Matanya tak lepas dari wajah Donghae. Rasanya jantungnya berdebar dengan kencang saat ini.

KREK!

Donghae membuka pintu kamar Yoona dengan pelan. Ia meletakan Yoona di atas kasur. “Karena ini sudah larut, tidurlah.. aku akan memberikan bukunya pada Minho.”jelas Donghae. Yoona menatapnya. “Ingat, jangan mencari masalah. Kau mengerti?”tanya Yoona. Donghae hanya menganggukan kepalanya.

Kakinya melangkah menuruni tangga. Tepat seperti dugaannya, bel pintunya berbunyi. Pastilah Minho kini sudah berdiri di depan. Tangan Donghae membuka pintu dengan pelan. Tentu saja ia bisa melihat keterkejutan di mata Minho. “Oh, kau pasti ingin meminjam ini.”kata Donghae sambil menyodorkan buku ke arah Minho.

Minho menatapnya sejenak. Tangannya mengambil bukunya. “Gomawo.”katanya pelan. Donghae hanya tersenyum. “Aku ke sini bukan hanya untuk meminjam buku.” Jeda. “Mianhae, soal kejadian kemaren.”lanjut Minho. Ia menunggu reaksi dari Donghae.

“Sudah, lupakan semua yang berlalu.”ucap Donghae sambil menepuk punggung Minho pelan. “Mau masuk dulu?”tawarnya ramah. Minho mentap Donghae lekat – lekat. Ia masih tak yakin bahwa yang berdiri di sini adalah musuh bebuyutannya. “Aniyo… aku masih ada urusan lain.”tolaknya halus. “Aku permisi, chingu.”sambungnya sedikit berat. Donghae hanya membalas dengan senyum dan lambaian tangannya.

oOo

Pagi ini Yoona memang tidak sedang berada di kampus, ia berada di sebuah kamar tepatnya ruang tunggu pengantin. Ia terduduk menatap Jessica, sahabatnya yang sedang di dandani. “Ya! Daripada kau bengong, lebih baik kau ambilkan aku minum.”perintah Jessica. Yoona melemparkan tatapan tajamnya. “Huft, baiklah..”jawab Yoona setengah hati.

Kakinya mengambil air gelasan untuk Jessica. Sungguh entah apa yang terjadi padanya akhir – akhir ini ia merasa pusing. Mungkin ini efek samping dari tugas kampusnya yang menggunung. “Ini.”kata Yoona seraya menyodorkan minuman. “Bagaimana kabar mereka? Apa Minho dan Donghae sudah berbaikan?”tanya Jessica dengan mata yang tertutup. Seorang penata rias sedang memberikan sedikit polesan warna disana.

Yoona tak menjawab. Kepalanya sungguh berdenyut. “Entah, kepalaku pusing sekali.”jawab Yoona dan kembali terduduk, berusaha memulihkan dirinya. “Tentu saja kau pusing, diprebutkan tiga eh, tidak dua pria tampan.”sahut Jessica.

“Uuueekk,,” Tiba – tiba saja Yoona merasa mual. Ia tak mengerti apa yang terjadi. Mungkinkah maagnya kambuh lagi? “Ueekk…” Suara itu berhasil di tangkap Jessica beserta penata riasnya. Seketika mereka menghentikan aktivitas mereka. “Gwaenchanha?”tanya Jessica sedikit khawatir.

“Uh, mungkin maagku kambuh. Semalam aku tidak makan.” Jeda. “Ueeekkk..” Penata rias Jessica menatap Yoona sejenak. Tangannya menyodorkan segelas air untuk Yoona. Segera Yoona mengambilnya dan meneguknya. “Apa kau sudah minum obat?”tanya si penata rias. Yoona hanya menggeleng. “Kau merasa pusing?”tanyanya lagi. Kali ini Yoona menganggukan kepalanya. “Coba periksakanlah ke dokter.”sambung Jessica.

“Atau jangan – jangan…”kalimat penata rias ini menggantung. “Jangan – jangan apa?”tanya Yoona tak mengerti. “Aniya, aku baru ingat kau belum menikah.”jawabnya sambil tersenyum malu. Sebuah gelak tawa keluar dari Jessica. “Gi Young, dia sudah menikah beberapa bulan lalu, dia bahkan tidak mengundangku sebagai sahabatnya. Kau yang biasa dia gunakan untuk meriasnya tidak beritahu juga.”jelas Jessica.

