ANATHEMA (Chapter 2)

Anathema 1

Tittle:

ANATHEMA

Author:

misskangen

Casts:

SJ’s Donghae – GG’s Yoona

Supports:

SJ’s Eunhyuk – GG’s Hyoyeon

Genre:

AU, Romance, Hurt

Length:

Chapters

Disclaimer:

Inspired by dramas. All the plot is mine. This story is a remake version from my own story.

CHAPTER 2 : AN AGREEMENT

“Yoona-ssi, menikahlah denganku…”

Mwo???

Yoona mengangkat kedua tangannya untuk menutupi mulut yang menganga lebar. Perkataan Donghae sudah pasti membuatnya berpikir bahwa sesuatu yang buruk terjadi dengan alat pendengarannya. Atau mungkin kepalanya sudah terlanjur berpikir di luar batas saat pria itu memintanya bertemu.

“Me..menikah?” tanya Yoona lagi, memastikan inderanya menangkap situasi dengan benar. Donghae mengangguk dan matanya sama sekali tak berpindah dari mata Yoona. Jantung Yoona mendadak berdebar cepat sebab tindakan Donghae saat ini tak dipungkiri membuatnya panas-dingin.

“Ini tidak mungkin, Sajangnim! Anda adalah.. dan aku—“ Yoona gugup hingga berbicara seperti kehilangan orientasi. Lidahnya tiba-tiba saja menjadi kaku dan di kepalanya muncul jutaan kosa kata yang membuatnya bingung untuk memilih.

“Kau dan aku.. kita memang berbeda kelas. Tapi semua masih sangat mungkin terjadi karena aku yang menginginkannya. Aku merasa kau satu-satunya orang yang tepat untuk pernikahan ini.”

Kerutan tampak muncul di kening Yoona. Suara Donghae yang begitu dingin mengeluarkan sederet kalimat yang membuatnya tak mengerti. Mungkin Yoona bukanlah orang yang pintar di bidang akademis, tapi dari yang ditangkapnya ia tahu bahwa ini bukanlah sesuatu yang gamblang terjadi begitu saja.

“Pernikahan ini? Apa ada maksud lainnya?”

Donghae menghela napas dan sejenak menegakkan bahunya. Kewajibannya untuk menjelaskan duduk perkara sudah menjadi hal yang menurutnya tidak cukup sulit. Karena keyakinan yang tinggi sejak ia memikirkan kandidat wanita yang tepat untuk menjadi istrinya, ia sudah mempersiapkannya dengan baik.

“Sebenarnya aku tidak begitu berniat untuk menikah. Masa bodohlah dengan pernikahan! Tapi aku sedang terancam, Yoona-ssi. Hanya kau yang bisa menolongku saat ini agar aku bisa terlepas dari semua hal yang mengancamku.”

Sudah bisa diduga sebelumnya jika tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Lee Donghae tidak mungkin datang kepada Yoona kalau ia tak memiliki tujuan tersendiri. Bahkan pria itu menyebut masalahnya sebagai sebuah ancaman. Apakah pria itu begitu ketakutan hingga ia meminta seorang gadis biasa untuk masuk ke dalam daftar solusinya?

“Tapi kenapa aku? Aku yakin sekali kalau anda bisa mendapatkan wanita mana saja yang anda inginkan, bukannya orang biasa sepertiku.”

“Karena aku yakin kau akan bersedia membantuku.”

Yoona tersentak dengan jawaban yang diberikan Donghae. Kepercayaan diri pria itu di luar dugaan sudah menjadi senjata yang cukup ampuh untuk menjatuhkan lawannya.

“Apa yang membuat anda begitu yakin, Tuan?”

“Karena kau menyukaiku, maka kau tidak akan berpikir dua kali untuk melakukannya.” Seringai Donghae di antara kata-kata tegasnya. “Karena aku tahu kau pasti akan menerimanya. Kau akan membantuku menyelesaikan masalahku.” Donghae menaikkan sebelah alisnya. Wajahnya berubah sinis namun raut optimis juga ikut muncul disana.

“Tapi pernikahan bukan sesuatu yang bisa dimainkan, Tuan. Anda tidak bisa berlaku sekenanya karena ini menyangkut masa depan orang lain,” ujar Yoona bijak.

Donghae mendecakkan lidahnya dan menarik sebagian rambutnya di bagian belakang. Dia tidak menyangka bahwa membicarakan hal ini yang disangkanya akan mudah ternyata cukup sulit. Mungkin tingkat kesulitannya bisa menyamai negosiasi alot dengan seorang pelobi ulung.

“Kau harus tahu bahwa siapapun mempunyai hak untuk mencari jalan keluar masalah pelik yang menimpanya. Maka aku juga seperti itu. Aku tidak peduli meskipun ada orang yang tersinggung dengan caraku, yang penting masalahku berakhir.”

Yoona terdiam. Apapun yang akan dikatakannya, tidak akan dianggap mempunyai arti besar oleh pria itu selain kata ‘ya’. Jauh dalam hatinya Yoona sudah sulit menahan diri untuk tidak meneriakkan kata itu, hanya dia ragu dengan situasi ini. Bagaimanapun Donghae adalah orang asing yang baru dikenalnya. Hanya karena ia menyukai pria itu sejak pertama melihat, haruskah ia menolong pria itu untuk menyelesaikan kesulitannya?

“Meskipun ini terasa aneh dan sulit bagiku untuk mengatakannya, tapi aku mohon agar kau mau membantuku. Aku akan berikan apapun yang kau inginkan, asal itu tak membuatku bangkrut.” Susah payah Donghae mengucapkan kata ‘mohon’ dengan wajah nya yang memerah.

“hanya satu tahun Nona Kim… setelah itu tidak akan ada lagi permohonan konyol yang kuinginkan darimu.”

***

“Kau sudah gila!!” pekik Hyoyeon sambil melempar satu bantal tepat ke wajah Yoona. Hari itu, dikamar tidur yang mereka tempati bersama Yoona menceritakan masalah pertemuannya dengan Donghae dan maksud pria itu sesungguhnya.

“Kau pikir ini suatu lelucon yang akan berakhir begitu saja?” tanya Hyoyeon dengan mata mendelik dan terlihat jelas bahwa wanita itu sedang menahan amarah. “Aku tidak akan membiarkan ini terjadi. Tidak akan!”

Yoona memohon pada Hyoyeon sebagai walinya saat ini agar membiarkannya menikah dengan Lee Donghae –pria yang diketahui Hyoyeon sangat disukai oleh Yoona. Dia tahu bahwa kakak sepupunya itu tidak akan mudah menerima keputusannya untuk menikahi pria itu.

“Tapi aku sudah berjanji padanya. Aku bersedia menolongnya, Eonni!” Yoona mempertahankan kekeraskepalaannya di depan wanita yang juga keras kepala.

