Do You Know (Chapter 5)

tumblr_nonjxiepYl1upppgyo1_1280
Author : hanasumi
Title : Do you know? – Another Flashback (Chapter 5)
Cast : Im Yoona, Lee Donghae
Genre : Romance
Author note : Hey, i’m back! Inget ya, chapter ini masih flashback. Give your comment and feedback! I really appreaciated! Terima kasih buat yang udah ninggalin komentar di chapter sebelumnya 🙂
Oh, ya, aku keterima SNMPTN loh! Terima kasih buat kalian yang udah doain aku dan nyemangatin aku. ^^
I LOVE YOU READERS! ❤

Kyuhyun tengah duduk diam memandang lurus Yoona yang sedang duduk bertopang dagu di depannya. Sudah hampir 10 menit gadis itu memandangi ponselnya, dan sudah selama itu pula Kyuhyun memandangi Yoona sambil mengernyitkan keningnya.
“Kau tahu, memandangi ponselmu seperti itu tidak akan secara ajaib merubahnya menjadi sepatu Jimmy Choo edisi terbatas atau tas Gucci keluaran terbaru. Atau mungkin lebih baik, seorang Lee Donghae.”
Mendengar nama itu, Yoona segera mengalihkan perhatiannya ke sumber suara. Ia melihat Kyuhyun yang sedang menyeringai sambil memegang sebuah cangkir di tangannya. Yoona hanya mendengus melihatnya.
“Ayolah, Yoona. Jika kau merindukannya, kau tinggal menelponnya. Semudah itu!”
“Siapa bilang aku merindukannya?”
“Oh, benarkah itu? Dengar, ini sudah kopi ketiga yang aku minum hari ini dan kau tahu aku bukan penggemar kopi, aku mengajakmu berbicara tapi kau hanya meresponku dengan jawaban ya, oh, aku tidak tahu, dan sampai sekarang kau masih saja memandangi ponselmu! Apakah kau sedang menunggu telepon dari Donghae?” Kyuhyun menaik-turunkan kedua alisnya sembari tersenyum lebar.
“Ti-tidak, aku tidak menunggu telepon darinya. A-aku hanya—”
“Ssst! Sudah cukup. Akuilah, kau memang sedang menunggu telepon darinya.” Yoona akhirnya menyerah. Ia mendesah cukup keras.
“Dia bilang dia akan kembali ke Korea dalam waktu dua atau tiga hari. Tapi ini sudah hari ketiga sejak kepergiannya dan aku belum mendapat kabar apapun darinya. Apa dia tidak mengingatku sama sekali selama disana?” Gumam Yoona dengan pelan.
“Seseorang merindukan tunangannya disini…” Kyuhyun mencolek-colek lengan Yoona penuh canda tapi Yoona tetap terlihat murung dan tidak bersemangat.
“Oh, ayolah, Yoona. Aku yakin Donghae pasti punya alasan tersendiri mengapa ia belum mengabarimu. Kau sendiri tahu kalau dia pergi ke London bukan untuk bersenang-senang, tapi untuk urusan pekerjaan. Mungkin dia terlalu sibuk sehingga tidak sempat memberimu kabar.”
“Entahlah…Hah! Ada apa dengan diriku?” Yoona mengacak-acak rambutnya kesal.
“Hei, dia akan menelponmu. Percayalah.” Ucap Kyuhyun sambil menggenggam tangan Yoona.
“Dan aku sangat ragu jika dia tidak merindukanmu disana.” Yoona hanya tersenyum samar.
*****
“Istirahat lima menit semuanya!” Suasana di sebuah studio pemotretan cukup gaduh. Orang-orang berlalu-lalang kesana kemari. Ada yang sibuk menata lampu, menyusun sepatu-sepatu, menyiapkan berbagai perhiasan, berlarian sambil membawa pakaian di tangannya, berteriak memberi perintah, dan banyak lagi yang terjadi selama pemotretan.
Bagi Yoona, itu semua sudah menjadi hal yang biasa. Ia tidak merasa terganggu dengan keramaian itu, walaupun sebenarnya ia tidak terlalu suka berada di tempat yang penuh dengan orang. Ia akan merasa tidak nyaman dan sesak.
Tapi entahlah, ia juga merasa aneh dengan dirinya sendiri. Ia sudah terbiasa dengan keadaan ramai selama pemotretan atau suasana ketika di belakang panggung catwalk, mungkin karena itu semua adalah tuntutan pekerjaan. Mau tidak mau ia harus terbiasa dengan hal itu.
“Kau juga, Yoona.” Ucap sang fotografer pada Yoona dengan nada yang lebih lembut dibandingkan dengan yang tadi. Yoona pun hanya tersenyum kecil sebagai respon. Ia berjalan menuju balkon studio karena ia ingin menghindari hiruk-pikuk suasana studio. Di balkon itu terdapat 2 meja dengan beberapa kursi di sekelilingnya. Ia kemudian duduk di salah satu kursi dan mengambil ponselnya. Setelah menyalakan ponselnya, yang ia lakukan hanyalah mendesah dan mukanya terlihat berubah menjadi lesu. Ia lalu meletakkan ponselnya di meja dan langsung menopang dagunya di meja. Ya, lagi-lagi ia hanya memandangi ponselnya, berharap nama laki-laki itu muncul di layarnya. Tapi, seperti hari-hari yang telah berlalu, hasilnya nihil.
Yoona mendesah pelan memikirkan betapa bodoh dirinya sekarang. Donghae pasti terlalu sibuk untuk memikirkannya. Ia pasti tidak punya waktu untuk sekedar duduk dan berbincang dengannya melalui telepon.
“Apa yang kau pikirkan, Yoona?” Gumam Yoona pelan pada dirinya sendiri.
“Ada apa, Yoona?” Yoona mending ak dan mendapati penata riasnya sedang berdiri di depannya sambil membawa segelas minuman di tangannya.
“Tidak, tidak ada apa-apa.” Yoona tersenyum kikuk.
“Ini. Iced caramel macchiato, kesukaanmu.” Fei, penata rias Yoona yang sudah ia anggap sebagai sahabatnya itu menaruh segelas iced caramel macchiato di meja Yoona, lalu ia menarik kursi dan duduk di hadapan Yoona.
“Aku lihat akhir-akhir ini kau sering mengecek ponselmu.” Fei menaikkan alisnya dan menunjuk ponsel Yoona dengan dagunya.
“Mengapa orang-orang terus mengatakan hal yang sama? Apakah aneh jika aku mengecek ponselku sendiri?”
“Tidak, itu tidak aneh. Hanya saja, intensitasnya meningkat akhir-akhir ini. Kau juga terlihat gelisah setiap kali mengecek ponselmu, dan ketika kau sudah mengeceknya, kau hanya akan mendesah pelan lalu wajahmu berubah kecewa.”
Benarkah dirinya seperti itu? Yoona tidak pernah menyadarinya. Ia memang merasa kecewa setiap kali mengecek ponselnya dan tidak menemukan satu pesan pun atau panggilan dari Donghae. Apakah orang-orang mengira dirinya se- putus asa itu?
“Aku tidak merasa begitu.” Lagi-lagi Yoona mencoba mengelak.
“Ya, itu hanya pandanganku saja. Oh ya, dia belum menelponmu?”
“Dia? Siapa yang kau maksud?”
“Kau tahu persis siapa yang aku maksud, Yoona.” Fei tersenyum pada Yoona.
“Hah…Dia tidak akan menelponku, Fei. Mungkin seharusnya aku tidak terlalu berharap.” Yoona tersenyum samar.
Tepat saat itu, ponselnya tiba-tiba bergetar, dan ketika Yoona dan Fei melirik siapa gerangan yang menelpon, nama itu pun akhirnya muncul. Nama laki-laki itu akhirnya muncul di layar ponsel Yoona.
Incoming call Lee Donghae
Yoona menatap kaku ponselnya. Ia tidak percaya nama yang ia lihat di layar ponselnya. Apakah benar laki-laki itu menelponnya sekarang?
“Sepertinya kau terlalu cepat beranggapan, bukankah begitu?” Fei tersenyum geli melihat Yoona yang hanya diam mematung menatap ponselnya.
“Hei, angkatlah! Jangan membuat dia menunggu lama.” Yoona mendengus.
“Ha, yang benar saja.”
“Aku rasa ini saatnya aku pergi. Bilang kau merindukannya, Yoona.” Ucap Fei sedikit berbisik lalu ia mengedipkan sebelah matanya pada Yoona. Setelah itu, ia langsung melesat pergi dari hadapan Yoona.
Setelah kepergian Fei, Yoona masih menatap ponselnya. Dengan perlahan ia mengarahkan tangannya ke arah ponsel yang terus bergetar itu, tapi sedetik kemudian ia menarik tangannya dengan cepat. Ia menggigit bibir bawahnya dengan gugup.
“Mengapa aku mendadak gugup seperti ini?”
Ayolah, Yoona. Angkat telepon itu sebelum Donghae memutuskan panggilannya.
Hati Yoona terus berbisik, dan akhirnya Yoona pun segera meraih ponselnya dan menggeser tombol hijau pada layar ponselnya.
Tidak ada kata yang terucap setelah panggilan itu dijawab olehnya. Yoona masih tetap diam. Jantungnya berdegup kencang dan telapak tangannya mulai berkeringat. Ia ingin menyapa Donghae, tapi lidahnya mendadak kelu dan otaknya mendadak kosong.
Tetapi, sedetik kemudian, ia mendengar suara berat di seberang sana. Suara yang sangat dirindukannya. Suara itu terdengar nyata, sangat nyata. Seakan laki-laki itu ada tepat di sampingnya.
“Hei,”
Yoona menutup kedua matanya. Hatinya tidak kuat mendengar suara Donghae. Panggil dia berlebihan, tapi itulah yang sedang ia rasakan sekarang. Jantungnya benar-benar berdegup lebih kencang dari sebelumnya. Ibu jarinya sibuk memutar sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. Cincin pertunangannya.
Yoona menelan ludahnya gugup sebelum akhirnya menjawab Donghae,
“Hei,”
Di seberang sana, Donghae tersenyum. Senyumannya yang pertama semenjak ia pergi meninggalkan Seoul untuk urusan pekerjaan. Ia tidak mengerti, hanya dengan mendengar suara Yoona hatinya merasa lebih baik, harinya yang buruk berubah menjadi lebih baik. Pikirannya yang tadi dipenuhi oleh hal-hal yang berkaitan dengan saham, investasi, factoring, dan hal lainnya yang membuatnya muak, belum lagi pekerjaan lain yang masih menumpuk, menanti untuk diselesaikan. Semua itu lenyap dari pikirannya. Seakan-akan ia mendapat keyakinan bahwa ia bisa menyelesaikan semua pekerjaan itu dalam sekejap hanya dengan mendengar suara lembut Yoona. Ia mendapat semangatnya kembali.
“Tunggu, ini tidak benar.”
Tapi, belum sampai semenit mereka terhubung, tiba-tiba Donghae menutup teleponnya dan dengan sekejap sambungan telepon pun terputus. Yoona mengernyitkan keningnya. Ia menjatuhkan ponselnya dengan perlahan. Hatinya mencelos mendengar nada putus di telinganya.
Mengapa Donghae memutuskan sambungan telepon? Apa dia benar-benar tidak mau berbicara denganku?
Sebelum sempat dirinya berpikiran lebih jauh, tiba-tiba ponsel di tangannya kembali bergetar. Sejenak kemudian ia mengerjap kaget melihat layar ponselnya,
Incoming video call Lee Donghae
Oh, tidak. Apa yang harus ia lakukan? Ia akan melihat wajah Donghae setelah tiga hari lamanya tidak bertemu. Ya, mungkin itu terdengar berlebihan karena tiga hari bukanlah waktu yang lama. Tapi bagi Yoona, tiga hari bagaikan setahun. Setahun tidak melihat wajah laki-laki itu!
Dengan tangan yang sedikit bergetar, Yoona menggeser layar ponselnya. Ia menarik nafasnya dengan pelan. Dan tidak lama kemudian, sosok itu mulai tampak di layar ponselnya. Sangat jelas. Ya, ia sedang menatap Lee Donghae sekarang.
“Nah, begini lebih baik, bukan?” Yoona hanya diam menatap Donghae yang juga tengah menatapnya.
“Hei, Yoona.” Jantung Yoona berdegup sangat kencang ketika ia melihat senyuman di wajah Donghae dan mendengar laki-laki itu menyebut namanya dengan sangat lembut.
“Hei, Donghae.” Jawab Yoona pelan sambil tersenyum manis.
“Apa kabarmu?”
“Aku baik. Kau sendiri?”
“Aku merasa lebih baik setelah melihatmu.” Yoona tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya menatap Donghae dan merasa sangat senang karena akhirnya bisa melihat wajah Donghae. Percaya atau tidak, segala hal yang menyangkut tentang Lee Donghae telah menjadi sumber kebahagiaannya yang utama. Ya, laki-laki itu telah berhasil mendepak ayahnya sendiri sehingga kini ayahnya berada di urutan nomor dua.
Yoona bahkan tidak tahu sejak kapan laki-laki itu sudah menempati tempat teratas di hatinya. Yang ia tahu bahwa setiap kali ia melihat Donghae, ia mendapat keyakinan dalam hatinya bahwa ia dapat melewati hari-harinya ke depan. Ia percaya bahwa masih ada kesempatan baginya untuk hidup di dunia ini, karena sekarang ia mempunyai alasan yang kuat mengapa ia harus hidup. Dan alasan itu adalah Lee Donghae.
“Aku senang mendengarnya.” Yoona tersenyum.
“Apa yang sedang kau lakukan sekarang?”
“Oh, aku sedang ada pemotretan. Dua penampilan lagi dan hari ini akan berakhir.” Yoona mendesah pelan.
“Jangan terlalu lelah. Aku tidak mau kau jatuh sakit.” DEG. Apa Donghae baru saja mengkhawatirkannya? Seulas senyum kecil kini muncul di sudut bibirnya.
“Tidak akan. Kau tahu sendiri aku tidak pernah sakit walau sesibuk apapun jadwalku.”
“Aku ragu dengan perkataanmu itu.”
“Jadi menurutmu aku ini lemah?” Yoona mengerutkan keningnya dan menatap Donghae dengan kesal.
“Bukan begitu. Dengar, aku tahu betul kau tidak bisa menjaga pola makanmu dengan teratur apabila jadwal kerjamu sudah padat, dan itu selalu membuatku khawatir setiap kali aku memikirkannya,” Napas Yoona tercekat.
“ Aku hanya tidak ingin kau jatuh sakit, Yoona. Jadi aku mohon, jagalah pola makanmu dengan baik.”
“Baiklah, aku mengerti.” Donghae tersenyum.
“Bagaimana denganmu sendiri? Wajahmu terlihat sedikit pucat, Donghae. Apa kau sakit?”

