One More Chance (One Shoot)

Title                       : One More Chance (Oneshot)

Author                  : Hime Lee

Cast                       : Yoona, Donghae, SNSD, Super Junior

Genre                   : Romance, Angst

Length                  : 3.592 words

Category              : Oneshot

Sinopsis                :

Yoona sudah lelah dipermainkan. Sudah cukup ia terluka karena Donghae yang tiba-tiba mengakhiri hubungan mereka berdua.  Ia tidak ingin dipermainkan lagi ketika Donghae tiba-tiba membuat lagu yang meneriakkan rasa cintanya padanya. Ia lelah memahami Donghae. Donghae sendiri yang mengakhiri hubungan mereka, tetapi kini ia menginginkannya kembali. Tidak cukupkah Donghae menyakitinya hanya sekali? Bersediakah Yoona membiarkan Donghae kembali memasuki kehidupannya setelah meninggalkan luka yang begitu dalam di hatinya?

Author’s note    :

Sebenernya basi banget sih bikin ff dengan tema lagu Still You. Tapi ya mau gimana lagi, kangen banget sama Yoonhae. Hope you enjoy this one dan buat pembaca The Promise, semoga masih setia nunggu lanjutannya ya. And please kindly visit my blog http://www.hime-lee.blogspot.com for more Yoona fanfics J

 

****

“Have you listened to ‘Still You’?”

Yoona memutar bola matanya, menolak untuk menjawab. Ia meraih remote televisi, lalu mengganti channel tanpa minat. Namun, ia lebih tidak berminat lagi untuk meneruskan obrolan ini. Orang-orang yang ditemuinya di SM hari ini, terutama Super Junior oppadeul (damn that Monkey and Cinderella, tambah Yoona dalam hati), sudah mencecarnya dengan pertanyaan yang sama. “Sudahkah kau mendengar ‘Still You’?” “Sudahkah kau melihat MV-nya?” “Dia terlihat bersungguh-sungguh, Yoona-ya.” dan pertanyaan-pertanyaan lain yang membuat Yoona cepat-cepat kabur dengan senyum yang dipaksakan.

Orang di sebelah Yoona sepertinya tidak akan membiarkan Yoona kabur dari topik ini begitu saja. Dengan mulut penuh es krim, Sooyoung menyerang Yoona lagi. “Aku sudah mendengarnya hari ini, Yoong. Dan….wow.” Sooyoung bahkan tidak bisa mendeskripsikan perasaannya setelah mendengarkan lagu itu. Tanpa ia sadari, air mata menggenangi pelupuk matanya ketika lagu itu berakhir. Sooyoung bersumpah lagu itu adalah lagu paling menyentuh yang pernah ia dengar. Mungkin karena liriknya yang membuat orang lain merasakan kesedihan lagu itu, atau karena ia tahu cerita di balik lahirnya lagu dua anggota Super Junior itu.

Yoona masih membisu. Ia berpura-pura tidak mendengarkan Sooyoung mengoceh di sebelahnya. Namun sepertinya sahabatnya yang satu itu tidak mempan diabaikan. Ia tetap melancarkan aksinya tanpa berniat untuk mundur.

“Kau tahu? Dari sekian banyak lagu yang pernah ia tulis untukmu, kurasa ini yang terbaik,” kata Sooyoung lagi. Kali ini ia sudah mengganti es krim di pangkuannya dengan beberapa potong stroberi yang sudah dicuci Yoona tadi. “Dia benar-benar mencurahkan perasaannya di sini, walaupun bukan berarti lagu-lagu sebelum ini tidak mencerminkan perasaannya. Tetapi, aku merasakan sesuatu yang lain di sini, seolah-olah inilah terakhir kalinya ia menulis lagu tentangmu,” tambah Sooyoung.

That’s it. Yoona sudah tidak tahan lagi. Ia meletakkan remote dengan sedikit keras di meja di depannya, lalu menatap Sooyoung dengan tatapan paling tajam yang bisa ia lemparkan. “Stop. Kurasa aku sudah membuatmu mengerti bahwa aku tidak tertarik dengan semua itu.”

Sooyoung mendengus. “Hah, yang benar saja. Lalu mengapa aku melihatmu menangis di ruang latihan beberapa menit setelah MV-nya diluncurkan?” Sooyoung menantang. Kali ini ia benar-benar tidak akan mundur. Sudah cukup ia melihat sahabat di sampingnya ini bermain-main dengan takdir.

Yoona benar-benar sedang tidak mood untuk berdebat dengan siapa saja hari ini. Jadwalnya yang begitu padat sudah cukup membuatnya pusing. Belum lagi skrip film yang harus dihafalkannya malam ini. Beban pikirannya sudah cukup berat tanpa harus ditambahi masalah dengan member yang lain, terutama Sooyoung. Semua orang tahu Sooyoung bisa menjadi sangat keras kepala ketika ia merasa dirinya benar.