“Yak!!” teriak Hyoyeon mengeluarkan emosinya. “haruskah aku membenturkan kepalamu agar bisa berpikir normal, eoh? Kau sungguh gadis bodoh yang berpikir pendek! Kau benar-benar harus menemukan dimana otakmu yang sesungguhnya.”

Yoona tersentak dengan makian Hyoyeon. Tidak biasanya Hyo akan marah sambil mengumpatnya. Meskipun Hyo kesal, maka ia hanya akan memberi Yoona tatapan tak menyenangkan atau menyindirnya pelan-pelan.

“Eonni, aku tahu keputusan ini membuatmu kecewa. Tapi aku sudah memikirkannya. Meskipun aku tak bisa berpikir sebaik yang kau inginkan, tapi aku yakin aku sudah berlaku benar. Eonni tahu sendiri bahwa aku meny—“

“Kau menyukai pria itu.” Potong Hyoyeon begitu cepat. “Ya, aku tahu. Dan otakmu semakin rusak karena perasaan lebih yang kau miliki itu. Pikirkan lagi Yoona-yah… Menikah tidak sama dengan kau bermain drama atau sandiwara opera sabun.”

“Aku… aku tak bisa mundur lagi, Eonni. Aku sudah meyakinkan hatiku untuk melakukannya.” Lirih Yoona tak berani menatap tampang horor Hyo.

Hyoyeon mendengus dan mengacak-acak rambutnya sendiri. Dia tampak begitu frustasi menghadapi gadis yang sedang duduk sambil menunduk di depannya itu. “Kalau begini terus, sebentar lagi aku yang benar-benar jadi gila!”

Hyoyeon beringsut mendekati Yoona, mencengkeram kedua bahunya dan mengguncang pelan tubuh Yoona. “Yoona-yah… apa kau tak memikirkan keluarga kita, eoh? Walaupun mereka jauh, tapi mereka masih mempunyai hubungan dengan kita. Bagaimana kalau mereka tahu soal pernikahanmu?”

“Tapi Eonni sendiri yang bilang kalau ayah dan ibuku lah yang sudah mencampakkan aku? Aku pikir ini tak penting lagi bagi mereka. Anggap saja mereka sudah lupa padaku seperti halnya aku yang melupakan mereka.” Ujar Yoona tegas, padahal ada sedikit perih di dadanya ketika mengatakan hal itu.

“Lalu bagaimana denganku? Kau tak memikirkan aku? Jangan lupakan juga kalau aku adalah walimu disini, aku orang tuamu disini. Aku tidak bisa membiarkanmu melakukan hal gila itu!” suara Hyoyeon meninggi dan membuat Yoona cukup terguncang.

“Mianhae… Eonni. Aku sudah yakin dengan keputusanku.”

***

“Nona, kau tidak bisa sembarangan masuk ke sana!” teriak Hyukjae mendapati seorang wanita dengan rambut cokelat terang memaksa untuk memasuki ruangan berpintu kayu yang dipelitur kilat dan mewah. Seorang pria paruh bayapun berusaha keras menghalanginya.

“Aku ingin bertemu dengan atasanmu, Lee Donghae. Ada urusan penting yang harus kuselesaikan dengannya.” Pekik wanita itu dengan mata yang menyala kesal karena terus dihalang-halangi.

“Aku tidak mengenalmu, Nona. Aku tidak pernah tahu uri sajangnim membuat janji denganmu.” Ujar Hyukjae mencoba meluruskan situasi.

“Oh, setelah ini kau akan mengenalku. Aku Kim Hyoyeon, aku wali dari gadis yang akan dinikahi oleh bos-mu yang sombong itu! Aku ingin bertemu dengannya sekarang, jadi harap jangan ada yang menghalangiku lagi!”

Hyukjae terperangah, tidak menyangka seseorang yang berhubungan dengan Yoona akan datang begitu cepat ke tempat ini. Ditilik dari gerak-gerik Hyoyeon, Hyukjae mengira bahwa Hyoyeon ingin melakukan protes kepada Donghae. Hyukjae tahu persis bila keputusan Donghae menjadikan Yoona sebagai ‘dewi’ penolongnya cukup mengejutkan, dan tentunya Hyoyeon tidak akan mau terima begitu saja.

“Baiklah, aku akan membawamu bertemu dengan Lee Sajangnim. Tapi aku harap kau bisa menjaga sikapmu ketika berhadapan dengannya.”

Hyoyeon mengangguk secara terpaksa mengikuti kata-kata Hyukjae agar keinginannya bertemu dengan Donghae bisa terwujud.

“Masuklah, Nona Kim…” Hyukjae membukakan pintu, mempersilahkan Hyoyeon masuk ke dalam ruang kerja Donghae. Hyukjae tidak berhenti disana, namun ia mengikutin Hyo masuk ke dalam. Selain untuk mengawasi situasi di dalam, ia juga sangat penasaran dengan reaksi yang akan ditunjukkan sepupu Yoona ini termasuk hal yang ingin dibicarakannya dengan Donghae.

Hyoyeon menatap seorang pria yang sedang duduk nyaman disinggasananya dan masih berkonsentrasi dengan berlembar-lembar kertas di depannya. “Tuan Lee Donghae…” panggil Hyoyeon dengan nada sarkatis.

Donghae mengangkat kepalanya dan keningnya berkerut karena ia sama sekali tak mengenal gadis yang sedang berdiri di hadapannya saat ini. “Siapa kau?”

Hyoyeon menyeringai benci. Ia ingin sekali melompat melewati meja kerja itu dan merusak tatanan rapi dari rambut yang dimiliki oleh Donghae. Tapi mengingat ia sama sekali belum mengeluarkan semua kata-kata yang sudah menumpuk di kepalanya, sehingga Hyo menahan dirinya untuk tidak berbuat anarkis dulu.

“Aku? Aku adalah calon iparmu, Sajangnim.” Sahut Hyoyeon tajam dan menatap Donghae kesal.

Donghae mengangguk memahami situasi. “Annyeonghaseyo… Nona Kim…?” Donghae tak melanjutkan karena memang belum mengenal siapa wanita itu.

“Kim Hyoyeon. Anda harus mengingat namaku baik-baik. Bahkan anda tak tahu tentangku sementara anda ingin menikah dengan sepupuku. Aku adalah wali Kim Yoona, gadis yang menjadi calon istri dadakanmu.”

Donghae tersenyum kaku merespon pernyataan yang diajukan Hyoyeon. Rupa Hyoyeon yang saat itu sedang mengenakan setelan olahraga berupa celana training dan jaket, menurutnya cukup tegap sebagai seorang wanita. Hyoyeon lebih terkesan seperti bodyguard bagi Yoona, yang dengan senang hati mau mendatangi siapapun yang dianggap mengganggu.

