Rendezvous (Chapter 6)

Rendezvous 4

Title : Rendezvous

Author : Alissya Lee a.k.a Ester Lee 🙂

CAST:

Im Yoona, Lee Donghae, Kwon Yuri
Genre : Romance
Length : Chapter

SORRY FOR TYPOs 😦

sorry for late post, mianhaee maafkan author ya. semog part ini lebih panjang dan dapat menjawab rasa penasaran readers dipart sebeumnya

jangan lupa tinggalkan komen

Ur comment is my Vitamin

right? 🙂

terkadang permainan takdir terlalu keji, bagaimana mungkin sesorang terus saja mengalami cerita yang sama bahkan dikehidupan dan dimensi yang berbeda?

-rendezvous-

2 YEARS AGO…..

Lee Hyukjae, mematikan sambungan ponselnya lalu memasukan benda berlayar 7 inchi itu kedalam kantongnya dengan sebuah hentakan keras. Bagaimana mungkin percetakkan itu menghilangkan file-filenya, setelah Ia dengan susah payah mendaki gunung tertinggi didunia itu.

“Brengsek!” umpatnya,

Ia berjalan tanpa fokus, Ia ingin segera sampai di apartemenya dan cepat-cepat memeriksa file-file backup didalam laptopnya. Mungkin saja ia dapat menemukan filenya disana.

Ponselnya berdering lagi, laki-laki itu kembali mengumpat dan dengan setegah hati menempelkan ponsel ditelinganya,

“Yeobsseyeo?”

Kekesalan masih mewarnai nada suaranya,

“Aku sudah katakan padamu, jangan menghubungiku lagi jika itu tentang tawaranmu itu…aku tidak tertarik cari saja orang lain”

Tanpa basa-basi Eunhyuk langsung mematikan sambungan telpon untuk yang kesekian kalinya, harus berapa kali lagi Ia menegaskan pada semua penelpon sialan itu bahwa Ia tidak akan memberikan foto-foto dalam kameranya. Eunhyuk memang bukan laki-laki baik, Ia hanya menjunjung tinggi harga diri dan profesinya. Menguak dan mengungkapkan skandal sangat jauh dari etiketnya sebagai seorang photographer. Tetapi sekarang foto itu sudah beredar, foto penyanyi terkenal dan penari latarnya yang Ia ambil karena iseng itu sudah menciptakan skandal besar yang mungkin saja sebentar lagi akan menghancurkan karier Jonghyun dan juga perempuan bermata besar itu, si penari latar yang tak bersalah. Tidak ada ciuman seperti gambar yang tercetak didalam foto, Jonghyun dan sipenari itu tidak melakukanya hanya saja tangan ajaib yang dimiliki Eunhyuk sudah berhasil menciptakan masalah sedemikian besar.

“shiit!!!”

Umpatan keras itu disertai hentakan gelas kecil pada meja, bau alkohol menyeruak, Eunhyuk sudah menghabiskan lebih dari setengah wine favouritnya. Kini laki-laki itu sudah kehilangan seluruh kesadaranya,

“honey,,,,”

Perempuan cantik bertubuh mungil baru saja memasuki pintu apartemen, dan terkejut dengan keadaan Eunhyuk. Tidak biasanya laki-laki itu mabuk.

“apa yang terjadi sayang?”

Tanyanya, lalu memapah tubuh Eunhyuk keatas ranjang. Aparteman milik Hyukjae tak terpisahkan antara kamar dan ruangan lainya karena itulah perempuan itu dapat dengan mudah menyeret tubuh Enhyuk keatas ranjang.

“kau datang sayang?”

Eunhyuk mengabaikan pertanyaanya, sebelah tangan laki-kaki itu terangkat menyentuh pipi perempuan itu,

Perempuan cantik itu tersenyum,

“tentu, tentu saja aku datang” sahutnya, “apa yang terjadi padamu Oppa? Kenapa kau kacau sekali eishh!”

“aku melakukan kesalahan sayang,,”bisiknya “seseorang mencurinya, skandal itu seharusnya tidak pernah terjadi”

Taeyeon, gadis cantik berwajah mungil yang sejak tadi mendengarkan keluh kesahnya mendesah, “oppa! Sudah kukatakan, semua itu sama sekali bukan kesalahanmu Oppa..”

“Tidak, Taeyeon-ah aku harus menebus semua ini aku telah menghancurkanya”

“sudahlah Oppa skandal itu akan lenyap dalam waktu singkat, percayalah padaku semuanya akan baik baik saja” Taeyeon tersenyum lagi, perempuan itu duduk ditepi ranjang dengan sebelah tangan menyentuh pipi Eunhyuk.

“aku percaya padamu,,,,aku mencintaimu sayang”

“aku juga mencintaimu Oppa”

Taeyeon menarik selimut dari tatanan ranjang untuk menutupi separuh badan Eunhyuk. Laki-laki itu telah terlelap. Ada kebahagian kecil yang dirasakanya tiap kali melihat wajah laki-laki itu, salahkah Taeyeon jika merasakan itu untuk dua orang sekaligus? Bukankah hati dan perasaan berlaku sesuai takdir tuhan? Lalu bolehkah jika Ia terus seperti ini membagi hatinya untuk Lee Hyuk jae dan seorang lagi?

