Sequel of Serendipity – Eternity (OneShoot)

                   FF Poster Serendipity sequel-Eternity final - Copy

Author    :           LeeHaena

Title                 :           Sequel of Serendipity –  Eternity

Length                        :           One Shoot

Cast                 :           Im Yoona

Lee Donghae

Genre              :           Marriage Life, Romance, PG-17

Author Note  :           The casts belong to God, I just flowin’ my imaginations, I mean OUR imaginations. Stay Google on other tab, you can use it when there’s place that hard to imagine. I wrote this to bring smiles on your face, or at least put your smile when you read this (*maksa) One more thing, I am not doing plagiarism and automatically, this ff is originally made by me. Hope you enjoy!

Synopsis : Apa setelah mereka menyatakan cinta masing-masing semua akan berakhir gembira? Apa setelah ungkapan janji suci di depan banyak orang merupakan tanda titik dari cerita mereka? Tidak. Semua masih terus berlanjut seiring kehidupan awal pernikahan yang mungkin tak tepat bahagia sesuai bayangan Yoona. Semakin lama, ia semakin mengerti kepribadian Donghae yang sebenarnya dibalik topeng boss yang terus ia kenakan sepanjang tahun. Dan itulah alas an kenapa Yoona terus menyiratkan senyum bahagia saat bersama Donghae.

The honeymoon journey, begin…

 

“Yoong! Cepat!”

“Sebentar lagi! Pasportku hilang!

“Mwo?! Jinjja!” Donghae berdecak kesal sambil masuk kembali ke rumahnya, meninggalkan beberapa koper dan Supir Kwang di halaman depan.

“Tak mungkin hilang… Tak mungkin…” gelisah Yoona mengobrak-abrik isi tas tangannya.

“ehem,” Yoona mengalihkan pandangannya menuju arah suara serakan batuk, dan menemukan Donghae.

“Oppa! Jangan diam disitu saja! Passport-ku hilang, bantu ak-“

“Ini,” Donghae menunjukkan buku kecil berwarna hijau tua dengan lambang republik di tangannya. “… Kau menaruhnya di meja makan, apa kau lupa?”

“Ah! Nan baboya! Gomawo Oppa!” Yoona menyambar segera passpornya dari genggaman Donghae, kemudian memasukkannya ke dalam tas sambil merasakan tangan Donghae yang mengacak-acak rambutnya.

“Yoona… Tak berubah dari pertama aku bertemu denganmu, selalu heboh sendiri…”

Bletak!

“Apa maksudmu, Oppa!” pout­ Yoona setelah memukul kepala bahu Donghae, dibalas tatapan nyengir sang pria. “…Jja! Ayo kita berangkat! Jam berapa pesawatnya akan terbang?”

“satu jam lagi,”

“Mwo?!” Yoona membulatkan matanya sempurna dan langsung menggandeng Donghae serta berlari menuju mobil yang dikemudikan Supir Kwang.

“Oppa! Bagaimana kalau kita ketinggalan pesawatnya!” uring Yoona dalam mobil yang melaju kencang menuju bandara.

“Kau jangan teriak-teriak! Ini juga karena salahmu sendiri pakai lupa menaruh passport dimana!”

“Enak saja! Ini bukan salahku sepenuhnya! Coba kau tak bangun kesiangan!”

“Aku hanya kesiangan lima belas menit!”

“Tetap saja! Pakai minta morning kiss segala lagi!”

“Jadi kau tak mau?! Bukannya kau yang pertama meminta saat itu!” Donghae mengeraskan rahangnya.

“Mwo?! Kapan aku minta! Saat pagi pertama itu aku hanya terbawa perasaan saja gara-gara melihat tampang menyedihkanmu!”

“Tampangku tak semelas itu! Kau saja yang terbawa imajinasi!”

“Tampangmu seperti memohon sentuhan padaku! Haish dasar ahjussi genit!”

“Mworago?! Ahjussi genit?! Kalau aku ahjussi genit, kau ahjumma berisik!”

“Yak! Aku bukan ahjumma berisik! Dasar Donghae babbo!”

“Ehem… Tuan, Nyonya, apa anda ingin mendengarkan jazz klasik?” Ucap Supir Kwang menyela perdebatan sengit itu.

“TIDAK!” Jawab keduanya.

-◊◊◊-

Landasan pacu sudah penuh dengan pesawat penerbangan internasional. Cuaca cerah sedikit berawan namun suhu dibawah 7 derajat khas Seoul menambah semangat hati Yoona yang baru pertama kali pergi keluar negeri. Ditambah momen ini spesial, karena ia bersama suaminya, Donghae.

Setelah menjalankan pernikahan nan sakral, dua minggu kemudian mereka pergi menuju London, Inggris untuk perjalanan pengantin baru atau sering dikenal sebagai honeymoon. Agak telat dari target mereka karena beberapa masalah saham yang dikendalikan perusahaan Donghae yang nyaris anjlok, namun kembali stabil setelah Donghae lembur selama seminggu penuh.

Dan di dua minggu itu pula, Yoona menghabiskan waktunya di dalam apartmen pribadi Donghae dan menunggunya pulang. Banyak yang ia alami setelah pernikahannya, salah satunya penyerangan di kedai kopi oleh Jihyun yang tak terima bahwa Yoona telah menikah dengan ‘pangeran impiannya’.

Kejadian itu sampai ke telinga Donghae dari Supir Kwang dan membuatnya super khawatir. Setelah tawaran Donghae untuk mengerahkan dua bodyguard ditolak mentah-mentah oleh Yoona, maka konsekuensinya Yoona hanya diperbolehkan keluar dari apartmen hanya saat ada Donghae untuk menemaninya. Dan itu sangat jarang terjadi.

“Oppa…”

“Hm,”

“Mian,” Yoona menundukka kepalanya dalam.

“Wae?”

“Gara-gara aku, kita jadi terlambat,”

Hembusan nafas dirasakan Yoona, Donghae menggenggam tangannya dan mengelus puncak kepala Yoona, “Tidak, ini bukan salahmu. Lagian kita tidak ketinggalan pesawat, untungnya delay. Biasanya aku kesal dengan delay, tapi saat ini karena bersamamu, Oppa malah senang.”