“Aku mengerti, Nona Kim. Lalu apa maksud kedatanganmu kesini?” tanya Donghae sengaja berbasa-basi. “Ah… jangan bilang kau ingin mengajukan protes soal rencana pernikahanku dan sepupumu. Kau tidak akan mendapatkan hasil apapun karena aku takkan mengubah keputusanku.”

Hyoyeon mendengus keras. Dia sudah bersiap menghadapi sikap apatis yang pasti ditunjukkan si pria yang sudah terlanjur dicap nya sebagai ‘orang angkuh dan sombong’.

“Aku hanya ingin mengatakan kepadamu bahwa Yoona bukanlah orang yang tepat untuk dijadikan tameng untuk menghapus kutukanmu. Kau tidak seharusnya memanfaatkan gadis lugu dan polos untuk mendapatkan keuntungan pribadi.”

Kalimat Hyoyeon yang tak lagi formal membuat Donghae sedikit terperangah. Wanita yang berdiri di depannya itu pasti memiliki sifat yang keras dan juga akan sulit untuk berbicara remeh padanya.

“Jadi Yoona sudah mengatakan semuanya kepadamu. Dan kutukan itu… Itu hanya lelucon, Hyoyeon-ssi. Itu bukan sesuatu yang penting untuk diungkit.”

“Cih, aku sangat mengerti jika awal masalah yang menimpamu hingga harus buru-buru menikah adalah kutukan itu. Kau tidak perlu mengelak dengan mengatakan hal itu sebagai lelucon. Semua orang juga tahu soal kutukan yang populer itu!” balas Hyoyeon tak kalah sinis.

Berganti kini Donghae yang mendengus, sebal karena tingkah Hyoyeon yang sulit untuk didekati. “Okay, kita singkirkan saja masalah kutukan itu. Lalu apa yang kau inginkan, Hyoyeon-ssi?”

“Batalkan rencana pernikahan itu karena kau hanya akan membuat kekacauan pada hidup Yoona.”

“Aku tidak bisa.” Jawab Donghae cepat. “Lagipula ini hanya sementara. Aku hanya ‘meminjamnya’ darimu untuk menghilangkan berita miring terkait diriku dan SocFine. Kenapa aku harus mengacaukan hidup seseorang?”

Hyoyeon berkecak pinggang, posenya mirip dengan seorang gadis tomboy yang siap berkelahi dengan pria. “Biar aku beritahu kau satu hal, Donghae-ssi.Yoona sedang sakit, sikapnya yang bodoh seperti ini bukanlah dirinya. Aku yakin itu. Dan kau, memanfaatkan hatinya yang tulus menyukaimu untuk kepentingan pribadimu, apa itu sebuah keadilan?”

“Jika berbicara soal keadilan, aku akan memberikan kompensasi. Aku tidak akan berbuat macam-macam kepada sepupumu. Hanya untuk setahun, Hyoyeon-ssi. Setelah itu semuanya berakhir, aku akan membuat pernikahan ini benar-benar tanpa jejak pada publik.” Ujar Donghae memberikan pandangan dan rencana jangka pendeknya tanpa peduli keluhan Hyoyeon sebelumnya.

Tangan Hyoyeon terkepal, ia sangat berusaha menahan emosi untuk tidak berteriak-teriak seperti kesetanan di depan Donghae. “Tidak semua hal bisa kau ukur dengan uang dan kekuasaan, Sajangnim. Tidak heran jika kau terus menjadi pria terkutuk dengan sikapmu yang sangat angkuh dan arogan itu.”

Hyoyeon menghela napas kasar. “Berbicara denganmu ternyata sangat menguras energiku dan hasilnyapun di luar harapanku. Baiklah… lakukan apa yang kau inginkan. Jika pada akhirnya Yoona hancur karenamu, berharaplah kalau kutukan itu tak semakin buruk menimpamu.”

Hyoyeon pun melengos, berjalan cepat meninggalkan ruang kerja Donghae dengan hati dongkol dan emosi tingkat tinggi.

***

Hyukjae memperhatikan Donghae yang tampak sedang berpikir dengan kedua tangan yang menopang dagunya. Matanya sedang tidak fokus, hanya menatap kosong pada satu arah.

“Kau seharusnya mendengarkan perkataan Nona Kim Hyoyeon tadi,” ujar Hyukjae memecah lamunan Donghae. Hyukjae mendekati Donghae dan melipat lengannya di depannya memberi ketegasan sikap. “Kau tidak boleh memanfaatkan orang lain yang menyukaimu untuk kepentingan pribadimu.”

“Kau juga berpikir seperti itu?”

“Karena memang sikapmu seperti itu. Kebiasaanmu untuk mengukur segala sesuatu dengan uang dan kekuasaan seakan sudah mendarah daging dan itu akan menjadi titik lemahmu,” ungkap Hyukjae memiliki pandangan yang sama karena ia sendiri telah lama mengenal Donghae.

Donghae mendesah, menghela napas pelan dan menggelengkan kepalanya. “Tidakkah kau berpikir bahwa semua ini karena kutukan nonsense yang terlanjur tersebar itu? Aku terpaksa melakukannya agar tidak berlarut-larut dan aku menggunakan cara terbaik yang bisa aku lakukan. Artinya, aku tidak sepenuhnya bersalah bila menempuh salah satunya.”

“Tapi kau sudah memanfaatkan gadis yang terang-terangan menyukaimu. Menurutku itu tidak manusiawi,” sanggah Hyukjae setelah mendecakkan lidahnya.

Donghae berdiri dari kursinya, mengedikkan bahu tanda tak terpengaruh dengan semua ucapan Hyoyeon maupun Hyukjae. “Aku tidak peduli. Yang penting gadis itu tahu semua tujuanku, dan dia bersedia melakukannya untukku.”

“Semoga saja kau benar-benar terlepas dari kutukan itu, Donghae-ssi.” Tutup Hyukjae kesal dan berlalu meninggalkan ruang kerja Donghae.

***

Dua hari kemudian berita mengenai pernikahan Lee Donghae cukup membuat heboh publik, terutama mereka yang mengikuti perkembangan mengenai lajang kaya yang bernasib buruk dengan kutukan miris yang menimpanya tersebut.

Para wanita –tentu saja yang mengagumi ketampanan Donghae- merasa kaget dan mulai merasakan sedikit ‘patah hati’. Mereka yang sebelumnya tak pernah mendengar pemberitaan kisah cinta Direktur SocFine itu tiba-tiba saja seperti terkena kejut jantung saat mengetahui berita pernikahannya.

