Serendipity Special Valentine – Unforgettable Day (OneShoot)

FF Poster 5

Author                        :           LeeHaena

Title                 :           Serendipity Special Valentine – Unforgettable Day

Length                        :           One Shoot

Cast                 :           Im Yoona

Lee Donghae

Genre              :           Romance, Marriage Life, PG-16

Author Note  :           This is another sequel of Serendipity. I know it’s too much sequel, but I just wanna end this with ‘full-length’ edition. Better to read Eternity first, but if you’re not read this note, you must be little confuse about the story and ask for the sequel in the end… if you read this note, please write in the comment section ‘i saw the future of their child,’ or ‘I already knew little-jeno face!’ (jk^^)

This story based from happy mind that we found together, and I tried to click it to the keyboard. Sorry for bad sentence or typo. Happy readingJ

Synopsis : Siapa yang bilang bahwa pernikahan adalah akhir dari kisah cinta abadi? Dari janji suci yang terucap, justru itulah gerbang permulaan dari hidup yang sebenarnya. Yoona dan Donghae terus menatap masa-masa indah setelah menikah, entah itu gugup, canggung, atau tawa usil dari salah satu mereka. Namun siapa sangka pasangan itu mendapatkan kado Valentine paling berharga dalam hidup?

◊◊◊◊◊

 

“Gomawoo, Yoona-ah. Kau selalu tau Eomma paling suka diberi scarf,”

“Ah, Yoona cuma kebetulan saja melihat scarf yang kupikir cocok untuk Eommonim, jadi langsung kubeli  saja,” jawab Yoona sedikit malu-malu.

“Geunde… Apa saja yang kalian lakukan selama di London?”

“A-ah… waktu itu..” Yoona merasa kagok, akan panjang jika ia ceritakan semuanya. Terlalu banyak memori yang terkenang selama ia honeymoon.

“Omo, kenapa eomma bertanya seperti itu ya?” aku Eomma sambil sekilas menutup mulutnya dengan telapak tangan. “…Tentu Eomma sudah mengerti apa yang kalian lakukan disana… Hohoho…”

Yoona menyengirkan senyumannya mendengar sang ibu mertua tertawa sendiri. Tawa Eommonim mengingatkannya pada karakter ahjumma di drama-drama televisi yang sering ia tonton saat menunggu Donghae pulang kerja.

“Ah iya, Eomma sedang masak. Kau mau membantu?”

Anggukan Yoona membawanya bergelut dengan beberapa bahan laut dan bumbu-bumbu khas hidangan Korea di dapur. Ternyata, Eomma Donghae yang terkenal aktif dalam charity STX ataupun kegiatan sosial lain di luar daerah, juga hebat dalam memasak. Mengecilkan hati Yoona yang sudah cukup bangga dengan menghidangkan doritang buatan sendiri saat makan malam dengan Donghae.

“Eommonim mau masak apa?”

Sambil membersihkan beberapa cumi berukuran sedang, ia menjawab “Eomma memasak jjampong seafood pedas. Donghae suka dimasakkan ini saat lelah, disamping chicken doritang favoritnya.”

“Ah begitu ya, Donghae Oppa juga suka makanan pedas jika lelah. Tapi hanya kubuatkan doritang yang ditambahkan dengan saus cabai…”

“Hahaha… Kau ini polos sekali Yoona-ah,” tawa Eomma Donghae sambil terus memotong-motong sayurannya. “…Eomma juga selalu bingung waktu itu, Appa Donghae suka dengan dimasakkan makanan eropa, terutama Prancis. Sedangkan Donghae, selalu meminta makanan Korea. Jadi saat makan malam berlangsung, salah satu dari mereka pasti akan ada yang mengomel. Eomma kadang lelah sekali…”

Yoona menanggapinya dengan anggukan sebagai masukan untuknya. Eomma Donghae adalah tipe yang suka memasakkan untuk keluarganya dirumah, memperhatikan permintaan anggota keluarga, juga bertanggung jawab atas keperluan rumah tangga. Itu membuat Yoona menjadi kagum.

“…Yah tapi ini memang kewajiban seorang ibu di rumah tangga. Dan yang paling penting Yoona-ah, sebagai ibu rumah tangga, kita tidak boleh mengeluh atau menyerah. Itu sangat tidak baik bagi wanita, hanya membuat diri kita tampak lemah saja,” ungkap Eomma Donghae.

“Ne, Eommonim. Yoona tidak akan seperti itu!” janji Yoona. Membuat mertuanya tersenyum puas dan mengelus punggung Yoona dengan bangga.

Sudah lebih dari dua puluh menit mereka memotong, meracik, mengaduk masakan-masakan spesial itu sambil mengobrol seru. Yoona tak hentinya tertawa saat mendengar cerita dari Eomma Donghae bahwa suatu hari Donghae saat SMA tak mau sekolah karena ada jerawat di puncak hidungnya. Atau fakta bahwa Donghae sebenarnya sangat manja pada ayahnya.

“Jadi waktu Donghae Oppa tersesat di bandara kota London, karena ia ingin kabur dari Korea?”

“Ya begitulah. Saat Eomma tak mengizinkannya menginap di rumah temannya, ia marah dan menangis. Juga mengancam akan pergi dari Korea. Tak disangka, esok sorenya ia sudah ada di Inggris bersama dengan Appanya di kantor.” Eomma Donghae bergeleng-geleng.