Kekehan kecil terpancar dari mulut Yoona, membuat Donghae juga tertawa pelan. Donghae tak percaya ia mengucapkan kata-kata romantis yang jarang ia ungkapkan pada siapapun. “Maafkan aku juga berteriak di dalam mobil, Yoong”

“Ne, nado. Aku sampai tak enak dengan Supir Kwang, hehe”

“Lain kali kita harus meminta maaf padanya ya, setidaknya traktir ia dan pacarnya,”

“Mwo, Supir Kwang sudah punya pacar akhirnya?!” kaget Yoona.

“Begitulah, saat pulang kerja, aku mendengarnya telfon dan mengatakan ‘saranghae, chagi. Tunggu aku selesai kerja ya,’ Oppa geli sendiri,”

“Haha, baguslah. Supir Kwang akhirnya tak kesepian lagi,”

“Bagaimana denganku? Aku juga kesepian di kantor. Aku iri melihat gomo mengantar makan siang untuk Samchon,”

Yoona tergelak. Sesungguhnya ide mengantar makan siang untuk Donghae juga ingin dilakukan Yoona, namun ia sedikit berprasangka aneh. Bagaimana ia menanggapi teman-teman kerjanya dulu saat ia masih menjabat personal assistant, mereka pasti akan kaget saat mengetahui Yoona yang dulu dan Yoona yang sekarang.

“Ah, mian Oppa. Aku tak tau kau suka makanan bekal dari rumah,” bohong Yoona. Padahal ia sudah tahu dari ibu Donghae bahwa ia suka makanan rumah.

“Baiklah! Itu pr-mu setelah pulang dari honeymoon. Buatkan aku makan siang dan antarkan ke kantor,”

“Yak jangan seenaknya saja kau, Oppa! Aku bukan asisten menyedihkanmu lagi,”

“Aku bukan menyuruhmu menjadi asistenku lagi, tapi…” Donghae menghentikan kalimatnya. Bingung, fokus matanya berubah-ubah tak tentu, mukanya merah dan keringatan, “… tapi…”

Yoona memandang Donghae lekat, pensaran apa yang ingin dikatakannya.

“…Aku juga mau memamerkan istriku di kantor!” Donghae menghindar dari tatapan Yoona. Tak mau wajah bodohnya terlihat.

Yoona tercengang. Jadi ini kenapa Donghae ingin sekali mengajak Yoona ke kantor saat Yoona mengeluh bosan di dalam apartmen, namun itu ditolak Yoona karena alasannya sendiri. Dan ia jadi ingat mengapa Donghae belum mendapat kepercayaan penuh sebelum ia menikah.

Sebagian presdir dan CEO kenalan Donghae sudah berumur lebih dari empat puluh dan lima puluh tahun, kecuali Choi Siwon yang menggantikan ayahnya yang jatuh sakit. Dan presdir juga CEO itu semuanya sudah makmur beristrikan wanita anggun nan elegan. Dan munculah Donghae, seorang jenius bisnis pengendali saham masuk layaknya raja kecil. Membuatnya sedikit dipandang sebelah mata.

Dan momen setelah ia mempunyai Yoona sebagai istrinya, membuat Donghae cukup sanggup berbusung dada. Sedikit kekanankan, namun itulah mimpinya, mempunyai istri seorang wanita cantik dan anggun seperti Yoona. Tak ada yang bisa menyaingi istrinya itu, istri yang secara tak langsung bertemu dari takdir tuhan melalui perantara kakek kesayangannya.

Bagaimana ini? Yoona tak hanya senang Donghae yang menyatakan keinginannya itu. “Baiklah Oppa, aku akan mengantarkan makan siangmu ke kantor setiap harinya,”

“Jinjja?”

“Ne! Aku akan membuat chicken dorittang dan kimchi yang sangat enak! Setelah itu kita bisa makan bersama di kantormu,”

Donghae tersenyum simpul mendengar penuturan Yoona yang polos. Ia arahkan tangannya mengelus pipi Yoona. Namun tiba-tiba…

Chu~

Yoona mencium pipi kanan Donghae, dengan lembut dan manis. Seperti anak SMA yang baru mengenal arti cinta dan kekasih, Yoona tersenyum dan menatap tulus mata Donghae yang tak berkedip setelah kejadian itu.

Ini berbeda dari morning kiss, sensasinya sungguh beda. Ia seperti bukan Donghae yang berumur 28 tahun, ia seperti remaja yang baru tau apa itu cinta pertama. Yoona yang tiba-tiba seperti ini sangat disukai Donghae.

“Kenapa hanya di pipi?” usil Donghae yang dijawab kecupan ringan di bibir oleh Yoona. Meninggalkan semburat merah di wajah masing-masing dan suasana canggung bukan main dirasa Yoona maupun Donghae yang masih duduk di lounge bandara menunggu panggilan pesawat mereka.

-◊◊◊-

Sebelas jam sudah mereka duduk di pesawat ditambah sekali transit membuat Yoona bosan. Yiap halaman majalah yang tersedia sudah ia buka semua, makanan sudah ia habiskan, film juga sudah ia tonton dengan sabarnya. ‘Aku tak tau perjalanan ke luar benua sungguh melelahkan…’ batin Yoona.

Sementara Donghae yang sudah beberapa kali ke Inggris untuk urusan perusahaan maupun keluarga, sepertinya sudah biasa. Ia hanya duduk, membaca majalah ekonomi sebentar, mengecek saham di iPad nya, dan tidur sampai Yoona mengusik dengan jahil dan membuatnya terbangun.

Sesampai di Heathrow Airport, mereka dijemput beberapa orang berseragam jas hitam, tampilan rapih, dan… berbahasa korea. Hal itu cukup membuat Yoona bertanya-tanya.

“Oppa, mereka orang asing kenapa bisa berbahasa Korea?” bisik Yoona.

“Mereka suruhan Appa untuk menjemput kita agar tak naik subway, karena sudah malam. Appa yang menyuruh anak buahnya wajib berbahasa korea,”

“Waeyo? Padahal kan bahasa inggris juga sudah cukup,”

“Jaman masih smp dulu, aku malas belajar bahasa inggris. Saat ingin mengunjungi Appa disini, aku terbang kesini sendirian dan tersesat di bandara karena tak tahu bahasa asing di negeri ini,” ucap malu Donghae namun tak meninggalkan rasa angkuhnya.

Tawa Yoona meledak, namun sesaat kemudian berhenti karena tatapan mematikan dari Donghae untuknya, “A-Ah, Mian, aku tak bermaksud. Maksudku, kenapa abeoji tak menyuruhmu yang belajar bahasa saja, kenapa harus utusan abeoji yang belajar bahasa Korea yang lebih susah,”

“Sudahlah, itu cara Appa agar ia bisa bertemu anaknya lebih gampang.”