“Tidak, aku tidak sakit. Aku hanya stress memikirkan beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum deadline yang ditentukan.”
Seketika hati Yoona mencelos, memikirkan sesibuk apa Donghae disana, berusaha untuk menyelesaikan masalah perusahaannya. Apakah laki-laki itu bahkan mempunyai waktu untuk beristirahat? Mengapa wajahnya pucat begitu? Wajah Yoona berubah menjadi murung dan Donghae melihat itu.
“Hei, aku baik-baik saja. Aku sehat. Jangan khawatir, Yoona.” Ucap Donghae sambil menyunggingkan sebuah senyuman agar Yoona dapat melihat bahwa ia memang baik-baik saja.
“Jangan terlalu memaksakan dirimu, Donghae. Walau sesibuk apapun, kau harus menyempatkan waktu untuk beristirahat.” Donghae tersenyum mendengarnya.
“Baik, baik, aku mengerti. Terima kasih karena sudah mengkhawatirkanku, Yoong.” Yoona menaikkan kedua alisnya. Donghae baru saja memanggilnya dengan panggilan ‘Yoong’, panggilan yang hanya digunakan oleh orang-orang terpenting dalam hidupnya. Dan sekarang laki-laki itu memanggilnya dengan sebutan itu.
“Yoong? Apa boleh aku mulai memanggilmu dengan panggilan itu?” Tanya Donghae dengan hati-hati.
“Tentu saja.” Yoona tersenyum dan begitupun Donghae.
“Maafkan aku karena tidak mengabarimu selama aku pergi. Aku sudah berjanji akan menelepon, tapi nyatanya tidak. Aku sungguh minta maaf, Yoona. Ketika sudah berkaitan dengan pekerjaan, aku benar-benar tidak bisa mengontrol diriku.”
Mendengar itu Yoona tersenyum lembut. Ia memang pernah mendengar dari nyonya Lee kalau Donghae adalah seorang workaholic seperti ayahnya tuan Lee. Ia selalu ingin mendapatkan hasil yang terbaik untuk perusahaannya. Ketika mendengar itu Yoona tidak percaya karena ketika awal ia mengenal Donghae di New York, Donghae adalah seorang pria yang santai dan menikmati hidupnya. Ia hampir menghabiskan hari-harinya di New York dengan melakukan hobinya yaitu fotografi. Ia juga pernah berkata padanya bahwa suatu hari ia ingin menjadi seperti pamannya, seorang fotografer terkenal dan mempunyai galeri fotonya sendiri nanti. Ia juga mengatakan kalau ia tertarik untuk menjadi seorang sutradara. Entah darimana ketertarikan itu muncul. Yang pasti, Donghae yang ia kenal dulu selalu membicarakan tentang hal-hal yang menarik di hidupnya. Mereka berdua selalu membicarakan tentang harapan dan mimpi. Itulah yang membuat Yoona semakin dekat dengan Donghae.
“Aku mengerti.” Donghae seketika tersenyum mendengarnya. Tapi, tetap saja ia masih merasa bersalah pada Yoona.
Saat itu Yoona menyadari pemandangan yang ada di belakang Donghae. Danau dengan permukaan air berwarna biru yang tenang, pepohonan yang mengelilinginya, dan berlatar belakang gedung-gedung tua. Langit terlihat biru cerah dan ia bisa mendengar gemerisik dedaunan yang ditiup angin. Tempat apa itu?
“Kau sedang ada dimana?” Donghae menaikkan kedua alisnya, lalu menoleh ke belakang.
“Indah, bukan? Katakan halo pada Zurich.” Donghae tersenyum lebar ke arahnya dan mata Yoona pun melebar.
“Kau ada di swiss?” Yoona tampak kaget. Bukankah seharusnya Donghae berada di London?
“Ya, aku sedang ada di swiss. Aku tiba kemarin malam. Setelah masalah di London selesai, aku harus mengesahkan sebuah perjanjian kerja sama di Swiss karena perusahaan kami bekerja sama dengan salah satu perusahaan asuransi disini, jadi aku harus terbang kesini dan bertemu dengan salah satu investor.” Yoona hanya menganggukan kepalanya. Pantas saja laki-laki itu terlihat pucat, setelah menyelesaikan masalah di London, ia harus langsung terbang ke Swiss untuk melakukan bisnis disana. Sepertinya, Donghae benar-benar ingin menuntaskan semua pekerjaannya di luar negeri selagi ia mempunyai waktu.
“Sekarang, apa yang sedang kau lakukan?”
“Aku baru saja selesai rapat tadi, sekarang aku sedang berusaha mencari udara segar disini. Kau tahu, Zurich adalah kota yang sangat indah. Kota ini tenang, tidak seperti Seoul. Udaranya pun sangat bersih dan sejuk. Pantas saja kota ini ditetapkan menjadi kota yang paling baik untuk ditinggali di seluruh dunia. Ini, coba kau lihat sendiri.”
Donghae mengarahkan ponselnya ke sekelilingnya, menunjukkan seluruh pemandangan indah yang terbentang di hadapannya. Dan saat itu Yoona juga merasa seolah-olah ia ada disana, berdiri di samping Donghae, melihat pemandangan itu dengan mata kepalanya sendiri, merasakan angin menerpa wajahnya. Seulas senyum tersungging di bibirnya.
Wajah Donghae kembali terlihat di layar. Ia tersenyum padanya sekilas, lalu mendongak menatap langit biru sambil menaungi mata dengan sebelah tangan yang tidak memegang ponsel. Rambutnya acak-acakan tertiup angin. Kemudian ia kembali menatap layar ponselnya dan menyunggingkan senyum lebar yang membuat jantung Yoona berdebar dua kali lebih cepat.
“Lain kali aku pasti akan mengajakmu ke sini supaya kau bisa melihat dan merasakannya sendiri.” Senyum Yoona melebar.
“Kau berjanji?”
“Aku berjanji, Yoong.” Nafas Yoona tercekat di tenggorokannya. Laki-laki itu kembali memanggilnya dengan panggilan ‘Yoong’. Sepertinya ia harus terbiasa mendengar panggilan itu keluar dari mulut Donghae.
“Aku benar-benar berharap kau ada disini bersamaku sekarang.” Donghae mendesah dan memandang berkeliling, lalu kembali menatap layar ponselnya. Menatap Yoona.
“Kau tahu…sepertinya perkataanmu benar.” Yoona mengernyit bingung.
“Perkataanku yang mana?”
“Tentang, aku pasti merindukanmu selama disini.” Oh, tidak. Apa laki-laki itu…?
“Dan itu benar. Aku rindu padamu.”
Yoona mengerjap kaget dan menahan nafas. Suasana di sekelilingnya yang terdengar ramai mendadak sunyi senyap di telinganya. Hanya debar jantungnya sendiri yang terdengar olehnya.
“Kurasa aku sudah terbiasa melihatmu, merasakan kau ada di dekatku, jadi kalau kau tidak ada, aku merasa agak aneh. Seolah-olah ada sesuatu yang…salah.” Donghae melanjutkan dengan suara merenung. Lalu ia tersenyum.
Yoona hanya diam menatap Donghae. Ia masih mengulang kata-kata yang tadi diucapkan Donghae padanya di dalam hatinya. Benarkah laki-laki itu merindukannya? Apakah harapannya benar-benar terjadi? Lee Donghae merindukannya?
“Yoong?” Yoona mengerjap kaget mendengar Donghae memanggilnya.
“Ya?”
“Sepertinya aku baru akan pulang dua atau tiga hari lagi.” Wajah Yoona berubah lesu. Seharusnya Donghae sudah berada di Seoul sekarang, tapi ternyata ia akan lebih lama disana. Yoona memaksakan senyumnya di depan Donghae.
“Oh…Oke.” Jawab Yoona pelan.
“Sepertinya kau tidak suka mendengarnya. Ya, aku tahu ini tidak sesuai dengan rencana awal. Tapi, sebegitu rindukah kau padaku?” Donghae terkekeh. Yoona mendengus melihatnya.
“Siapa bilang aku merindukanmu?” Yoona mengangkat dagunya sambil menaikkan kedua alisnya. Oh, tidak, ia berbohong sekarang.
“Oh, ayolah, Yoong. Aku bisa melihat dari ekspresi wajahmu. Kau terlihat kecewa ketika aku bilang kalau aku akan pulang lebih lama dari perkiraan.” Yoona mengerjapkan matanya. Ya, itu benar. Ia memang kecewa mendengarnya, tapi apakah wajahnya menunjukkan ekspresi kekecewaan itu? Oh, tidak. Ia merasa malu kalau itu benar-benar terjadi.
“Baiklah, baiklah, aku hanya bercanda. Mengapa kau jadi terlihat gelisah seperti itu?” Donghae tersenyum geli. Yoona membulatkan kedua matanya dan hendak mengatakan sesuatu ketika seseorang dari arah belakang memanggilnya.
“Yoona, kita akan mulai lagi.”
“Oh, baiklah.” Di seberang sana seseorang juga memanggil Donghae dari arah belakang.
“Aku harus pergi.” Ucap mereka bersamaan ketika keduanya kembali menoleh dan melihat ke layar ponsel masing-masing. Sedetik kemudian mereka tertawa karena mereka mengucapkan kalimat yang sama secara bersamaan.
“Baiklah kalau begitu, kau selesaikan semua urusanmu disana. Jangan lupa untuk istirahat. Kau bukan robot, Donghae. Ingat itu.” Donghae tersenyum pada Yoona.
“Ya, aku mendengarmu, Yoong. Jaga dirimu sampai aku pulang nanti.”
“Tentu saja, aku bukan anak kecil, kau tahu?” Donghae tersenyum geli mendengar jawaban Yoona.
“Baiklah, sampai jumpa, Yoong.”
“Sampai jumpa, Donghae.”
Dan sambungan pun terputus. Yoona diam sejenak. Ia melirik ke arah jemarinya dan pandangan tertuju pada benda kecil berwarna perak yang melingkar di jari manisnya. Ia menyentuh cincin pertunangannya bersama Donghae. Sebuah senyuman terukir di wajahnya.
“Aku juga merindukanmu, Donghae.”
*****
Yoona menjatuhkan dirinya di samping Kyuhyun yang sedang asyik menonton acara tv kesukaannya. Kyuhyun yang sedari tadi fokus pada tv di depannya, kini berbalik dan menatap Yoona.
“Ada apa? Wajahmu terlihat kusut.” Yoona hanya mendesah, lalu mengambil bantal sofa dan menutup wajahnya. Kyuhyun mengernyit bingung.
“Yoong? Ada apa?” Yoona tidak menjawab. Ia masih tetap diam dengan wajah yang ditutup oleh bantal sofa.
“Donghae…” Gumam Yoona yang dapat didengar samar-samar oleh Kyuhyun.
“Donghae? Apa lagi sekarang? Bukankah kau bilang waktu itu Donghae sudah menelponmu?” Yoona akhirnya menyingkirkan bantal sofa dari wajahnya.
“Dia memang menelponku.” Jawab Yoona dengan lesu.
“Lalu, apa lagi sekarang masalahnya?” Yoona mendesah pelan.
“Dia belum mengabariku lagi sejak telepon itu, dan aku sangat yakin kalau dia sudah ada di Seoul sekarang.”
“Kau terdengar sangat posesif, Yoong.”
“Aku tidak posesif!” Kyuhyun terkejut karena Yoona tiba-tiba berteriak di depannya.
“Baiklah, aku hanya bercanda. Jeez. Kau tidak menelponnya?”
“Sudah. Tapi, dia tidak mengangkatnya.” Jawab Yoona dengan nada suara yang terdengar kesal.
“Mengapa kau tidak pergi menemuinya saja? Ke apartemennya, mungkin?” Dengan gerakan cepat Yoona menoleh ke arah Kyuhyun.
“Tidak mungkin aku melakukan itu!”
“Mengapa tidak mungkin? Kalian kan sudah bertunangan. Apakah itu salah?”
“Seharusnya dia berinisiatif untuk menelponku begitu dia sampai di Seoul. Tapi, ternyata tidak.” Lagi-lagi Yoona mendesah. Kyuhyun yang melihatnya tersenyum geli, lalu ia melirik ponsel Yoona yang tergeletak di meja. Ia kemudian meraih ponsel itu dan menyodorkannya pada Yoona. Yoona mengernyit, lalu ia menatap Kyuhyun seakan bertanya ‘apa maksudnya?’.
“Telepon dia sekali lagi, mungkin kali ini dia akan mengangkatnya.”
Yoona tampak ragu menatap ponselnya. Apa ia harus mencoba untuk menghubunginya lagi? Untuk yang kedua kalinya? Yoona menghembuskan napas cukup keras. Sudahlah, apa salahnya. Toh, ia juga merasa khawatir pada Donghae. Ia pun meraih ponselnya dari tangan Kyuhyun dan menekan nomor Donghae.
Kali ini Donghae menjawab pada dering pertama dan ia langsung mendengar suara yang sangat dirindukannya itu, “Halo?”
*****
Donghae masih berbaring di tempat tidur ketika ponselnya berdering. Ia mengerang pelan, tapi langsung terbatuk-batuk. Ini kedua kalinya ia mendengar ponselnya berdering. Ia berpikir seharusnya ia mematikan ponselnya saja seharian ini supaya bisa beristirahat dengan tenang. Ia memaksa dirinya bangkit duduk dengan susah payah dan meraih ponsel yang tergeletak di meja di samping tempat tidur.
“Halo?” Gumamnya serak, dan kembali terbatuk-batuk.
“Ada apa denganmu?”
Walaupun kepalanya terasa berat dan seluruh tubuhnya lemas, Donghae masih bisa tersenyum mendengar suara Yoona yang bernada cemas itu. Oh, sudah berapa lama ia tidak mendengar suara gadis itu? Akhirnya ia dapat mendengar suara gadis yang sangat dirindukannya itu.
“Aku tidak tahu,” Gumam Donghae pelan. “Badanku panas dan lemas, tenggorokanku sakit, dan kepalaku serasa seperti batu. Sudah begini sejak aku bangun tadi pagi.”
“Kau sudah ada di Seoul?” Tanya Yoona ragu.
“Ya, aku sampai tadi malam.”
“Apa kau sudah merasa sakit sebelum sampai di Seoul?”
“Belum. Aku baik-baik saja kemarin. Kurasa aku tertular salah seorang rekan kerjaku di kantor.”
“Kau sudah ke dokter? Minum obat?” Tanya Yoona.
Donghae menggeleng walaupun ia tahu Yoona tidak bisa melihatnya. “Nanti saja. Terlalu lemas untuk bangun. Aku mau berbaring sebentar.”
Jeda sejenak di ujung sana, lalu Yoona bertanya, “Kau…kau mau aku pergi kesana?”
“Kau akan datang kalau kuminta?” Donghae balas bertanya.
“Ya…tentu saja. Kalau kau mau.” Ya, ia bisa pergi kesana. Mungkin sebelumnya ia harus menelpon Fei dan membatalkan beberapa jadwalnya untuk hari ini.
Di seberang sana, Donghae tersenyum tipis. Ia tahu pasti Yoona memiliki jadwal yang padat hari ini. Ia tidak mungkin menyuruhnya untuk membatalkan semua jadwal itu hanya untuk merawat dirinya yang sakit.
“Terima kasih, tapi itu tidak perlu, Yoong. Aku yakin kau pun harus bekerja hari ini, bukan?” Kata Donghae. Ia tahu Yoona akan datang kalau ia memintanya, tetapi ia tidak ingin memaksa gadis itu.