Desahan napas beras berhembus dari bibirnya, Taeyeon bangkit dari ranjang dan beralan kearah pintu Diliriknya sekali lagi laki-laki yang tertidur itu lalu memutuskan untuk pergi. Ia tidak sempat bertemu dengan laki-laki lain itu selepas bekerja tadi,

‘beebbbe beeeb beeeeb’

Taeyeon tersentak, Ia cepat-cepat merogoh tas tanganya mencari benda kotak yang menjerit-jertit itu, seulas senyum tersungging dibibirnya saat membaca sebuah nama yang muncul disana.

Tangan kananya yang memegang ponsel terangkat ketelinga,

“Yeobsseyeo?” sapanya,

“O-Op…Le-Leteuk Oppa….”

Taeyeon tercengang. Kedua matanya membulat, bukankah tadi Ia berpikir untuk menemui laki-laki lain itu? Tetapi kenapa sekarang ia tercengang seharusnya Ia bahagia bukan? Tetapi kenyataanya berbeda, sekarang laki-laki itu sedang berdiri dihadapanya didepan pintu apartemen Lee Hyuk jae yang terbuka lebar, entah sejak kapan, mungkin laki-laki itu Leeteuk, sudah melihat semuanya semua tingkah brengseknya dengan Lee Hyuk Jae laki-laki idaman lain yang sudah berhasil membuatnya berpaling.

“ternyata kau masih saja sering meninggalkan dompetmu Donghae”

Kata Yuri setelah turun dari mobil,

Donghae tersenyum simpul lalu menjawab “kau akan langsung pulang?” tanyanya mengabaikan perkataan Yuri melihat gadis itu berjalan kearah Audy putih yang terparkir beberapa mobil dari mobilnya.

“Aku baru sampai di Korea, apartemenku masih menyerupai gudang” sahut Yuri, “aku pergi dulu…senang bisa menjadi partnermu lagi”

“Yuri”

Yuri menahan lenganya, membuat pintu mobil yang hampir menutup terbuka kembali.

“terimakasih untuk makan malamnya”

Yuri tersenyum lalu menggeleng kecil “tidak perlu sungkan, bukankah dulu kau sering merepotkanku..” Yuri tertawa hambar, “waktu itu kupikir kau sengaja meninggalkan dompetmu sebagai alasan”

Audy putih Yuri telah menghilang dipintu keluar basement, Donghae bergegas Ia harus segera mencari dompetnya yang entah menghilang dimana, semoga saja benda berisikan ID dan kartu-kartu pentingnya itu ada diruanganya. Donghae sudah hampir mencapai pintu Lift, tapi melihat mobil Yoona terpakir diantara mobil-mobil disamping pintu Lift Donghae mengurungkan niatnya, Ia malah berjalan kearah mobil Yoona, sepertinya ingin memastikan, bukankah tadi Yoona sudah pulang. Setelah yakin mobil itu memang milik rekan kerjanya Donghae kembali bergegas menuju pintu lift,

‘Ting’

Pintu Lift terbuka,

Sepasang mata Donghae langsung menangkap sosok Yoona, perempuan itu tertunduk sesenggukan. Kehilangan fokus, Ia bahkan tak beranjak keluar meski pintu telah terbuka.

“Yona-sshi”

Mendengar namanya dipanggil, perempuan itu mendongak cepat. Kedua matanya langsung tertuju pada Donghae. Dan rasa sakit itu semakin menghujam,

“gwaenchana?” tanya Donghae laki-laki itu melangkah masuk dan berdiri disamping Yoona. Kedua tanganya menyentuh pundak Yoona lembut, “kau baik-baik saja?”

Yoona membuang wajah, ada rasa marah yang membuncah dibenaknya. Kenapa Donghae tak pernah berkata apapun tentang hubunganya dengan Yuri bukankah Ia pernah menanyakanya? Tapi justru laki-laki itu menghindari dengan menciumnya oh ayolah betapa bodohnya. Jika seperti itu maka calon suami Yuri yang pernikahanya telah dibatalkan adalah Donghae? Kenapa Yoona terlalu bodoh untuk menjatuhkan hatinya lebih dulu sebelum mengetahui kenyataan pahit yang sekarang harus ditelannya bulat-bulat.

“Yoona-sshi apa yang terjadi” Donghae mengguncang lembut pundaknya raut wajah laki-laki itu berubah menjadi cemas. “kau sakit?”

“aku tak apa”sahut Yoona singkat, kedua tanganya terangkat melepas tangan Donghae dari pundaknya.

“tidak” Donghae kembali meletakkan tangan dipundak Yoona, menariknya agar tetap berhadapan. Laki-laki itu menekan tombol close pada pintu lift dan memilih lantai teratas sebagia tujuan. “kau tidak baik-baik saja Yoona-sshi. Apa yang terjadi? Siapa yang membuatmu menangis?”

Pertanyaan Donghae mau tidak mau membuat Yoona kembali menatapnya,

‘kau, bisa kukatakan semua ini karena mu!’ bisik Yoona dalam hati.

“sudah kukatakan aku baik-baik saja” jawab Yoona ketus, sama sekali bukan seperti Yoona yang Donghae kenal. Air mata gadis itu sudah tak mengalir tapi sepasang matanya masih berkilatan.