“Ah iya, Donghae Oppa. Apa kita akan menemui abeoji juga?”

“Tidak, ia sedang perjalanan bisnis ke Stocholm,”

“Sayang sekali, aku terakhir bertemu abeoji saat hari pernikahan saja,”

-◊◊◊-

Perjalanan dari Airport menuju rumah di kota London cukup memakan waktu sekitar satu jam. Malam yang sudah menunjukkan jam sepuluh tak membuat kota itu tidur. Namun gadis di sebelah Donghae sudah tidur setelah terlalu lelah mengagumi bangunan-bangunan kota London dengan berteriak riang ‘Oppa! Lihat itu!’, ‘Oppa! Lihat air mancur disana!’, ‘Daebak…’, ’Oppa, kita harus kesana!’, ‘Oppa, kita harus kesitu!’, dan teriakan lucunya saat melewati London Eye yang membuat Donghae harus berjanji mereka akan menaiki wahana kota itu.

“Tuan, sudah sampai,”

Donghae melihat keluar jendela mobil sementara supir itu mengangkut keluar beberapa koper dari bagasi mobil. “Rumah ini masih sama, gomawoo Appa,”

Donghae memakai mantelnya kembali, mengingat angin malam London bisa mencapai suhu dua derajat, dan ia menengok ke sebelahnya. Mendapati gadis tercintanya masih tidur dengan damai sedikit bersandar pada jendela sampingnya.

Tak mau mengusik Yoona yang terlihat kelelahan, ia turun dari mobil dan membuka pintu di sisi Yoona dengan perlahan. Menggendong dengan kedua tangan kekarnya menuju dalam rumah yang jauh lebih hangat karena perapian antik yang sudah menyala.

“Tuan, barang-barang anda sudah saya taruh di bawah tangga. Apa ada yang bisa saya bantu lagi?”

Donghae yang baru saja turun dari kamar lantai atas untuk menidurkan Yoona di ranjang mengecek beberapa koper dan tas mereka. “Tidak, terima kasih. Kau boleh pulang, Felix.”

“Selamat beristirahat, tuan.”

Sepeninggal Felix, supir yang sudah mengabdi pada keluarga Lee selama 20 tahun itu pulang, Donghae sekali lagi naik untuk menuju kamar dimana Yoona terlelap. Perlahan ia buka pintunya tanpa mengeluarkan suara atau menyalakan lampu nakas, ia menatap wajah Yoona dengan lekat.

Mengagumi tiap lekuk dari wajah istrinya, bibir pink muda itu terdiam tak lagi mengeluarkan ocehan polos, mata yang terpejam tak lagi bulat seperti saat menatapnya, nafas ini sekarang melemah tak lagi menderu-deru saat ia berbicara padanya. Karena Donghae, yang selalu membuat paru-paru Yoona bekerja keras dari biasanya karena perasaan gugup. Karena Yoona, yang selalu membuat jantung Donghae bekerja dua kali lipat akibat perdebaran perasaan hati.

Donghae tersenyum tipis, tak henti-hentinya mengucap syukur atas kehadiran Yoona disisinya, yang telah mengubahnya menjadi sosok pria yang nyaris sempurna. Ia mengelus pipi Yoona, menyingkirkan rambut tipis, dan diakhiri mencium keningnya dengan lembut.

Setelah Donghae menutup pintu itu perlahan, Yoona membuka matanya. ‘Omoya, ia mencium keningku…’ Rasa malu campur bahagia membuat Yoona sedikit terpingkal dan merusak tatanan selimut yang sudah Donghae benarkan ditubuhnya. ‘Ottohkae…’ cengir Yoona, dan dari saat itu, ia tak bisa tidur kembali.

-◊◊◊-

Tap

Tap

Tap

Langkah kaki Yoona mengendap keluar dari kamar untuk mencari dimana Donghae berada dalam rumah yang tak terlalu besar namun cukup banyak perabotan antik itu.

‘Aish, Donghae mana sih? Kalau seperti ini aku takut jadinya…’ batin Yoona. Ruangan-ruangan sudah dimatikan lampunya dan Yoona akhirnya menemukan tangga. Belum genap ia turuni semua anak tangga, Yoona sudah bisa melihat Donghae sedang duduk di sebuah meja makan kecil dengan kaleng soda didepannya.

Dua langkah ia lanjutkan untuk menuruni tangga sebelum ia berkata, “Oppa…”

Donghae mendangakan kepalanya yang tadinya menunduk sambil memainkan handphone ditangan kanannya, “Ah Yoong, kau bangun,”

“Oppa, kau tak istirahat? Apa yang kau lakukan?” Yoona berjalan menuju kursi di meja makan kayu yang Donghae duduki.

“Karena belum ngantuk, aku mengecek keadaan saham dan perusahaan,”

Kecewa sudah biasa Yoona alami, apalagi karena Donghae yang tak bisa lepas dari masalah kerjaannya yang membuat Yoona gemas sendiri. Apa ia tak bisa mengalihkan perhatiannya untuk Yoona? For god sake, this is your honeymoon…

Yoona beralih ke kulkas mencari sesuatu untuk dimasukkan ke mulutnya. Dan ia menemukan banyak kaleng minuman, dari jus sampai beer, dan makanan instant siap untuk dimasak. Namun sayangnya, no ramen.

“Ramen eopsseo-yo?” Yoona berkata sendiri.

“Kau ingin ramen? Tapi sepertinya tak ada di lemari makanan disini…”

Yoona akhirnya mengambil sekaleng lemon juice dan menegaknya sambil melihat-lihat interior dapur yang sangat ‘old british’.

“Kau lapar?” Donghae bertanya.

“Anieo,”

“Apa kau suka rumah ini?”

“Eum, rumah ini antik dan unik. Aku seperti tinggal di rumah boneka zaman dulu,”

“Ini hadiah pernikahan kita dari Appa,”

“Mwo?!” Yoona tak percaya. ‘Luar biasa…. Keluarga Lee ini memang dahsyat’ batin Yoona.

“Rumah ini adalah rumah masa kecilku bersama Appa, Eomma, dan Donghwa Hyung saat Appa dinas. Setelah ia selesai bertugas dan memberitahu bahwa kita harus pindah ke Jepang, aku menangis tak mau keluar rumah. Dan saat itu Appa berjanji bahwa nanti Oppa akan tinggal kembali disini selama yang diinginkan,”

Yoona mengangguk paham, “Jadi… Abeoji menepati janjinya padamu,”

Donghae membenarkan. Yoona jadi mengerti, makin lama ia dapat mengetahui Donghae sepenuhnya. Donghae juga makin terbuka pada Yoona seiring waktu, begitupun sebaliknya.