“Jangan pikirkan itu. Aku bisa membatalkan jadwalku hari ini dan pergi ke apartemenmu.”
“Sudahlah, tidak usah. Aku yakin ada obat di sekitar sini. Aku hanya akan tidur sebentar. Setelah itu aku berjanji aku akan minum obat. Dan aku yakin setelah itu aku akan sembuh. Tenang saja.”
“Kau akan menelponku kalau kau membutuhkan sesuatu?” Tanya Yoona. Suaranya masih terdengar cemas.
“Tentu saja.”
“Kalau begitu aku tidak akan mengganggumu lagi. Istirahatlah. Jangan lupa telepon aku kalau ada apa-apa.”
“Kau orang pertama yang akan aku hubungi.”
Di tengah-tengah kekhawatirannya, ia tersenyum. Setidaknya ia percaya sekarang kalau Donghae akan langsung menguhubunginya jika terjadi apa-apa dengan laki-laki itu.
“Baiklah kalau begitu, sampai jumpa.”
“Sampai jumpa, Yoong.”
Sambungan telepon pun terputus. Wajah Yoona mengernyit. Kyuhyun yang melihatnya penasaran karena sedari tadi ia mendengar percakapan Yoona dan Donghae, walaupun ia tidak mendengar suara Donghae, tapi ia bisa melihat dari wajah Yoona bahwa ada sesuatu yang terjadi dengan Donghae.
“Ada apa, Yoona? Apa yang terjadi dengan Donghae?”
“Dia sakit. Dia terdengar sangat lemah tadi. Aku menawarkan diriku untuk datang tapi dia bilang tidak usah. Dia hanya bilang kalau dia akan menelponku kalau dia membutuhkan sesuatu. Dia juga bilang kalau aku tidak usah mengkhawatirkannya.”
“Kalau begitu kau tidak usah khawatir. Dia sendiri yang bilang begitu. Aku yakin dia akan baik-baik saja dan akan sembuh dalam waktu singkat.”
“Tapi, aku sangat mengkhawatirkannya, Kyu. Bagaimana kalau terjadi sesuatu tapi dia tidak sempat menghubungiku?” Yoona menatap Kyuhyun dengan wajah yang cemas. Kyuhyun pun bangun lalu memegang kedua bahu Yoona.
“Tenang saja, sayang. Aku yakin dia akan baik-baik saja. Sekarang, yang harus kau lakukan, kau bersiap-siap untuk pergi kerja dan mungkin sekitar dua atau tiga jam lagi kau menelponnya untuk mengecek keadaannya.”
Benar apa kata Kyuhyun. Yoona menarik nafas dan menghembuskannya dengan pelan sambil memejamkan kedua matanya.
“Baiklah, aku akan bersiap-siap.”
“Bagus.” Yoona pun bangkit dan berjalan menuju kamarnya.
“Wah, dia benar-benar mengkhawatirkan tunangannya. Sangat manis.” Gumam Kyuhyun pelan setelah Yoona masuk ke kamarnya. Ia senyum-senyum sendiri melihat tingkah laku Yoona.
*****
Siang itu Yoona masih merasa khawatir. Ia ingin menelpon Donghae tetapi takut mengganggu istirahat laki-laki itu. Selama beberapa menit terakhir, ia hanya duduk diam di depan Kiko yang sedang sibuk memperlihatkan beberapa desain pakaian yang dirancang oleh perancang-perancang muda dan berbakat yang baru terjun ke dunia fashion, dan yang akan memodelkan pakaian yang terpilih nanti tak lain adalah dirinya sendiri.
Kiko Mizuhara, adalah seorang editor –in-chief di salah satu majalah fashion popular di Korea dan merupakan putri pemilik majalah itu. Ketika ia pertama kali bertemu dengan Kiko di London, ia menyadari bahwa Kiko tidak lancar berbahasa Jepang. Walaupun dirinya masih keturunan Jepang. Jadi, Yoona harus selalu berbicara dengannya dalam bahasa inggris. Mereka sudah lama mengenal satu sama lain. Kiko selalu meminta bantuan kepada Yoona mengenai beberapa hal yang dianggapnya sulit, Yoona dengan senang hati membantunya. Dan terkadang Yoona sering diminta untuk membuat keputusan yang seharusnya dibuat oleh Kiko sendiri sebagai editor-in-chief karena temannya itu bukan tipe orang yang bisa mengambil keputusan sendiri. Seperti sekarang ini.
“Jadi, menurutmu siapa yang paling oke?” Kiko mendongak dan menatap Yoona. Pandangan gadis itu memang terarah ke folder yang berisi desain-desain pakaian tadi, tapi perhatiannya tidak tercurah ke sana. Matanya sama sekali tidak bergerak.
“Yoona?” Kiko menyentuh tangan Yoona dan Yoona tersentak. Ia menatap Kiko dengan penuh tanya.
“Eh? Ada apa?”
“Apa kau mendengar penjelasanku tadi?” Tidak. Yoona sama sekali tidak mendengarkan satu kata pun yang keluar dari mulut wanita berambut pendek itu. Pikirannya benar-benar sedang tidak disana.
“Maafkan aku, Kiko.” Ucap Yoona merasa bersalah.
“Kau sedang melamunkan apa?”
“Tidak ada. Jadi, kapan aku akan mulai memodelkan pakaian dari salah satu perancang ini?” Yoona mencoba untuk mengalihkan pembicaraan sehingga pikirannya tidak terfokus pada Donghae.
“Well, kita harus memutuskannya sekarang juga karena aku harus pergi selama seminggu atau bahkan lebih.”
“Memangnya kau mau pergi ke mana?” Tanya Yoona sambil membaca data yang disodorkan Kiko.
Kiko tersenyum masam. “Aku harus terbang ke Jepang malam ini. Ibuku ulang tahun dan kakakku memutuskan untuk mengadakan pesta dimana semua keluarga besar akan berkumpul.” Ia mendesah panjang.
“Asal kau tahu, aku tidak pernah suka acara keluarga seperti itu. Mereka pasti akan menerorku dengan berbagai pertanyaan seperti kapan aku akan menikah, apakah aku sedang berpacaran dengan seseorang, dan sebagainya. Aku benci ketika mereka sudah merecoki kehidupanku. Mereka selalu mengatakan kalau aku berada di umur yang sudah sangat cukup untuk menikah. Kau tahu aku merasa tua ketika mereka mengatakan itu? Dan yang lebih buruk adalah ibuku. Dia pasti akan mencoba untuk memperkenalkan aku dengan anak teman-temannya dan menyuruhku untuk berkencan dengan mereka. Aku tidak punya waktu untuk itu, Yoona! Aku selalu disibukkan oleh pekerjaan. Bahkan mereka pernah mengataiku si penggila kerja,” Yoona tersenyum samar mendengarnya. Ia jadi teringat akan seseorang yang memiliki sifat yang sama. Lee Donghae.
“Dan kau tahu apa yang lebih buruk lagi, keluargaku sama sekali tidak mengerti bahasa inggris dan aku tidak mengerti apa yang mereka katakan! Bisa kau bayangkan? Membosankan. Tapi, tentu saja aku harus hadir karena ini ulang tahun ibuku. Aku tidak mau dianggap anak yang kurang ajar karena tidak hadir ke pesta ulang tahun orang tuanya sendiri.”
Yoona hanya tersenyum miris memandang temannya itu yang pasti sudah memikirkan waktu-waktu panjang dan membosankan yang akan dihabiskannya di Jepang.
“Hah, sudahlah, akan lebih menyedihkan lagi kalau kita terus membicarakan tentang itu sekarang. Jadi, siapa yang akan kau pilih?”
Yoona menunjuk salah satu kertas di hadapannya. “ Menurutku yang ini saja. Desain pakaiannya sangat unik, bukan? Aku suka warna-warna yang dipakainya. Bagaimana menurutmu?”
“Aku setuju saja denganmu.” Sahut Kiko dan mengangguk-angguk. “Kau memang punya selera yang bagus, Yoona. Tidak salah kalau kau dijuluki sebagai dewi fashion. Apa jadinya aku tanpa dirimu?”
Yoona tertawa singkat. “Aku yakin kau akan baik-baik saja.”
Saat itu, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia melirik layar ponsel yang tergeletak di meja dan cepat-cepat menjawabnya.
“Donghae?” Yoona memberi sinyal kepada Kiko kalau ia harus mengangkat ini diluar dan Kiko hanya mengganguk mengiyakan. Yoona pun berjalan keluar dari ruangan Kiko.
“Kau bisa datang ke sini?” Suara Donghae terdengar lirih dan lemah. Nafasnya juga terdengar berat, seolah-olah butuh usaha besar hanya untuk berbicara.
“Tolonglah…Tolong datang ke sini.”
Kini Yoona sama sekali tidak ragu. Keraguan itu kini langsung digantikan oleh rasa panik dan cemas.
“Aku akan segera ke sana.”
Dengan tergesa-gesa Yoona kembali ke ruangan Kiko. Kiko mengernyit melihat wajah Yoona yang terlihat panik itu.
“Ada apa, Yoona?” Kiko berdiri dari kursinya.
“A-aku harus segera pergi, Kiko. Tiba-tiba ada urusan mendadak dan aku harus segera ke sana.” Ucap Yoona dengan sedikit terbata-bata. Ia langsung meraih jaket dan tasnya yang ada di sofa.
“Baiklah, karena kau sudah memilih salah satu rancangan tadi, maka pemotretan akan dilaksanakan hari Jumat.”
“Oke, kabari aku lagi nanti.” Dengan tergesa-gesa Yoona berjalan menuju pintu dan dengan sekejap sosoknya tidak terlihat lagi di ruangan Kiko.
“Ingat, Yoona! Hari Jumat ini!” Teriak Kiko tidak peduli apakah Yoona mendengarnya atau tidak.
*****
Tidak terlalu lama kemudian, Yoona sudah berdiri di depan pintu apartemen Donghae di kawasan Gangnam. Ia membunyikan bel dan menunggu tidak sabar. Matanya melebar kaget ketika pintu terbuka dan ia melihat Donghae yang berdiri di sana.
“Kau sudah datang.” Kata Donghae. Suaranya terdengar lega.
Sesaat Yoona tidak bisa berkata-kata. Penampilan Donghae benar-benar kacau. Wajahnya pucat pasi, bibirnya kering, rambutnya acak-acakan. Kaus hitam lengan panjang dan celana panjang putihnya terlihat kusut. Bahkan berdiri pun ia harus berpegangan pada dinding yang dimana menunjukkan betapa lemahnya laki-laki itu sekarang.
Banyak hal yang berkelebat dalam benak Yoona, namun begitu melihat Donghae, hanya satu hal yang terpikirkan olehnya.
“Kenapa kau tidak berbaring dan beristirahat?” Tanyanya dengan alis berkerut.
Donghae mengayunkan tangan dengan lemah. “Masuklah dulu dan setelah itu kau boleh mengomeliku.”
Yoona melangkah masuk dan kemudian disusul oleh Donghae dibelakangnya. Ia menoleh ke arah Donghae dan bergumam, “Maafkan aku karena baru datang.”
Donghae bersandar di dinding. Tangannya mencengkeram pinggiran meja kecil di samping pintu. Ia terlihat sangat lemah, tapi ia masih bisa tersenyum kepada Yoona.
“Sebaiknya kau duduk.” Kata Yoona kepada Donghae.
Donghae menurut tanpa membantah. Ia berjalan masuk ke ruang duduk, diikuti Yoona, lalu menghempaskan diri ke salah satu sofa. Jelas sekali ia lega karena tidak perlu berdiri lebih lama lagi.
“Terima kasih karena kau mau datang kesini, walaupun aku tahu kau pasti sangat sibuk.”
Yoona tersenyum kepada Donghae. “Aku tidak keberatan. Meninggalkan beberapa pekerjaan untuk sehari, tidak akan terjadi bencana.”
Donghae tersenyum lembut ke arah Yoona. Seperti biasa, jantung Yoona kembali berulah. Jantungnya berdegup kencang setiap kali melihat senyuman Donghae dan setiap kali ia menatap kedua mata coklat Donghae yang teduh itu.
“Kalau begitu, apa kau keberatan kalau aku berbaring sebentar?” Tanya Donghae lelah.
“Tentu saja tidak. Kau memang seharusnya berbaring dan beristirahat.”
“Kau boleh…entahlah…anggap saja rumah sendiri.”
Yoona ragu sejenak, menatap Donghae yang mencoba berdiri dengan agak terhuyung. Akhirnya ia mengambil keputusan. Ia menghampiri Donghae yang berjalan terseok-seok ke kamar sambil berpegangan pada dinding.
“Biar kubantu.” Katanya sambil memegang lengan Donghae.
Donghae berhenti melangkah dan menunduk menatap Yoona, lalu matanya beralih ke tangan Yoona yang memegang lengannya.
Yoona menatap mata Donghae lurus-lurus dan berkata tegas, “Kau bisa jatuh kalau tidak dibantu.”
Donghae mengerjap, lalu mengangguk lemah. “Ya…ya, kurasa kau benar.”
Yoona membantunya masuk ke dalam kamar dan menyelimutinya. Karena Donghae tidak berselera makan, Yoona harus memaksanya makan biskuit sedikit setelah minum obat.
“Kau terlihat kacau.” Kata Yoona ketika Donghae sudah berbaring kembali di tempat tidur setelah minum obat.
“Aku memang merasa kacau.” Gumam Donghae.
“Aku yakin kau terlalu memaksakan diri selama disana sehingga daya tahan tubuhmu lemah. Dan ketika ada salah satu rekan kerjamu yang sakit, tentu saja kau akan dengan mudah tertular.” Donghae tersenyum tipis sambil memejamkan matanya.
“Maafkan aku…” Tiba-tiba Donghae membuka matanya. Yoona menaikkan kedua alisnya.
“Untuk apa?”
“Lagi-lagi aku tidak memberimu kabar kalau aku sudah pulang ke Seoul.” Ah, tentang itu. Ya, memang awalnya Yoona agak sedikit terganggu karena ia tidak kunjung mendapat kabar tentang kepulangan Donghae. Tapi sekarang melihat kondisi Donghae yang lemah, ia dapat mengerti. Laki-laki itu pasti sangat kelelahan setelah menyelesaikan pekerjaannya di London dan Swiss. Hati Yoona semakin terenyuh ketika menatap wajah pucat laki-laki yang tengah menatapnya sekarang.
“Tidak apa-apa. Aku mengerti.” Yoona tersenyum kepada Donghae.
“Sekali lagi aku minta maaf karena tidak bisa menepati perkataanku padamu.” Wajah Donghae terlihat menyesal. Yoona mengernyit melihatnya.
“Hei, tidak apa-apa. Tidak usah terlalu dipikirkan. Itu adalah hal yang wajar.”
“Aku benci pada diriku ketika aku tidak bisa menepati perkataanku pada orang lain. Terutama padamu.” Yoona seketika diam menatap Donghae. Tidak lama, ia tersenyum.