“Donghae Oppa luar biasa…”

“Sangat luar biasa…” cibir Eomma Donghae, “…Bukannya disambut baik, disana ia malah di marahi oleh Appanya dan minta tolong Eomma agar menyelamatkannya. Anak itu… Jinjja…”

Akhirnya Yoona mendapat satu fakta baru lagi tentang Donghae. Makin lama, ia makin tertarik dengan keluarga Lee yang terpandang ini. Dulu ia hanya memandang Donghae sebagai anak sok kaya yang jago bermain saham. Ternyata sifat polos pun tak luput dari wajahnya yang tajam.

“Yoona-ah, tolong ambilkan gaebul* di sana,” (*sejenis cacing laut berukuran besar, populer di Korea, China, dan Jepang.)

“Gae… Gaebul?”

“Iya, itu yang sudah Eomma bersihkan tadi,”

Yoona menyerahkan semangkuk gaebul yang sudah bersih dan berwarna kulit itu. Ada kesan aneh dalam pandangan Yoona saat melihat makhluk laut itu, tapi ia menepis bayangan itu dan melanjutkan memperhatikan Eomma masak.

“Kudengar, gaebul ini baik bagi kesehatan pria. Jadi semoga Donghae suka dan memakannya, agar Eomma bisa menimang cucu secepatnya,”

Yoona mematung. Tak salah lagi, Eomma Donghae memang mau sesuatu dari masakan ini. Dan apa yang akan Yoona katakan saat mendengar kejujuran ibu mertuanya ini? Apakah ia akan dengan senang hati menjawab ‘ne eomma, jangan khawatir. Kami sudah membuatnya,’ atau cepat-cepat menghilang dari bumi ini?

“Eo… Eommonim… Waegeureyo…” respon Yoona canggung.

“Ah, tak apa Yoona. Tak usah terburu-buru… Eomma akan setia menanti, asal jangan terlalu lama saja…” jawab Eomma Donghae dengan tenang dan tanpa merasa bersalah. “… Eomma juga menambahkan beberapa rempah Cina untuk kebugaran Donghae, nanti kau sajikan ya saat ia pulang kantor ne~,”

“N…Ne… Eommonim…” Yoona menyingkir dari samping Eomma Donghae yang sibuk mengaduk masakannya. Apa sebegitu cepatnya ia ingin memiliki cucu? Kan sudah ada dua dari Donghwa jahyeong?

Pikiran itu menghantui Yoona sampai ia kembali ke apartmen dan menghidangkan semangkuk besar jjampong hangat di meja makan.

“Wah Yoongie! Kau membuatkan jjampong? Daebak! Istriku memang hebat!” girang Donghae mengambil sendok dan mangkuk kecilnya, siap menyantap kuah merah jjampong.

“Itu.. Sebenarnya… em.. Aku berdua dengan Eommonim yang membuatnya. Ah tidak, aku hanya membantunya sedikit..”

“Eomma?” Donghae bertanya sambil menyeruput mie di mangkuknya. “… Kau ke rumah Eomma siang tadi?”

Yoona mengangguk. Memperhatikan Donghae makan dengan lahapnya membuat Yoona senang, ini seperti bayaran atas keringatnya saat memotong ikan dan mengupas kerang. “Kau suka?”

Donghae terdiam. Menaruh mangkuknya juga sumpit besinya. Menegakkan badannya, dan menatap lurus pada mata Yoona yang ada di depannya, lalu berkata, “NEOMU!!”

Yoona tertawa atas hal konyol yang Donghae lakukan. Tentu Donghae suka, tak mungkin Donghae melempar mangkuknya dan kesal karena dihidangkan makanan seenak ini.

“Eo, ini gaebul?”

DARRR. Sebuah petir seakan menyambar kepala Yoona. Ia tak ingin Donghae salah paham mengartikan maksud gaebul di jjampong ini. Ia tak mau di cap agresif karena memasukkan gaebul untuk kekuatan pria malam hari. Sesungguhnya Eomma Donghaelah yang memasukkannya.

“Mu… Mungkin,” pura-pura Yoona.

“Kau mau membuat Oppa melakukan apa malam ini eoh?”

“Ti-Tidak!” Yoona merengut sambil mengepalkan sepasang sumpit di tangannya. “Ini salah paham! Eommonim yang memasukkannya! Aku bersumpah!!” panik Yoona.

Donghae terbahak melihat Yoona yang sangat uring-uringan menjelaskan duduk perkaranya. Tentu Donghae hanya menggoda istrinya itu, tak ada niatan lain. Dilanjutkannya kembali memakan jjampong dengan pemandangan Yoona dan muka merahnya.

Sedikit lama dari makan malam biasanya sampai mangkuk Jjampong itu habis tak tersisa. Yoona beranjak ingin mengambil piring-piring kotor untuk mencucinya sebelum Donghae mengatakan sesuatu, “Yoona, ada yang ingin kuberi tau,”

Alis Yoona mengangkat tinggi. Suara Donghae terdengar sedikit lebih serius dari sebelumnya, pertanda apakah ini?

“Cabang perusahaan STX di Inggris agak merosot produksinya, mereka memintaku untuk kesana. Mungkin lebih tepatnya, bekerja disana. Oppa tak tau ini sementara atau tidak, tapi paling sebentar akan menghabiskan setengah tahun disana,”

“Hm,” respon Yoona sekenanya.