“kau marah padaku?” Tanya Donghae hati-hati kedua tanganya masih berada dibahu Yoona.

Yoona menggeleng, perlahan dilepasakanya lagi kedua tangan Donghae dari bahunya.

“aku lelah” ucapnya pelan, Ia menekan tombol open pada pintu lift sayangnya benda kotak itu sudah bergerak naik,

“jadi kau benar-benar marah?” tak puas dengan jawaban Yoona Donghae mengulang pertanyaan yang sama bedanya laki-laki itu tak lagi memaksa Yoona untuk menghadap kearahnya.

Tak ada jawaban, Yoona diam. Donghae pun tidak mengerti kenapa ia bisa berpikiran Yoona marah padanya, bibirnya hanya asal berkata dan lihatlah sekarang apa artinya gadis itu benar-benar marah?

***

“Yoongg….dia sudah menunggu hampir satu jam didepan pintu”

Sooyoung berkata sambil melihat layar intercom, merasa prihatin melihat Donghae terus berdiri disana, tentu saja Ia tidak tega membiarkan laki-laki setampan Donghae tersiksa begitu.

“biarkan saja” sahut Yoona tanpa menoleh, gadis itu sibuk membolak-balik majalah dipangkuanya. Padahal tidak benar-benar tertarik dengan isinya, majalah itu edisi bulan lalu dan tentu saja Yoona sudah pernah melihatnya.

“Ya! Kenapa kau jahat sekali, hentikan Yoona kau sudah membolak-balik majalah itu sejak 3 kali” protes Sooyoung, perempuan tinggi itu sudah memaksa untuk membukakan pintu tapi Yoona melarangnya. “pesawatnya akan take off kurang dai satu jam kau bisa terlambat, atau kau lebih menyukai pergi kesana dengan mobil? Oh benar juga jadi kau dan Donghae bisa lebih lama”

‘buk’

Satu bantal besar mendarat dengan sempurna dikepala Sooyoung,

“yaa!!!”pekiknya geram “kau ini kenapa, belakangan ini kau jadi diam dan sangat sensitif astaga! Kau sedang datang bulan?”

Yoona mendengus “pelankan suaramu Choi Sooyoung! Dia bisa mendengarnya” Yoona memperingatkan.

“biar saja…Yoong keluarlah sekarang” Sooyoung mengubah nada suaranya menjadi memohon. “jika ada masalah dengan Donghae selesaikan, kau tidak kasian melihatnya seperti itu” kata Sooyoung membayangkan seberapa menderitanya Donghae berdiri menunggu Yoona.

Yoona diam. Gadis itu menutup majalahnya dengan satu gerakan kesal dan berdiri, menyeret kopernya kearah pintu,

“aku pergi” ucapnya.

Mendengar suara pintu terbuka, Donghae segera mengubah posisi yang tadinya menyandar pada dinding menjadi tegak,

“hai..” sapanya cerah mengabaikan ekspresi datar Yoona. “kupikir kita akan ketingalan pesawat”

“sudah kubilang jangan menungguku” ucap Yoona,

“tak apa” Donghae tersenyum lagi, sejujurnya Yoona merasa sakit sendiri melihat senyum tulus itu “aku tidak suka sendirian terlebih didalam pesawat, ayo sebelum terlambat”

Donghae langsung saja mengambil alih koper Yoona, gadis itu mendesah tapi akhirnya hanya mengikuti Donghae dengan patuh.

—-

Pardon?”

Yoona berkata sambil memegangi pelipisnya yang tiba-tiba saja berdenyut,

was only one room had been booked by XG magazine, please check again your reservation document

“bagaimana mungkin” Yoona manahan sambil melirik Donghae yang berdiri disampingnya, “the company sent two people to that event, please check over it again..”

Resepsionis berwajah bule itu kembali mengangguk kemudian memeriksa layar monitornya, “saya telah memeriksanya nona, and has been very clear there is only one name reservation of XG magazine”

may we get another room?”

Kali ini Donghae angkat bicara, memang tidak mungkin keduanya akan tinggal dalam satu kamar tanpa ikatan pernikahan, bukan juga sebagai pasangan kekasih.

“Sorry sir, towards the big event at the end of this week the entire room we had alredy reserved”

“jangan memaksakan diri Yoona-sshi, aku tidak keberatan mencari hotel lain”

Donghae memulai pembicaraan, setelah kurir pembawa barang-barang menghilang dibalik pintu.

Yoona menoleh kearahnya sesaat, “tidak” singkatnya, lalu menarik satu koper besar gelap kedekat cupboard berwarna maroon disisi kanan ruangan. “kita bisa bergantian tidur diSofa”

Donghae menghela napas, tidak ada gunanya berdebat dengan Yoona yang memiliki kekeraskepalaan tingkat dewa. Lagipula bukan Donghae yang memutuskan untuk tetap menempati satu kamar yang sama,

“aku akan mandi lebih dulu, kurasa kita tidak perlu menjelaskan apapun bukan? Kupikir kita sangat tau apa yang harus dilakukan dalam keadaan seperti ini”

Yoona berkata ketus, lalu setelah membereskan semua barang-barang dalam kopernya ia segera melangkah kedalam kamar mandi tanpa menoleh lagi pada Donghae.