“Aku tahu. Sekarang, aku tidak ingin melihat kondisimu memburuk. Maka dari itu, kau harus tidur.” Kata Yoona sambil mengumpulkan botol obat dan gelas-gelas kosong di meja di samping tempat tidur. Donghae hanya mengikuti gerak-gerik Yoona. Ketika Yoona hendak berdiri, Donghae menarik tangannya sehingga Yoona kembali terduduk. Ia menoleh dan menatap Donghae dengan tatapan penuh tanya. Ia merasa sangat gugup sekarang. Dampak sentuhan Donghae terhadap dirinya memang benar-benar dahsyat. Jantungnya kini berdegup dua kali lebih kencang dan rasa menggelitik dirasakannya di perutnya. Seperti ada kupu-kupu yang beterbangan di dalam sana.
“Ada apa?”
“Aku ingin bertanya sesuatu padamu.”
“Apa itu?”
“ Temanku baru saja pulang dari Amerika dan dia mengundangku ke pesta ulang tahunnya. Kau…ingin pergi bersamaku?”
“Tentu saja. Kapan pestanya akan diadakan?”
“Minggu depan.” Yoona tampak berpikir.
“Baiklah, aku mau.” Donghae tersenyum lega mendengar jawaban Yoona.
“Baguslah kalau begitu.” Gumam Donghae dan memejamkan matanya kembali.
Ketika sepertinya Donghae tidak akan berbicara lebih banyak lagi, Yoona berputar dan berjalan dengan langkah pelan ke pintu.
“Terima kasih.” Gumam Donghae tiba-tiba.
Yoona berhenti melangkah dan berbalik kembali. “Ya?”
Donghae tidak bergerak di tempat tidurnya, juga tidak membuka mata. “Terima kasih karena kau sudah datang. Terima kasih karena kau sudah merawatku,” Katanya.
“Aku sangat senang karena akhirnya bisa melihatmu. Disini, bersamaku.” Lanjut Donghae dengan suara pelan.
Yoona mengerjap. “Oh.” Ia tidak bisa mengontrol detak jantungnya sekarang.
Yoona terdiam sejenak, lalu akhirnya tersenyum tipis dan bergumam, “Istirahatlah, Donghae.” Dan Yoona pun berjalan keluar dari kamar Donghae.
*****
Hari sudah menjelang sore ketika Donghae terjaga. Kepalanya masih terasa berat, namun tidak berputar-putar lagi. Ia turun dari tempat tidur dan menyadari bahwa kakinya juga terasa lebih mampu menopang tubuhnya. Ia meraba keningnya. Sepertinya suhu tubuhnya juga sudah turun. Bagus. Ia ingin cepat-cepat sembuh. Ia benci merasa tidak berdaya seperti ini.
Ia menoleh ke arah pintu kamarnya yang tertutup. Apakah Yoona masih ada di luar sana? Rasanya agak tidak mungkin. Donghae sudah tidur cukup lama. Mungkin gadis itu sudah pulang.
Donghae berjalan ke arah pintu dan membukanya. Ruang duduknya sunyi senyap. Seberkas perasaan kecewa melandanya ketika menyadari bahwa Yoona sudah tidak ada. Sebenarnya ia ingin terbangun dan mendapati Yoona masih ada di sana. Ia ingin melihat gadis itu, melihat gadis itu tersenyum padanya dengan cara yang selalu membuat hatinya ringan.
Donghae mendesah berat dan berbalik hendak pergi ke dapur. Tetapi tiba-tiba ia melihat sesuatu dari sudut matanya. Ia berbalik menghampiri sofa panjang di ruang duduk dan dihadapkan pada pemandangan yang tidak diduganya, namun membuat seulas senyum tersungging di bibirnya.
Ternyata Yoona belum pulang. Gadis itu masih ada di sana dan saat ini ia sedang berbaring menyamping di sofa, lututnya ditekuk dan kepalanya disandarkan ke lengan sofa. Tertidur pulas.
Donghae sedang mempertimbangkan apakah ia harus membangunkan Yoona atau tidak ketika gadis itu mendadak terjaga dan langsung terkesiap.
“Ini aku.” Gumam Donghae. Yoona mengerjap satu kali, dua kali, dan gadis itu langsung tersenyum.
“Kau sudah bangun rupanya. Sejak kapan kau berdiri di situ?” Yoona bangkit dari tidurnya dan terduduk di sofa.
“Baru saja. Aku kira kau sudah pulang.”
“Tidak, aku memutuskan untuk tinggal. Aku takut kau membutuhkan sesuatu ketika aku tidak ada, jadi aku menunggumu bangun.” Donghae tersenyum lembut menatap Yoona tanpa berkata apa-apa. Yoona cepat-cepat berdehem dan bertanya, “Bagaimana keadaanmu sekarang?”
“Sudah lebih baik,” Sahutnya agak lemah. Ia kemudian memutuskan untuk duduk di samping Yoona. “Karena kau ada disini.”
Saat itu debar jantung Yoona yang tadinya normal kini kembali melonjak begitu mendengar kata-kata Donghae. Kenapa Yoona berdebar-debar hanya karena kata-kata ringan itu? Yoona cepat-cepat mengendalikan diri dan berdeham.
“Kau mau makan sesuatu? Setidaknya kau harus makan walau sedikit. Setelah itu minum obat.” Yoona berusaha menutupi kegugupannya karena kini Donghae duduk dekat di sampingnya dan laki-laki itu terus menatapnya. Yoona tidak yakin apakah Donghae menyadari usahanya untuk menutupi kegugupannya itu atau tidak, tetapi Donghae tidak berkata apa-apa. Donghae mengikuti Yoona ke dapur dan duduk diam di meja dapur sementara Yoona menuangkan teh yang tadi dibuatnya ketika Donghae tidur dan menyiapkan sandwich untuknya.
“Jadi apa yang kau lakukan selama aku tidur?” Tanya Donghae ketika Yoona sudah duduk di hadapannya dengan sepotong sandwich di tangan.
“Melihat-lihat flatmu.” Sahut Yoona ringan. “Kemudian aku menonton tv sampai akhirnya tanpa aku sadari, aku tertidur di sofamu.”
“Kau pasti bosan setengah mati.” Gumam Donghae. Yoona hanya mengangkat bahunya.
“Aku minta maaf karena kau terpaksa menemani orang sakit di hari kerjamu,” Kata Donghae. “Aku yakin jadwalmu padat dan kau sudah memiliki segudang rencana untuk menghabiskan harimu.”
Yoona menghela nafas dan berkata, “Tidak juga. Aku hanya ingin pulang ke rumah sepulang kerja dan sedikit memanjakan diriku dengan membaca majalah-majalah fashion edisi terbaru.”
“Terdengar seperti rencana yang menyenangkan. Kau tahu apa yang aku rencanakan untuk hari ini?” Yoona mengernyit sambil menatap Donghae.
“Apa?”
“Aku sudah memikirkannya selama disana. Ketika aku mendarat di Seoul, aku akan langsung pergi ke apartemenmu, lalu aku akan menelponmu dan menyuruhmu untuk turun. Setelah kau turun, kau akan menyambutku dengan sebuah senyuman dan aku akan berkata, “Aku pulang.” Setelah itu, aku akan mengajakmu untuk makan malam bersama. Tapi, semuanya gagal karena penyakit sialan ini.” Yoona tersenyum mendengar rencana yang sudah dipikirkan oleh Donghae bahkan sebelum ia tiba di Seoul. Yang membuat hati Yoona berdesir adalah di sela-sela kesibukannya, laki-laki itu masih sempat merencanakan hal kecil seperti itu.
“Setidaknya sebagian rencanamu berhasil. Kita memang sedang makan malam bersama sekarang.” Katanya sambil mengayunkan tangannya yang sedang memegang sandwich.
“Kau benar.” Sahut Donghae, lalu mereka berdua tertawa.
Sejenak Donghae hanya tertegun menatapnya. Sebelum Yoona sempat bertanya, laki-laki itu kembali menunduk menatap sandwich-nya dan berdeham.
“Karena kau sudah berbaik hati menemaniku hari ini, aku akan melakukan hal yang sama untukmu. Aku akan menemanimu seharian penuh. Kalau aku sudah sembuh nanti.”
Mata Yoona bersinar-sinar. “Kau akan menemaniku seharian penuh?”
Donghae mengangguk. “Ya.”
“Dan kita akan melakukan apa pun yang kuinginkan.”
Donghae mengangguk lagi. “Tentu saja.”
“Apa pun?”
Donghae menyipitkan matanya dan tersenyum. “Tapi, jika kau berjanji tidak akan memintaku melakukan sesuatu yang melanggar hukum, maka ya, aku akan melakukan apa pun yang kau inginkan selama satu hari itu.”
“Aku berjanji.” Senyum Yoona mengembang, dan ia sama sekali tidak tahu apa pengaruh senyumannya terhadap Donghae. Saat itu Donghae memang bersedia melakukan apa saja agar ia bisa melihat Yoona tersenyum padanya seperti itu. Hanya padanya.
Tiba-tiba, entah darimana datangnya kata-kata yang meluncur dari lidahnya itu, “Katakan padaku kau tidak tertarik pada Kyuhyun.”
“Apa?” Alis Yoona terangkat.
Donghae mendesah dan memejamkan mata. Sebelah tangannya terangkat memegang kening.
“Lupakan saja. Aku tidak tahu apa yang baru saja kukatakan.” Gumamnya pelan, lalu bangkit dari kursi.
“Aku mau berbaring di sofa.”
Kening Yoona berkerut bingung sementara ia menatap Donghae yang berjalan pelan ke arah ruang duduk.
“Kenapa kau mengira aku tertarik pada Kyuhyun?” Tanyanya langsung.
Donghae berhenti melangkah, lalu perlahan-lahan berbalik menghadap Yoona. Ia menghembuskan napas dan mengangkat bahu.
“Entahlah,” Ujarnya lirih. “Mungkin karena dia tinggi, tampan, baik, dan selalu ada ketika kau membutuhkannya. Dia selalu memastikan kalau kau memakan sarapanmu sebelum berangkat kerja, dia selalu memperhatikanmu, menjagamu, dan selalu membuatmu tertawa.” Donghae terdiam sejenak. Ia mengerang.
“Astaga. Aku mulai meracau. Otakku benar-benar kacau. Aku sedang tidak bisa berpikir jernih. Lupakan saja kata-kataku.”
Ketika Donghae hendak berbalik lagi, Yoona berkata, “Aku tidak tertarik padanya. Semua hal yang selama ini dia lakukan padaku, itu semua karena dia sudah menganggapku sebagai adik kecilnya yang harus dia jaga dan dia rawat. Dia mengasihi aku layaknya seorang kakak laki-laki kepada adik perempuannya. Dia benar-benar berperan sebagai seorang sahabat dan kakak yang sangat aku butuhkan dalam hidupku.” Donghae tertegun mendengar penuturan Yoona. Ia diam menatap Yoona.
“Lagipula, dia mencintai seorang gadis.” Donghae menaikkan alisnya. Ia tampak terkejut.
“Dia mencintai seorang…gadis?” Yoona mengangguk, namun seketika membulatkan matanya.
“Oh, tidak. Jangan bilang kau mengira Kyuhyun itu adalah seorang…gay?” Donghae menaikkan bahunya.
“Ya…i-itu karena, a-aku tidak pernah melihatnya bersama gadis lain selain kau. Dan kau tahu apa, dia tahu semua hal tentang Gucci, Prada, Channel, dan merk barang wanita terkenal lainnya. Dia juga tahu kapan mereka meluncurkan edisi terbaru mereka! Aku jamin pengetahuan fashion mu kalah dibandingkan dengannya, Yoong.”
Yoona tertawa mendengar penuturan Donghae. Ia tidak percaya kalau selama ini laki-laki itu menganggap Kyuhyun sebagai seorang gay. Tapi, kalau Donghae menganggap Kyuhyun sebagai seorang gay, mengapa laki-laki itu selalu marah setiap kali ia bersama Kyuhyun?
Yoona berjalan mendekat ke arah Donghae, lalu ia memutuskan untuk duduk di sofa. Donghae yang melihatnya pun mengikuti dan duduk disampingnya.
“Ya, semua perkataanmu memang benar. Kyuhyun memang seperti itu. Aku tidak tahu mengapa dia seperti itu, tapi aku yakin karena dia menghabiskan hampir sebagian besar waktunya bersamaku. Dia selalu menemaniku ke salon, berbelanja baju, sepatu, aksesoris, make up dan lainnya. Terkadang, dia juga selalu menemaniku ketika aku mempunyai jadwal pemotretan, itupun kalau dia tidak sibuk. Aku selalu meminta pendapatnya mengenai baju apa yang harus aku pakai, sepatu apa yang cocok dengan bajuku, apakah dandananku berlebihan, dan banyak hal lainnya. Aku yakin kehidupan modelku memberikan pengaruh yang cukup besar untuknya.” Donghae tertegun mendengarnya. Ia terus menatap Yoona selama gadis itu berbicara.
“Tapi, disamping itu semua, Kyuhyun seratus persen adalah seorang pria sejati. Dia menyukai lawan jenisnya.” Ucap Yoona sambil menoleh ke arah Donghae. Untuk sesaat, pandangan mereka bertemu. Detak jantung keduanya tidak berdegup seperti tadi. Kini dua kali lebih kencang. Yoona mengerjap ketika menyadari dirinya semakin tenggelam ke dalam mata coklat Donghae yang teduh itu. Kedua mata itu membuat kerja jantungnya berlebihan. Ia buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain, begitupun Donghae.
“Aku lihat kondisimu sudah jauh lebih baik. Aku rasa sebaiknya aku pulang sekarang. Kau juga masih butuh waktu untuk istirahat.”
“Oh,” Gumam Donghae sambil mengangguk-angguk, terlihat agak kecewa. “Baiklah kalau begitu. Kau juga pasti lelah. Aku sudah terlalu banyak merepotkanmu hari ini. ”
“Hei, jangan berbicara seperti itu. Aku sendiri yang ingin merawatmu, jadi kau tidak perlu merasa seperti itu.” Yoona pun segera berdiri sambil meraih tasnya yang tergeletak tak jauh dari tempatnya. Donghae pun ikut berdiri bersamanya.
“Aku akan mengantarmu pulang.” Dengan gerakan cepat Yoona menoleh ke arah Donghae sambil membulatkan matanya.
“Apa? Tidak mungkin, Donghae. Kau masih sakit.”
“Aku sudah merasa jauh lebih baik. Biarkan aku mengantarmu, Yoong.” Kata Donghae bersikeras.
“Tidak. Kau tidak akan mengantarku kemana-mana. Aku bisa menyuruh Kyuhyun untuk menjemputku.”
“Kyuhyun?” Seketika raut wajah Donghae berubah. Yoona tersenyum geli melihatnya.
“Ya, dia. Kondisi tubuhmu masih lemah, Donghae. Kau masih harus beristirahat. Kau mengerti?” Merasa bahwa dirinya tidak bisa membantah perkataan Yoona, Donghae hanya mendesah cukup kasar. Ia pun akhirnya hanya mengantar Yoona sampai ke pintu apartemennya.
“Kalau ada apa-apa, jangan ragu-ragu untuk menghubungiku.” Kata Yoona menoleh ke arah Donghae.
“Baiklah.” Jawab Donghae sambil tersenyum.