Apalagi wanita yang akan dinikahi Donghae, bukan berasal dari kalangan selebritis atau gadis yang berasal dari keluarga konglomerat Korea. Mereka menganggap Kim Yoona adalah sosok misterius yang mendadak muncul dan menggemparkan beberapa pihak yang berkaitan dengan SocFine maupun Lee Donghae.

Tidak berbeda dengan Lee Min Jung –Bibi Donghae- yang mendatangi Donghae dengan tanduk di kepalanya. Wanita itu merasa terusik dengan pemberitaan soal pernikahan keponakan yang dianggapnya sebagai pesakitan karena tak kunjung menikah.

“Apa yang kau pikirkan dengan menikahi wanita yang tidak jelas asal-usulnya? Kau ingin membuat malu keluarga?” begitu yang dikatakan Min Jung yang dibalas gelak tawa Donghae.

Tidak sopan memang. Tapi begitulah hubungan Donghae dengan bibinya, mereka seperti dua pihak yang berusaha saling menjatuhkan walau tak terang-terangan diperlihatkan oleh keduanya. Donghae tahu persis bahwa tidak sepenuhnya Lee Min Jung mengkhawatirkan kehidupan pernikahan Donghae, malah bibinya itu hanya ingin mengantarkan umpan manis untuk mengambil keuntungan besar dari SocFine yang kini berada di bawah kuasa Donghae.

“Siapapun wanita yang kupilih pasti sudah mendapat nilai terbaik dariku. Gomo tahu sendiri bagaimana tingginya penilaianku terhadap wanita, bukan?”

Lee Min Jung pun mencibir sikap Donghae yang justru membalikkan tuduhannya dengan sebuah jawaban diplomatis. Min Jung bukannya tidak memahami maksud Donghae dari rencana pernikahannya termasuk ancaman dari ayah Donghae sendiri, tetapi Min Jung terlalu gengsi untuk melakukan konfrontasi secara terang-terangan untuk menentang wacana tersebut. Apalagi Ayah Donghae sama sekali tidak mengomentari panjang lebar soal foto Yoona yang dikirimkan padanya selain, ‘dia gadis yang cantik’ dan ‘darimana kau bisa kenal dengan gadis semanis dirinya?’

“Baiklah, jika kau begitu yakin dengan gadis itu. Aku akan tahu dengan sendirinya bagaimana kualitas pengantinmu setelah aku bertemu sendiri dengannya. Sebaiknya kau ajari dia bagaimana harusnya bila berhadapan denganku!” ujar Min Jung sinis, terakhir kali sebelum ia meninggalkan Donghae yang tetap memandangnya sebelah mata.

***

“Apakah itu pakaian terbaik yang kau miliki, Kim Yoona?” Donghae meringis saat mengucapkan kalimatnya. Ketika itu ia berada di depan sebuah gedung apartemen yang lusuh, tentu saja tempat tersebut bukan tujuan yang sangat ingin dikunjunginya. Namun Donghae sengaja memaksakan diri dengan mobil mewah beserta sopirnya untuk menjemput ‘sang calon pengantin’ dari ‘istana’nya.

Yoona memandangi tubuhnya sendiri yang sedang memakai dress selutut berwarna hijau pupus dipadupadankan dengan cardigan berwarna pastel. Menurutnya ini sesuatu yang cukup spesial mengingat ia sudah berusaha memoles dirinya sebaik mungkin untuk bepergian bersama calon suaminya itu.

“Aku pikir ini setelan yang baik, Sajangnim.” Lirih Yoona yang berdiri ragu di depan pintu mobil yang masih belum terbuka. Sementara Donghae melihatnya dari dalam dengan sedikit kesal dan sulit menerima keadaan Yoona.

Ck, selera fashionmu buruk sekali. Kau lebih pantas disebut fashion terrorist.” Donghae mencibir tapi tetap membukakan pintu dan mempersilahkan Yoona masuk.

Di dalam mobil sendiri suasana sangat canggung dan kaku. Yoona duduk dengan posisi sangat tidak nyaman. Jok mobil yang lembut dan empuk itu terasa seperti kayu yang keras, bahkan sedari tadi ia duduk dengan punggung yang lurus.

“Sajangnim, apa yang akan kita lakukan? Ani… maksudku kita akan pergi kemana?” Tanpa memandang pria disebelahnya, Yoona memberanikan diri menanyakan tujuan kepergian mereka meskipun lagi-lagi ia merasa kikuk.

“Ke suatu tempat yang penting untukmu dan untukku,” jawab Donghae datar. Karena kecanggungan yang tak juga berkurang, maka Yoona pun memutuskan untuk tak melanjutkan mengeluarkan semua pertanyaan yang sudah bergentayangan di dalam kepalanya.

“Yoona-ssi, apa kau pernah menonton film atau drama?” tanya Donghae kemudian setelah jeda selama beberapa menit.

Dahi Yoona mengerut dan dengan berani ia menoleh pada Donghae, memandang pria itu dengan sekasama. Pertanyaan yang dilontarkan pria itu tidak ada dalam daftar prediksi yang sudah dibuatnya secara invisible.

“Mengapa anda menanyakan itu? Tentu saja aku pernah menontonnya, bahkan aku menyukai drama.”

“Baguslah. Itu artinya kau bisa berusaha untuk berlakon seperti aktris drama, memainkan peranmu sebagai istriku selama setahun tanpa ketahuan oleh orang lain.” Mata Donghae tak menatap Yoona, melainkan lurus kedepan dan mengabaikan gadis yang sedang merasakan sedikit kekecewaan di dadanya karena kata ‘setahun’ yang diucapkan lelaki tersebut.

“Aku mengerti, Sajangnim.” Ucap Yoona diikuti anggukan kepala.

“Satu lagi, jangan panggil aku ‘sajangnim’, tidak ada istri yang memanggil seperti itu pada suaminya. Kau bisa memanggil dengan sebutan lain atau namaku… “ ucapan Donghae tergantung karena ia terpikirkan sesuatu.

by the way, aku belum tahu berapa usiamu?”

Yoona tersenyum geli. Sedikit aneh bila calon suamimu sendiri tak tahu berapa usiamu saat dinikahinya. Tetapi jika melihat situasi saat ini dimana pernikahan terjadi secara mendesak dan calon suamimu tidak tahu apapun tentang dirimu selain nama dan pekerjaanmu sekarang. Siapapun pasti akan geleng-geleng kepala dengan hal itu.

“Usiaku 26 tahun, Sajangnim… ani maksudku Donghae-ssi.”

“Ternyata usia kita terpaut cukup jauh. Bisa jadi aku akan dicap sebagai pedofil jika kau lebih muda empat tahun lagi.”

Yoona tergelak spontan. Lee Donghae lebih dikenal sebagai pria yang serius dan dingin, sekalinya pria itu mencoba untuk melemparkan candaan maka akan terdengar aneh. Jadi Yoona menertawakan keanehan itu dibanding inti candaan yang konyol.