“Whatever. Aku tidak ingin kita membahas topik ini lagi.” Dengan satu kalimat itu, Yoona bergegas menuju kamarnya, lalu membanting pintu. Tiffany yang baru saja keluar dari kamar mandi menatap pintu kamar Yoona dengan heran. Ia melempar pandangan penuh tanya pada Sooyoung, yang dijawab wanita itu dengan mengangkat bahu.

“Kau masih saja mengganggunya soal itu?” tanya Tiffany.

Sooyoung menatap televisi di depannya tanpa minat. “Aku tidak tahan melihatnya seperti itu.”

Tiffany menghela napas panjang. Suasana dorm memang sedikit kacau karena masalah ini. Yoona yang biasanya ceria dengan tingkah lakunya yang konyol pun mendadak menjadi uring-uringan dan murung. Mau tidak mau, beberapa member SNSD yang tinggal di situ ikut merasakan efeknya.

“Biarkan dia, Sooyoung. Kita semua tahu betapa berat apa yang dialaminya,” kata Tiffany mencoba menenangkan. Ia meletakkan tangannya pada bahu Sooyoung untuk meredakan emosi wanita itu.

Sooyoung menyingkirkan tangan Tiffany, lalu tanpa berkata-kata langsung masuk ke kamarnya. Tiffany hanya bisa mendesah. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Kurasa sudah saatnya melapor pada Leeteuk-oppa, kata Tiffany dalam hati.

****

Jam menunjukkan pukul 3 pagi ketika Yoona menginjakkan kaki di dorm SNSD. Ia baru saja selesai syuting untuk filmnya. Lelah karena seharian bekerja, ditambah kurang tidur karena jadwal syuting yang padat, Yoona langsung merebahkan diri di atas tempat tidur tanpa berniat mengganti bajunya. Ia melirik tempat tidur di sebelahnya yang kosong. Sepertinya Yuri menginap di rumah orang tuanya lagi malam ini.

Yoona mendesah panjang. Ia tidak suka kesunyian. Ia tidak suka sendiri. Karena saat sendiri, terlebih saat dini hari begini, Yoona bisa dengan leluasa berpikir tentang apa saja. Lebih tepatnya tentang itu. Ketika menyibukkan diri, masalah itu tidak akan pernah muncul di pikirannya. Namun, ketika ia sedang sendiri tanpa melakukan apa saja, semuanya menyergap secara tiba-tiba.

Berjuta pertanyaan membayangi benaknya. Tentang mengapa semuanya harus terjadi, mengapa semuanya harus berakhir seperti ini, dan mengapa ia seakan-akan tidak bisa melupakan orang itu sekuat apapun ia mencoba. Lalu sepasang mata hangat itu memenuhi pikirannya.

Yoona ingat betul bagaimana mata itu menatapnya ketika ia bertemu dengan si pemilik mata beberapa hari yang lalu. Ia ingat emosi-emosi yang berkelebat di kedua mata itu. Ia menunggu. Ia benar-benar menunggu. Namun, tidak ada satu kata pun yang terucap dari bibir orang itu. Yoona hanya bisa mengalihkan pandangannya setelah itu, menolak untuk memperlihatkan air matanya pada seseorang yang tidak mempunyai tekad cukup kuat untuk memperjuangkannya.

I gave you one last chance but you didn’t take it, Lee Donghae.

Yoona baru akan memejamkan mata ketika ponselnya bergetar. Ia menatap nama yang berkedip-kedip di layar ponselnya. Uh oh, batinnya, sepertinya ia dalam masalah.

“Hai, Oppa. Apa yang membuatmu terjaga?” tanya Yoona, memaksakan diri untuk terdengar antusias di telepon. Ia tidak ingin Oppa-nya yang satu itu mendengar kesedihannya.

“Have I told you that you are a terrible liar?” tanya seseorang di seberang sana.

Mendesah panjang, Yoona memosisikan diri dengan nyaman di tempat tidurnya. Ia tahu ia tidak bisa membohongi Leeteuk. Pria itu terlalu mengenalnya untuk bisa dibohongi begitu saja. Dan sepertinya malam ini Yoona harus mendengarkan wejangan panjang dari pria itu.

Yoona tertawa kecil, terdengar terpaksa. “Bagaimana bisa Oppa meneleponku saat Oppa sedang wajib militer?”

“Aku baru saja pulang. Aku akan di sini selama satu minggu,” jawab Leeteuk.

Yoona terdiam. Leeteuk juga tidak mengatakan apa-apa. Lalu, setelah hening panjang, akhirnya Yoona angkat bicara. “Apakah Oppa akan membahas dia?” bisik Yoona lemah.