Tentu saja terlihat keterkejutan di wajah Shin Gi Young, mengingat ia adalah penata rias langganan Yoona dan Jessica. “Mwoya?!”tanyanya syok. “Wah! ini akan jadi kabar gembira.” Jeda. “Sepertinya kau…”

oOo

Donghae menunggu di ballroom hotel bersama tamu – tamu yang lain. Ia tahu Yoona saat ini sedang di ruangan Jessica, mungkin sebentar lagi ia akan kembali ke sini. “Wah! Lihat siapa ini. Direktur Lee.” Seorang pria tampan menghampiri Donghae. Tentu saja sebuah senyum mengembang diwajah Donghae, tangannya menyambut hangat uluran tangannya.

“Ya! Lee Donghae apa kabarmu? Aku lihat kau sendiri saja. Kau sama sekali tak berubah.”ejek Kyuhyun. “Kenalkan ini tunanganku Seohyun.” Donghae melihat gadis cantik bersama Kyuhyun. Ia menjabat tangan Seohyun bersahabat. “Kau masih sendiri? Ayolah kawan yang benar saja!”ejek Kyuhyun sekali lagi.

Donghae hanya membalasnya dengan senyum. “Kau kapan akan menyusul?”tanya Donghae. “Secepatnya, kira – kira bulan depan.”sahut Kyuhyun. “Kau yang benar saja, kau sudah di dahului sepupuku Yi Fan.”ucap Kyuhyun sedikit menyenggol Donghae.

“Yoona!”panggil Donghae sambil melambai. Kyuhyun hanya menatapnya. Perlahan Yoona menghentikan langkahnya dan tersenyum ramah pada Kyuhyun dan Seohyun. “Kenalkan ini Yoona,”ucap Donghae. Yoona menjabat tangan Kyuhyun dan Seohyun bergiliran. “Daebakk! Kupikir kau tidak punya pacar.”pinta Kyuhyun tak percaya.

Donghae terkekeh. “Dia bukan pacarku.”sahut Donghae. Terlihat wajah Kyuhyun yang berubah bingung. “Dia istriku.”lanjut Donghae. “MWOYA?!”tanya Kyuhyun syok. Donghae yang ia kenal sejak mereka sekolah tidak pernah memiliki pacar ataupun dekat dengan gadis. Dia dekat dengan gadis – gadis hanyalah sebatas teman. “Jinjjayo?”tanya Kyuhyun masih tak percaya. “Pikirkan itu sendiri.”jawab Donghae sambil menepuk bahu Kyuhyun. Tangannya menggandeng Yoona pergi.

Mereka melangkah sudah cukup jauh dari Kyuhyun hingga membuat Yoona memberanikan diri untuk bertanya. “Nuguya?”tanyanya. “Dia temanku. Kami sering mabuk bersama.”jelas Donghae. “Kenapa ekspresinya begitu terkejut?”tanya Yoona. “Dia salah satu sahabat dekatku yang tidak termasuk ke dalam daftar undangan.”jawabnya.

“Waeyo?”tanya Yoona masih tak mengerti.

“Sejak masih sekolah aku tidak pernah punya pacar ataupun teman wanita, dan sekrang aku tiba – tiba saja sudah menikah. Kau pasti bertanya kenapa?”tebak Donghae. Yoona menganggukan kepalanya. “Itu karena dari dulu sejak aku SMA aku sudah tertarik padamu dan menunggumu, sampai kapanpun.” Jeda. “Aku sengaja tidak mengundang sahabt – sahabatku. Aku ingin memberikan kejutan untuk mereka, ya karena mereka selalu meremehkanku.”

Kalimat Donghae berhasil membuat Yoona tersipu malu. “Kajja! Kita memberikan selamat pada Jessica dan Yi Fan.”ajak Donghae. Yoona hanya berjalan mengikutinya. Kakinya melangkah di antrean dengan pelan – pelan hingga tiba giliran mereka.

“Chukkae! Chukkae!”sorak Yoona sambil memeluk Jessica. “Sudah ribuan kali kau mengatakan itu.”sahut Yi Fan. Yoona bergilir memeluk Yi Fan. “Ekhm.”deham Donghae. Kedua orang ini melirik pasangan mereka masing – masing. “Chukkae! Haha, aku tidak menyangka.. sekali lagi selamat.”tangan Donghae terulur pada Yi Fan yang disambunya dengan hangat. Ia memeluk Donghae dan menepuk punggung pria ini.