“jadi kau yang dikirimkan Angela Tan untuk menggantikan Taengg-o?”

Yuri menghembuskan napas kesal menatap laki-laki yang bertanya dengan nada meremehkan disampingnya,

“meskipun aku tidak tau siapa perempuan yang kau maksud tapi, ya benar” sahutnya, Yuri terus berjuang untuk tidak berteriak dihadapan laki-laki itu, pasalnya kelakuan laki-laki bernama Heechul itu selalu saja berhasil memancing emosinya, menjengkelkan dan ouh ya Tuhan ingin sekali Yuri menelan laki-laki itu hidup-hidup.

“aku tidak berpikir kau memiliki kemampuan sebanding denganya”

Yuri mendesah lebih keras, sungguh kedua tanganya telah siap untuk menyumpal mulut laki-laki sialan itu, “Kim Heechul-sshi, kurasa tak perlu kubuktikan padamu seberapa besar kemampuan yang kumiliki” Yuri menatap laki-laki bernama Heechul itu tajam,

“santailah” Heechul menyahut dengan nada meremehkan, “aku tidak membutuhkan pembuktianmu nona Yuri Kim yang terhormat” lanjutnya disertai senyum penuh arti, membuat Yuri memutar bola matanya.

Yuri sudah siap untuk membalas perkataan Heechul tapi suara pramugari yang terdengar melalui pengeras suara membuatnya kembali menutup mulut, Ia memilih mengikuti instruksi sang pramugari dan mengabaikan Heechul yang masih menunggu perkataanya.

“Oh Lee Donghae?”

Yoona menggerakkan matanya kearah perempuan bergaun merah dihadapan pintu Lift, perempuan dengan wajah berbinar-binar itu lalu masuk dengan gerakkan cepat membuat sedikit guncangan pada benda kotak yang ditumpanginya,

Siapa lagi? Wanita mana lagi yang sekarang? Yoona menekan kecamuk dalam batinya,

Pintu lift menutup dan perempuan itu berdiri disisi lain Donghae berseberangan dengan dirinya, dari pantulan bayangan dipintu Lift yang terbuat dari cermin itu Yoona bisa melihat Donghae mengertukan kening seperti berusaha mengingat siapa wanita dihadapanya,

“eih…kau sudah melupakanku?” perempuan itu berkata sedih, lalu menyibakkan rambutya yang menjuntai menutupi keningnya kebelakang telinga, “kau ingat sekarang”

“Sunye?” Donghae berkata ragu.

“astaga!” kau benar-benar payah, “berapa umurmu Lee Donghae, kau sudah sepikun ini. Ya ya Aku sunye cinta pertamamu, Eh…” perempuan yang menyebut dirinya sunye itu melirik kerah Yoona sedikit merasa bersalah, lalu kembali menatap Donghae “Ya Tuhan apa aku mengganggu?”

Donghae menoleh kearah Yoona sebelum menjawab, “menurutmu?” jawabnya dengan nada bercanda.

“Aigoo,,apa ini yang kau ceritakan beberapa tahun yang lalu itu? Siapa namanya Yu-”

“Yoona-sshi” potong Donghae, “ini Sunye Nunna” entahlah tapi Ia benar-benar tidak ingin Temanya itu menyebut nama perempuan lain dihadapan Yoona, apalagi nama Yuri.

“Dasar anak bodoh Umpat sunye, untunglah aku tidak melompat dan memelukmu tadi”

Lalu mengulurkan tangan pada Yoona, “senang bertemu denganmu Yoona-sshi, kau sungguh sangat cantik” kata Sunye sambil tersenyum manis,

Yoona balas tersenyum kemudian membalas uluran tanganya, “terimakasih” sahut Yoona.

‘ting’

Pintu lift terbuka, perempuan bernama sunye itu melirik pintu sesaat lalu menatap Donghae dan Yoona bergantian, “kurasa aku harus pergi,,” senyum nya terkembang disertai tatapan penuh godaan “kuharap perjalanan kalian menyenangkan” ucapnya tulus.

Setelah kepergian Sunye, baik Donghae maupun Yoona tidak mengeluarkan suara. Donghae memilih diam meskipun dalam hati ada rasa khawatir yang tak jelas, bagaimana jika Yoona berpikir Ia memiliki hubungan spesial dengan sunye? Bagaimana jika Yoona berpikir bahwa Donghae masih menyukai sunye yang mengaku sebagai cinta pertamnya atau perempuan beberapa tahun yang lalu, yang hampir keluar begitu saja dari mulut Sunye. Sementara Yoona, menahan gejolak dihatinya, Ia sangat tau bahwa perempuan bernama Sunye itu hampir saja menyebut nama Yuri, Ya Yuri.

“dia hanya temanku”

Yoona menoleh kearah Donghae, laki-laki itu tengah menatap kearahnya dengan tatapan yang tak bisa Ia mengerti. Sebenarnya Donghae tak perlu menjelaskan apapun, Ia dan Donghae bukan pada suatu hubungan yang harus menjelaskan satu dengan yang lainya.

“siapa?” sahut Yoona singkat, nada ketus masih saja ketara dari cara bicaranya.