“Aku tidak ingin melakukannya, tetapi aku merasa aku harus, Yoona-ya.” Dari suara Leeteuk, Yoona sudah tahu bahwa pria itu benar-benar tidak ingin membahas ini. Namun pada akhirnya ia tetap harus berbicara dengan Yoona tentang masalah ini. Tidak ada orang lain yang bisa membujuk Yoona dengan mudah selain dirinya.

“Sebenarnya, apa yang terjadi?” tanya Leeteuk.

Yoona tidak langsung menjawab. Ia memikirkan jawaban yang pas atas pertanyaan itu, karena sebenarnya ia sendiri tidak begitu mengerti dengan hal-hal yang sedang terjadi pada hidupnya saat ini.

“Aku tidak tahu, Oppa,” jawab Yoona lirih.

Yoona bisa mendengar Leeteuk menghela napas di seberang sana. “Dengar, Yoona. Jangan pernah berpikir bahwa dia mempermainkanmu. Aku yakin dia masih mencintaimu.”

Pegangan Yoona pada ponselnya mengerat. Ia menggigit bibir bawahnya, mencoba mengusir rasa sesak yang tiba-tiba memenuhi dadanya. “Ia yang mengakhiri semuanya, Oppa. Dan beberapa hari kemudian, ia menulis lagu tentang dirinya yang masih mengharapkanku. Aku memberinya kesempatan untuk menjelaskan semuanya, untuk mengatakan apa yang sebenarnya ia rasakan. Tetapi ia tidak mengambil kesempatan itu. Ia tidak mengatakan apa-apa, tidak memberi penjelasan apa-apa. Bukankah itu namanya mempermainkan perasaan?”

“Pasti ada alasan tersendiri mengapa Donghae harus melakukan itu semua. Donghae yang aku kenal tidak akan menyakiti wanita yang dicintainya.”

Yoona tidak tahan untuk bergumam dengan pahit, “Mungkin saja dia sudah bukan Donghae yang kita kenal.”

“Aku mendengar itu, Yoona. Percaya padaku, dia masih Donghae yang dulu,” ujar Leeteuk. Yoona tidak menanggapi apa-apa.

“Dia mungkin tidak mengatakan apa-apa padamu. Belum. Namun, aku yakin dia memiliki alasan kuat mengapa ia harus melakukan ini semua,” tambah Leeteuk.

Yoona menggumam singkat, tidak berminat untuk menanggapi Leeteuk. Leeteuk memutuskan sambungan beberapa menit kemudian setelah berpesan pada Yoona untuk menjaga kesehatan dan istirahat yang cukup. Sebelum Yoona terbawa ke alam mimpi, pandangannya mendarat pada sebuah foto di nakas tempat tidurnya. Di foto itu, ia terlihat bahagia, mengenakan bando Minnie Mouse sambil tersenyum lebar ke arah kamera. Yoona menahan napas ketika pandangannya jatuh pada sosok di sebelahnya di foto itu. Pria itu tersenyum tak kalah lebarnya. Tangan kirinya melingkar di bahu Yoona, sementara pipinya nyaris bersentuhan dengan pipi Yoona. Yoona ingat bagaimana jantungnya berdebar dengan kencang ketika mereka mengambil foto itu.

We looked so happy that I still can’t believe you chose to end it all, adalah kalimat yang dipikirkan Yoona terakhir kali sebelum matanya terpejam.

****

I’m a fool to make you cry

Letting you go because I was lacking

Forgive me for trying to erase you

Please, so I can breathe again

Yoona merasa perlu mengutuk iPod-nya yang tiba-tiba memutar lagu itu. Lagu yang dituliskan seseorang untuknya beberapa tahun lalu. Namun, ia membiarkan saja lagu itu terus bergaung di telinganya. Masa bodoh, pikirnya.

Dengan sepasang earphone menyumbat telinganya, Yoona berjalan menuju vending machine di ujung koridor. Sepatu larinya berdecit ketika beradu dengan lantai. Tubuhnya sudah basah oleh keringat, begitu pula beberapa helai rambutnya yang terlihat lepek. Pagi ini, entah apa yang merasukinya, Yoona tiba-tiba mengambil pakaian olahraga beserta sepatu dan iPod. Tanpa berpamitan dengan roommate-nya yang masih tertidur pulas, Yoona keluar dari dorm untuk lari pagi. Ia berlari tanpa memerhatikan ke mana kakinya membawanya, hingga ketika ia sadar, ia sudah sampai di depan gedung SM. Untung saja belum ada penggemar yang memenuhi halaman depan gedung SM seperti biasa.

Dan Yoona mengutuk dirinya sekali lagi.