“Kalau begitu, bagaimana kalau kita membuka hadiah pernikahan kedua yang sudah Appa siapkan?” ajak Donghae.

“Hadiah dari Abeoji lagi?!”

“Ne, masih terbungkus di meja ruang tengah,”

Segera mereka beranjak dan melihat sebuah kotak silver yang tersimpan rapi di atas meja pendek depan perapian.

Yoona membuka kotak setelah ia dipersilahkan Donghae, terlihatlah lima buah botol berbeda berwarna gelap dengan label dan tutup gabus kayu, “Do… Domaiiine Ja-… Jac..Jaq-“

“Domaine Jacques Lassaigne – ‘Les Vignes de Montegueux’, champagne khas Paris favorit Appa,”

“Ah kalau yang ini Pe…Perre… Perri…”

“Perrier-Jouët Belle EpoqueRosé 2004, tak kusangka Appa menghadiahiku ini,” Donghae melihat lebih dekat botol itu seakan terpana apa yang ia dapat.

“Bagaimana kalau yang ini, Bo..Bolling… Bollinger? Vi.. Viel-“

“Itu-“

“Diam Oppa! Aku mau membacanya sendiri,” Yoona mempoutkan bibirnya dan makin mendekatkan matanya berusaha membaca label champagne berbahasa perancis itu, membuat Donghae harus menahan tawanya.

“Bollinger… Vielles… Ving… Vinges 2004. Uwah, nama champagne ini terdengar begitu mewah, apa ini koleksi abeoji?”

“Aku tak tau ia mengoleksi atau apa, tapi yang aku tau Appa memang hobi dengan france champagne. Tak kusangka ia memberikan champagne berharganya untuk kita…”

Yoona yang begitu penasaran, membuka google dari handphone Donghae tanpa sepengetahuan Donghae yang masih asik meneliti botol-botol itu. Yoona mengetikkan nama salah satu label dan menganga lebar.

Yoona bergumam pelan, “954 euro…” Ia menelan ludahnya lagi, ‘Tunggu, itu berapa Won ya?’ Setelah beberapa detik mencoba menghitung, Yoona kembali tergegap, “dua juta…”

“Apa yang dua juta?”

“Ah anieo… ada dua juta bintang malam ini, sungguh indah ya Oppa…” alih Yoona.

“apa-apaan kau Yoong,”

“Aku serius, lihat disana! semuanya bintang!” Yoona menunjuk jendela besar yang mengarah ke kebun belakang, menampakkan langit cerah kota London.

“Kau benar, jarang-jarang dibulan Februari langitnya cerah…”

“Benarkan, sebelum tidur aku selalu membayangkan melihat jutaan bintang di langit atau memandang aurora di kutub utara, dan saat aku makin senang, aku jadi bisa tidur…”

Lama kelamaan Yoona jatuh tetidur bersandar di bahu Donghae. Rasa lelahnya mengalahkan Yoona yang ingin terjaga semalaman untuk melihat taburan bintang di langit London.

-◊◊◊-

“Daebak! Aku bisa melihat langsung istana tempat Kate Middleton menikah!” Yoona berlari kecil mendekati pintu masuk bangunan dan merekam di video ponselnya. “..Akan kutunjukkan pada Eomma!”

Donghae tertawa melihat Yoona bahagia. Mengajaknya ke Buckingham Palace memang tak pernah gagal. Tidak… Mengajak Yoona kemanapun, Yoona pasti akan senang. “Yoona! Kau meninggalkanku, eoh!”

Yoona menoleh dan memandang jauh Donghae yang tertinggal dekat gerbang berpengawas tentara bertopi bulu tinggi. “Ah Oppa! Cepat kemari! Ayo kita foto!”

Donghae tak bosan mengambil foto Yoona yang sedang sangat bahagia itu. Ia mengganti lensanya tiap menemukan Yoona sedang berlari atau bermain dengan tupai kecil untuk mengabadikan momen-momen itu.

“Oppa! Jangan memfotoku terus! Aku juga ingin berfoto denganmu!”

Donghae meletakkan kamera di sebuah pinggiran batu dekat pohon, memasang timer dan berlari ke arah Yoona. Tanpa aba-aba, Yoona memeluk erat Donghae dan tersenyum lebar. Ckrek!

“Wah, bagus sekali!” Yoona melihat hasil di kamera itu.

“Akan lebih bagus saat bunga bermekaran disini, saat musim semi…” Donghae menatap kebun yang hanya sekedar rumput hijau berembun.

“Sekarang juga bagus, aku tak menyesal walaupun saat tak ada bunga” Yoona masih memperhatikan foto.

“Kau benar, karena kau lah bunga bagiku,” Donghae meninggalkan Yoona pergi menjauh.

“Oppa, mworago? Katakan sekali lagi Oppa!” Yoona menggoda Donghae yang masih bermuka merah tak mengerti apa yang barusan diucapkannya.

“Tidak mau!”

“Ayolah Oppa… Aku adalah apa?” tawa Yoona.

“Tidak, kau bukan apa-apa!” malu Donghae.

“Baiklah, tak akan kukembalikan kameramu ini! Weeek!” Yoona menjulurkan lidahnya dan berlari sekuat tenaga menghindar dari kejaran Donghae.

-◊◊◊-

Setelah dari Buckingham Palace, mereka naik bus menuju katedral St. Paul. Yoona sibuk membaca beberapa pamflet berisi informasi serta sedikit menyempatkan berdoa, sementara Donghae dengan hobinya terus mengambil gambar Yoona, walau kadang suasana kota juga ia abadikan. Sampai-sampai ia harus kena tegur petugas katedral karena asik memainkan kameranya sementara sudah ada larangan ‘dilarang mengambil gambar’.

St. Paul Catedral ditinggalkan, mereka mengarah ke Victoria and Albert Museum untuk mengagumi arsitektur masa Edwardian sambil dimanjakan koleksi lukisan serta hasil karya seni lainnya.

“Victoria & Albert Museum…” Yoona bergumam. “Oppa, omong-omong… Aku sekarang kenal dekat dengan Victoria Eonni. Ternyata ia wanita yang sangat baik ya, cantik, anggun, pintar balet, juga ramah,”

Donghae merespon sekenanya saja. Sejujurnya ia sedikit tak suka Yoona mengungkit mantannya itu, Victoria adalah masa lalu, yang hadir hanya untuk membuat Donghae tak merasa sendiri.