“Sunye” Jawab Donghae pelan, Ia ingin menjelaskan lebih jauh tapi Yoona lebih dulu menyela,

“kau tak perlu menjelsakan padaku Donghae-sshi, kau tidak berkewajiban menjelaskanya padaku, kita bukan siapa-siapa” setelah mengatakan kalimat yang menyakitkan itu Yoona melangkah keluar, Ia tidak bisa lagi menatap Donghae, Ia tau kata-kata itu menyakitinya juga menyakiti dirinya sendiri.

 “…..kita bukan siapa-siapa….”

Donghae tertegun sambil mengingat kembali perkataan Yoona siang tadi, sepertinya Ia sudah salah mengartikan perasaan Yoona. Ia masih tidak menemuka alasan kenapa perempuan itu berubah, terakhir kali Donghae bahkan masuk keapartemen gadis itu, dan Yoona memasak untuknya. Lalu ciuman itu? Benarkah Yoona tak pernah mengingat kejadian itu? Malam itu Ia dan Yoona bahkan tinggal dalam kamar yang sama memang tidak ada yang terjadi tetapi bukankah itu semua terlalu berharga untuk hanya sekedar terlupakan?

Gadis itu, Yoona kini berjalan mendahuluinya. Membelakanginya tanpa menoleh, bukankah seminggu yang lalu mereka masih baik-baik saja? Sekarang Yoona memperlakukan dirinya seperti oranga asing, dingin dan tak pernah menunjukan sorot mata yang begitu disukai Donghae,

“ayo pergi bersama” Kata Donghae, laki-laki itu mensejajarkan langkah sambil tersenyum manis, sayangnya Yoona hanya melirik sesaat dan kembali meninggalkanya.

“tidak terimakasih” sahut Yoona,

Donghae tidak menyerah. Laki-laki itu menggantungkan kamera kesayanganya lalu mempercepat langkah hingga kembali beriringan dengan langkah Yoona. “aku sangat mengenal kota ini Yoona-sshi dan aku bersedia menjadi Guidemu tanpa bayaran, dan jangan lupa aku adalah street photographer terbaik yang kau kenal” Donghae mengacungkan kamera kearah Yoona sambil tersenyum membanggakan diri,

Yoona diam, langkahnya masih lurus tak menghiraukan Donghae,

“mendung” Donghae terus berjuang,

Yoona menghentikan langkah dan menoleh kearahnya sambil menghela napas,

“aku tau ini mendung, dan aku memang tidak mengetahui apapun tentang kota ini…” Yoona menghentikan ucapanya, sungguh sudah tidak ada kata lagi yang bisa keluar dari mulutnya.

“Sudahlah” lanjutnya, lalu kembali melangkah.

Donghae tersenyum, jadi benar Yoona mendengarkan perkataanya sejak tadi meski tak ada jawaban apapun, Ia anggap desahan pasrah dari bibir perempuan itu sebagai sebuah persetujuan.

hari beranjak senja, tanpa terasa Donghae sudah membawa Yoona berkeliling-meskipun dnegan sedikit paksaan- tapi Donghae sama sekali tidak terganggu dengan sikap dinginya, Lee Donghae tak pernah kehilangan cara, Ia selalu bisa mendapatkan perhatian Yoona meskipun perempuan itu terus diam tapi bukan Donghae namanya jika menyerah begitu saja.

Cukup sekali, hanya sekali dan hanya untuk satu orang Lee Donghae dapat menyerah, bahkan menyerahkan seluruh hidupnya,-

Sebuah konser amal ditengah pusat kota menarik perhatian keduanya, beberapa orang juga mulai berkumpul. Menikmati musik klasik yang mengalun menambah kedamain senja sore ini, sinar kemerahan seolah menjadi sihir yang memabukkan, membuat siapapun yang berdiri disana terhanyut, terdiam menikmati setiap nada-nada yng meresap lembut ditelinga.

“kau menyukai musik klasik”

Yoona menoleh, rupanya laki-laki itu yang membuat fokusnya terpecah.

“aku menyukai apapun yang membuatku merasa tenang” sahut Yoona, Ia kembali memusatkan perhatian pada sosok laki-laki dengan gitar ditengah-tengah lingkaran manusia yang semakin banyak. Ini jawaban terpanjang dari bibir mungilnya hari ini.

“apa aku salah satunya?” Donghae tersenyum menggoda, sejujurnya pertanyaan itu tak hanya sebuah candaan, Ia benar-benar ingin tau.

Tapi,

Apakah terlalu terburu-buru untuk mendapatkan kepastian tentang peraaan perempuan itu? Apakah Donghae terlalu serakah untuk mengetahui apapun tentang Yoona, sosok dengan mata besar yang selalu terasa sangat dikenalnya.

Tak ada jawaban, Yoona diam, perempuan itu lebih memilih menikmati suasana senja yang sangat indah ini,

“HEY YOU BITCH!!!”

Donghae menutup kembali mulutnya yang siap untuk berkata, Ia menolehkan kepalanya kearah remaja berwajah bule yang sedang memaki remaja lain yang juga berwajah kebarat-baratan tak jauh dari tempatnya berdiri. Beberapa remaja lainya berdiri dengan menyilangkan tangan didepan dada. Seolah ingin menghajar dan menghabisi gadis itu karena sebuah kesalahan fatal yang telah diperbuatnya.