Di vending machine itu, berdiri seseorang yang tidak Yoona harapkan. Ia memakai pakaian yang sama, mungkin baru saja berolahraga seperti dirinya. Semula, orang itu belum menyadari keberadaannya. Namun, setelah ia mengambil susu melon di bagian bawah mesin itu dan berbalik, orang itu seakan-akan terpaku di tempatnya berdiri.

Lee Donghae, dengan keringat memenuhi wajahnya, terlihat lebih tampan dari biasanya. Yoona menelan ludah melihat pemandangan di depannya. Ia menahan diri untuk tidak mengambil beberapa langkah ke depan, mengulurkan tangan, dan menghapus keringat itu dari wajah tampannya. Damn, ternyata pria itu masih memiliki efek seperti ini terhadapnya, maki Yoona dalam hati.

Yoona meyakinkan dirinya bahwa ia mendapatkan banyak penghargaan di bidang akting karena kemampuan aktingnya yang luar biasa. Oleh karena itu, ia langsung memasang sikap wajar, seolah-olah kehadiran Donghae tidak berarti apa-apa baginya. Tanpa menatap Donghae, Yoona mendekati vending machine dan mulai mencari susu rasa pisang kesukaannya.

“Jogging?” tanya Donghae setelah berhasil menguasai kekagetannya. Saat ia melangkahkan kaki keluar dari dorm pagi ini, ia tidak menyangka akan bertemu dengan Yoona di gedung SM. Ia sempat terkejut karena sudah beberapa minggu ini ia tidak bertemu Yoona (sebagian besar karena memang Yoona selalu menghindarinya).

“Hmm,” jawab Yoona. “You too?”

“As you can see,” jawab Donghae ringan sambil mengangkat botol susunya. Yoona hanya melirik sekilas, tidak berminat untuk membawa obrolan ini lebih jauh.

Namun, sebelum berhasil kabur, Donghae sudah lebih dulu mencegah Yoona. Yoona melotot kearah tangan Donghae yang tengah menggenggam pergelangan tangannya dengan erat. What the heck is he trying to do?!

“Bisa kita bicara sebentar?” tanya Donghae.

“Lepaskan tanganku, Lee Donghae,” desis Yoona di antara giginya yang terkatup rapat.

“Tidak akan, kita harus bicara sekarang.” Donghae sepertinya tidak gentar.

Yoona menyipitkan matanya, berusaha sekuat tenaga untuk tidak melemparkan makian pedas ke pria di hadapannya. “Apa lagi yang perlu kita bicarakan? Bukankah semuanya sudah jelas?”

Donghae mendesah panjang. Genggamannya di pergelangan tangan Yoona melonggar, tetapi ia tidak melepaskannya. Yoona melirik pergelangan tangannya dan berusaha untuk tidak menghiraukan kehangatan yang melingkarinya.

“Kau tidak mengerti, Yoona,” desah Donghae. Kedua mata Yoona sempat melembut melihat keputusasaan Donghae. Namun, sedetik kemudian, sepasang mata cokelat itu kembali menghunus tajam.

“Aku memang tidak mengerti. Kau yang mengakhiri ini semua, kau yang bilang bahwa kau tidak sanggup melanjutkan hubungan ini. Tetapi, kemudian kau menulis lagu untukku tentang betapa kau masih mencintaiku dan hanya aku satu-satunya yang ada di hatimu. Bagaimana aku bisa mengerti apa yang sebenarnya kau mau?!” semprot Yoona. Napasnya terengah, kedua tangannya terkepal menahan emosi yang mengancam akan meledak.

Donghae menggigit bibir bawahnya. Ia terlihat ingin mengatakan sesuatu, tetapi langsung mengurungkan niatnya. Yang bisa ia lakukan hanyalah menatap Yoona seakan-akan ini adalah pertemuan terakhirnya.

Yoona menunggu. Sungguh, ia masih menunggu. Tetapi, ketika masih tidak ada kalimat yang meluncur dari bibir Donghae, ia pun menyerah. Mendadak merasa lelah akan semuanya, Yoona menghela napas panjang. Perlahan, dilepasnya genggaman Donghae. Ada yang hilang ketika kehangatan itu menjauhinya, tetapi Yoona berusaha untuk tidak peduli. Ia kemudian berbalik dan melangkah menjauh tanpa berkata apa-apa.

Hati Donghae mencelos. “Yoona,” panggilnya lirih. Ia bisa melihat Yoona menghentikan langkahnya, tetapi wanita itu tidak membalikkan badan. “It’s complicated, aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya padamu, tapi ada satu hal yang perlu kau tahu. I meant every word I wrote for the song.”

Yoona membeku untuk beberapa detik sebelum melanjutkan langkahnya, membawa potongan hati Donghae bersamanya.