“Jangan lupa minum obat dan langsung tidur.” Katanya pelan. “Kalau kau ingin makan, kau bisa menelpon dan menyuruhnya untuk mengantarkannya kesini. Ingat, aku tidak mau mendengar kalau kau memaksakan diri untuk pergi bekerja. Kalau besok kau masih belum merasa lebih baik kau harus…” Aliran kata-katanya terhenti ketika Donghae tiba-tiba menempelkan telapak tangannya di kedua sisi kepala Yoona. Secara naluriah Yoona menarik diri, namun tangan besar yang menangkup pipi dan menempel di telinganya itu tidak bergerak. Yoona tidak bisa bergerak. Hanya bisa berdiri di sana dan mendongak menatap Donghae dengan mata yang melebar kaget. Tangan Donghae terasa besar. Dan hangat. Sesaat jantung Yoona seolah-olah berhenti berdegup, lalu mulai berdebar dan semakin lama semakin cepat. Ia tidak bisa bernapas. Oh, tidak…
“Berhentilah merasa cemas,” Kata Donghae pelan. Seulas senyum tersungging di bibirnya.
“Aku pasti akan minum obat dan langsung naik ke tempat tidur. Aku tidak akan memaksakan diriku untuk pergi kerja besok. Dan kalau besok aku masih merasa seperti mayat hidup, aku akan langsung pergi ke rumah sakit. Oke?”
Yoona hanya mengangguk tanpa suara. Lama-kelamaan sebuah senyuman terukir di wajahnya.
“Bagus.” Senyum Donghae melebar. Ia menurunkan tangannya ke bahu Yoona.
“Sekarang pergilah. Aku akan menelponmu nanti.”
Saat ini Yoona baru menyadari bahwa ia sedang menahan napas. Akhirnya ia menarik napas dalam-dalam, lalu mengangguk.
“Sampai jumpa, Donghae.”
“Sampai jumpa, Yoong.”
*****
Yoona tampak duduk dengan gelisah. Ia terus meremas-remas jemarinya. Laki-laki disampingnya tampak mengernyit melihat gerak-geriknya itu. Ia pun meraih tangan Yoona, lalu meremasnya yang kemudian membuat gadis itu terkesiap dan dengan gerakan cepat menoleh ke arahnya.
“Kau baik-baik saja?” Tanya Donghae dengan lembut.
“Ya, aku baik.” Jawab Yoona pelan.
“Kau yakin?” Yoona hanya menganggukan kepalanya sambil tersenyum samar ke arah Donghae. Ia kembali memusatkan pandangannya ke luar jendela mobil.
Ya, sekarang mereka berdua sedang berada dalam perjalanan menuju pesta ulang tahun teman Donghae. Minggu lalu laki-laki itu mengajak Yoona untuk menemaninya. Awalnya Donghae sempat ragu Yoona akan menerima ajakannya, tapi ternyata semuanya berbanding terbalik. Yoona setuju dan menerima ajakannya dengan senang hati. Sedangkan Yoona, sebenarnya ia merasa sangat ragu untuk menerima ajakan Donghae karena Yoona tidak begitu menyukai pesta. Bahkan bisa dibilang ia benci pesta. Tentu saja sebagai model ia harus menghadiri berbagai jenis pesta, baik pesta pribadi yang sopan maupun pesta yang berisik dan gila-gilaan. Namun Yoona tidak pernah tinggal lebih lama dari setengah jam di setiap pesta itu, karena pada setengah jam pertama semua orang masih bersikap sopan dan suasana pesta masih beradab. Tetapi segalanya akan berubah setelah orang-orang menegak minuman keras yang tak pernah berhenti disajikan. Saat itulah Yoona akan pergi sebelum dirinya merasakan sesak napas di pesta itu.
Tapi, malam ini ia melanggar peraturannya. Ia menerima ajakan Donghae untuk datang ke sebuah pesta ulang tahun temannya yang baru saja pulang dari Amerika itu.
Dan ketika mobil mereka sampai di tempat tujuan, jantung Yoona berdegup kencang. Telapak tangannya mulai berkeringat. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi di pesta itu. Apakah dirinya akan bertahan sampai pesta itu berakhir atau tidak?
Pintu mobil pun terbuka dan tampak di depannya Donghae sedang mengulurkan tangannya. Yoona melirik tangan Donghae dan tanpa ragu ia meraihnya. Mereka berdua pun berjalan berdampingan masuk ke dalam sebuah club tempat pesta itu diadakan.
Ketika Yoona mulai memasuki club, semua mata tertuju padanya. Well, tentu saja semua perhatian tertuju padanya. Yoona terlihat sangat cantik malam itu. Penampilannya benar-benar mengalahkan penampilan semua wanita di club itu.
Tetapi, Yoona merasa risih dengan semua tatapan itu. Beberapa wanita di club itu melihatnya dari ujung kaki sampai ujung kepala seperti menilainya terang-terangan. Sedangkan para pria melihatnya dengan tatapan yang menurut Yoona menjijikan dan menakutkan. Pegangan tangan Yoona pada Donghae mengerat secara otomatis. Donghae yang merasakannya pun menoleh ke arah Yoona.
“Ada apa?” Mendengar suara Donghae, Yoona menoleh dan memaksakan seulas senyum.
“Tidak apa-apa.” Yoona terlihat ragu, namun akhirnya mereka melanjutkan langkah mereka memasuki club.
Ketika di dalam club, suara musik yang sangat keras dan suara orang-orang yang mengobrol di sekitarnya membuatnya mengernyit. Ia benci suasana seperti ini. Ia benar-benar merasa tidak nyaman sekarang. Tapi, tidak mungkin kalau dirinya minta pada Donghae untuk mengantarkannya pulang kembali. Mereka saja baru datang. Itu pasti akan sangat memalukan.
Yoona menarik nafas dalam-dalam dan memandang sekelilingnya. Ia menoleh ke arah Donghae yang berdiri di sampingnya. Laki-laki itu sedang berbicara dengan salah seorang tamu pesta. Ya, ia tidak mungkin meminta Donghae untuk pulang lebih awal. Ini pesta temannya dan Donghae pasti ingin menghabiskan waktu bersama dengan teman-temannya. Ya, ia harus mengerti akan hal itu. Ia harus bertahan di pesta ini.
Saat itu, tiba-tiba seorang pria menghampiri mereka berdua dan menyerukan nama Donghae, membuat Yoona sedikit terlonjak kaget.
“Lee Donghae!” Donghae pun menoleh dan laki-laki itu juga tampak terkejut.
“Choi Siwon!” Akhirnya seperti para pria lakukan pada umumnya ketika mereka bertemu dengan sahabat mereka setelah tidak lama berjumpa. Mereka berpelukan.
“Apa kabarmu, Donghae?”
“Aku baik. Kau sendiri?”
“Kau tahu…masih menikmati masa-masa menjadi pengantin baru dan menyesuaikan diri dengan kehidupan pernikahan. Tapi, aku tidak pernah merasa sebahagia ini.” Donghae tersenyum.
“Aku senang mendengarnya. Oh ya, perkenalkan, ini Im Yoona,” Siwon mengalihkan pandangannya ke arah Yoona, lalu tersenyum.
“Tunanganmu. Hai, aku Choi Siwon, sahabat Donghae. Senang bertemu denganmu.” Yoona merasa kalau Choi Siwon adalah seorang pria yang sangat sopan dan baik.
“Im Yoona. Senang bertemu denganmu juga.” Jawab Yoona sambil tersenyum sekilas kepada Siwon.
“Maaf karena aku tidak bisa memenuhi undangan pertunangan kalian waktu itu. Aku dan istriku sibuk mengurusi pembukaan butik barunya di New York jadi aku tidak bisa pulang ke Seoul. Sekali lagi aku minta maaf.”
“Hei, tidak apa-apa. Santai saja.” Kata Donghae sambil menepuk pelan lengan Siwon.
“Oh, ayo kita kesana. Semuanya sudah menunggu kalian.” Ketika Donghae hendak melangkah mengikuti Siwon, ia berbalik dan menatap Yoona. Wajah Yoona terlihat agak pucat. Donghae tahu Yoona pasti tidak nyaman berada di tengah-tengah pesta yang ramai seperti ini dan ia bisa merasakan ketegangan yang memancar dari diri gadis itu. Ia kemudian meraih tangan Yoona dan berkata,
“Kau baik-baik saja?”
“Eh? Y-ya, aku baik-baik saja.” Jawab Yoona dengan senyum yang dipaksakan.
“Kau bisa bilang padaku kalau kau sudah benar-benar merasa tidak nyaman. Kita akan langsung pulang.” Yoona tersenyum kepada Donghae, lalu mengangguk. Mereka pun berjalan menuju tempat teman-teman Donghae berkumpul.
“Lee Donghae! Kau datang!” Seru Heechul, lalu bangkit dari duduknya dan memeluk Donghae.
“Hyung!”
“Donghae!” Seru beberapa orang yang berkumpul di sana.
“Oh, kau datang bersama Yoona rupanya. Hei, senang bertemu denganmu secara langsung seperti ini.” Yoona melirik ke arah Heechul. Laki-laki itu sedang mengulurkan tangannya. Entah kenapa, ia ragu untuk membalas uluran tangannya. Sesuatu mengatakan padanya kalau ia harus berhati-hati dengan laki-laki ini. Mata Heechul terkesan mengerikan bagi Yoona. Entah itu hanya perasaannya saja atau apa, yang jelas Yoona bisa merasakan kalau laki-laki itu melihatnya dengan tatapan penuh nafsu dan itu membuat Yoona agak bergeser mendekat ke arah Donghae dan mengeratkan genggaman tangannya pada laki-laki itu.
“Oh, Yoona, kenalkan ini istri Siwon, Tiffany.” Ucap Donghae.
“Dia salah satu penggemarmu.” Ucap Siwon sambil tersenyum lebar. Tiffany yang duduk disampingnya menjadi malu, lalu dengan pelan memukul lengan suaminya itu.
“Hei, aku Tiffany Choi. Senang berkenalan denganmu.” Ucap Tiffany sambil tersenyum. Yoona menemukan hal yang lucu pada diri Tiffany. Ketika wanita itu tersenyum, maka kedua matanya pun akan terlihat seakan-akan mereka pun ikut tersenyum. Sangat manis.
“Im Yoona. Senang berkenalan denganmu juga.”
“Memang benar yang dikatakan suamiku. Aku benar-benar mengagumimu, Yoona! Kau salah satu model terbaik yang aku tahu.” Mendengar itu Yoona tersenyum malu. Dan laki-laki disampingnya yang sedari tadi memperhatikannya pun ikut tersenyum.
“Wah, Yoona terlihat sangat cantik ketika dilihat dari dekat seperti ini.”
“Kau beruntung, Donghae!”
“Kalian terlihat sangat serasi bersama.”
Dan banyak pujian yang Yoona dapatkan dari teman-teman Donghae. Ia hanya bisa tersenyum malu. Dalam hatinya ia benar-benar merasa diatas awan. Banyak yang bilang bahwa dirinya dan Donghae sangat cocok bersama. Pujian itu bagaikan musik di telinga Yoona.
“Kau tahu, Donghae, Jessica disini. Dia baru pulang dari Jepang kemarin.”
DEG. Ketika tadi ia berkata bahwa ia sedang berada di atas awan, sekarang dirinya mulai jatuh perlahan dan membentur tanah dengan sangat keras. Apa Yoona tidak salah dengar? Apa yang baru saja dikatakan Heechul? Jessica…disini? Gadis itu ada disini?
Tidak jauh berbeda dengan Donghae. Laki-laki itu seketika diam. Ia merasa kaget, tentu saja. Ia tidak pernah mendengar nama itu lagi semenjak gadis itu memutuskan untuk pindah ke Jepang. Dan sekarang gadis itu tiba-tiba ada di tempat yang sama dengannya?
“Kemana dia? Aku baru saja berbincang dengannya tadi.” Heechul memandang ke sekelilingnya, berusaha mencari Jessica.
Jantung Yoona berdegup kencang. Ia merasa gugup. Apa yang harus ia lakukan ketika ia melihat Jessica nanti? Apa yang harus ia katakan? Oh, ia berharap gadis itu tidak muncul.
Tapi, sepertinya harapan Yoona terpaksa kandas. Saat itu, ia mendengar suara seorang gadis dari arah belakangnya dan Donghae. Dan ketika ia berbalik, sekujur tubuhnya terasa kaku. Begitu juga Donghae.
“Donghae?” Ucap gadis itu pelan. Donghae hanya diam menatap Jessica. Tangannya masih setia menggenggam tangan Yoona.
“Ah! Itu dia! Hei, Jess. Lihat siapa yang baru saja bergabung dengan kami.”
Donghae dan Jessica masih bertatapan. Mereka masih diam. Donghae tidak percaya ia bisa melihat sosok gadis itu lagi di hadapannya.
Jessica melangkah mendekat ke arah Donghae. Gadis itu tersenyum lembut pada Donghae.
“Hei, Jess. Lama tidak berjumpa.” Akhirnya Donghae membuka suaranya. Ia tersenyum pada Jessica.
“Ya, aku hampir lupa seperti apa wajahmu itu.” Kata Jessica sambil tertawa kecil. “Apa kabarmu, Donghae?”
“Aku baik. Kau sendiri?”
“Aku juga baik.” Sesaat Jessica melirik ke samping Donghae. Alangkah terkejutnya ia ketika mendapati Yoona berdiri di samping Donghae. Ia benar-benar tidak tahu kalau gadis di samping Donghae itu adalah Yoona.
“Oh, astaga! Ada Yoona rupanya. Aku benar-benar tidak tahu. Aku minta maaf, Yoona.” Ucap Jessica panik. Yoona memberikan senyuman ramah pada Jessica.
“Tidak apa-apa. Senang bertemu denganmu lagi, Jessica.”
“Aku benar-benar tidak tahu kalau kalian ternyata datang bersama.” Saat itu Jessica melirik tangan Yoona dan Donghae yang saling menggenggam satu sama lain. Bahkan terlihat kalau Donghae seperti tidak akan melepaskan genggaman tangannya pada Yoona. Jessica tersenyum samar melihatnya.
“Sepertinya kalian punya banyak hal yang harus dibicarakan berdua. Bukankah begitu, Jess?” Ucap Heechul yang tiba-tiba datang di tengah-tengah Donghae dan Jessica. Yoona mendengus di dalam hatinya. Ia merasa diabaikan sekarang.
“Sebenarnya, ada yang ingin aku bicarakan denganmu sebentar, Donghae.” Ucap Jessica ragu. Ia melirik ke arah Yoona dengan gugup.
“Apakah boleh, Yoona?” Yoona menaikkan kedua alisnya. Sebenarnya, ia tidak ingin Donghae bersama dengan Jessica dan meninggalkannya sendiri di tempat ramai seperti ini. Ia tidak ingin Donghae berbicara dengan Jessica. Ia takut kalau rasa yang dulu pernah Donghae miliki terhadap Jessica muncul kembali. Walaupun hanya sedikit.
“Tentu saja boleh. Kau bahkan tidak usah meminta ijin padaku dulu, Jessica.” Ucap Yoona berusaha untuk tersenyum ramah pada Jessica padahal hatinya sekarang merasa takut. Donghae langsung menoleh ke arah Yoona. Ia menatap Yoona dengan ragu. Sebenarnya, ia tidak mempunyai masalah jika Jessica mengajaknya untuk bicara berdua, karena percayalah, perasaan yang dulu pernah ia rasakan pada Jessica kini sudah hilang. Benar-benar tidak ada lagi yang tersisa. Hanya saja, ia rasa tidak ada yang harus dibicarakan dengan gadis itu. Donghae kini menganggap Jessica hanya sebagai seorang teman. Kini ia mempunyai Yoona, gadis di sampingnya yang mungkin tanpa ia sadari ia sudah jatuh cinta pada gadis itu. Gadis itulah yang sekarang menjadi fokus utama hidupnya.