“Setengah tahun tanpa pulang ke Korea,”

Yoona memalingkan kepalanya. Pikirannya langsung tertuju pada perkataan Eomma Donghae siang tadi. Setengah tahun adalah waktu yang lama untuk Eomma Donghae menunggu jabang bayi di rahimn Yoona untuk muncul. Apa jadinya jika ia tau? Pasti itu akan membuat mertuanya kecewa.“Jadi… Kita akan berpisah selama enam bulan? Atau perlu aku ke sana beberapa bulan sekali untuk menjengukmu?”

“Tidak… Malah,” Donghae menarik nafasnya pelan, “…Apa kau siap untuk pindah ke Inggris bersamaku?”

Sing… Otak Yoona mendadak seperti di pause. Mungkinkah ini nyata? Ini bukan mimpi kan?! Menikah dengan Donghae saja sudah membuat Yoona senang, dan sekarang tinggal bersama pujaan hatinya di negeri impian mereka. Ah, rasanya tak bisa tertuang dalam kata-kata.

“Jinjjayo?!”

“Kalau kau siap, kita akan berangkat dua minggu lagi. Mungkin kita akan menetap selama yang kau inginkan,” cengir Donghae.

“Daebak…” Yoona menaruh kembali tumpukan piring kotor dan mengecup singkat bibir Donghae. “Aku tak siap jika kau meninggalkanku selama setengah tahun penuh…”

◊◊◊◊◊

Perjalanan panjang kembali dirasakan Yoona dan Donghae. Namun kali ini barang bawaan mereka bertambah, hanya karena mereka akan menetap disini. Di ibukota London yang terkenal dengan keanggunan tiap sisinya.

“Maaf ya Yoong. Gara-gara aku, kau juga harus pindah ke sini,”

“Mwo? Kenapa kau minta maaf? Nan gwenchana. Neomuuu gwenchana,”

Beberapa orang suruhan Donghae telah selesai mendekor ulang beberapa properti dalam rumah ini. Rumah yang sama saat mereka menghabiskan waktu honeymoon kurang dari sebulan yang lalu. Dan saat malam menjelang, tak biasanya, Yoona hanya memakan semangkuk kecil cream soup dan merasakan kantuk lebih awal.

“Apa kau kurang enak badan, Yoong? Masuk angin?”

“Molla… Aku ingin berselimut saja ya Oppa, aku ke kamar duluan…”

“Hm… Tak usah khawatir. Aku saja yang mencuci piringnya, kau istirahatlah,”

Setibanya ia di kamar, Yoona langsung menghadapkan wajahnya pada wastafel dalam kamar mandi. Mukanya sediki pucat dari biasanya, lengkungan hitam di matanya sedikit lebih gelap. Apa anemianya kambuh lagi?

Ia menghirup napas dalam dan berjalan menuju tempat tidur. Mematikan lampu dan memejamkan matanya, berharap esok ia kembali sehat dan menyiapkan sarapan untuk hari pertama Donghae masuk kerja di London.

◊◊◊◊◊

“Good Morning,chagi… Kau sudah sehat?”

Yoona mengerjapkan matanya melihat Donghae memakai setelan jas rapih khas ia berangkat kerja dengan sinar matahari sebagai latarnya. “Jam berapa sekarang?”

“Jam 7 tepat.”

Yoona segera bangkit dari posisi tidurnya, “Omoya! Aku harus membuat sarapan untukmu!”

“Tak usah, aku sudah makan barusan.” Donghae duduk dipinggir ranjang sambil mengusap kepala Yoona agar tenang.

“Ah eottohkae? Mianhae Oppa, aku bangun kesiangan…” lesu Yoona.

“Gwenchana… Sepertinya kau memang butuh istirahat. Semalam kau mengigau, mungkin karena tidurmu kurang nyaman akibat sakit badanmu,”

Yoona menggaruk kepalanya dan berusaha merapihkan rambut-rambutnya yang sedikit berantakan.

“Kalau begitu, Oppa berangkat dulu, ne? Oppa akan pulang jam tujuh malam, doakan yang terbaik untukku,” Donghae mencium Yoona lembut. Morning kiss yang dipadu dengan pelukan semoga lekas sembuhnya.

Sekeluarnya Donghae dari pintu rumah, Yoona merasakan mual yang mengganggunya sampai ia membuka kulkas untuk mencari sarapan. Ia tak bisa lagi menahan mual itu dan berlari ke toilet terdekat.

Bunyi flushing beberapa kali terdengar selama Yoona berada di dalam toilet. Ia mencoba memuntahkan isi perutnya yang mengganjal dan membuatnya tak enak, namun nihil. Hanya cairan saliva dari kerongkongannya saja yang keluar. Setelah ia mencoba berdiri, rasa pusing memenuhi pandangannya.

“Omo… waegeure? Kenapa aku seperti ini? Heokshi…”

Mungkinkah Yoona hamil?

Segera ia mencari testpack yang ia bawa di kotak obat. Dan tiga jam kemudian, ia menatap lekat pada benda di tangannya sebelum tersenyum lebar menunggu Donghae pulang. Dan selama itu pula, Yoona dan senyumannya mencari ide.

“Ah iya, dua hari lagi kan Valentine. Apa yang harus kuberi pada Donghae Oppa ya?” gumam Yoona. “…Di momen spesial ini, biasa rasanya menghadiahi berbagai coklat. Yang ada Donghae Oppa jadi makin sering fitness…”

“Atau mungkin hadiahkan saja berita ini, kuharap Oppa senang…” riang Yoona.