“Kukira Victoria Eonni juga brutal seperti ‘fangirl’-mu yang lain, ternyata tidak…”

Donghae masih menyibukkan diri dengan lensa kameranya, berusaha mengacuhkan Yoona yang berbicara sendiri dengan topik paling tak menyenangkan yang pernah Donghae dengar.

“…Aku juga sempat terharu akibat cerita dimana Eonni bisa bertemu Shim Changmin-sshi, mereka pasangan paling romantis yang pernah aku tau. Oh ya, Eonni juga memberitahuku kenapa kau memilih London sebagai destinasi honeymoon kita,”

“Hentikan, Yoona”

“…Karena… Di kota inilah Oppa bertemu cinta pertamamu kan?” Ada rasa keraguan saat Yoona mengatakan kalimat tadi. Kalimat retoris bagi dirinya yang sama sekali tak ada gunanya. Yoona hanya tak tahan ingin tau yang sebenarnya, mengingat ia tak tau gadis ke berapa bagi Donghae. Apa Yoona bosan dan hanya ingin bermain api pada saat ini?

“Apa kau tau dari Victoria?”

“Apa di kota ini Oppa pertama kali bertemu Victoria Eonni?” Yoona malah bertanya balik.

Tak ada perasaan cemburu di hatinya, Yoona hanya ingin memperbaiki masa lalu Donghae sehingga ia paham apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Menurutnya, masa lalu Donghae sangat abu-abu. Ia tak tahu apa-apa, walau rasa memang sudah dibuktikan dengan gamblangnya. Ia dan Donghae mengenal tak lebih dari dua setengah bulan sampai pengikatan janji suci pernikahan.

“Ne, aku bertemu cinta pertamaku disini. Apa kau terganggu?” sarkastik Donghae.

‘Sudah kuduga Victoria Eonni adalah cinta pertamanya… Apa boleh buat, masa lalunya lebih terang…’ putus asa Yoona. Percikan cemburu tentu ada dalam batin Yoona yang polos.

“Tapi orang itu bukanlah Victoria,”

Yoona menoleh, prasangkanya salah. Padahal ia sudah yakin betul wanita angsa penari balet itu adalah cinta pertama Donghae, dilihat dari gerak-gerik Victoria saat memberitahunya fakta London bagi Donghae.

“Melainkan kau, Yoona”

Hening sejenak, “Ba- Ba.. Bagaimana bisa! Aku baru pertama kali kesini, Oppa! Kau tak usah berbohong, lagian tak apa. Aku tak masalah dengan Victoria Eonni,”

“Tidak… Saat dulu aku memberitahu Victoria bahwa London adalah tempatku mengetahui cinta pertamaku. Mungkin ia salah mengartikan menjadi ‘tempat bertemu’-nya cinta pertamaku…” Donghae berjalan mendekati Yoona yang masih setia mendengarnya.

“… tak kusangka ia malah menangis dan berkata bahwa ia gagal menjadi cinta pertamaku. Namun bukan itu yang kumaksud. Dua puluh satu tahun yang lalu, di London inilah, di rumah yang kita tempati dari kemarin malam, Kakek memberitahuku tentang calon putri di masa depanku, tentang wasiatnya yang terus membuatku percaya bahwa itulah cintaku sebenarnya,”

“Jadi…” Yoona berkaca-kaca.

Donghae melanjutkannya dengan tersenyum lebar, “Ne, kakek memberitahu tentang Im Yoona yang menungguku di masa depan itu saat kami tinggal di London. Kaulah yang membuatku berpegang teguh Yoong-ah..”

Perkataan Donghae diakhiri dengan pelukan erat dari keduanya. “Bodohnya aku yang percaya segala omongan…” Yoona bergumam. “Kau bohong ya, Oppa?” Celetuknya disela pelukan mereka.

“Kalau kau tak percaya, tanya saja pada ruh kakekku,”

“Dasar Lee Donghae aneh,”

“Dasar Lee Yoona babo,”

-◊◊◊-

Menjelang sore, Yoona dan Donghae akhirnya sampai di London Eye menggunakan Double Dekker Bus dari Trafalgar Square. Yoona terperangah melihat ferris wheel raksasa didepannya dan berjingkrak ria saat tiket sudah ia pegang, membuat Donghae harus menahan tubuh itu agar tak kembali berloncat.

“Oppa! Kita bisa liat seluruh kota dari sini!” ucap Yoona saat kapsul hampir mencapai puncak.

“Kau suka?”

“Neomu!”

“Kurancang agar kita bisa naik saat jam lima, kau lihat sendiri hanya ada kita berdua dalam kapsul ini”

“Kenapa bisa? Apa orang-orang tak suka menaiki ferris wheel menakjubkan ini?”

“Apapun aku bisa lakukan bila untukmu…”

Kapsul yang seharusnya dapat memuat sampai 25 orang , sekarang hanya diisi oleh Donghae dan Yoona saja, membawa mereka berdua ke puncak roda setinggi 135 meter. Menampakkan pemandangan sedikit berkabut dari awan tipis di atas kota indah itu, mengaburkan kenangan yang ada, menepis rasa canggung diri, Yoona merasakan bibir lembut Donghae menyentuh bibir dinginnya. Mengalirkan kehangatan dan ketulusan, Donghae memejamkan matanya erat, begitu juga Yoona yang lama kelamaan mengusap bahu pria yang disayanginya. Donghae rangkulkan tangannya mengelilingi tubuh kecil Yoona yang terbalut mantel putih, memeluknya seakan waktu ingin berhenti.

“Saranghae…”

“Nado saranghae…”

-◊◊◊-

“Ini salah satu tempat favoritku saat kecil, London Bridge…”

Yoona memandang kebawah sungai Thames mengalirkan air jernih, menerbangkan rambut coklatnya tertiup angin dingin. “Kau sering kesini?”

“Kadang. Saat itu aku ingin kuda pacu sebagai hadiah ulang tahunku yang ke lima, karena disini kami tak punya lahan luas, keinginanku tak bisa dikabulkan Appa. Aku menangis dan ia malah mengajakku ke sini. Setelah pulang kantor esok harinya, ia membawa seekor anak anjing berwarna coklat muda…”

“Hebat sekali, bisa-bisanya kau minta kuda. Aku saja yang sudah mogok makan agar diberi izin memelihara anjing yang kutemukan di jalan, malah dimarahi Eomma…” Yoona menatap kagum Donghae sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir.