“Huh, sepertinya aku terlambat. Chukkae Sica!!”seru Minho yangtiba – tiba muncul di tengah – tengah mereka. “Chukkae Yi Fan!!” Jessica dan Yi Fan menyambutnya dengan hangat. “Bagaimana jika kita mengambil foto? Berhubung semua berkumpul disini.”ajak Yi Fan. “Jangan melupakan aku!”seru Chanyeol.

Chanyeol yang kala itu menjadi photografer pun ikut berfoto bersama mereka. Ia memerintahkan anak buahnya untuk mengambil gambar. Sungguh mungkin pernikahan Jessica adalah tempat berkumpulnya para mantan dan sahabat, seperti reuni kecil.

Selang beberapa setelah memberikan selamat Donghae dan Yoona kembali berdiri di tengah tamu undangan. Donghae menghentikan salah satu pelayan yang membawa minuman. Dua gelas minuman berwarna ia ambil. “Ini,”katanya sambil menyodorkan minuman ke arah Yoona.

Yoona menutup matanya sejenak. Rasa pusing tadi kini kembali muncul. Ia mulai merasakan mual yang sama. “Ueekk..”spontan kata itu yang keluar. Sebelah tangannya sedikit menutup mulutnya. “Yoona Gwaenchanha?”tanya Donghae khawatir. Yoona menganggukan kepalanya. “Ueekkk,”katanya. “Lebih baik kita ke dokter.”sahut Donghae.

“Tidak perlu aku baik – baik saja.”

“Tidak ada tapi – tapi. Semalam kau tidak makan karena mengerjakan tugas. Aku takut maagmu kambuh. Kajja!” Tangan Donghae menarik Yoona ke luar dari pesta dengan terburu.

oOo

“MWOYA?!”tanya Donghae syok. Wanita baya dihadapan mereka hanya mengangguk sambil tersenyum. “Dokter, Anda tidak bercandakan?”tanya Donghae meyakinkan. “Sekali lagi selamat.”jawab Dokter ini.

Donghae masih tak percaya dengan apa yang diucapkannya. Ini benar – benar membuatnya bingung. Ia masih tidak yakin. “Dokter, Anda tidak salah periksa kan?”tanyanya lagi. “Tidak. Nyonya Lee positif hamil.” Jeda. “Selamat.”lanjutnya masih dengan senyum.

Donghae hanya tercengang mendengarnya. Jelas – jelas ia masih tak percaya dengan semua ini. Tangannya menutup pintu ruang periksa kembali. “Yoona, apa aku bermimpi?”tanya Donghae di depan pintu. “Akkhh!”rintihnya kesakitan. Ia bisa merasakan cubitan Yoona di lengannya. “Sakit.” Jeda. “Jadi aku tidak bermimpi?”

“Begitulah…”sahut Yoona mengangguk pelan dengan ragu. Sebuah tawa dan dengusan keluar berbarengan dari Donghae. “Hah, hah, hahahaa…..”tawanya. “Aku sungguh tidak bermimpi. Yoona!! Sebentar lagi aku akan menjadi ayah!!”serunya kegirangan. Tangannya memegang kedua tangan Yoona. “Donghae bisakah kau tidak berteriak di sini? Ini rumah sakit.”tegur Yoona. “Mian,”jawab Donghae.

Satu lagi kebahagian yang menghiasi keluarga kecil mereka. Donghae terduduk bersandar di sofa. Yoona menatap punggung Donghae. Langkahnya mengendap – endap mendekat. Ia beridiri di belakang, Donghae sedang sibuk melihat – lihat majalah dengan foto bayi – bayi lucu. “Kau melihat apa?”tanya Yoona yang membuat Donghae sedikit terkejut.

“Duduklah.”perintahnya. Yoona menurut dan terduduk di samping Donghae. “Ini aku sedang melihat majalah.”jelasnya. Yoona hanya mengangguk – anggukan kepalanya. Perlahan kepalanya bersender di bahu Donghae. “Jika anak laki – laki, nanti kita beri nama siapa?”tanya Yoona.

“Tidak. Aku mau anak perempuan.”

“Laki – laki.”sanggah Yoona dan langsung mengangkat kepalany menatap Donghae.

“Kalau perempuan kau kan bisa mengajaknya pergi ke salon atau berbelanja atau mungkin membantumu membersihkan rumah dan memasak.”

“Tidak! Anak pertama harus laki – laki, agar dia bisa menjaga adik – adiknya nanti.”