“Aku tidak mungkin meninggalkanmu sendiri, Yoong.” Ucap Donghae dengan pelan. Yoona tersenyum kepada Donghae.
“Tidak apa-apa. Kau bicaralah dengan Jessica. Aku yakin ada hal penting yang ingin dibicarakannya denganmu. Pergilah.” Yoona melepaskan tangannya dari genggaman Donghae dengan perlahan.
“Kalau begitu, bagaimana kalau kita mencari minuman, Yoona-ssi? Biarkanlah mereka berdua bicara. Aku yakin ada banyak hal yang ingin mereka bagi berdua, mengingat mereka sudah lama tidak bertemu.” Sebelum sempat Yoona menolak ajakan Heechul, laki-laki itu sudah lebih dulu merangkul bahu Yoona dan membuat Yoona terkesiap. Ia menatap Heechul dengan perasaan takut dan panik.
“Bicaralah kalian berdua. Tenang, dia bersamaku, Hae.” Heechul pun menggiring Yoona menuju bar. Donghae terus menatap Yoona yang dibawa oleh Heechul. Sampai pada akhirnya sosok mereka berdua tidak terlihat dan tenggelam di tengah-tengah sekumpulan orang di lantai dansa.
“Bagaimana kalau kita naik ke balkon? Disini terlalu ramai.” Ajak Jessica.
“Baiklah.” Mereka berdua pun akhirnya pergi ke balkon, meninggalkan hingar bingar club.
Yoona merasa tidak nyaman ketika harus melewati sekumpulan orang yang sedang menari di lantai dansa. Ia sempat menabrak beberapa orang karena orang-orang itu menari tidak karuan. Dan Yoona yakin beberapa dari mereka sudah terpengaruh oleh efek alkohol. Heechul menangkap kecemasan dari wajah Yoona dan ia mengernyit. Ia tampak berpikir.
“Apa yang bisa aku ambilkan untuk-oh, astaga!” Seru seorang bartender wanita di balik meja bar ketika melihat Yoona datang bersama Heechul. Kedua bola matanya benar-benar terlihat akan keluar ketika ia membuka matanya lebar-lebar.
“Reaksimu terlalu berlebihan, Yuri.” Kata Heechul santai sambil duduk di salah satu kursi bar.
“Eish, apa yang kau mau, Heechul?”
“Ambilkan aku yang biasa.” Ucap Heechul seakan-akan Yuri sudah tahu pesanan biasanya.
“Baiklah. Kau sendiri?” Tanya Yuri pada Yoona sambil menyunggingkan senyuman lebar.
“Boleh aku minta air mineral?” Yuri mengernyitkan keningnya sesaat sebelum melesat pergi untuk membawa pesanan Heechul dan Yoona. Dari arah sampingnya, Yoona dapat mendengar Heechul yang tertawa.
“Air mineral? Apa kau serius, Yoona?” Tanya Heechul pada Yoona sambil terus tertawa.
“Kenapa? Apa ada yang salah?” Perlahan tawa Heechul mereda. Nada bicara Yoona terdengar dingin. Heechul sadar kalau gadis itu terganggu dengan pertanyaannya.
“Tidak, tidak ada. Hanya saja, kau terlihat seperti seseorang yang suka minum.”
“Well, aku tidak bisa minum minuman beralkohol.” Heechul merasa gemas dengan sikap angkuh Yoona ketika berbicara dengannya. Gadis itu terus membalasnya dengan nada yang datar dan dingin.
“Gadis baik.” Gumam Heechul.
Tidak lama pesanan mereka pun datang.
“Vodka untukmu, dan air mineral untukmu.” Yuri menyodorkan masing-masing gelas kepada Heechul dan Yoona.
“Astaga! Aku tidak percaya dapat bertemu dengan seorang Im Yoona secara langsung!” Yoona tersenyum sambil menatap Yuri yang terlihat sangat bersemangat di hadapannya itu.
“Ah, biar aku tebak. Kau pasti datang bersama Donghae, kan?” Yoona menaikkan kedua alisnya. Ia heran karena Yuri terdengar mengenal Donghae dengan cukup baik.
“Aku sudah mengenal Donghae kurang lebih selama dua tahun. Jessica yang memperkenalkan kami berdua dulu.” Yoona mengangguk. Ah, jadi karena Jessica mereka berdua saling mengenal satu sama lain.
“Kau tahu, ini mungkin terdengar sedikit memalukan, tapi aku sangat mengagumimu! Aku mengoleksi hampir setiap majalah yang memuat artikel tentangmu. Aku sangat suka dengan gayamu. Aku selalu mencoba-coba sendiri membuat penampilan yang mirip denganmu.” Ucap Yuri dengan senyum lebarnya yang tidak pernah meninggalkan wajahnya itu.
“Oh, aku merasa tersanjung. Terima kasih, Yuri.” Yoona membalasnya dengan sebuah senyuman ramah.
“Hei, cantik! Aku ingin pesan minuman!” Dari arah sebelah kanan sana, seorang pria berseru memanggil Yuri. Yuri hanya bisa mendesah pelan.
“Menyebalkan.” Sambil mendengus kesal karena momennya berbincang dengan model yang dikaguminya itu terganggu, Yuri beranjak pergi dan melayani pria tadi.
Sepeninggal Yuri, Yoona kembali merasa tidak nyaman. Padahal, ia berharap Yuri bisa tinggal dan mengobrol bersama dengannya. Kelihatannya Yuri gadis yang menyenangkan. Setidaknya, ia bisa mengisi waktunya berbincang dengan gadis itu sembari menunggu Donghae kembali.
Yoona mengedarkan pandangannya ke sekitar. Sesekali ia menyesap minumannya. Suasana ramai di sekitarnya benar-benar membuat kepalanya pusing. Ingin rasanya ia berbaring di kasur empuknya dan menyelimuti dirinya. Ia ingin pulang. Tapi, ini adalah pesta ulang tahun sahabat Donghae. Ia tidak mungkin meminta Donghae untuk mengantarkannya pulang. Ia sama sekali tidak akan melakukan itu.
Ketika Yoona sedang sibuk dengan pikirannya, ia dapat melihat dari ekor matanya kalau Heechul sedang memperhatikannya. Ia merasa kalau Heechul sedang menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Yoona merasa gugup untuk menolehkan kepalanya. Dengan ragu, ia menolehkan kepalanya ke samping, tempat Heechul duduk.
Oh, tidak. Laki-laki itu sedang menatapnya dengan sebuah seringai di bibirnya. Yoona menatap matanya dan dari mata laki-laki itu terpancar sesuatu yang membuat Yoona bergidik ngeri melihatnya. Laki-laki itu menatapnya dengan tatapan penuh nafsu. Ia semakin merasa takut dengan Heechul.
Sedangkan Heechul, sedari tadi ia memperhatikan Yoona dan bisa mengambil kesimpulan bahwa gadis itu tidak nyaman berada di tempat seperti ini. Heechul sempat heran karena Yoona adalah seorang model. Dan bukankah pergi ke club seperti ini untuk sebuah pesta sudah menjadi hal yang biasa bagi seorang model? Bahkan, pesta adalah salah satu hal yang wajib ada dalam daftar para model.
Tapi, yang ia dapati dari diri Yoona adalah gadis itu tidak suka berada di tempat seperti ini. Dari awal Yoona masuk bersama Donghae tadi, ia sudah bisa melihat dari cara Donghae yang tidak pernah melepas tautan tangannya dengan Yoona. Donghae seakan-akan takut kalau Yoona akan hilang di tengah-tengah keramaian orang. Pantas saja laki-laki itu tidak pernah meninggalkan sisinya sepanjang malam.
Tapi, kini Donghae sedang berbicara berdua dengan Jessica, meninggalkan tunangannya yang tampak ketakutan duduk sendirian di bar. Heechul terkekeh melihat Yoona yang tampak gelisah di depannya itu. Dan ketika Yoona menoleh ke arahnya, dari kedua mata itu terpancar ketakutan dan kecemasan. Yoona bagaikan seekor domba kecil malang yang tersesat di tengah-tengah kumpulan para serigala. Dan sayangnya, ia harus menghadapi salah satu serigala itu, yaitu dirinya. Entah kenapa, Heechul merasa sangat terangsang melihat tubuh Yoona. Tubuh yang sangat sempurna untuk diajak bersenang-senang di kasurnya. Gadis itu benar-benar terlihat lemah sekarang. Heechul pun memutuskan untuk maju satu bangku dari bangkunya sehingga sekarang ia berada tepat di samping Yoona.
“Hei, kau kenapa? Kau tampak gelisah, Yoona.”
Jantung Yoona berdegup kencang. Telapak tangannya mulai berkeringat. Heechul kini duduk di dekatnya dan seketika tubuh Yoona menegang. Mengapa laki-laki itu membawa hawa yang negatif bagi dirinya? Ia benar-benar merasa tidak nyaman berada di dekat laki-laki itu, apalagi ketika tiba-tiba Heechul menyentuh tangannya. Yoona segera menarik tangannya dengan cepat dan menatap tajam ke arah Heechul.
“Aku minta maaf. Kebiasaan mungkin.” Yoona mengernyit ketakutan ketika Heechul tersenyum padanya. Ia harus pergi dari sini.
“Aku permisi.” Dengan terburu-buru, Yoona beranjak pergi dari bar. Ia pun melangkah menuju toilet, meninggalkan Heechul yang tersenyum penuh arti memandangnya.
*****
Suasana di balkon hening. Hanya terdengar suara klakson mobil-mobil di jalan raya sana. Jessica tampak ragu untuk memulai pembicaraan. Banyak sekali yang ingin ia bicarakan dengan Donghae. Ia ingin tahu bagaimana kehidupan laki-laki yang pernah mengisi hatinya itu sekarang. Ia ingin tahu kabar laki-laki itu. Sedangkan Donghae, ia tampak bingung. Ia sama sekali tidak tahu apa yang harus ditanyakan pada gadis itu. Kabarnya? Baik, dia sendiri yang mengatakannya tadi. Lalu apalagi? Oh, di otaknya sama sekali tidak terpikirkan sebuah bahan pembicaraan yang dapat memecah kecanggungan diantara mereka berdua. Dirinya kini hanya memikirkan Yoona. Ia mencemaskan gadis itu. Apa gadis-gadis itu baik-baik saja? Walaupun di dalam terdapat banyak temannya, tetapi gadis itu tidak mengenal satu pun dari mereka. Ah, tidak seharusnya ia meninggalkan Yoona sendiri di dalam. Donghae mulai menyesali keputusannya. Tapi, tiba-tiba lamunannya terhenti ketika Jessica membuka suaranya. Donghae dengan cepat menoleh ke arah gadis itu.
“Bagaimana kehidupanmu, Donghae? Kelihatannya kau sudah mulai dekat dengan Yoona.” Tanya Jessica dengan hati-hati.
“Semuanya berjalan dengan baik. Tentu saja, kami akan segera menikah.”
“Oh ya, kapan hari besar itu tiba?”
“Entahlah. Kami belum benar-benar menetapkan tanggal. Kedua orang tua kami ingin pernikahan secepatnya dilaksanakan. Tapi, aku dan Yoona tidak mau terburu-buru. Kami masih dalam tahap saling mengenal satu sama lain lebih dalam.”
“Ah, jadi kau sudah mulai menerima Yoona sebagai tunanganmu?”
“Ya, aku sudah mulai membuka hatiku untuknya. Tapi, ini terasa aneh.” Jessica menatap Donghae sambil mengernyitkan keningnya.
“Aneh bagaimana maksudmu?”
“Ya, aneh…Aku pikir aku akan kesulitan untuk mencoba menerima Yoona dalam hidupku. Karena kau tahu aku sama sekali tidak mengenalnya. Tapi, detik ketika aku membuat komitmen dengan diriku sendiri bahwa aku akan menerima Yoona, aku akan menjaganya, merawatnya, dan menyayanginya dengan sepenuh hatiku, seketika hatiku terasa lega dan ringan. Entahlah, seakan-akan itu adalah keputusan yang paling tepat.” Jessica tertegun mendengar ucapan Donghae.
“Dan kau tahu hal apa yang paling aneh?”
“Apa itu?”
“Aku merasa aku sudah lama mengenalnya jauh sebelum kedua orang tuaku menjodohkan aku dengannya…”
DEG
Jessica terkejut mendengar ucapan Donghae barusan. Mulutnya terbuka sedikit. Kedua matanya tetap diam menatap Donghae. Tapi kemudian, ia tersenyum samar.
“Kau tahu apa artinya itu?” Donghae menoleh ke arah Jessica dan menatap gadis itu, menunggunya untuk segera memberi tahu jawabannya karena ia sama sekali tidak terpikirkan satu jawaban pun.
“Kau telah jatuh cinta padanya, Donghae…”
Jantung Donghae berdegup kencang. Mendengar kata-kata itu membuat ia merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya. Apakah ia benar-benar telah jatuh cinta pada Yoona? Apakah arti dari keanehan yang ia rasakan itu menandakan kalau ia jatuh cinta pada Yoona? Tapi dirinya menyadari bahwa ia tidak keberatan dengan hal itu. Justru, hatinya senang mendengarnya.
Tunggu, berbicara tentang gadis itu, apa yang gadis itu sedang lakukan sekarang? Bagaimana keadaannya di sana?
Donghae kembali merasakan kecemasan di hatinya. Ia harus cepat kembali pada gadis itu.
*****
Yoona menggerak-gerakan tangannya, mencoba untuk mengeringkan kedua tangannya yang basah itu. Ia mendongak dan melirik ke arah kirinya. Disana ia melihat kotak tisu. Ia pun langsung mengambil selembar tisu lalu mengelap tangannya yang basah. Sejenak ia menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya terlihat sedikit pucat. Apa itu karena ia hanya menyapukan make up tipis pada wajahnya?
Tiba-tiba di pikirannya terlintas sosok Donghae. Laki-laki yang datang bersamanya tapi kini meninggalkannya untuk berbincang dengan mantan kekasihnya. Well, itu bukan kesalahan Donghae. Yoona sendiri yang mengatakan kalau ia tidak keberatan jika Jessica ingin berbicara dengan laki-laki itu. Tapi sekarang ia benar-benar menyesali keputusannya. Ia sangat penasaran apa saja kira-kira yang dibicarakan oleh Donghae dan Jessica sekarang? Apa mereka sedang bersenang-senang bersama? Menikmati waktu yang sempat terlewati tanpa kehadiran satu sama lain. Saling mencurahkan kerinduan dari diri masing-masing.