◊◊◊◊◊

Dengan setelan dress selutut berwarna coklat hazelnut dan sedikit aksen renda dibawahnya, Yoona siap menyambut kedatangan Donghae di hari spesial ini. Sudah ia siapkan beberapa hidangan yang sedari siang ia pusingkan, yaitu roasted beef, dua mangkuk dessert bahan coklat, dan sebotol wine yang ia beli saat ke supermarket.

Ini memang dua hari terlalu awal untuk perayaan Valentine, tapi rasanya Yoona sudah tak sabar. Dengan gugupnya, ia memoles wajah yang sering kali malas untuk di rias. Menaburkan bedak, menorehkan blush on, menggoreskan eye liner, dan sedikit lipstik berwarna lembut.

Cklek.

Pintu depan terdengar terbuka dan sudah pasti itu Donghae.

“Yoong-ah, I’m home…”

Yoona sedikit berlari, menyembulkan kepalanya dari balik dinding. “Oppa, tumben kau pulang jam 7,” senyum-senyum Yoona.

“Kan memang Oppa pulang jam 7, Yoong?”

Hening.

Yoona salah tingkah sendiri, tapi ia langsung mengambil alih keadaan dengan menggandeng Donghae menuju ruang makan yang sudah ia atur seromantis mungkin. Ia hidupkan dua lilin tinggi di tengah meja makan, ia pasang aroma therapy, dan yang terpenting ia sudah menghangatkan makanannya kembali.

Di makan malam ini Yoona tak bosannya mendengar Donghae yang bercerita tentang hari pertamanya bekerja, mulai dari karyawannya yang ramah sampai koleganya yang ber ego tinggi. Daripada memakan hidangan yang sudah ada, Yoona malah menopangkan dagunya dan tersenyum melihat Donghae yang asik berceloteh ria.

“Oppa, ngomong-ngomong… apa keinginanmu di hari Valentine besok?”

Donghae memikirkan jawaban-jawaban yang berseliweran di pikirannya, “… Kau membuatkan makan malam spesial super enak ini saja, Oppa sangaaat senang. Kau tau? Daging ini pas sekali! Lain kali kau buatkan lagi ne,”

Yoona sedikit tak puas akan jawaban Donghae, walaupun ia sudah memuji masakannya dengan jujur. “Apa tak ada yang lain? Barang? Atau sesuatu… Seperti itu…”

“Eum… Sejujurnya, Oppa berkeinginan untuk memiliki seekor anak anjing, agar kau tak kesepian saat aku di kantor. Tapi, kurasa keinginan terbesarku adalah memiliki seorang anak dulu,”

“Aku akan mengabulkan permintaan Oppa,” Yoona beranjak dari meja makan dan mengambil sebuah kotak dari kamarnya. Kemudian memberi kotak itu pada Donghae yang tengah selesai meneguk wine.

Donghae mendelik tak mengerti, namun tetap ia buka kotak itu. Terdapat sebuah kotak persegi yang ia yakini adalah test pack, dengan dua garis membentuk tanda positif.

“Jinjjayeo?” Pertanyaan bodoh yang sudah pasti dijawab anggukan semangat oleh Yoona.

“Gomawo Yoongie-ah! Aku bisa menjadi seorang ayah!” girang Donghae sambil mencium Yoona dengan bahagianya. Kejadian ini sungguh membuat Donghae lebih dari sekedar gembira, ia seperti mendapatkan berton-ton emas murni. Mereka tertawa, tersenyum, berpelukan, dan meneteskan air mata haru.

◊◊◊◊◊

Sebulan setelah kejadian menyenangkan itu, kehamilan Yoona menginjak berusia dua setengah bulan. Keadaan tubuhnya melemah dari sebelumnya, pusing, mual, dan selalu meilih-milih makanan. Tentu Donghae menjadi sangat khawatir dan tidak tenang akibat kondisi Yoona, walau istrinya ini tidak mengidam apa-apa seperti ibu hamil biasanya.

Semalam, Yoona sudah lumayan bisa melahap habis makan malamnya dengan paksaan Donghae. Dan itu membuat Donghae cukup lega karena setidaknya besok ia bisa meninggalkan Yoona untuk pergi ke kantor tanpa rasa cemas berlebihan. Setidaknya…

Donghae sudah siap dengan kemeja biru tua dan jas warna senada untuk segera berangkat. Namun Yoona masih tertidur pulas dengan selimut yang terbalut erat di sekujur tubuhnya. Donghae sebenarnya tak mau mengganggu tidur Yoona yang jarang sekali bisa pulas seperti detik ini, namun kewajiban memaksanya untuk peduli pada kesehatan Yoona, yaitu mengajak Yoona sarapan.

“Chagi-ah… Ireona…”

Suara asal-asalan dari tenggorokan Yoona yang bisa menjawab Donghae.

“…Ireona…”

Yoona mengerjapkan matanya yang terasa sepat itu, seperti ia baru tidur selama 2 jam saja. “Oppa… Sudah mau berangkat lagi, eoh?”

“eum…” Donghae mengecup keningnya dan mengelus pipi istri terkasihnya itu. “…Oppa baru akan berangkat saat kau mulai memakan sarapanmu, jadi cepatlah,”

“Wae…”

“Kalau tidak, kau akan tidak makan sampai sore menjelang,” sindir Donghae.

Tiba-tiba Yoona merasakan sesuatu yang sangat tidak enak di dalam perutnya, menyesakkan diafragma dan membuatnya cepat-cepat melompat dari ranjang dan berlari ke arah toilet meninggalkan Donghae yang masih duduk di pinggiran ranjang itu.