“Ah.. aniya…”

“Terserah! Perempuan atau laki – laki, dia harus mirip denganku!”jawab Yoona dan kembali menyenderkan kepalanya di bahu Donghae. “Tidak bisa begitu! Dia harus mirip denganku.”sahut Donghae. “Tidak boleh!”bentak Yoona. “Ah, sudahlah… itu tidak penting… Yang terpenting adalah bayi kita harus lahir dengan sehat.”jawab Donghae mengalah.

“Kenapa tidak kita beri nama Se-“

“Aku lapar…”potong Yoona. “Suapi aku soup, ne?”pinta Yoona. “Kenapa tidak kau ambil saja sendiri.”jawab Donghae. Terlihat wajah Yoona sedikit tertekuk. “Ah.. baiklah.”desahnya dan beranjak pergi.

Donghae kini telah kembali terduduk di hadapan Yoona dengan semangkuk soup. “Ayo buka mulutmu.”ucap Donghae hendak memasukan satu sendok soup. “Tiba – tiba saja aku menjadi tidak berselera.” Yoona berhenti sejenak memikirkan sesuatu. “Aku ingin makan kimchi.”lanjutnya.

Donghae menatapnya. “Tapi itu kan-“

“Aaahh.. ayolah oppa…”rengek Yoona.

Sekali lagi dengan terpaksa Donghae pergi berbelanja membeli bahan – bahan di tengah – tengah malam seperti ini. Tentu saja tidak ada toko bahan – bahan yang buka. Kakinya melangkah ke sana kemari, namun tetap saja tak menemukannya.

Udara dingin. Jalanan begitu sepi. Kosong sama sekali. Tidak ada yang bisa ia jumpai. Kakinya melangkah dengan pasrah. Pandangannya terhenti tepat di satu titik. Pedagang kaki lima yang masih buka. Dengan cepat kakinya melangkah.

“Permisi, apa anda menjual kimchi?”tanya Donghae ramah. Pria paruh baya ini tersenyum. “Wah, sayang sekali aku baru saja tutup.”jawabnya halus. “Paman, tolonglah bantu aku. Berapapun harganya akan kubayar.”mohon Donghae dengan tanpangnya yang sangat memprihatinkan. “Memangnya untuk apa kimchi malam – malam begini?”tanya paman ini. “Istriku hamil dan dia sedang mengidamkan kimchi.”jawab Donghae memelas.

“Oh begitu rupanya… baiklah ikut aku. Mungkin aku masih menyimpannya di belakang.” Dengan hati gembira Donghae mengikuti pria paruh baya ini. Sungguh usahanya tidak gagal mengitari kota ditengah malam seperti ini.

“Ini, maaf paman hanya punya sedikit. Setidaknya ini bisa menghilangkan rasa ngidam istrimu.”kata paman ini menyodorkan kimchi yang telah dibungkus dengan rapi. “Tidak apa – apa. Ghamshamnida.”jawab Donghae sambil mebungkukkan badannya dalam – dalam.

Kimchi sudah berada di tangannya. Kakinya berjalan pulang dengan hati yang gembira. Tangannya membuka pintu rumahnya. “Yoon-ah! Ini kimchimu!” Kakinya masuk ke dalam dengan gembira. Ia mendapati istrinya yang terduduk di kasur kamarnya dengan santai sambil membaca buku. “Sayang, ini kimchi yang kau pesan.”

Yoona mengangkat wajahnya senang. “Jinjjayo?” Jeda. “Hem, tapi aku sudah kenyang, karena kau lama sekali jadi aku memakan roti.”jawabnya melembek. Senyum lebar di wajah Donghae memudar seketika. Tangannya yang menyodorkan kimchi perlahan turun. “Begitukah?”tanyanya pelan. Yoona menganggukan kepalanya.

PRANG!

Hatinya pecah. Ternyata perjuangannya demi mendapatkan kimchi sia – sia. “Oppa?”panggil Yoona. “Kau baik – baik saja.” Donghae yang menundukan kepalanya mengangguk. “Ya aku baik – baik saja. Tentu.”jawabnya pasrah. “Oppa ada sesuatu yang ingin-“

“YOONA!!! Kau tau seberapa perjuanganku mendapatkan kimchi ini?! Kau bahkan tidak memakannya? Dan sekarang kau malah ingin meminta sesuatu lagi?!”bentak Donghae kesal. Matanya menatap Yoona yang membulat menatapnya. Perlahan raut wajah Yoona berubah. “Uh, uh, AAAa!!! Jadi oppa tidak mau?! Hiks… hiks… Apa oppa sudah tidak mencintaiku lagi?! Hiks.. hikss…”sebuah tangis muncul.