“Menjauhlah darinya!!!” perempuan yang bertubuh lebih tinggi itu berteriak lebih keras mengalahkan alunan musik yang didengarnya lalu berkacak pinggang, “see!! Kau sudah merusak mimpinya, Steven kluar dari club untuk melindungimu, kau ini bodoh atau tolol!!!!”

Donghae tak menganggapnya serius, Ia membuang wajah kearah Yoona dikota metropolitan seperti ini remaja bertindak diluar tata krama bukanlah hal tabu. Ia mendapati juga Yoona sedang menyaksikan ulah remaja-remaja bule itu. Tapi Donghae merasa aneh, Yoona tak hanye menatapnya kedua mata bulatnya melebar, Tanpa berkedip,

“aku, aku, aku tidak melakukan apapun, maaf-maafkan aku” remaja yang dihakimi itu mengeluarkan suara lirih,

“You Bitch!!” sergah remaja tinggi itu disertai dorongan yang membuat si teraniaya terjengkal hingga terduduk, sementara remaja remaja lain yang mengelilinginya tersenyum senang sambil sesekali menimpali dengan perkataan yang lebih kasar.

“Kau perempuan Jalang!!!!”

“menyingkir dari Jonghyun kami!!!”

“dasar perempuan murahan!”

“aku membencimu jalang!!”

Yoona merasakan kepalanya tiba-tiba berdenyut hebat, perdebatan beberapa remaja itu telah berhasil memancing ingatan yang sangat dibencinya. Cacian dan kepungan dari penggemar fanatik Jonghyun kini terkuak dari ingatanya,

Tidakkah 2 tahun sudah cukup lama, setidaknya untuk membuat ingatan ingatan sialan itu lenyap dari otaknya, kenapa Yoona harus kembali, semua kejadian kelam itu kini bergemuruh didadanya, membuat oksigen sulit meresap disana, sesak, seiring dengan air mata yang tertahan dipelupuk matanya. Yoona tidak ingin mengatnya apalagi kembali seperti saat ini. Alunan musik yang sejak tadi membawa ketenangan itu sirna dari pendengaranya, bukan karena permainan musik itu terhenti melainkan otaknya sudah tak mampu lagi berfungsi dengan normal,

Tubuhnya bergetar,

Yoona merasakan kedua tungkainya melemas, tubuhnya tiba-tiba menjadi ribuan kali lebih berat, Ia hampir saja ambruk, tapi ada tangan hangat meraih jemarinya, menyalurkan kehangatan itu disetiap sela-sela jarinya yang mendingin,

Yoona menoleh dengan kedua matanya yang sudah basah,

“Donghae-sshi” desisinya,

Laki-laki itu menatapnya hangat, sorot mata sendunya seolah berkata semua baik-baik saja,

‘bodoh! Kau bodoh Yoona bukankah Donghae tak mengetahui apapun? Bagaimana mungkin laki-laki itu mengatakan semuanya baik-baik saja’

Yoona mendengar makian batinya, dan secara ajaib, tangan hangat Donghae seolah mencabut ingatan itu dari otaknya, mata sendu itu menghentikan gemuruh didadanya,

“Hujan” kata Donghae pelan, kemudian yang Yoona tau selanjutnya laki-laki itu dengan setengah berlari menariknya menepi, melindunginya dari hujan yang ternyata sudah jatuh cukup deras tanpa Yoona sadari.

“kau baik-baik saja Yoona-sshi?” tanya Donghae pelan, laki-laki itu menggosok-nggosokan lenganya yang basah, meskipun itu tak bisa membuat bajunya kering.

Yoona tak mengangkat wajah. Perempuan itu berusaha menyembunyikan air matanya.

Tapi sesaat kemudian kedua tangan Donghae menggapai pipinya, mengangkatnya memaksa sepasang mata bulatnya bersitatap dengan mata sendu milik Lee Donghae,

“aku memang tidak mengenalmu lama Yoona-sshi, tapi aku tau sesuatu pasti sudah terjadi…”

Yoona mengerjab, air mataya jatuh lagi, dan satu jemari Donghae dengan sigap segera mengusapnya lembut, sangat sembut sampai terasa menghangat dipipinya.

“menangislah” suara Donghae begitu halus, nyaris terdengar seperti bisikan sejujurnya laki-laki itu terenyuh, Ia bohong dengan mengatakan tidak tau apapun tentang Yoona, pada kenyataanya laki-laki itu sudah mengetahui semuanya, semuanya tentang skandal itu.

Yoona tak mengeluarkan suara apapun selain tubuhnya yang semakin bergetar, hingga dengan satu tarikan lembut Donghae membawa perempuan itu kedalam pelukanya, merengkuhnya jika saja bisa Donghae akan mengambil semua kesakitan itu, Ia tidak rela jika harus melihat mata besar dan indah milik Yoona berderai air mata, tidak. Tidak ada siapapun yang boleh menyakiti perempuan itu. Perempuanya..bisakah Ia menyebutnya demikian?

Hujan semakin deras,

Butiran-butiran bening yang berjatuhan itu sampai menimbulkan bunyi gemrisik ketika menjatuhi apapun dibumi, musim gugur baru saja tiba dan tentu saja hujan dan badai seperti ini biasa terjadi, dan sekarang Ia dan Donghae tengah berdiri disebuah stan kosong tak terlalu lebar, sudah bisa dipastikan bukan dibawaha hujan sederas ini stan kecil itu tak cukup banyak membantu, tetapi setidaknya cukup untuk mencegah kepalanya dari hantaman air hujan yang membabi buta.