Donghae menarik nafasnya, “…Morning sickness lagi…”

Lagi-lagi suara flush toilet mendominasi tiap menit Yoona disana. Yoona seperti ingin men=muntahkan sesuatu, namun hasilnya hanya sedikit bahkan tidak ada. Setelah itu, pasti pusing di kepala Yoona menghadang.

Donghae datang untuk setidaknya sedikit membantu dan menenangkan Yoona yang sudah kepayahan. Ia mengelus tengkuk Yoona dan memberinya segelas air. Namun siapa sangka Yoona malah mundur beberapa langkah menjauhi Donghae…

“Oppa! Cukup! Disitu saja!” panik Yoona.

“Wae?”

“Sepertinya aku tidak bisa mencium aromamu, tepatnya aroma after shave mu, Oppa…” Dan kemudian Yoona sedikit muntah kembali.

After shave-ku? Bukannya waktu itu kau yang memilihkannya untukku-“

“Andwe… aku tidak bisa mencium wangi itu lagi… Sekarang cepat Oppa pergi kerja saja!”

Dentuman pintu kamar mandi yang ditutup cepat oleh Yoona membuat Donghae melangkah lesu meninggalkan kamar. Kehamilan Yoona memang menggembirakan, tapi jika harus diusir dari rumah sendiri kan… jadi… tidak enak juga rasanya… Begitu batin Donghae.

◊◊◊◊◊

“Yoona-ah! Kau sudah siap?”

“Iya sebentar lagi aku turun!”

“Cepatlah! Bantu aku memasang dasi!” Donghae sedari tadi bergelut dengan kain panjang berwarna biru pekat di lehernya. Karena selama ini Yoona yang memakaikan dasi untuknya, ia jadi lupa untuk memasangnya sendiri.

“Ne ne! Aku datang,” jawab Yoona sambil melangkah turun dari tangga menuju tempat Donghae berdiri di depan cermin besar. “Aish… Bagaiman kau jadi tak bisa memasang dasi eoh,” gerutunya.

“Gara-gara kau Yoong,”

Dengan lihai Yoona menyimpulkan dasi dan jadilah sempurna penampilan Donghae. “Selesai,” ucapnya.

Donghae mengalihkan pantulan bayangannya dari cermin menuju tubuh Yoona yang berada disampingnya sedang membetulkan beberapa helaian rambut. Yoona memakai dress panjang shoulderless dengan rambut yang disanggul sederhana, menampilkan leher jenjangnya yang putih mulus.

“Kau sangat cantik,”

“Mwo?”

Donghae tersadar, “A-anieo… bukan apa-apa… Geunde, apa kau sehat untuk datang ke pesta ini?”

“Tentu saja! Aku tak boleh tak pergi karena ini pesta pernikaha Victoria Eonni!”

“Baiklah, tapi jika kau mulai pusing, segera beritahu Oppa,”

“Ne sajangnim…” usil Yoona memanggil Donghae dengan sebutannya yang dulu. Dan itu membuat keduanya terkekeh sambil berjalan menuju mobil.

Sesampainya di sebuah ballroom hotel, Yoona menggandeng Donghae di lengan kirinya. Dengan terpukaunya, Yoona memandang ornamen-ornamen klasik yang menghiasi tiap sisi dinding. Selera Victoria memang bukan main-main, dan pernikahannya di negeri asing inilah yang sangat menghebohkan.

“Yoona! Lama tak berjumpa,”

“Chukkae Eonni! Kau cantik sekali dengan gaun itu,” puji Yoona.

“Ah kau lebih cantik Yoona… Bagaimana kandunganmu?”

“Sehat-sehat saja… Eonni juga harus cepat-cepat menyusulku lagi, ya” Dan sapaan ramah mereka berdua harus terhenti karena beberapa teman Victoria datang dan menyapanya.

Yoona berjalan, berdampingan dengan Donghae yang merangkul lengannya, sesekali membantu Yoona yang sedikit kesulitan mengangkat untaian dress panjangnya. Selama itu pula Donghae sudah memperkenalkan Yoona dengan sahabat karibnya, Choi Siwon dan pasangannya yaitu Tiffany Hwang, serta beberapa teman bisnisnya, yang sudah tentu Yoona tak tau harus mengobrol apa dengan mereka.

“…Terima kasih sudah mempercayai Doosan Group sebagai partnermu, Donghae-sshi…”

“Ye, bukan masalah…”

“…Bagaimana dengan perkembangan pasar di sini?”

“…Jauh lebih baik sebulan terakhir, Mr. Kang… Saya sungguh bangga dengan kerjasama dengan Shim Corporation…”

“…Ya… Kami juga bangga dengan kenaikan 3,4% di SK Industry…”

Tawa khas berbagai petinggi perusahaan atas hasil yang didapat membuat Yoona makin menjadi tidak nyambung. Sayangnya tak ada yang menemaninya seperti Krystal saat pertama ia datang pada pesta yang mengundang bos-bos industri. Lebih banyak orang-orang yang jauh lebih tua darinya, adapun beberapa wanita muda tapi hanya mengacuhkannya saja.

Keadaan yang makin ramai membuat ballroom yang sudah luas itu semakin sesak. Entah karena makin banyaknya orang atau perasaan bosan, Yoona merasakan badannya menjadi tak enak. Sedikit pusing, ia menaruh gelasnya yang belum dihabiskan pada nampan pelayan yang lewat.