****

Terkadang, Yoona ingin menjadi wanita biasa. Wanita normal yang tidak perlu bolak-balik ke luar negeri untuk menghadiri event atau tampil bersama membernya. Wanita biasa yang bisa berjalan-jalan malam hari di sepanjang sungai Han tanpa harus takut dikenali orang lain. Ia terkadang bertanya-tanya apa jadinya jika ia tidak mengikuti audisi SM waktu itu. Apakah ia akan mewujudkan mimpinya yang lain; membuka toko kue? Atau ia akan meneruskan bisnis keluarganya? Saat-saat seperti ini; ketika rasa lelah seakan-akan mematikan setiap sendinya, rasanya sangat mudah sekali untuk mengajukan pengunduran diri ke SM.

Sambil menunggu hair stylist menyelesaikan ikal-ikal di rambutnya, Yoona menerawang. Apakah dengan menjadi wanita biasa, ia masih bisa menyelamatkan hubungannya dengan Donghae waktu itu? Ia masih ingat jelas apa yang dikatakan Donghae ketika keduanya berada pada titik terbawah hubungan mereka.

“Aku ingin memiliki kekasih dengan kehidupan normal. Aku ingin memiliki kekasih yang bukan seorang selebriti, sehingga ia bisa menghabiskan waktu denganku tanpa harus memikirkan pendapat orang lain.”

Kalimat itulah yang sampai saat ini menghantui Yoona. Ia ingin sekali berteriak di hadapan Donghae waktu itu. Apakah semua ini salahnya jika ia menjadi artis? Apakah Donghae benar-benar tidak bisa menerima Yoona yang sedang mewujudkan mimpinya sejak kecil? Bukankah Donghae juga mempunyai mimpi yang sama? Tidakkah ia mengerti?

Mungkin Donghae juga sangat menyesal telah mengucapkan kata-kata itu. Beberapa hari setelah perpisahan penuh luka itu, berkali-kali Donghae mencoba menghubungi Yoona dan meminta maaf di setiap kesempatan. Tidak hanya itu, ia juga menciptakan lagu yang tidak dicantumkan dalam album Super Junior yang terbaru karena ada nama Yoona di beberapa bagian liriknya. Hanya anggota Super Junior, sang produser, dan Yoona yang pernah mendengar lagu itu. Namun sepertinya apa yang Donghae lakukan untuk mendapat maaf dari Yoona belum berhasil.

Yoona menghela napas. He hurted me so much and now he wants me back? Bukankah Donghae mengatakan sendiri ia ingin memiliki kekasih yang bukan dari dunia entertainment? Mengapa ia menginginkannya kembali saat ini? Tidakkah cukup ia menyakiti Yoona? Batin Yoona berkecamuk.

“Yoona-ssi, rambutmu sudah selesai,” suara sang hair stylist mampu mengalihkan pikiran Yoona dari hal-hal tersebut. Yoona menatap hair stylist nya dari cermin, mengangguk puas sebelum mengucapkan terima kasih.

Ia kemudian digiring salah satu kru ke ruang ganti pakaian dan mengenakan sebuah gaun hitam panjang dengan aksen mengembang di bagian bawah. Yoona jadi penasaran akan tema photoshoot hari ini.

“Unnie, apa tema hari ini?” tanya Yoona pada orang yang tengah membantunya menarik risleting gaun di bagian punggung.

“Hurtful prewedding.”

“Apa?” Yoona tampak terkejut. Tema macam apa itu? “Berarti aku akan dipasangkan dengan seseorang?”

“Ya. Kalian akan berfoto layaknya prewedding, tetapi dengan suasana yang sangat sedih, seakan-akan kalian harus berpisah bahkan sebelum hari pernikahan.”

“Wow. Sepertinya cukup sulit,” gumam Yoona.

Wanita yang dipanggil unnie itu terkekeh. “Tidak akan sulit bagimu, actress Im.”

Setelah selesai bersiap-siap, Yoona dibantu sang stylist keluar dari ruang ganti untuk memulai pemotretan. Seluruh kru sudah bersiap, lengkap dengan tata pencahayaannya. Yoona menyapa fotografer untuk hari itu yang dibalas dengan ramah oleh sang fotografer.

“Yoona-ssi, kau begitu menawan,” pujinya tulus. Yoona mengucapkan terima kasih sambil tersipu. Sang fotografer tidak bisa menyembunyikan senyum lebarnya melihat semburat kemerahan di pipi Yoona. Wanita ini benar-benar memesona.

“Pasanganmu akan siap sebentar lagi, tunggulah dulu di sini,” katanya setelah itu. Yoona pun melepas mantel yang membalutnya, menampilkan bahunya yang tidak tertutup gaun. Ia kemudian duduk di kursi yang sudah disediakan, bersiap sambil menunggu partnernya. Ia sendiri tidak tahu siapa yang akan menjadi pasangannya.