Yoona menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak! Ia tidak boleh berpikiran yang macam-macam. Ia kembali menatap dirinya di cermin.
“Apa yang kau pikirkan, Yoona? Mereka hanya berbicara, tidak lebih. Ayolah, Yoona, kendalikan dirimu.” Yoona mendesah kasar sebelum akhirnya meninggalkan toilet. Ketika ia keluar dari toilet, langkahnya terhenti ketika ada sesosok laki-laki yang tengah berdiri di dekat pintu masuk toilet. Laki-laki itu sedang menyandarkan tubuhnya di tembok sambil kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya. Yoona mendongak untuk melihat siapa gerangan yang menghalangi jalannya. Dan alangkah terkejutnya Yoona ketika menyadari bahwa laki-laki di hadapannya itu adalah Kim Heechul!
Yoona membulatkan matanya kaget, mulutnya sedikit terbuka, dan tubuhnya terasa kaku. Ia mencoba untuk pergi dari situ, tapi tubuhnya tidak bekerja dengan baik sekarang. Heechul yang menyadari kehadiran seseorang yang ditunggunya sedari tadi, membalikkan badannya dan kini ia berhadapan dengan Yoona. Ia menyunggingkan sebuah senyuman di bibirnya. Tetapi, bukan sebuah senyuman lembut, melainkan senyuman penuh nafsu.
“Hei, Yoona.”
Suara Heechul terdengar serak. Yoona benar-benar takut akan tatapan Heechul kepadanya. Jantung Yoona mengentak-entak dadanya. Ia tidak bisa bernafas, ia tidak bisa bersuara. Kepanikan mulai menjalari dirinya dengan kecepatan penuh. Dengan tangan terkepal, ia memaksa dirinya membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, namun tidak bisa. Ia tidak bisa bersuara. Hanya satu hal yang terpikirkan olehnya. Pergi. Secepatnya.
“Wow, wow, tunggu sebentar,” Kata Heechul sambil menahan lengan Yoona ketika Yoona berusaha berjalan melewatinya. Yoona terkesiap dan menyentakkan tangannya secepat kilat. Heechul menyipitkan mata menatap Yoona.
“Nampaknya kau takut denganku. Apa aku terlihat seperti orang jahat bagimu? Im Yoona?” Gumamnya pelan. Napas Heechul berbau alkohol dan Yoona langsung bisa menyimpulkan kalau laki-laki itu tengah dalam pengaruh alkohol. Laki-laki itu mabuk dan sekujur tubuh Yoona pun merinding.
“Kau tidak akan menjawab pertanyaanku? Oh ya, aku ingin bertanya satu hal lagi padamu. Apa kau marah kalau tunanganmu sedang bersama mantan kekasihnya sekarang?” Yoona tidak kunjung menjawab pertanyaan Heechul. Laki-laki itu pun semakin gemas terhadap gadis di hadapannya itu.
“Begini saja…Bagaimana kalau kita juga menghabiskan waktu berdua seperti mereka? Kau dan aku?” Kata Heechul sambil maju selangkah. Melihat itu, secara otomatis Yoona mundur selangkah. Ia mencoba untuk menjauh dari Heechul.
“Ayolah, Yoona. Apa kau tidak ingin bersenang-senang sedikit di belakang tunanganmu itu?” Ia maju selangkah lagi dan Yoona pun mengambil satu langkah mundur dari Heechul.
“Oh ya, apa aku sudah memberitahumu sesuatu? Club ini adalah milikku. Aku punya banyak ruang kosong disini. Dan aku rasa, kita bisa menempati salah satu dari ruangan itu untuk bersenang-senang bersama.” Tubuh Yoona gemetar setelah mengerti maksud dari perkataan Heechul barusan.
“Kau tahu,” Lanjut Heechul dengan nada melamun. “Kalau kupikir-pikir, kurasa Donghae tidak akan keberatan kalau kau menemaniku sebentar.”
Heechul mengulurkan tangan menyentuh pipi Yoona dan Yoona otomatis menepis tangannya dan mundur selangkah lagi.
“Tidak,” Kata Yoona dengan suara tercekat dan gemetar. Ia menatap Heechul yang kini menghalangi jalannya itu dengan panik. “Biarkan aku lewat.”
Yoona berusaha berjalan melewatinya, namun Heechul tiba-tiba mencengkeram bahu Yoona dan mendorongnya ke sebuah lorong kosong di samping toilet. Yoona berusaha untuk lari dari Heechul. Ia berusaha untuk memanfaatkan kondisi Heechul yang tengah mabuk itu. Ia menendang dengan cukup keras tulang kering Heechul. Dan ia berhasil. Laki-laki itu tampak mengerang kesakitan memegang kakinya. Yoona pun berusaha untuk lari dari Heechul. Tapi, tanpa diduganya, laki-laki itu menarik tangannya dengan keras. Ia menarik Yoona dan membawanya ke ujung lorong. Yoona mendengar jeritan keras ketika ia jatuh tersungkur di lantai, lalu menyadari bahwa itu adalah suaranya sendiri.
“Mengapa kau begitu susah, hah?! Aku hanya minta kau untuk menemaniku semalam ini saja. Apa itu susah bagimu, Yoona? Kau ingin aku membayarmu? Baik, sebutkan hargamu.” Yoona sempat ketakutan ketika ia mendengar suara Heechul yang berat dan dalam itu. Ditambah laki-laki itu yang kini berjongkok di depannya. Tapi kini hatinya merasa panas karena ucapan Heechul barusan. Harga?! Apa ia terlihat seperti seorang wanita murahan?
Dengan emosi yang membuncah, Yoona dengan cepat melayangkan sebuah tamparan keras di pipi Heechul. Laki-laki itu mengangkat sebelah tangannya dan mengusap bagian dimana ia merasakan panas dan nyeri di wajahnya itu. Perlahan, ia menoleh ke arah Yoona yang terbelalak ketakutan. Sepertinya gadis itu juga kaget dengan apa yang baru saja dilakukan oleh tangannya itu.
“Mau main kasar rupanya denganku, huh?” Sebelum Yoona sempat berpikir, Heechul mulai menarik tengkuk Yoona dengan kasar. Ia berusaha untuk mencium Yoona. Yoona memekik dan berusaha untuk melepaskan diri, tetapi tangan laki-laki itu langsung membekap mulutnya dan menahannya di lantai. Otak dan pandangan Yoona berubah gelap. Ia terus menjerit walaupun mulutnya dibekap dengan kasar. Ia merasa bahwa tangan Heechul lainnya yang bebas mulai meraba tubuhnya. Menyentuh pahanya, lalu naik ke pinggangnya. Ia terus meronta, mencakar, dan menendang dengan membabi buta walaupun sepertinya hal itu sama sekali tidak berpengaruh.
Lalu tiba-tiba Yoona mendengar suara keras, sedetik kemudian tangan yang mencengkeram wajahnya itu terlepas dan laki-laki itu tersungkur di sampingnya. Masih diliputi kengerian dan tidak menyadari apa yang sedang terjadi di sekelilingnya, Yoona cepat-cepat merangkak menjauh dan meringkuk di sudut, berusaha memperbaiki pakaiannya yang berantakan dengan tangan yang gemetar hebat sambil terisak keras di luar kendali.
*****
Ketika Donghae kembali ke dalam club, ia tidak menemukan Yoona di sana. Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah.
“Apa kau menemukannya?” Tanya Jessica yang menyusul di belakangnya setelah pembicaraan mereka di balkon yang terhenti tiba-tiba karena Donghae merasa cemas terhadap Yoona. Jessica pun tidak berusaha menahan Donghae, ia membiarkan laki-laki itu untuk kembali pada Yoona. Ia juga tidak enak sudah mengambil Donghae sehingga laki-laki itu meninggalkan Yoona sendiri di pesta yang penuh dengan orang-orang asing bagi gadis itu.
“Belum.” Jawab Donghae. Ia pun memutuskan untuk pergi ke bar. Ia ingat kalau Heechul bilang mereka akan mengambil minuman.
“Hei, Donghae! Jessica!” Seru Yuri ketika melihat Donghae dan Jessica berjalan ke arahnya.
“Yul, apa kau melihat Yoona? Atau Heechul?” Yuri mengernyit melihat Donghae yang terlihat panik.
“Ya, tadi mereka berdua sempat minum disini. Tapi, Yoona tiba-tiba pergi dan meninggalkan Heechul sendirian. Ketika aku kembali, Heechul juga sudah tidak ada.” Donghae sempat berpikir bahwa Yoona sudah pulang. Tapi, itu tidak mungkin. Gadis itu tidak akan berani untuk pulang sendiri.
“Sepertinya Yoona pergi ke toilet, Hae. Coba kau periksa saja kesana.” Tanpa berpikir dua kali, Donghae segera beranjak menuju toilet. Ia menyuruh Jessica untuk melihat apakah ada orang di dalam toilet atau tidak. Dan ternyata…tidak ada.
Donghae hampir saja berbalik pergi kalau bukan karena mendengar suara aneh dari lorong di samping toilet. Ketika ia memeriksanya, tidak ada satu hal pun di dunia ini yang mempersiapkannya untuk menyaksikan apa yang sedang terjadi. Heechul sedang menahan Yoona di lantai berusaha merobek pakaiannya.
Dalam sekejap darah yang mengalir dalam tubuh Donghae seolah-olah membeku. Tanpa berpikir lagi, ia mencengkeram kerah kemeja Heechul, menariknya berdiri dengan satu sentakan keras, lalu meninju wajahnya. Begitu Heechul tersungkur di lantai, Donghae kembali meninju wajahnya berkali-kali hingga wajah Heechul berlumuran darah. Kemudian ia langsung menariknya berdiri lagi dan mendorongnya dengan kasar ke dinding, lengannya yang kuat menjepit leher Heechul. Saat itu Donghae benar-benar kalap, tidak bisa berpikir jernih. Yang dirasakannya hanyalah amarah yang begitu besar yang belum pernah dirasakannya sebelum ini. Amarah hebat yang membuatnya sanggup membunuh siapa pun yang menyakiti Yoona.
Heechul mencengkeram lengan Donghae, berusaha melepaskan lengan Donghae dari lehernya.
“Do…Donghae,” Rintihnya dengan suara tercekik.
Tepat pada saat itu Siwon menyerbu masuk ke lorong dan terkesiap keras melihat apa yang ada di hadapannya. Disusul oleh Tiffany dan Jessica yang juga kaget dengan apa yang mereka lihat sekarang.
“Donghae!” Serunya kaget. “Apa yang terjadi?”
Mengabaikan Siwon, Donghae tetap menatap wajah Heechul lekat-lekat.
“Aku akan membunuhmu.” Gumam Donghae dengan suara yang sangat rendah, sangat dingin, dan sangat serius. Keheningan yang menyusul terasa sangat mencekam. Sementara Heechul menatap Donghae dengan mata terbelalak dan wajah merah padam karena sesak nafas. Siwon bergegas menghampiri Donghae dan berusaha menghentikannya.
“Donghae…Donghae, dia tidak bisa bernapas.”
Donghae tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia mendengar suara Siwon. Matanya yang gelap dan menusuk sama sekali tidak beralih dari wajah Heechul.
“Kalau kau berani menyentuhnya sekali lagi…Kalau kau berani mencoba menyentuhnya sekali lagi,” Lanjutnya dengan nada dingin dan mengancam yang sama.
“Percayalah padaku, aku akan membunuhmu.”
Donghae pasti mencekik Heechul sampai kehabisan napas di sana kalau Tiffany tidak menyela.
“Donghae, sebaiknya kau melihat keadaan Yoona.”
Nama Yoona berhasil menyadarkan Donghae. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia melepaskan Heechul, menatap laki-laki itu jatuh lemas ke lantai sambil terbatuk-batuk. Siwon bergegas menariknya berdiri dan mendorongnya keluar dari lorong itu.
Setelah Siwon membawa Heechul keluar dari pandangannya, Donghae berbalik dan jantungnya serasa ditikam ketika ia melihat sosok Yoona yang meringkuk di sudut dengan tubuh gemetar sambil terisak. Donghae harus menahan dirinya untuk tidak menarik Yoona ke dalam pelukannya. Sebagian kecil otaknya masih berfungsi, memberitahunya bahwa Yoona pasti sangat ketakutan saat ini dan Donghae tidak boleh menambah ketakutannya.
Donghae berlutut di depan Yoona, lalu mengulurkan tangan ke wajahnya. Tetapi, Yoona terkesiap keras dan menempelkan diri ke dinding.
“Ini aku,” Bisik Donghae.
“Yoona, ini aku. Donghae.”
Mata besar itu menatapnya dengan ketakutan nyata, ketakutan yang membuat dada Donghae terasa sangat sakit. Yoona tidak mengenalinya. Yoona mengira Donghae akan menyakitinya seperti Heechul.
“Tidak apa-apa,” Bisik Donghae. Suaranya terdengar serak karena berbagai emosi yang mencekat tenggorokannya.
“Aku disini. Kau sudah aman. Aku berjanji.”
Yoona masih tidak bersuara dan tubuhnya jelas-jelas masih gemetar, tetapi perlahan tatapannya yang liar mulai berubah. Ia mengerjap satu kali, dua kali, lalu Donghae melihat kesadaran perlahan-lahan meresap ke dalam mata itu. Yoona sudah mengenalinya.
“Donghae?” Ucap Yoona pelan. Sangat pelan. Bahkan dengan jarak sedekat ini, Donghae mendengarnya dengan samar-samar.
Dengan gerakan cepat Donghae melepas jaket yang di pakainya, lalu memakaikannya pada tubuh Yoona. Ia lalu beringsut duduk di samping Yoona, lalu merangkulnya. Tubuh Yoona terasa kaku, namun Donghae tetap mendekatinya. Sekejap kemudian tangis Yoona pun pecah. Ia bersandar di pundak Donghae dan menangis tersedu-sedu. Ia meremas kemeja Donghae dengan sangat erat.
Donghae telah melakukan satu kesalahan malam ini. Ia membiarkan Yoona sendirian di tengah banyak orang dan meninggalkannya bersama Heechul, yang bertingkah seperti kerasukan iblis. Seharusnya ia tetap bersama Yoona. Kalau ia tetap bersama Yoona, gadis itu pasti tidak akan mengalami kejadian mengerikan ini. Donghae sama sekali tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya sendiri kalau Yoona sampai terluka. Ia tidak akan sanggup menanggungnya. Ia yakin ia bisa gila.
“Semuanya akan baik-baik saja,” Donghae bergumam lirih kepada Yoona yang masih menangis. Ia mempererat pelukan dan menyandarkan pipinya di puncak kepala Yoona. Ia mencium puncak kepala Yoona. “Dia tidak akan menyakitimu lagi. Aku berjanji.”
To be continue