Yoona sedikit menyadarkan Donghae dari larutan obrolan dengan menyentuh punggungnya pelan, “Oppa… Masih lama?”

“Hm? Kau lelah, Yoona-ah?”

Anggukan lesu Yoona membawa Donghae keluar dari kerumunan teman-temannya. “Apa kau sakit?”

“Aku hanya sedikit pusing saja. Aku akan duduk di sana, Oppa selesaikan saja urusan bisnis dengan yang lain…”

“Ani.. Anieo..” Donghae menahan Yoona yang berjalan terhuyung pada salah satu kursi didekat jendela besar. “Ayo kita pulang… Kau harus istirahat. Kandunganmu sedang rentan di bulan ini…”

Donghae memasang jasnya pada bahu Yoona, mengusap lengan bagian atasnya agar Yoona sedikit menghangat. “Lain kali kau jangan seenaknya memakai baju terbuka… Kau harus ingat, kau itu sedang mengandung… Kau itu boleh cantik hanya pada saat di depanku saja,”

Yoona hanya berdecak kesal mendengar nasihat Donghae yang sok tau. “Mana boleh begitu! Kau itu serakah sekali,”

“Aku tak suka pria lain memandangimu dari atas ke bawah seperti kau adalah gadis single…”

Tubuh Yoona memang bisa membohongi semua yang menatapnya kecuali Donghae. Sepanjang pesta, beberapa pria mengajaknya minum dan bersenda gurau, karena takut tak sopan, Yoona jadi tak menolaknya. Dan itu membuat Donghae cukup gerah. Beberapa kali Donghae merangkul pinggang Yoona dan sengaja berkata ‘Ayo istriku, kita sapa beberapa teman disana,’ untuk membebaskan Yoona dari godaan pria flamboyan.

Sesampainya di rumah, Yoona langsung ke dapur dan memasak air di panci. Sudah lama ia menahan lapar karena di pesta tadi entah kenapa ia tak bernafsu untuk melahap apapun. Hanya satu canape yang berhasil lolos ke kerongkongannya, itupun karena paksaan Donghae.

“Kau mau buat apa?” Donghae berjalan ke dapur sambil melonggarkan eratan dasinya.

“Ramyeon,” jawab Yoona tegas.

“Lagi?!”

“Ah sudahlah Oppa…”

“Kau tau kan jika terlalu sering ini tak akan membuatmu sehat,” omel Donghae.

“Aku hanya baru memakan satu porsi tadi pagi, tak masalah kan malamnya juga?”

“Aish, tetap saja! Kau harus banyak makan makanan bernutrisi daripada makan makanan instant!”

“Gwenchanaaa…” Yoona memasukkan mie instant itu ke dalam air yang sudah mendidih. “…Anggap saja anakmu yang meminta..”

“Tetap saja tidak, kau tidak boleh memakan ramyeon ini!”

“Baiklah aku tidak akan memakannya! Tapi belikan aku tteokpokki sebagai gantinya!”

“Mwo?!”

“Kau lihat sendiri kan aku sepertinya mengidam makanan korea! Sungguh langka mendapatkannya disini!” kesal Yoona.

“Aigoo jinjja…”

“Perbolehkan aku memakan ramyeon ini… jebal…eo? Jebal Oppa….” Yoona memperlihatkan puppy eyesnya yang mustahil untuk Donghae tak merasa luluh.

“Baiklah, malam ini saja!”

“Yeay!!” Yoona bersorak gembira sambil mengaduk ramyeon instant favoritnya yang baru dibeli di supermarket import kemarin siang.

◊◊◊◊◊

Enam bulan sudah usia kandungan Yoona, dan enam bulan sudah Donghae menjadi super protektif padanya. Morning sickness itu sudah hilang seiring waktu, nafsu makan Yoona juga sudah mulai baik kembali, namun itu tak menghalangi Eomma-nya khawatir.

‘Yoona-ah, gwenchana?’

“Eum,”

‘Kau kesepian ya di rumah? Maafkan Eomma tidak bisa kesana untuk menjenguk anak Eomma satu-satunya yang paling kusayang. Flower Shop kita sudah terkenal akibat mertua Lee yang sering pesan bunga disini! Kita bisa untung 300% dari sebelumnya! Aku tau ini pasti ulah menantu Lee, tapi tetap saja Eomma senang…’ tawa Eomma Yoona.

“Haish Eomma, itu bukan ulah Donghae Oppa! Aku tak mau ada yang mengataiku mencari untung dari pernikahan ini,”

‘Ne.. Arraseo, Eomma tidak bermaksud mengandalkan perusahaan keluarga Lee. Eh Yoona-ah, paket dari Eomma sudah datang kan?’

“Maksud Eomma paket berisi vitamin dan obat tradisional Korea?”

‘Ne!’

“Sudah,”

‘Apa kau sudah meminumnya?’

“Tentu, aku sedikit pilih-pilih saat melihat obat disini. Aku tak biasa, eomma,”

‘Ah iya, Eomma juga mengirimimu beberapa ginseng berkualitas. Karena takut rusak saat dipaketkan, jadi Eomma menitipkannya ke mertua Lee. Semoga kau suka ya,’

“Jadi… Eommonim akan ke Inggris?!”

‘Kau tak tau?! Ia sudah pamit denganku kemarin,’

“Omo! Aku tak tahu Eomma! Kalau begitu ku tutup dulu ya, anyyeong!”