“Oh, Donghae-ssi, langsung saja bersiap di tempatmu.”

Suara sang fotografer langsung membuat Yoona mengangkat wajah dengan cepat. Benar saja, di belakang kamera, dengan tuxedo serbahitam, Donghae berdiri tepat menghadap Yoona. Tubuh Yoona membeku. Of all time and places… Mengapa ia harus bertemu Donghae di sini? Dan mengapa mereka harus dipasangkan seperti ini?

Donghae juga terlihat terkejut seperti di sini. Pria itu bahkan harus dipanggil berkali-kali oleh sang fotografer untuk segera bersiap. Ketika ia berjalan mendekat, ia bisa melihat tubuh Yoona yang duduk dengan kaku di kursi yang sudah disediakan. Ia menelan ludah, dalam hati berdoa pada Tuhan agar mereka bisa melewati pemotretan hari ini tanpa harus merusak profesionalitas mereka.

“Nah, kalian berdua, bersikaplah seperti sepasang calon pengantin yang hendak berpisah bahkan sebelum hari pernikahan kalian. Donghae-ssi bisa berdiri di samping Yoona-ssi. Jangan lupa menatap mata satu sama lain dengan sedih,” sang fotografer mulai mengarahkan.

Menarik napas panjang, Donghae pun melakukan perintah sang fotografer. Ia berdiri di samping Yoona kemudian perlahan meraih tangan wanita itu. “Please allow me, Yoona-ssi,” bisiknya.

“Nah, benar begitu. Genggam tangannya, Donghae-ssi. Tatap matanya seolah-olah kalian tidak akan bisa bersama lagi.”

What a coincidence. Bagaimana bisa tema pemotretan hari ini begitu sesuai dengan kondisi mereka saat ini? Meskipun mereka belum pernah merencanakan pernikahan, bagian di mana mereka harus berpisah sangat mencerminkan keadaan hubungan mereka sekarang.

Memilih untuk bersikap profesional, Yoona mengangkat wajahnya dan menatap ke dalam mata Donghae. Sang fotografer mulai beraksi, dan yang bisa Yoona lakukan adalah duduk di sana, menggenggam tangan Donghae, dan menatap kedua bola matanya.

Then it all comes back to her. Perpisahan menyakitkan dari pihak Donghae, hari-hari suram setelah Donghae mengakhiri hubungan mereka, serta lirik lagu Donghae yang terus berdengung di telinganya. Menatap ke dalam dua bola mata itu sama saja membuka luka lama yang belum sembuh dengan sempurna.

Donghae bersumpah ia bisa merasakan tangan Yoona bergetar dalam genggamannya. Ia menatap wajah wanita di sampingnya, mengagumi dalam hati betapa sempurnanya ciptaan Tuhan yang satu itu. Kedua bola mata itu dulu pernah memandangnya dengan lembut dan penuh cinta, bibir itu pernah diciumnya dengan sayang, dan dahi itu tidak pernah lupa ia kecup setiap kali mereka bertemu. Hati Donghe bergejolak. Baru ia sadari betapa ia sangat merindukan Yoona, betapa sesungguhnya ia tidak sanggup menjalankan hidup tanpa kehadirannya di sisinya.

Entah cara Donghae menatapnya atau memang suasana yang sangat mendukung, mata Yoona mulai berkaca-kaca. Hatinya tidak kuat menahan semua ini. Dan tanpa ia sadari, setetes air mata bergulir menuruni pipinya. Air mata itu bagaikan sebuah cambukan keras untuk Donghae. Kau sudah terlalu sering menyakitinya, Hae, apakah kau berpikir kau masih bisa mendapatkannya kembali? Batin Donghae.

Sementara kedua insan itu tenggelam dalam perasaan yang menyakitkan, sang fotografer justru bersorak dalam hati melihat kedua modelnya sangat mendalami peran mereka. Ia hanya bertugas mengabadikan momen ini. Ia tidak ingin peduli pada apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua.

Setelah sesi pemotretan yang berhasil memorak-porandakan perasaannya, Yoona mulai membereskan barang-barangnya tanpa berniat menghapus make-up. Ia sudah mengganti gaunnya dengan jeans dan kaus putih polos serta sebuah converse hitam. Ia menyentuh matanya yang terasa berat setelah beberapa kali menangis. Beruntung, ia memang diharapkan menangis di pemotretan kali ini. Semua orang memujinya akan akting yang dimainkannya, betapa semua foto terlihat sempurna berkat akting mereka berdua yang benar-benar menggambarkan kesedihan itu. Yoona tertawa pahit. Kalau saja mereka tahu itu semua bukan akting.

“Kau akan langsung pulang?”