Kim Yoona masih terlarut dalam pelukan hangat seorang Lee Donghae, tubuh kurusnya masih bergetar, tetapi hatinya menghangat, pelukan laki-laki itu bekerja seperti sedasi yang memberinya ketenangan, ketenangan yang berbeda, tidak sama dengan kedamaian yang didapatinya saat mendengarkan musik kliasik, bahkan ini berbeda dengan ketenangan yang didaptkanya dari menari, atau ketenangan apapun yang Ia dapatkan selain pelukan itu.

Pelukan hangat itu.

Tiba-tiba saja Yoona terlonjak, dan mendorong keras tubuh Donghae, tepat setelah ingatan tentang foto dalam dompet Donghae berkelebat. Tentang betapa mesra kakaknya mencium pipi Lee Donghae,

Tidak, tidak lagi,

Jika Donghae tidak akan menyerah lagi kali ini, maka Yoona akan menyerahkan segalanya. Yoona tidak akan pernah merebut milik kakaknya lagi, Yoona sudah begitu sering merebut milik Kim Yuri, dan sekarang kenapa Tuhan lagi-lagi mempertemukanya dengan Donghae sesorang yang juga telah membuat kakaknya jatuh hati. Lalu kenapa juga Ia begitu bodoh, bukankah Tuhan sudah memperingatkanya dari mimpi-mimpi aneh itu?

“keumanhae Jaebal” Yoona memejamkan kedua matanya hatinya seolah diiris, haruskah Ia benar-benar merelakan Donghae?

“ada apa denganmu Yoona” Donghae mengatupkan rahangnya keras, kesabaranya sudah habis, bukan karena Ia marah dengan perlakuan dingin perempuan itu tetapi lebih karena kekeras kepalaannya. “apa kesalahnku sampai kau memperlakukanku seperti ini?”

“menjauhlah dariku,,,”sahut Yoona dingin,

“kenapa aku harus menurutimu?”

“karena kau harus melakukanya”

“apa maksudmu Yoona?” Donghae mengernyit, kenapa Ia harus menjauh, tidak mungkin Donghae sama sekali tak ingin menjauhi perempua itu yang sudah membuatnya jatuh hati dan mengalihkan perasaanya pada Yuri hanya dalam beberapa minggu.

Yoona menghembuskan napas keras, diusapnya dengan kasar bulir demi bulir yang terus mengalir dipipinya. Bodoh! Seharunya Ia tak mengatakan apapun.

“Jaebal”

Lirih, sangat lirih Yoona hampir kehilangan suaranya saat kata permohonan itu menluncur pelan dari bibirnya.

“tidak”

Yoona mendongak cepat, lagi sepasang mata sendu laki-laki itu menohok hatinya, bak candu yang membekukan. Tapi Yoona tau sekarang bukan saat untuk terpesona, ada banyak hal yang ingin Ia selesaikan, Yoona tidak mau lagi masuk kedalam cinta segitiga menyakitkan dengan Yuri untuk kedua kalinya. Lidahnya yang sudah siap menyebut segala penolakan atas kata tidaknya, lidahnya terlalu kelu.

“aku memiliki alasan untuk tidak menjauh darimu Yoona-sshi, sekarang apa kau memiliki alasan kuat untuk membuatku menghentikan semuanya?”

“tidak ada yang perlu dihentikan Donghae!” tukas Yoona, Ia sudah tak sanggup jangan Donghae, jangan mengungkit tentang yang telah terjadi karena mungkin saja Yoona akan menyerah, menyerah untuk melepaskanmu “tidak ada yang pernah terjadi diantara kita, kau hanya orang asing yang tiba-tiba datang dan menjadi partnerku tidak ada yang perlu dihentikan karena memang tidak ada yang sedang berjalan diantara kita”

Matanya memanas,

Yoona dapat melihat kilatan dikedua mata sendu yang terus menatapnya, mata itu menutup beberapa saat seolah menahan tetesan bening yang hampir menetes, lalu sepasang mata milik Donghae itu kembali menatapnya nanar.

“kau benar,,,” sahutnya sepasang mata Donghae menajam, ada kemarahan yang terselip disana membuat Yoona menahan napas, Ia tidak pernah melihat mata sendu itu menatapnya sekasar itu, dan itu menyakiti hatinya.

“kita memang orang asing, apa semua ini bergitu tidak berarti dimatamu Yoona? Atau kau hanya melupakan yang pernah terjadi?”

Yoona mengalihkan pandangan, Ia harus mencari fokus lain sepasang mata Donghae terlalu menyakitinya “aku tidak mengerti yang kau bicarakan Donghae-sshi?”

Dengan tanpa perasaan, bukan, bukan dengan tanpa perasaan melainkan dengan perasaanya yang sudah hancur saat melihat foto didalam dompet laki-laki itu Yoona berkata dengan nada gamblang, sangat berlawanan dengan keadaannya saat ini, keadaan hatinya.