Pip

Yoona melihat keadaan sekitar tempat ia duduk di ruang televisi. Bungkus snack berceceran, kulit jeruk di atas karpet, piring kotor dimana-mana… Ini lebih terlihat sperti kapal pecah dibanding rumah modern.

Lekas Yoona mengambil vaccum cleaner beserta lap-lap pembersih lainnya. Bagaimana ini? Yoona sudah malas bersih-bersih, paling hanya saat weekend dimana Donghae bisa membantunya. Bagaimana kalau ibu mertuanya shock melihat keadaan ini pertama kalinya? Usaha Yoona mencari muka sebagai menantu sempurna bisa-bisa hancur seketika…

Tepat setelah Yoona menaruh vas bunga yang sudah ia ganti airnya, bel pintu rumah berbunyi. Dan benar sekali, itu adalah ibu mertuanya. “Eommonim, anyyeonghaesseyo…” Yoona membungkuk dalam-dalam saking salah tingkahnya.

“Anyyeong Yoona menantu-ku, syukurlah kau sepertinya sudah sehat…”

“Begitulah…” cengir Yoona sambil sesekali mengelap keringat bekas bersih-bersih kilatnya.

“Eomma sangat khawatir saat Donghae menelfon memberitahuku keadaan lemahmu. Dan maka dari itu kukira rumah tidak ada yang membersihkan, jadi Eomma memutuskan datang untuk membantumu…” Eomma Donghae melepas mantelnya yang disambut uluran tangan Yoona. “…Tapi rumah ini sepertinya baik-baik saja, malah sangat rapih… Kau memang hebat, Yoona,”

Yang dipuji hanya tersenyum canggung dengan perasaan lega. Usaha setengah jamnya untuk menyembunyikan barang-barang kotor dan tak layak dilihat sedikit terbayar dari kepuasan wajah Eomma Donghae. Setidaknya ia sembunyikan sampai mertuanya itu pulang…

“Ini, ada ginseng yang dititipkan oleh ibumu. Kualitasnya sangat bagus, ibumu memang handal dalam memilih ginseng,” Eomma Donghae membuka kotak sedikit besar dengan ginseng terpampang mewah didalamnya.

“Uwah, besar sekali ginseng ini! Aku jadi takut salah memasaknya, apa Eommonim bisa membantuku?”

“Tentu saja! Eomma akan sangat senang membuatkan untukmu dan calon cucu Eomma,”

Mereka meracik berbagai bahan untuk membuat ‘teh obat tradisional’ yang dipercaya Eomma Donghae sangat baik bagi janin. Yoona hanya mengikuti sambil terbesit dipikirannya bahwa mungkin saja Eomma Donghae ini adalah seorang tabib handal Korea, karena dengan lihainya ia merebus berbagai macam rempah untuk menghasilkan secangkir teh.

“Eomma tak menyangka saat mendapat kabar kau positif hamil, Yoona-ah. Ternyata efek gaebul itu cepat sekali!”

Yoona hanya memaku canggung mendengar kepuasan Eomma Donghae. Sebenarnya ia yakin bahwa kehamilan ini pasti berawal dari bilan madunya, bukan karena efek gaebul yang waktu itu dimasakkan pada jjampeong. Tapi Yoona hanya diam, toh berdebat tentang masalah ini juga tak ada untungnya.

“Nah ini teh ginseng nya sudah jadi, sudah dicampurkan dengan berbagai rempah yang baik bagi janinmu,”

“Gamshahamnida, Eommonim” Yoona menyeruput teh itu dengan nikmatnya.

◊◊◊◊◊

Eomma Donghae baru pulang saat selesai makan malam bersama Yoona dan Donghae yang baru pulang. Ia berpesan agar terus mengabarinya dan sangat ingin menemani Yoona di detik-detik kelahiran cucu ketiganya ini. Dan permintaan Eomma Donghae itu hanya di jawab oleh anggukan dari pasangan itu sebelum mereka menutup pintu depan rumah.

“Oppa… kira-kira, anak ini namja atau yeoja ya?”

“Entahlah, tak masalah namja atau yeoja. Asal anak kita sehat, aku sudah sangat bersyukur…”

Yoona mengelus perut buncitnya sambil sedikit berdoa untuk keselamatan anaknya kelak saat persalinan. Donghae memeluknya dari belakang dan menopangkan dagunya pada bahu Yoona dan berbisik mesra, “…Kau adalah anugerahku, Yoona… Aku tak tau akan bisa hidup jika tak ada kau di dunia…”

Yoona tersenyum sendiri, entah ia mau menjawab apa gombalan yang baru saja terlontar dari bibir Donghae. Adanya jika ia tersipu malu, Donghae makin membombardirnya dengan 1001 gombalan lain yang mematikan. Dan Yoona sebal akan itu.

“Oppa… sejujurnya, kau ingin anak kita namja kan?”

Donghae tertawa dalam hati, “Bagaimana kau tau?”

“Ck, tentu aku tau. Aku melihat cat yang kau beli untuk mendekor kamar bayi, dan cat itu berwarna biru dan hijau. Tak ada warna pink sekaleng pun,”

Donghae sedikit tergelak, “Bagaimana kau bisa tau, Lee Yoona?”

“Saat aku membereskan lemari perkakasmu. Aish Oppa, jangan gegabah dulu. Bagaimana kalau yeoja? Kan rugi kau sudah membeli cat-nya!” jiwa hitungan Yoona kembali muncul.

“Tidak, tidak akan rugi. Aku yakin ini adalah Donghae junior!”

Yoona hanya pasrah dengan tebakan seenak Donghae.