“Donghae-ssi, kau tidak terlihat seperti pria paruh baya yang menyedihkan. Kau bahkan segagah pemuda di awal duapuluhan.” Sahut Yoona menimpali pernyataan Donghae tadi.

“Aku anggap itu sebagai pujian, Yoona-ssi.”

***

Mobil mewah milik Donghae berhenti di depan sebuah bangunan bercat putih dengan dinding-dinding kaca serta banner besar yang cukup untuk membelalakkan mata Yoona. Ia sama sekali tidak menyangka akan datang ke tempat seperti ini, yang hanya bisa dilewatinya dalam perjalanan dengan bus dan suara-suara pendapat para wanita yang mengagumi hasil kerja dari para pegawai di tempat itu.

“Donghae-ssi… bukankah ini Bridal yang sangat terkenal di Seoul? Aku dengar disini mahal sekali,” pekik Yoona ketika ia turun dari mobil.

“Tentu saja. Aku susah payah merelakan uangku keluar banyak untuk mengubahmu menjadi angsa. Aku tidak mau ada yang mencibir foto pernikahan maupun preweddingku nantinya. Jadi kau tidak boleh menyia-nyiakan kebaikanku yang satu ini.” Donghae berjalan lebih dulu meninggalkan Yoona di belakangnya yang masih  tidak bisa percaya akan menjadi ‘klien’ untuk bridal mahal tersebut.

Sesaat senyumnya hilang karena Yoona juga mendengar perkataan Donghae sebelum meninggalkannya di luar. “Tapi aku bukan itik buruk rupa!” omelnya kesal tidak peduli bila Donghae akan mengejeknya kemudian.

Mereka disambut oleh seorang wanita yang bisa terlihat matang dari segi penampakan wajahnya, usianya pasti sudah memasuki tiga puluh lima tahun. Tetapi wanita itu tetap terlihat mempesona dengan tampilan modisnya yang mengesankan bahwa dia awet muda.

“Aku sangat terkejut dengan berita rencana pernikahan anda, Tuan Lee. Dan aku juga sangat senang karena anda memilih bridalku dalam list persiapan pernikahan anda. Suatu kebanggan untuk melihat langsung calon istri anda yang cantik!”

Donghae menyambut uluran tangan wanita itu dan tersenyum miring. Sambutan wanita itu memang terdengar ramah dan antusias. Namun keterkejutan wanita itu bukanlah sesuatu yang dibuat-buat. Semua orang pasti kaget bila tiba-tiba pria tampan yang betah melajang dan tak pernah terlihat memamerkan seorangpun wanita yang pernah dekat dengannya, lantas akan menikah dalam tempo seminggu ke depan. Jadi tidak aneh bila sikap orang-orang sedikit menghindari pembahasan masalah ‘kutukan’ yang gembar-gembor diderita oleh Donghae.

“Anda terlalu berlebihan, Ga Hee-ssi. Calon pengantinku hanyalah seorang gadis biasa yang tidak terlalu suka publikasi media. Aku hanya ingin ia terlihat lebih fresh dan tentunya lebih menawan.”

Ugh, tidak bisakah sedikit saja pria ini menunjukkan kemurahan hatinya untuk tidak menghinaku? Umpat Yoona dalam hati mendengar pembicaraan Donghae dengan wanita bernama Park Ga Hee yang merupakan perias senior di Bridal ini.

Ga Hee kembali memandangi Yoona dari atas kepala hingga ke ujung kaki. Wanita itu kemudian tersenyum lalu beralih menatap Donghae dengan sangat tegas. “Anda sudah membawa bahan yang sempurna, Tuan Lee. Dipoles sedikit saja, aku yakin tunangan Anda akan menjadi seorang putri yang akan menjadi pujaan para pria.”

Bola mata Donghae berputar diikuti seringaian di wajahnya. Menurutnya Ga Hee berlebihan. Donghae mungkin bukan tipe pria yang suka membuang-buang waktu untuk mengagumi kecantikan wanita-wanita yang berdiri di hadapannya secara mendalam. Tetapi bila yang menjadi objek penilaian adalah Kim Yoona, maka sudah sewajarnya Donghae meragukan penilaian Ga Hee.

“Baiklah, aku sudah mempersiapkan semuanya sesuai tema prewedding yang sudah anda putuskan kemarin. Aku yakin semua akan berjalan dengan begitu sempurna!” Ga Hee tak memungkiri jika semangatnya datang secara bertubi-tubi setelah melihat rupa kekasih Lee Donghae.

Gosip mengenai gadis misterius yang beredar di publik karena Donghae belum mempelihatkan wajah calon pengantinnya sudah tak lagi mengganggu Ga Hee.Semua orang mungkin mengira Donghae menyembunyikan identitas wanita yang akan dinikahinya karena wanita itu buruk rupa atau tidak menarik. Tetapi kenyataan bahwa Kim Yoona adalah wanita yang sangat natural dan begitu sedap dipandang mata, maka orang akan mengira bahwa Lee Donghae sengaja menyembunyikan tunangannya agar tak ada pria yang jatuh hati pada Yoona.

***

Perpaduan Modern-Klasik dengan penggabungan warna gold, merah marun, dan hitam elegan adalah tema yang diusung dalam Prewedding yang dijalani Donghae dan Yoona. Saat itu Donghae mulai sedikit bosan menunggu di depan sebuah rancangan ornamen klasik Eropa berupa lukisan dan tata ruang minimalis, sebagai lokasi pemotretan. Jas cokelat terang yang baru saja dikenakan sebagai pilihan utama sang desainer untuknya terlihat sangat pas dan mendukung wajahnya hingga tampak lebih ‘ningrat’.

Mata Donghae nyaris saja tak berkedip saat Yoona didampingi Ga Hee muncul di lokasi tersebut. Meskipun pemotretan indoor tetapi rekaan cahaya yang telah diatur sedemikian rupa yang jatuh menimpa wajah Yoona membuat pesonanya terkuak. Yoona, dengan gaun berwarna hampir senada dengan bahan yang dikenakan Donghae tampak begitu anggun. Senyuman lebar dan wajah sumringahnya menambah kesan bahagia dalam diri gadis itu.

“Sudah kukatakan semua akan sempurna, Tuan Lee,” Ga Hee menyenggol lengan Donghae yang masih terperangah memandangi Yoona yang baru sampai ke sisinya. “Lihatlah, tunanganmu ternyata jelmaan seorang putri khayangan. Tidak banyak yang kulakukan untuk merubah wajahnya karena memang sudah indah sejak awal. Yoona-ssi, tubuhnya cukup terawat dan aku sangat senang dengan kenyataan ini.”