Yoona nyaris menjatuhkan tasnya mendengar suara itu. Di ambang pintu, Donghae berdiri menyandarkan punggungnya. Yoona mendengus. Ia tidak ingin lagi berurusan dengan Donghae. Sudah cukup ia memperlihatkan kelemahannya hari ini.

Ketika Yoona tidak bereaksi sedikitpun, Donghae mendesah. Ia menutup pintu di belakang punggungnya dan mendudukkan diri di sofa. Kali ini hanya ada mereka berdua di ruang ganti itu.

“Aku tahu aku telah melukaimu,” ujar Donghae tiba-tiba. Yoona sama sekali tidak menghentikan aktivitasnya beres-beres. “Aku tahu pasti sulit bagimu untuk memaafkanku. Tapi percayalah, aku memiliki alasan mengapa aku harus melakukan itu semua.”

That’s enough. Donghae benar-benar menguji kesabarannya. Yoona membanting begitu saja kotak eyeshadow yang dipegangnya, membuatnya berserakan di lantai. Donghae menatap eyeshadow itu dengan mata membeliak.

“Kau selalu berkata kau memiliki alasan tapi aku sendiri tidak mengetahui alasanmu. Kau bahkan tidak meu repot-repot menjelaskannya. Kau benar-benar keterlaluan, Lee Donghae. Kalau kau memang ingin melihatku terjatuh, selamat, kau berhasil melakukannya.”

Air mata kembali membanjiri wajah Yoona. Donghae masih terpaku di tempatnya, menatap Yoona dengan mata membeliak. Setiap tetesan air mata yang mengalir dari mata indah itu adalah pedang yang menghunus menusuk ke jantung Donghae.

Cepat-cepat Yoona menghapus air matanya dan meraih tasnya, bersiap untuk pulang. Ia tidak akan sudi memperlihatkan lebih banyak kelemahannya pada pria itu.

“Aku melakukannya untuk melindungimu.”

Tangan Yoona yang sudah siap meraih handle pintu berhenti di udara. Melihat gelagat Yoona, Donghae pun melanjutkan.

“Kau pikir aku tidak tahu berapa kali kau menangis karena mendapat ancaman dari para penggemarku? Kau pikir aku tidak tahu kau sakit karena salah seorang penggemarku memukul kepalamu di airport? Aku tahu semuanya, Yoong.” Donghae menghela napas panjang. Membongkar semua ini sama saja dengan menyakiti perasaannya sendiri. Bagaimana bisa ia membiarkan wanita yang paling dicintainya harus mengalami semua hal menyeramkan seperti itu?

“Jadi kupikir, lebih baik jika aku menciptakan jarak di antara kita berdua. Dengan begitu, penggemarku tidak akan mengganggumu. Kau juga tidak perlu takut jika sedang berada di tempat yang sama denganku. Dengan mengakhiri hubungan kita, aku berharap aku bisa melindungimu dengan lebih baik.”

Yoona memegangi dadanya yang mendadak nyeri. Napasnya seolah-olah disedot dari luar, meninggalkannya sesak tanpa udara. Donghae perlahan berjalan mendekat, menyerah pada keinginannya untuk memeluk punggung Yoona, melindunginya dari kejamnya dunia yang selama ini mereka tinggali.

Air mata Yoona kembali mengalir deras. Tubuhnya terguncang, membuat Donghae mengeratkan pelukannya. Yoona bisa merasakan pundaknya basah; Donghae ikut menangis bersamanya. Yoona membalikkan tubuhnya, menatap kedua mata Donghae yang juga bersimbah air mata seperti dirinya, lalu menyurukkan kepalanya ke dada pria yang sangat ia rindukan. Donghae mendekap erat Yoona, menenggelamkan wajahnya di pundak Yoona. Dan kedua manusia itu terus berpelukan, menangisi hati mereka yang patah.

Dan mungkin, Yoona bisa memberikan Donghae satu kesempatan lagi.

END

****

Wew. What an abrupt ending. Aku tau, pasti abis ini pada komen endingnya kecepetan lah, butuh sekuel lah, dan lain sebagainya. Emang sengaja bikin gantung gini kok, author kan emang jahat hahahaha 😀

Please let me know what you think J

Love,

Hime Lee

47 thoughts on “One More Chance (One Shoot)

  1. Kasian yoonhaenya, mereka berdua sma” menderita disini 😥

    Butuh sequel nih, jgn biarin hubungan yoonhae ngegantung 😦
    Apakah ada sequel?