“Bagaimana jika kita pelihara anjing sesampai di Seoul?” ajak Donghae.

“Bolehkah?”

“Tentu! Kita akan mempunyai sepasang white labrador!” seru Donghae bersemangat.

“Tidak! Aku mau sepasang corgi!” ucap Yoona tak mau kalah.

“Jangan, corgi susah dirawat! Bagaimana kalau Shiba Inu?”

“haish, aku seperti menonton Hachiko setiap hari. Chihuahua saja!”

“Terlalu kecil! Aku ingin sedikit lebih gagah… Pitbull Terrier!”

“Ah galak sekali kedengarannya! Poodle!,”

“C’mon Yoong! Bichon Frise!”

“Ah Tiffany Eonni sudah punya yang itu, kalau kau mau yang gagah sekalian saja bulldog,”

“Aku bosan dengan Bulldog yang sudah dimiliki Siwon. Aku ingin Beagle!”

“Spaniel!”

“Collie!”

“Cairn Terrier!”

“Golden!”

Seruan demi seruan nama-nama jenis peliharaan yang akan mereka inginkan terus terdengar, membuat mata pejalan kaki lain sedikit melirik pasangan muda itu. Menuntun mereka sampai ke Piccadilly Circus dimana banyak pedestrian berjalan atau sekedar menikmati alunan musik dari musisi jalanan.

“Kalau kita punya dua anjing, apa rumah kita tidak akan sedikit sesak?” Yoona bertanya-tanya.

“Bagaimana kalau sesaknya karena anak kecil?”

“Maksudmu?”

“Aku akan membelikan anak anjing saat Lee junior sudah lahir,” Donghae menatap Yoona.

“Mwo?”

“Dan sepertinya kita harus berjuang sekarang, aku tak mau menunda lagi,”

Yoona memukul lengan Donghae akibat pernyataannya yang terang-terangan, membuat Yoona salah tingkah sendiri, “Ya! Jangan memukulku Lee Yoona, ini kewajiban dan hak kita berdua!” Cengir Donghae.

“Yak! Kau pervert!”

Mereka berdua terus saling bercanda gurau sambil duduk ditangga Shaftesbury Memorial Fountain. Donghae menelfon Felix agar menjemput disini, karena jarak tempatnya sekarang lumayan jauh untuk sampai ke rumah dengan berjalan kaki atau naik bus. Donghae juga tak mau Yoona menjadi lelah karena berdesakan di tube station, siapa tau malam ini jam main mereka. If you know what it means…

-◊◊◊-

Sesampai di rumah, Donghae melepas mantel hitamnya dan menyalakan perapian dengan seonggok kayu yang sudah disediakan. Yoona berjalan ke arah dapur mencari air untuk melepas dahaganya, dan dirasakan pinggangnya dipeluk oleh lengan yang sudah ia kenal.

“Waeyo, Oppa?”

“Kau lelah, Yoong?”

“Sedikit, mungkin aku butuh mandi agar lebih segar dan bisa membuatkanmu kudapan malam,”

“Mandilah, aku yang membereskan barang-barang yang tersisa di koper,”

Yoona beranjak meninggalkan Donghae sendirian di dekat meja makan. Apa ini saatnya? Apa Yoona sudah memberi sinyal? Apa hanya perasaan saja? Mungkin pertanyaan-pertanyaan itu yang membuat Donghae tetap berdiri, berpikir keras.

Yoona keluar dengan memakai bathrobe sambil berjalan kearah balkon kamar itu, memandang jalanan malam nan sepi berhias lampu-lampu jalanan yang tidak terlalu terang. Ia tau bahwa berdiri di depan balkon lantai satu dengan hanya dibalut bathrobe hanya akan membuatnya merinding kedinginan. Namun ia lebih merinding jika duduk di ranjang dan melihat Donghae keluar kamar mandi dengan mata tajam menatapnya tanpa jeda.

Makin ia keratkan seiring angin malam menghembus tubuh kecilnya. Kira-kira sudah lebih dari sepuluh menit ia berdiri, sibuk dengan pikirannya dengan apa yang akan terjadi satu jam lagi. Kapan itu akan usai? Apa yang harus ia lakukan? Bagaimana ia mengimbanginya? Sampai beberapa pertanyaan rancu yang aneh jika harus dijawab.

Rasa gelisah itu terhenti saat tubuhnya merasakan kehangatan dari dua lengan kuat pria beraroma kayu yang maskulin. Yoona tak dapat lagi berkata atau bernafas dengan normalnya. Ia hanya terus berusaha mengendalikan detak jantungnya yang lebih hebat daripada saat ia menaiki wahana ekstrim di taman bermain.

Kecupan ringan di leher jenjang Yoona membuat pemiliknya menahan desahan. Donghae terus mengelus rambut panjang itu mencoba tak terburu-buru dan menenangkan situasi.

“Yoona, be my eternal love…”

Donghae menghembuskan nafasnya di antara telinga dan leher jenjang wanitanya. Mengaburkan segala gundah yang dulu mereka rasakan, melenyapkan dinginnya angin, merasakan keamanan dalam tiap rengkuhan.

‘Your elegant figure keep me fall for many times

I’ll follow my heart that’s more honest than anyone else

From now on, I’ll be your eternal guardian

Who never let you running down a tears’

Yoona jatuh dalam dekapan Donghae, membalas tiap kecupan lembut yang diterimanya. Mengelus tengkuk hangat, menggapai rambut coklat tua yang makin tak tertata akibat ulahnya sendiri. Donghae menuntun Yoona masuk tanpa memutus pagutan sedetikpun, mengeratkan pelukannya pada pinggang Yoona yang juga mengikuti arah jalan Donghae. Mata mereka saling tertutup, menikmati semburat cahaya bagai kembang api di gelapnya katupan mata.

‘Me,taken by the soft wind to your world

I close my eyes again in case it would be a dream

Believing you everyday from the bottom of my heart

Trust you in every single step’

Deruan nafas menggebu-gebu dan rasa kasih yang tak ingin lepas, itu yang dirasakan keduanya. Tak ingin mereka saling kehilangan, seperti tak ada hari esok, mereka terus memadu cinta tanpa mengenal detik yang berputar cepat. Tanpa mengenal rasa lelah di tubuh mereka. Tanpa mengenal kecanggungan yang satu jam lalu mereka khawatirkan.