Decakkan lidah Donghae memutus lantunan pujian Ga Hee untuk Yoona, bahkan gadis itu juga ikut memberengut karena tunangannya sangat apatis dalam hal puji-memuji.

“Tentu saja kau senang, Ga Hee-ssi. Kau tidak perlu bekerja keras dengan biaya mahal yang sudah aku bayarkan untuk mengubah calon istriku menjadi wanita kelas atas,” gerutu Donghae sinis.

Ga Hee yang tidak mau ambil pusing dengan perkataan Donghae hanya mengedikkan bahunya. Apapun yang dibicarakan kliennya yang satu ini mengenai tunangannya tidak begitu penting. Ga Hee hanya terus tersenyum memandangi hasil karyanya yang ada dalam rupa Yoona saat ini.

Pemotretan sesi prewedding itu berjalan dalam waktu beberapa jam. Walaupun hanya perlu bergerak sedikit mengikuti instruksi sang fotografer, tetapi hal itu sudah cukup membuat Donghae semakin bosan setengah mati. Baginya bergaya kaku di depan kamera sama sekali tidak cocok. Ia akan lebih senang berkutat dengan dokumen-dokumen rumit yang membawanya pada uang yang nilainya tinggi hingga ia akan mendapat kepuasan dari jerih payahnya melakukan lobby dengan rekan bisnisnya.

Pergantian kostum maupun lokasi ternyata tak membuat mood Donghae berubah menjadi lebih baik. Malah hal itu semakin membuatnya menggerutu dan merutuki kegiatan yang menurutnya tidak penting dilakukan oleh seorang Lee Donghae. Namun mengingat semua ini adalah bagian dari semua hal yang sudah direncanakannya dengan matang untuk mendukung pernikahan dadakan dalam rangka menghapus kutukan.

Yoona memandangi Donghae dengan tatapan penuh tanya dan selidik setelah mereka selesai mengganti pakaian untuk sesi foto itu dengan yang sebelumnya dikenakan. Donghae sendiri sedang berkonsentrasi pada sebuah katalog yang hanya dibolak-balik halamannya tanpa ada ketertarikan pada satu gambar.

“berhentilah memandangiku seperti itu. Kau bisa katakan apapun yang ingin kau tanyakan,” ujar Donghae masih dengan mata yang tertuju pada katalog bukannya pada orang yang sedang menatapnya.

Yoona tersentak sebab ketahuan sudah memandangi pria yang baru saja menyandang status sebagai tunangannya itu. Dengan senyum simpul ia mengalihkan wajahnya tak lagi menghadap pada sisi wajah Donghae.

“Bukan apa-apa. Aku hanya merasa heran denganmu, Donghae-ssi. Jika benar ini hanya pernikahan sementara, mengapa kau harus repot melakukan ini dan itu.”

“Maksudmu?” Donghae menutup katalog itu lalu menoleh pada Yoona. Keingintahuannya terhadap kata-kata Yoona yang membuatnya tak lagi larut dalam kesibukan sendiri.

Prewedding ini, mengapa kau melakukannya jika pada akhirnya kau akan membuang semua foto setelah masanya berakhir? Aku yakin kau menganggap semua ini pekerjaan sia-sia.”

Alis Donghae terangkat. Donghae tidak pernah menyangka bahwa gadis seperti Yoona yang dikenalnya sebagai sosok polos dan cenderung bodoh bisa berpikir sejauh itu. Selama ini Donghae berpikir bahwa kesediaan Yoona membantunya tidak lain karena gadis itu menyukainya dan tentu saja ingin berada dekat-dekat dengannya, lain hal mungkin adalah gadis itu juga menyimpan keinginan merubah nasib hidupnya menjadi lebih baik.

“Aku hanya ingin semuanya sempurna. Walaupun aku tidak melakukan publikasi besar-besaran tentang pernikahan ini, setidaknya aku memberikan bukti terbaik kepada ayahku sehingga beliau tidak akan melakukan ancamannya padaku.” Terang Donghae tak menutupi maksud sesungguhnya yang ada di dalam kepalanya.

Yoona mengangguk mengerti. Pria yang sebentar lagi menjadi suaminya itu sudah tercap rapi sebagai pria yang tidak akan pernah mau menerima kekalahan ataupun kerugian. Jadi apapun yang dilakukannya sudah dipikirkan dan dipertimbangkan dengan baik.

“Satu lagi…” Donghae menambahkan. Tatapannya mata Yoona sedikit menggoda dengan senyuman tertahan yang membuat gadis itu penasaran. “Bagaimanapun ini adalah pernikahan pertama bagiku, jadi aku ingin memiliki kesan yang cukup menyenangkan dan membuatnya sebagai sesuatu yang patut dikenang.”

Terdiam. Yoona tak begitu mengerti dengan maksud perkataan Donghae. Bukankah pria itu sendiri yang menginginkan pernikahan kilat lalu mengakhirinya dalam setahun. Lantas mengapa ia menginginkan kesan baik dan kenangan indah dari pernikahan ini? Bukankah harusnya Donghae sudah bisa menebak bahwa di akhir cerita nanti calon istrinya itu jelas menyandang gelar pesakitan karena patah hati?

Entahlah. Yoona hanya merasa ada satu bagian kecil dari karakter Donghae yang masih tersembunyi dan tak bisa diprediksi seperti apa rupanya.

***

Yoona memandangi dirinya dalam balutan gaun putih panjang nan indah di depan sebuah cermin besar. Ia tak bisa berhenti tersenyum. Ia begitu kagum pada tampilannya saat ini. Yoona sama sekali tak pernah melihat dirinya berdandan sangat total untuk menjadi pusat perhatian banyak orang karena dirinya sendiri tak menyukai hal itu.

Tapi hari ini, hari dimana Yoona akan melangsungkan pernikahan dengan seorang pria yang sangat disukainya. Yoona menganggap bahwa pernikahan ini adalah sebuah anugerah yang sangat besar dan patut disyukuri, mengalahkan kegembiraan orang yang mendapat lotre jutaan dolar Amerika.

“Eonni, kau lihatlah… aku tak menyangka bahwa aku bisa terlihat sangat memukau seperti saat ini. Kau benar, bahwa aku memang memiliki kecantikan tersendiri yang tak pernah kuusahakan untuk ditunjukkan kepada orang-orang.” Ujar Yoona memuji dirinya sendiri menunggu respon dari kakak sepupu yang sedang duduk dengan wajah malas dan memelas tak jauh dari posisinya berdiri.

“Eonni, mengapa kau diam saja? Apa kau tak merasa bahagia dengan pernikahanku?”