  2. Terbawa suasana jadi ikut mellow saya. Author sngaja buat end.nya gantung jd qw tunggu sequelnya nde?#udh janji lhooo. ..*plak*
    Bagus thor next sequel qw tunggu#maksa

  3. Huaaa author jahat 😭😭 aku nangis loh, aku bisa ngerasai hatinya yoona. Harusnya dari awal dia blg dong alasannya. Kasihan kan yoona. thor untuk ff oneshotnya emang jahat banget.
    Ditunggu yah karya terbarunya

  4. Astga
    K2 nya sma” tersakiti
    Tpi seharusnya donghae oppa
    Cerita alasan sbnarnya
    Supya mereka bisa mencari solusi hub mereka
    Walaupun niatnya baik untuk melindungi yoona eoni
    Tpi malah cara yang d lakukannya
    Bikin k2 nya malah jatuh ke dasar kesakitan
    Hmmmpp
    Berharap happy end
    Keren thor
    D tnggu sequelnya
    Fighting:D

  5. Ah author nya tau aja.
    Tapi emang endingnya gantung thor, jadi butuh sequel.
    Masa yoonhae nasibnya ngga jelas gitu.

  6. Apa-apaan ini? Gantung banget..butuh sequel secepatnya thorr wkwk 😛 ohh jadi itu alasan donghae mutusin yoona… kasian jg ama donghae..tuh penggemar donghae emg kurang ajar ya hehehh okee ditunggu karya selanjutnya and keep writing 😦

  7. duileee..
    hime udh berbakat banget nih..
    selain punya bakat dibidang tulis menulis seperti ini, juga berbakat banget bikin porak poranda hatinya YoonHae dn pyro.. LOL..
    apalagi sekarang ditambah lagi punya bakat, bisa ngebaca masa depan. maksudnya, udh diprediksi ajj noh, reader bakalan ngomen apa. daeebaaakkk..
    hhhahhahahaa..
    tapi yg ini berasa real..
    itu endingnya cuman gitu doang..?? ga ada kejelasan hubungan mereka setelah aksi peluk memeluk itu..??
    yakin nih ga ada sequel..?? kasian YoonHae dong, ngegantung gitu..
    kkkkkkk…

  8. Haha, author yg kejam tapi sebenernya baik pasti mau kan ya kalau bikin sequelnya
    Nggak mungkin kan kalau ceritanya jadi gantung gini bikin para readrs dilanda gundah gulana Haha ( lebay nya)

  9. kyaaaaa sumpah nyesek banget bacanya. sequelnya dong thor. please. jebal thor. jangan ngegantung kayak gini. mkasih sebelumnya. keren
    YOONHAE JJANG

  10. nyesek bacanya, hubungan yoonhae yang menyakitkan karena takut salah satunya dibully fansnya. bener2 ga tega ngeliat yoonhae kayak gitu. ngegantung chingu, tolong sequelnya

  11. “Aku ingin memiliki kekasih dengan
    kehidupan normal. Aku ingin memiliki
    kekasih yang bukan seorang selebriti,
    sehingga ia bisa menghabiskan waktu
    denganku tanpa harus memikirkan
    pendapat orang lain.”
    mungkin kalimat itu bener adanya T.T
    donghae sama yoona pisah ㄱ.ㄱ
    ah bikin nyesek sungguh
    apalagi sekarang uri yoona uda sama si itu 😡
    mengingat itu bikin saya sedih
    tapi tetap uri yH no 1 😀

  12. jleb banget ya jadi readers wahahaha it feels like semua yg yoona rasain aku rasain juga dan aku juga almost nangis baca endingnya kukira bakal sad ending hehe.
    its a good story tho, keep writing kak!( ˘ ³˘)❤

  13. Ya ampuunn.. Nyesek se nyesek- nyeseknya pokoknya.
    Aahh kenapa YoonHae begitu. Ikutan sedih gue.

    Tapi aku suka endingnya.
    Nice fanfic chingu.. Ditunggu karya selanjutnya.

  14. Weeeh…. Gantung thor!!!! Author gantung!!!! Cepetan diangkat ntar ujan!!! (?)
    butuh sequel!!! Kagak mau tau thor!!! *maaf maaf

  15. baru baca ff ini dan uuhhh… keren… (y)
    donghae keren dia mutusin yoona buat ngelindungin dia.. huhu ㅠㅠ
    tp iya, endingnya emang gantung :3

  16. Woah, I just found this beautiful fict .
    Aaah, masa masa ini paling sulit buat kita emang yaa, you know, that hella great song made us cry several days
    It’s good, authornim . Thanks for your great post

  17. Prtama.a kasian sama Y00na krna d putusin D0nghae, tp trnyata alasan.a ninggalin buat ngelindungin Y00na,.
    Untung aja Y00na mau ngasih 1 kesmpatan lg.,,

  18. Thorrr… What a coinsidence? One more chance??? Donghae bikin lagu judul nya sama persis, wah author nya ni peramal yaa?? Kok bisa bener kejadian. Dan aku yakin lagunya juga buat Yoona dan senengnya akhir lagunya hepi ending. Keren thorrr 😍

Komentarmu?