Yang ada mereka saling menatap percaya, dan senyum yang sekali-kali ditampakan tanpa sengaja. Membuat malam itu makin panjang dan membahagiakan. Malam itu adalah malam paling sempurna yang Donghae juga Yoona rasakan.

Decitan kayu pada kaki ranjang besar nan antik itu seperti menyemangati Donghae untuk terus meluluhkan wanita yang paling dicintainya ini. Kain selimut putih sudah tak mengerti aturan dengan sebagian mengambai jatuh ke lantai. Yoona mengeratkan tiap jarinya pada punggung Donghae yang entah sudah seberapa merah menahannya.

Tak masalah sakit yang dirasakan Donghae akibatan cakaran batang kuku Yoona, menurut Donghae itu tak seberapa dengan sakit yang Yoona rasakan saat ia memasuki dirinya. Rasa cinta yang setinggi angkasa itulah yang menyebabkan Yoona terus bertahan, karena segalanya hanya untuk Donghae semata.

Hentakan keras dan melembut kemudian, deruan nafas tak teratur, basahnya keringat dari tubuh mereka, semua menyatu dan membuat mereka sempurna. Donghae satukan kening mereka, mengakhirinya dengan beberapa kecupan penuh roman di mata, hidung, pipi, dan bibir Yoona, mengantarkannya pada sebuah alam mimpi paling damai yang pernah dialami.

Angkasa bertabur bintang tidak lagi Yoona bayangkan sebagai pengantar tidurnya, melainkan pandangan lembut dari mata tajam Donghae yang membuatnya jatuh dalam alam bawah sadar malam itu. Menyusupkan kepalanya dalam pada dada bidang yang selalu menyambutnya tiap ia inginkan.

This is our paradise.

-◊◊◊-

Paparan sinar matahari pagi yang tidak terlalu terik membangunkan wanita yang masih berbalut selimut putih. Ia bukan gadis lagi sekarang semenjak melalui malam yang begitu menggairahkan bersama Donghae, suaminya.

Ia kerjapkan mata rusanya, melihat jendela besar yang terbuka dengan tirai tipis melambai-lambai tertiup angin. Tangannya meraba pelan mencoba membangunkan Donghae yang seingatnya tidur memeluk dirinya erat.

Namun nihil. Tak ada tubuh Donghae di sebelahnya. Ia sendiri di ranjang ini. Matanya celingukan menelusuri tiap sudut kamar tanpa niatan untuk turun dari kasur.

Good morning, my Yoona.” Muncul sosok yang Yoona cari dengan membawa nampan berisi biskuit oat coklat dan segelas susu dingin.

“Good morning, Oppa” Yoona tersenyum lebar menyambut datangnya Donghae ke ranjang dan mengecup bibir tanda morning kiss mereka. Masih dengan membalutkan selimut di tubuhnya yang tak memakai apa-apa lagi, ia mencelupkan sepotong biskuit ke dalam susu.

“Kau sudah makan?” tanya Yoona.

Gelengan kepala menjadi jawaban, “Aku menunggumu membuatkanku ramyeon,”

“Manja sekali kau, Oppa. Kau kan bisa buat sendiri,”

“Rasanya akan beda,” pout Donghae.

“Memangnya di rumah ini ada ramyeon instan?”

“Tentu ada. Felix membelikannya satu jam lalu saat aku bangun dan menelfonnya,”

“Baiklah, akan kubuatkan. Tunggu saja sambil menonton tv, aku mau mandi dulu,”

Donghae membelai lembut pipi merona Yoona, menyampirkan rambut panjang itu ke belakang telinga. Menampilkan Yoona polos yang sangat Donghae sukai, “Perlu ku mandikan?”

Yoona menyipitkan mata masih sambil mengunya biskuit yang ada di mulutnya, “Pervert,”

“Yaa~ apa tak ada kata lain selain memanggilku ‘pervert’?!”

“Donghae Oppa mesum!” Yoona segera bangkit dari ranjang sambil tergopoh-gopoh memegangi selimut panjang penutup tubuh naked nya. “KYAAA!” Donghae mengejar Yoona dan menarik selimut panjang itu.

“Yoona-ah! Bagaimana kalau ronde berikutnya!” usil Donghae.

“Andweee!” Yoona cepat masuk ke dalam pintu kamar mandi sebelum tubuhnya nampak akibat selimut yang habis ditarik Donghae.

-◊◊◊-

Empat tahun kemudian, Yoona dan Donghae sudah tidak berdua lagi. Sekarang ditemani oleh seorang malaikat kecil yang mirip sekali dengan ayahnya.

“Jeno-ya! Ayo habiskan sarapanmu!”

“Jeno sudah kenyang, Eomma! Appa saja yang melanjutkan makan brokoli ku!” Jeno berlari menghindar dari omelan Yoona yang sedang memasukkan baju kedalam sebuah tas.

“Eomma tak suka ada yang menyisakan makanan! Jeno-ah, kalau tidak dihabiskan kau tak boleh ikut!”

Jeno dengan aktifnya berlari kelantai atas mencari bala bantuan, “Appa! Appa!”

“Waeyo, Jeno-ah?” Jawab Donghae yang sedang mengurus seekor anjing maltese putih agar masuk dalam kandang portable. Namanya adalah Bada, sudah menemani mereka sejak Jeno berusia satu tahun, sesuai janji yang Donghae katakan.

“Bantu aku menghabiskan brokoli, kumohon,” puppy eyes nya makin membulat.

“Kalau kau ingin tinggi, kau harus menghabiskan sayuran yang Eomma buatkan,”

“Kumohon sekali ini saja… Ini yang terakhir kali, aku janji! Jeno sudah kenyang makan Choco pie sebelum sarapan,” Jeno berkata sejujurnya pada ayah yang sangat dipercayainya.

“Baiklah, Appa makan. Tapi ini yang terakhir ya!”

“Yeay! Appa memang super hero!”

Setelah menghabiskan sisa sayuran peninggalan sarapan Jeno tanpa sepengetahuan Yoona, Donghae beranjak untuk mengambil jaket dan kunci mobil.

“Yoong, kau sudah siap?”

“Ne! Tinggal satu koper lagi saja yang harus dimasukkan mobil,”

Donghae cepat-cepat berlari untuk menghentikan Yoona yang mau mengangkat koper itu sendirian. “hati-hati Yoong, kau masuk duluan saja ke mobil, aku yang mengurus kopernya,”

“Gomawoo, Hae-Oppa” Yoona tersenyum dan meninggalkan kamar untuk menuju ke mobil. “Jeno-ah, kau sudah menghabiskan makanannya kan?”