Dengusan terdengar dari Hyoyeon yang mengubah posenya menjadi defensif dengan lengan yang terlipat di depan dada. Gaun berwarna biru langit yang dikenakannya mendukung ekspresi itu sebagai sesuatu yang sangat dingin seperti es.

“Bagaimana aku akan bahagia sementara aku tak pernah benar-benar menerima kebodohanmu ini?” Hyoyeon membalikkan pertanyaan itu dengan nada sarkatis.

Yoona menghela napas, pasrah dengan sikap yang ditunjukkan Hyoyeon padanya. Sejak awal Hyoyeon memang tak pernah menyetujui kesepakatan pernikahannya dengan Donghae. Hanya karena kekerasan hati yang dimiliki Yoona maka Hyoyeon terpaksa menerima segalanya dengan berat hati.

“Tidak bisakah Eonni berhenti mengataiku bodoh?” sesal Yoona pada Hyo. “Aku tidak sepenuhnya salah dalam langkahku ini. Manusia tidak ada yang bisa menebak apa isi hati orang lain atau apa yang akan terjadi ke depannya. Tapi manusia bisa berharap jika segala sesuatu bisa berjalan sesuai dengan keinginannya.”

“Jadi kau berharap pria itu akan berubah?” tanya Hyoyeon setelah mengambil kesimpulan dari kalimat panjang yang dikatakan oleh Yoona. “Jangan bermimpi di siang bolong seperti ini, Yoona! Kau semakin terlihat menyedihkan dengan harapan kosong itu. Pria itu sama sekali tak pernah tahu keadaanmu, mungkin saja jika dia mau mencari tahu lebih jauh maka—“

“Jangan pernah katakan apapun soal keadaanku padanya, Eonni!”

Yoona berjalan mendekati Hyoyeon sambil mengangkat sedikit bagian rok gaunnya. Tanpa di duga Hyoyeon, Yoona kemudian berjongkok di depannya dengan tangan mengatup menandakan sebuah permohonan padanya.

“Eonni, aku mohon agar kau bisa merahasiakan kondisiku dari Lee Donghae. Aku juga memohon agar Eonni tak mengatakan apapun mengenai pernikahan ini pada kedua orang tuaku ataupun keluarga kita yang lain.”

“Beri aku satu alasan mengapa aku harus melakukan semua itu!” Hyoyeon tetap bertahan dengan nada bicaranya yang tegas meskipun sudah sempat terenyuh dengan tindakan Yoona tadi.

“Karena Eonni menyayangiku dan aku juga sangat sayang pada Eonni. Aku akan bahagia jika aku bisa bersamanya walaupun itu bukan untuk waktu yang lama.” Seru Yoona dengan keyakinan hati.

“Tapi orang itu hanya menjadikanmu sebagai penangkal ‘kutukan’ nya, Yoong! Kau tidak akan pernah dianggap seorang yang spesial. Kau hanya tameng, yang akan disingkirkan begitu saja setelah perang berakhir.”

“Aku tidak peduli! Meskipun aku harus menjadi kacungnya, aku rela asal aku bisa berada di dekatnya. Aku berjanji akan menikmati seluruh waktu yang kumiliki bersamanya dengan baik. Aku juga janji akan hidup dengan baik. Percayalah padaku, Eonni!” suara Yoona tak kalah tinggi dengan apa yang ditunjukkan Hyoyeon padanya.

Ingin sekali rasanya Hyoyeon mencekik Yoona saat ini. Ia sangat frustasi mau bersikap bagaimana lagi jika Yoona sudah mengandalkan karakter keras kepalanya untuk menyikapi suatu hal. “Terserah kau sajalah!  Tapi jangan pernah datang padaku dengan aduan sakit hatimu akibat perilaku pria itu nanti. Dan jangan pernah mencari kambing hitam bila nantinya kau menemukan jika keputusanmu saat ini adalah kesalahan besar!”

Ne, arasso Eonni…

***

Pernikahan itu berlagsung dengan khidmat. Bertempat di sebuah gereja besar di Seoul dan hanya dihadiri beberapa orang yang ‘penting’ bagi Donghae termasuk ayah dan bibinya. Berita pernikahan ini memang dipublikasikan di media –sebagai catatan hanya beberapa media yang diizinkan untuk meliput setelah melewati seleksi ketat.

Yoona memang diperkenalkan sebagai isterinya, namun hanya sebatas nama dan status. Donghae tak memberi penjelasan apapun terkait keengganannya mengungkap pernikahannya yang terkesan terburu-buru bagi semua orang.

Saat pemberkatan pernikahan, semua berjalan sebagaimana mestinya. Mulai dari pembacaan doa dan nasehat pastor, pengucapan wedding vow, hingga pada ciuman pertama mereka sebagai suami istri. Ketika itu Donghae dengan sangat enggan menyentuh wajah Yoona dan sedikit tidak rela mendaratkan bibirnya kepada bibir tipis milik istrinya. Namun bagi Yoona hal itu merupakan kebahagiaan baginya. Berada di dekat Donghae dan tentu saja bisa menyentuhnya.

Yoona tak pernah lepas melirik Hyoyeon yang menjadi satu-satunya keluarga yang hadir dan menjadi saksi pernikahannya. Ia hanya bisa mendesah mendapati wajah tak senang yang diperlihatkan Hyoyeon sepanjang acara pernikahan. Ia tahu sampai kapanpun Hyoyeon takkan pernah merubah pendapat miringnya soal pernikahan ini.

Ada juga hal yang membuat Yoona mulai berpikir untuk mempersiapkan diri menghadapi pertanyaan maupun pandangan orang tentang dirinya, terutama dari keluarga maupun rekan bisnis Donghae nantinya. Ketika ia melihat kemunculan ayah Donghae yang berekspresi datar dan bibi Donghae yang memandang sangat remeh padanya, tidak ada satupun ide yang terpikir di kepalanya untuk menghindari bersikap kaku.

“Selamat atas pernikahan kalian dan selamat datang di keluarga Lee, Yoona-ssi,” sapa Tuan Lee ketika mereka sudah tiba di gedung resepsi.

Sebenarnya Donghae sama sekali tak menginginkan sebuah resepsi besar untuk pernikahan ini. Karena yang dibutuhkannya hanyalah sebuah status untuk mengubah pandangan orang lain terhadap gosip murahan yang menimpanya. Namun sepertinya Ayah Donghae tak sependapat dan malah mengambil keputusan yang sedikit mengganggu ketenangan Donghae.

Resepsi pernikahan adalah ide ayahnya yang wajib dituruti demi menjaga nama besar SocFine termasuk penyebarluasan berita pernikahan tersebut. Jika pernikahan ini hanya diketahui segelintir orang, maka semua jatuhnya hanya sia-sia. Karena Tuan Lee ingin seluruh klien bisnisnya mengetahui bahwa kutukan itu tak pernah benar-benar menimpa putranya.