Seketika Donghae berubah salah tingkah. Ia tak mengerti Yoona bisa menangis dan marah. Donghae menggaruk – garuk kepalanya pusing, mencoba untuk menenangkan Yoona. “Bukan begitu maksudku… aku hanya…”katanya mencoba mencari alasan.

“Aku hanya apa?!”tanya Yoona marah dengan tangisannya. “Ah, baiklah baik… aku akan mengambilkannya.”jawab Donghae dan bergegas pergi. Yoona menghentikan tangisannya. Ia terdiam sejenak berpikir.

Beberapa menit kemudian Donghae kembali dengan segelas jus jeruk. “Ini untukmu.”katanya sambil tersenyum dan memberikannya pada Yoona. “Aaaa!! Aku tidak mau ini!!”rengek Yoona. “Lalu kau mau apa?”tanya Donghae mulai tidak sabar. “Aku belum saja mengatakannyatapi kau sudah pergi.”sahut Yoona.

Berusaha Donghae sesabar mungkin menghadapinya. “Baiklah, baik kau ingin apa?”tanyanya halus menahan kesabarannya. “Tidak ada.”jawab Yoona dengan polos. Donghae menarik napasnya sebal. Rasanya ia ingin meneriaki Yoona sekarang, tapi itu tidak mungkin yang ada hanyalah akan membuat Yoona menangis dengan berisik.

Sebelah tangan Donghae mengelus dadanya dan menghembuskan napasnya dengan pelan. “Sabar.. Lee Donghae.. Kau haru sabar..”gerutunya. “Oppa bilang apa? Oppa bilang aku jelek?!”tanya Yoona yang salah menangkap. Kepalanya menoleh dengan sorotan matanya yang tajam.

“Aku tidak berkata seperti itu.”jawab Donghae jujur.

“Kau bohong! Oppa!”

“Ah.. baik – baik. Kau jelek.”sahut Donghae pasrah.

Bukannya membaik, malah kata – katanya membuat Yoona kembali menangis dengan berisik. “Aigoo… kenapa begini?”tanya Donghae kebingungan untuk menenangkan Yoona. Tangannya menggaruk – garuk kepalanya. “Oppa!! Kau jahat!!”

Apa yang dilakukan Donghae selalu salah dimata Yoona. Apa begitukah rasanya orang mengidam? Jika begitu, aku mau bertukar posisi dengan Yoona. “Sudahlah berhenti menangis. Aku pusing mendengarnya.”

“Huhu.. baiklah… padahal aku hanya ingin kau tidur disini, malam ini.” Jeda. “Mungkin kau tidak mau. Tidak apa – apa.”lanjut Yoona pasrah. Donghae menatapnya. Ia merutuki dirinya sendiri. Jika tau hal ini yang ingin dikatakan Yoona sejak tadi, tidak akan menjadi serumit ini.

Donghae menghembuskan napasnya lega. Kakinya baru saja hendak menaiki kasur, namun dihentikan oleh Yoona. “Maksudku kau tidur di sofa.”kata Yoona sambil menunjuk sofa di kamar ini. Donghae menatap Yoona yang sudah mengeluarkan wajah imut tak berdosanya. “Arraseo,”sahut Donghae sebal dan mengambil bantalnya.

Sejak tadi Yoona tak benar – benar tertidur. Ia terduduk dan menatap Donghae. Kakinya turun dengan pelan tak mau membangunkan. Yoona bisa mendengar suara dengkuran Donghae yang tak biasa. Mungkin seharian ini dia lelah akibat mencari makanan keliling.

Matanya menatap wajah Donghae sejenak. Sebuah selimut ia tarik untuk membungkus tubuh Donghae. Yoona tersenyum manis di depan Donghae yang sudah tertidur dengan pulasnya. “Mimpi indah,”gumam Yoona.

CUP!

Donghae sedikit tersentak dari tidurnya. Ia bisa merasakan pipinya seperti ada yang mencium. Ia tak mau membuka matanya sedikitpun. Paling ini hanyalah mimpi. Tidak mungkin ada yang menciumnya di tengah malam, sedangkan istrinya saja sudah tidur.

To be Countinue…………..

3 thoughts on “Obsesi (Chapter 13)

Komentarmu?