“Eum!” Jeno mengangguk mantap.

“Ayo kita tunggu Appa di mobil saja, kajja!” Yoona membetulkan kerah baju anaknya sebelum menggandengnya keluar rumah.

“Eomma, aku ingin digendong Eomma…” permintaan Jeno yang sangat menggemaskan membuat Yoona mengelus rambut anaknya yang berwarna coklat tua seperti suaminya.

“Yak! Jeno-ah! Kau itu mau menjadi kakak, kenapa masih minta gendong Eomma,” Donghae muncul dengan koper besar dan kandang berukuran sedang yang ditentengnya keluar rumah.

“Biarin saja, adik Jeno juga belum lahir. Ini kesempatan Jeno untuk minta gendong Eomma! Wlek!” Jeno menjulurkan lidahnya ke arah Donghae.

“Yak Lee Jeno! Kau tak kasihan Eomma menggendong dua orang sekaligus?!” Donghae meletakkan koper dalam bagasi dan mengelus perut Yoona yang sudah membuncit. “Dua bulan lagi kau sudah menjadi kakak,”

“Arraseo… Tapi saat adik Jeno lahir, apa Eomma masih sayang pada Jeno?”

“Tentu Eomma sayang sekali pada Jeno,” ucap Yoona mengelus pipi Jeno yang sedikit muram. “Nanti Jeno juga bantu Eomma dan Appa mengurus adik ya,”

“Ne! Jeno akan bantu Eomma setelah pulang dari klub sepak bola!”

Mereka tertawa melihat kepolosan anak pertamanya yang lahir di London pada musim semi tiga tahun lalu. Sebelum tau Yoona ternyata mengandung, Donghae diutus Appanya untuk mengurus perusahaan di Uni Eropa dan mereka memutuskan untuk sekalian pindah dan menetap di London.

Dan hari ini, mereka akan terbang ke Seoul untuk mengunjungi Eomma Donghae yang sedang berulang tahun. Hal ini sangat Jeno nantikan karena ini pertama kalinya bertemu dengan salah seorang dari neneknya. Dan setelah itu ke Daegu mengunjungi Eomma dan Appa Yoona, ah perjalanan yang terdengar seru bagi Jeno.

“Jeno, kau sudah membawa hadiah mu untuk Halmeoni kan?”

“Ne Eomma, sudah ada dalam ranselku.”

“Bada dimana?” tanya Yoona.

“Sudah ada disebelahku, Eomma. Jeno tak sabar ingin cepat-cepat naik pesawat bersama Bada,” ungkap Jeno dengan tawanya.” Kajja kita berangkat, Appa!”

“Woof!”

THE END

Buat yang penasaran wajah Jeno, anak kecil usia 4 tahun, ya kira-kira ini:

tumblr_mdhf5t5UDY1qzipobo1_500 - Copy

*Nama Jeno terinspirasi sama Jeno SM Rookies yang mukanya mirip banget sama Donghae-Yoona (Walau ada yg bilang gabungan dari Donghae-Amber, keke)

Sequel of Serendipity pun akhirnya finish juga. Disini aku sengaja buat tanpa konflik-konflik runyam, karena spesial buat bulan penuh cinta… February! Dan maaf! Neomu Mianhae kalo feelnya super kurang pas atau ga ngena di hati pembaca, trs banyak hal-hal super gapenting… I tried my best. Believe me L

Di ff ini juga sedikit awkwardly  gimana gitu soalnya buat nyampurin NC sama romance yang istilahnya ‘lulus buat dibaca semua orang’. Oke, ga semua orang, tapi para Pyro teenager yg haus akan marriage life FF. Dan mungkin kalo ada readers yang ngerasa “Omo! NC bgt nih! Ga bisa, ini ga bener! Dosa! Dosa! dsb” atau malah “Heol! Adegan romantisnya kurang nih, kurang banyak, kurang greget, kurang ngena, dsb”, author dengan segenap hati minta maaf lagi. Buat ff walaupun oneshoot itu cukup menguras tenaga juga loh readers hehe, tapi akhirnya selesai juga sampai kata the end.

Masukan, kritikan, pujian, semua ketikan dari komen kalian selalu author baca dan terima. Jadi jangan sungkan buat komen sebanyak-banyaknya biar author ‘ngeh’ sama apa yang kalian mau dan butuhkan. Kalau istilahnya kira-kira gini, “kalau gaada yang respon sama ff gua, ngapain gua buat lagi ff lainnya? Toh ga ada yg suka juga” ß itu versi author pas nulis lagi pesimis, emosi, pms, dan mood-moodan. Ada juga author yang mikir “Wah kalo komennya banyak dan ngebangun gini, gua makin semangat nyari inspirasi buat kelangsungan Yoonhae nih!” ß itu versi author lagi bahagia habis makanin nutella setoples. Eh engga deng, maksudnya author lagi positive thinking dan ngeliat tumpukkan komentar readers.

Itu Cuma gambaran sotoy author LeeHaena aja kok. Gausah diambil hati, gausah ‘wah gue harus komen kalo ada LeeHaena muncul’, natural aja. Gacuma LeeHaena, author yang lain pun perlu disemangatin, oke?

Author bocorin satu hal. Kedepannya author LeeHaena bakal post-post FF yg oneshoot aja, paling panjang 2 shoots. Jadi stay tunes terus ya di StoryOfYoonhae!

Annyeong~~~~^^

62 thoughts on “Sequel of Serendipity – Eternity (OneShoot)

  1. perfect bgt cerita’y!!!!!!
    god…jeno,,CUTE!!! lbh mirip k yoona, tp mirip donghae jg…hahaa,,emank bnr” gabungan yoonhae itu…hhehe XD

  2. Byknya sambil senyum” sndri coz so sweet bgt n romantisnyaaaaaaaaa msuk k hati*alah kok jd lebay gni.
    Kluarga yg patut jd contoh tuch YoonHae family daebak!!!
    Bt authot trs semangat n mkin byk bt ff laennya gomawo thor HWAITHING!!!!!!!

  3. Klo aku mah.. apapun yg ada di ff ini semuanya pas…..

    Annyeong.. reader baru imnida…
    salam kenal…
    wah katanya duplicate comment.. ada yg sepemikiran denganku ternyata.. atau itu emang aku?

Komentarmu?