“Aku tidak melupakan apapun. Kurasa kita terlalu tidak cocok untuk melanjutkan pekerjaan kita kali ini, aku akan kembali kekorea dan meminta Kap- Leeteuk- untuk mengirimkan orang lain, atau mungkin aku bisa bertukar partner dengan Yuri”

Terkutuk!! Yoona mengutuk mulutnya sendiri setelah kalimat panjang itu meluncur mulus tanpa jeda dari bibirnya, tidakkah menyebut nama Yuri bisa membuat Donghae curiga. Tidak! Yoona tidak ingin laki-laki itu mengetahui perasaanya.

Yoona lalu melangkahkan kakinya, Ia tidak peduli dengan hujan deras yang masih membabi buta menerpa bumi, yang ada dalam pikiranya saat ini hanya menjauh, pergi dari Donghae dan semua tentang laki-laki itu, Ia bahkan sudah berpikir untuk meninggalkan tempatnya bekerja.

Belum genap pada langkah ketiga, Yoona merasakan sebuah lengan kuat menahan pergelangan tanganya. Langkahnya seketika berhenti, dan tubuhnya dengan gerakkan cepat berputar kearah pemilik lengan itu, mencoba menghempaskan cengkraman Donghae yang semakin mengeras,

“lepaskan Donghae” teriakkanya bahkan tak lebih nyaring dari air hujan yang masih deras berjatuhan, tapi Donghae mendengarnya,

Tak ada respon, tangan besar Donghae justru kian erat memberi rasa sakit dipergelangan tangan Yoona

“kau benar-benar lupa? Atau kau hanya tidak mau mengingatnya?”

suara Donghae terdengar penuh intimidasi, kedua matanya yang senantiasa memancarkan keteduhan saat ini tengah mengancam Yoona seakan perempuan itu adalah mangsa ternikmat yang ingin segera dilahapnya.

Tak ada jawaban, Yoona masih tidak bisa menolong dirinya dari ketakutan akan sorot mata Donghae,

“kau benar-benar pelupan Yoona-sshi” Donghae mendorong wajahnya mendekat, kini wajahnya dan perempuan itu hanya berjarak kurang dari 10 cm,

Kedua mata Yoona membulat, Ia berniat menarik mundur wajahnya tetapi sebelah tangan Odnghae sudah lebih dulu naik ke telungkuknya lalu laki-laki itu berkata “aku akan membuatmu mengingatnya”  dan yang terjadi selanjutnya adalah jarak yang memendek, menyempit, hidung laki-laki itu menempel selanjutnya dalam hitungan kurang dari satu detik bibirnya sudah mendarat sempurna dibibir tipis Yoona,

satu detik pertama Yoona hanya diam dengan kedua matanya yang membesar maksimal, seolah ingin melompat keluar satu detik berikutnya perempuan itu dengan susah payah mengatur jantungnya yang berantakan, bahkan bunyi hujan yang berisik itu hilang dari pendengaranya terganti suara berisik dari dalam dadaya.

3 detik,

Seluruh kesadaran Yoona telah kembali, ia mendorong tubuh donghae dengan seluruh kekuatanya yang tersisah,

“sudah ingat?” suara Donghae menyayat hatinya, Yoona tidak lupa. Ia tidak mungkin melupakan ciuman itu, ciuman pertamanya. Tapi Yoona juga tidak melupakan siapa laki-laki yang saat ini berdiri dihadapanya,

air matanya jatuh kian deras, mulut tipisnya membuka untuk mengatak sesuatu tetapi tak ada kata yang keluar, Ia mendesah keras lalu melepaskan tanganya dari cengkraman Donghae, membalik badan dan mencoba untuk melangkah lagi,

dan lagi,

tangan Donghae meraih pergelangan tanganya lagi, Yoona tak mampu melawan Ia membiarkan sentakan lumayan keras itu menariknya membawa tubuh kurus dan basahnya kedalam sebuah dada bidang yang juga basah, tetapi Ia merasakan perasaanya menghangat, dekapan Donghae semakin erat,

“Jaebal…jangan memintaku melakukan yang tidak ingin atau yang tidak bisa kulakukan”

Yoona dapat merasakan getaran didada Donghae ketika kata-kata itu meresap ditelinganya. Ia terisak, bagaimana bisa? Mana boleh? Yoona tidak seharusnya menerima dan diam saja berada dalam pelukan Donghae seperti sekarang, tapi hatinya juga tidak bisa memungkiri betapa Ia menginkan laki-laki ini,

Yoona menyerah, Ia membiarkan tubuhnya yang semakin bergetar didalam pelukan Donghae, bisakah untuk sebentar saja hanya untuk saat ini waktu tak berjalan? Atau dapatkah hanya untuk waktu singkat ini semua ingatan itu lenyap dari kepalanya, bisakah semua ingatan tentang Yuri dan siapa Donghae terhapus dari ingatan sekejap saja? Hanya sesaat, biarkan dirinya tenggelam dalam dekapan laki-laki yang sudah membuat hatinya jatuh,,,,

Hujan senja itu adalah saksi mati yang tak akan mengumbar kepada siapapun, hanya Tuhan, hanya Tuhan yang mengetahui segalanya, semua yang terjadi.

Biarlah hujan yang menghanyutkan kekelamn dalam 2 tahun silam sesaat, ya hanya sesaat,,,,,

 

57 thoughts on “Rendezvous (Chapter 6)

Komentarmu?