94 thoughts on “Do You Know (Chapter 5)

  1. hubungan yoonhae semakin membaik dan donghae udah suka sama yoona yeyyy
    ditunggu next partnya chingu
    kalau bisa jangan lama” ne
    yoonhae jjjaaangggg
    keep writing

  2. suka banget sama part ini…awalnya…tapi endingnya aku nahan nafas bacanya…kwatir kalo sesuatu terjadi sama yoona..tapi akhirnya ada donghae…
    next part ditunggu

  3. wah sumpah makin lama nii ff seru bgt deh, aq suka bgt ama nii ff
    di lanjut ya chingu tpi jgn lama2 lg seru nii tpi kok tbc hrs di lanjut ya chingu ff’a keren

    yoonhae jjang

  4. Untung ja hae oppa dtg tepat waktu lox gak.gak tau dh pa yg terjadi.haechul krng ajar bgt si.kshn yoona eonni smpi ktkutan kyk gtu.hbungan yoonhae dh mli dket n hae oppa dh sdr lox dia dh jtuh cinta ma yoona eonni.moment mreka si sweet wlu mreka msh mlu2 hehe ditunggu nextnya min

  5. wahh ngeri baca y pas akhir,, kira bakalan terjadi sesuatu am yoona ehh untung donghae datang,, kenapa juga jesica ngajak donghae bicara jd kesel pas baca itu,, kaya y yoona sedikit trauma dehh am kejadian itu,, dan seneng y donghae udah mulai cinta am yoona d tunggu part selanjut y yaa semangat

  6. kok tulisan kamu kaya beda yah di chapter ini atau mungkin efek gak pake italic, tapi aku masih bingung kenapa yoona menghindari donghae??

  7. Maaf langsung komen di part ini.Maaf banget 😦
    Aku sampe nangis baca nya.Keren abis dah.
    Next jangan lama.Aku bakal komen di part2 selanjutnya.Promise

  8. Fiuhhh!! Untung donghae dteng tepat waktuu.. Authorr, aq ska sma FF qm,.. Keren bgtzz, tpi sayang, updatenya lamaa.. Next part jangan lma2 yachh.. Ntr kburu lpa sma ceritaxa… Hehehee
    Authoor, aq qok ngerasa karakternya kyu sma heechul d sni kebalik yachh.. Kyu agk2 gmn g-t,.. Hahaaa

  9. Congratss yachh.. Udh ktrima SNMPTN, aq ikt seneng niehh! Pokoknya ntr yg semangat kuliahnyaaa…yeayyy
    Truss aq mo tnya, nie kn ceritaxa msih flashback, yg cerita msa sekarangxa kpn?? Soalnya aq bingung bwat ngebayangin cerita yoonhae d msa sekarang.. Ceritaxa yoonhae yg flashback it kek cerita mreka d masa sekarang…

  10. chapter ini terinspirasi dari novelnya kak ilana tan yg spring in london kah? soalnya ada beberapa yg mirip yg sama jg.
    ditunggu next postnya thor^^

  11. chapter ini terinspirasi dari novelnya kak ilana tan yg spring in london kah? soalnya ada beberapa yg mirip yg sama jg.
    ditunggu next postnya thor, makin banyakin YHmomenya

  12. Gerget sama heechul, tega banget nyakitin yoona. Untung aja donghae dateng tepat waktu. Yoong sama hae makin romantis disini. Next chapter ditunggu.

  13. Bagus bangeeeeettt!! Yoonhae so sweeet bgt.. Tp heechul kok begitu? 😦 untung donghae cpt dtg nyelamatin.. Next jgn lama2 thor.. Daebak deh buat ff ini

  14. Astaga, awal sampai pertengahan chap sweet banget, akhir akhirnya bikin gregetan, haduuh
    Tapi seru ceritanya, ditunggu next chapter nya, jangan terlalu lama, fighting 🙂

  15. oh my tegang sesak nafas akuu heechul jahat bgt sii untung hae cpet dteng haeppa tlong jaga yoong , ,
    makasih udah d update

  16. Wah cerita nya tambah seru
    Donghae makin bisa nyadarin perasaan nya kalo dia jatuh cinta sama Yoona 🙂

    Semoga Donghae bisa inget kenangan nya yg dulu bersama Yoona

    Kebayang kalo Donghae tadi ga dateng mungkin Yoona udah di perkosa Heechul untung aja Donghae dateng tepat waktu

    Semoga karna kejadian di club Donghae jadi selalu bersama Yoona ga pernah ninggalin Yoona ^_^

    Ditunggu next chapter jangan kelamaan thor 🙂

  17. Gregetan lhat tngkah nx heechul,hae jga ngapain nnggalin yoona sndri,lnjut thor,mga yoona bsa mnghlangkan trauma ny

  18. yoona cemburu pas donghae ngobrol breng sica ber2 aja lgi kk, apa dongha udah mulai ngingat masa lalu dia breng yoona.yoona kasian atas kejadian itu pasti dia trauma dan heechu jahat bnget perlakuin tunangan sahabatnya sndri

  19. Bgerasain bgt feelnya di part ini donghae kliatan sayang bgt sama yoona wlaupun dia ga ingat klo yoona prnh ada di masalalunya kerennn bgt thor^^

  20. Waahh.. ShoocckkkEeddd.. Heechul Mesumm ihh.. Untung donghae ªϑά feeling.. Н̲̣̣̣̥М̣̣̥̇̊м̲̣̣̥м̲̣̣̥м̣̣̥̇̊ ◦°◦ºº

    Baguss, makinn seruu nich,,, izin baca thor.. †ћªЙк’ς

  21. Ohhh tidakkk semakin manis sekali pasangan ini , ndak rela kalau yoonhae terpisah
    Makin mantap , makin keerenn ceritanyaa
    Ijin lanjut baca thor

  22. duh kalo emang udah jodo tu gak kemana yaaa.. donghae masih amnesia aja tapi hatinya tetep deh kepincut sama Yoona juga akhirnya 😆😆😆…wahh gak nyangka banget kalo Heechul baka lakuin hal itu biasanya kan dia jadi Hyung yg baik dan kocak gitu 😂😂

Komentarmu?