“Meskipun putraku tak pernah memperkenalkanmu secara langsung kepadaku, tapi dari rupamu entah mengapa memberiku kesan bahwa kau adalah wanita baik-baik.” Tuan Lee sengaja menekankan pada kata ‘baik-baik’ dengan tujuan memberi peringatan kecil pada kesediannya menerima Yoona ke dalam keluarga Lee.

“Karena itu aku sangat berharap kau bisa bersikap pantas layaknya seorang wanita yang menjaga kehormatan suaminya.”

Donghae mengeraskan rahangnya mendengar kalimat yang diucapkan sang ayah kepada istrinya. Ia tahu bahwa ayahnya sudah mencium gelagat yang tersembunyi di balik pengumuman pernikahan yang mampu diwujudkannya sesuai dengan keinginan Tuan Lee sendiri. Siapapun yang mengenal Donghae pasti sudah memahami bahwa pria itu akan menempuh banyak cara agar tak kehilangan semua hal yang dimilikinya, terutama bisnisnya.

“kau lihat, tidak ada seorangpun yang mengenalmu atau kau kenal disini. Kau hanyalah orang asing yang datang ke sebuah negeri yang bahkan tak pernah kau mimpikan, Yoong.” Hyoyeon berbisik pada Yoona disela keramaian undangan yang menghadiri resepsi.

Wajah kaku Yoona yang sedari awal terpatri disana terpaksa tersenyum menanggapi Hyoyeon. Kenyataan memang benar bahwa ia tak mengenal siapapun disini, dan menjadi seorang putri dalam waktu sekejap tak pernah diimpikannya.

“Aku tahu, Eonni.” Balas Yoona dengan lirihan. “Aku paham dengan maksudmu. Tapi ini sudah menjadi pilihanku, dan aku hanya perlu bertahan hingga semua berakhir bahagia.”

***

“Mulai sekarang kau akan tinggal disini, di rumahku.” Ucap Donghae ketika mereka sampai di sebuah bangunan apartemen mewah.

Selesai resepsi, Donghae berkeras bahwa semua harus berjalan sesuai keinginannya. Mereka tak akan menikmati malam pertama sebagai pasangan suami istri di hotel mewah. Mereka akan kembali ke tempat tinggal yang sudah disiapkannya.

“Rumah? Bukankah ini hanya sebuah apartemen?”

“Ya, ini memang apartemen. Tidak benar-benar rumah milik keluargaku. Tapi aku sangat menyukai tempat ini sebagai rumahku.” Jelas Donghae menangkan kebingungan dari kerutan di dahi Yoona.

“Oh..” Yoona mengerti dengan penjelasan itu. Dengan langkah pelan ia memasuki ruangan utama di apartemen itu yang berisi sofa-sofa mahal dan tampak dekorasi minimalis yang di dominasi warna putih. “Tempat ini bagus sekali. Lalu apa kau akan tinggal disini juga?”

“Aku hanya punya satu kamar disini. Dan aku tak mau menjamin terjadi sesuatu yang berlebihan bila kita berada di tempat yang sama. Oleh karena itu, hanya kau yang akan tinggal disini.”

Yoona mengangguk. Sudah pasti pria itu akan berpikir jauh. Mereka bukanlah dua orang yang saling mengenal dan harus menghabiskan waktu bersama. Walaupun statusnya adalah suami istri, tapi tetap saja mereka hanya dua orang asing yang dipersatukan sebuah skenario nasib buruk.

Donghae mengangkat sebuah koper besar milik Yoona ke dalam kamar, sementara gadis itu hanya berdiri mematung di ruang tamu. Masih dengan gaun pengantin yang digunakannya, ia menunduk dan memikirkan kelanjutan hidupnya setelah ia harus tinggal sendirian di apartemen mewah ini sedangkan suaminya akan tinggal di tempat lain.

Tak lama kemudian Donghae keluar dari kamar dengan setelan yang berbeda, tak lagi mengenakan tuksedo yang digunakannya saat resepsi pernikahan. Pria itu tak membawa apapun bersamanya layaknya yang dilakukan seseorang bila akan menginap di luar rumah. Mungkin mudah bagi pria itu untuk mendapatkan segala kebutuhannya mengingat ia adalah seseorang yang memiliki segalanya.

Donghae berjalan melewati ruang tamu, termasuk melewati Yoona yang masih berdiri di tempatnya tadi. Sebelum mencapai pintu keluar ia berhenti dan berbalik memandangi Yoona.

“Yoona-ssi…”

Yoona tersentak karena suara yang memanggilnya dan akhirnya ia berpaling ke arah Donghae. “Nde??

“Kau… tidak berpikir kita akan melakukan perjalanan bulan madu kan?”

                                                                                                            To Be Continued…

 

©misskangen-2014

67 thoughts on “ANATHEMA (Chapter 2)

  1. ff nya bagus.. tapi part 1 blum ku baca sih haha..krakter donghae d sini aku suka,, kejam,egois,sok,arogan n sbgainy yg bruk2 #pletak.. biar dpat emosiny hehe
    ada rahasia antra hyo n yoona.. ap itu? yoona pnya riwayat pnyakit yg brbahaya ya??nexttt

  2. Cerita nya menarik , semoga seiring berjalannya waktu Haeppa bisa mencintai Yoona 🙂
    Tapi penasaran sebenernya Yoona kenapa , kaya nya Yoona punya penyakit yg berbahaya .
    Lanjut chapter nya jangan lama lama yaa thor

    Di tunggu juga FF Compromise nya thor 🙂

  3. Yoona?apa dy menderita suatu penyakit yg sangat berbahaya??
    Donghae smogakau pda akhir ny jatuh cinta sma yoona!!
    Lnjtkan unnie..

  4. donghae dingin bgt ma yoona…!? knp tiba2 donghae nnyqin buln madu k yoona…!? jd pnzran ma crta sLnjut’y

  5. Aish, donghae disini nyebelin, pengin aku garuk tuh mukanya.. Tp ya sudahlah mdh2n suatu saat nanti donghae berubah.. Ya meski mustahil.

  6. ahh haeppa engkau terlalu dingin eoh,, ckck,,
    tp tunggu duu yoonni knpa? and knpa marganya jd berubah mnjadi kim and kenapa kenapa kenapa??hahah *banxk tanx deh aku,,

  7. Keren banget hyoyeon maki-maki donghae di kantornya sendiri,untung kgak di depan karyawan donghae wk,tpi kasian juga si klo yoona cma sperti kucing percobaan or manfaatin

  8. Yoona terlihat menyedihkan sekali di chap. ini hahah:D
    jadi Penasaran gimana Hae yg dingin bisa jatuh cinta sama Yoong>3<

Komentarmu?