“Donghae junior… Apa kau bisa mendengar Appa?” ucap Donghae seakan memang benar anaknya bisa mendengar tiap katanya. “… Kau harus bisa menjada Eomma-mu, agar ia tak sakit atau kesepian saat tak ada Appa. Appa percaya kau adalah malaikat pelindung kami…”

Yoona yang mendengarnya tak sanggup lagi menahan air mata harunya, melihat Donghae berbicara pada calon anaknya, mengelusnya, dan mengecupnya. Ini perlakuan Donghae yang membuat Yoona sangat bersyukur mempunyai suami sepertinya.

“… Jangan bosan untuk menemani Eomma, eo? Karena kalau Eomma-mu kesepian, ia akan sama liarnya seperti singa,”

Pukulan mendarat pada bahu Donghae, tak salah lagi Yoona terkena pada usilan Donghae lagi. “Yak Oppa, jangan bicara yang tidak-tidak!”

Donghae malah melanjutkan, “..Nah dengar sendiri kan, Donghae junior? Eomma-mu galak sekali,”

“Oppa!”

“Jangan marah Yoongie-ku! Bagaimana jika kita memikirkan nama yang cocok untuk Donghae junior?”

◊◊◊◊◊

Suara hentakan kaki yang berlari menyusuri lorong-lorong berbau obat mengalihkan perhatian beberapa orang disana. Ia terus berlari menuju ruang tempat dimana orang terkasihnya sedang berjuang antara hidup dan mati. Disanalah Yoona sedang berusaha keras memperjuangkan sebuah nyawa baru yang akan menghirup udara dunia untuk pertama kalinya.

“Mr. Lee?”

Anggukan Donghae membawa dirinya masuk setelah memakai pakaian steril. Yoona yang sudah pindah ke rumah sakit semenjak dua hari yang lalu akhirnya masuk pada tahap pembukaan yang sungguh diluar kendali batas sakitnya.

“Yoona, bertahanlah” Donghae mencoba menenangkan Yoona walau dirinya sendiri panik luar biasa.

“Oppa… Dong..hae.. Oppa… Aku tak bisa…”

“Tidak! Kau pasti bisa, Yoona!”

Yoona menggeleng lemah. Wajahnya sudah basah akibat air mata dan keringat, bibirnya nyaris pucat, nafasnya pun terengah-engah. “…Donghae..”

Donghae menggenggam erat tangannya untuk memberi kekuatan dan terus menyemangati Yoona dengan sabarnya. “Kau bisa Yoong… Kau pasti bisa!”

Beberapa kali Yoona mengerang dan berteriak nyeri. Sekujur tubuhnya seperti tak merasakan apa-apa lagi selain kesakitan dan kesakitan. Sejenak ia mengingat ibunya, bagaimana ibunya melahirkannya waktu itu, bagaimana rasa sakitnya. Yoona memejamkan matanya erat seakan itu membuat perihnya hilang.

“Oppa… Kumohon sayangi anakmu kelak…” Yoona menarik cepat nafasnya, “… Jika memang terjadi padaku… Pilihlah anakmu, dan cari kembali Yoona di dunia ini…”

Donghae menggeleng cepat, “Tidak… Kau akan bertahan Yoona!”

“Berjanjilah, Oppa…” Yoona terengah lemah.

Donghae tak kuasa membendung air matanya, genggaman tangannya dan tangan Yoona makin mengerat dan didekatkan pada wajahnya. “…Tapi kau harus berjanji, Yoona. Kau tak boleh hilang dariku…”

Yoona tersenyum, kerutan di keningnya membias. Genggaman tangannya semakin melemah.

“Dokter, tekanan darahnya turun drastis. Detak jantungnya sangat lemah,”

“Siapkan transfusi darah!”

Donghae semakin panik. Ia berdoa dan terus berdoa, untuk Yoona dan bayi mereka agar selamat.

Sesaat kemudian, suara tangisan bayi terdengar memecah derakan mesin dan alat operasi di sana. Donghae melihat bayi merah yang digendong oleh seorang suster, mengarah kepadanya.

“Selamat tuan. Anak laki-laki anda sehat dan sempurna,”

Donghae menerima dengan hati-hati bayinya yang terbalut kain lembut rumah sakit. Ia menatap bayi itu dengan perasaan percaya dan tidak, bayi sehat dan menangis tanpa air mata. Ia mengelus keningnya  dan tersenyum haru.

Ia lihatkan bayi dalam gendongannya itu pada Yoona yang terbaring lemah, kemudian Donghae tersenyum padanya.

Yoona terlihat bahagia melihatnya. Ini sungguh pemandangan yang sempurna. Pemandangan yang Yoona nantikan berbulan-bulan lalu. Pemandangan yang membuatnya tak merasakan sakit lagi di sekujur tubuhnya.

“Dokter, kesadarannya menghilang,” Beberapa perawat segera memantau tingkat nadi dari monitor dan melakukan tindak darurat.

“Dokter, oksigennya mulai menipis!”

Kira-kira lima perawat langsung bertindak dengan komando sang dokter. Mereka memasang alat bantu pernafasan, menancapkan satu lagi selang infus untuk mentransfusi darah, dan menyuntikkan sebuah cairan dari pergelangan tangan Yoona.

“Maaf tuan Lee, anda harus menunggu diluar. Istri anda perlu penanganan serius,”

Sejujurnya Donghae enggan beranjak dari sana, namun ini penting baginya untuk keselamatan Yoona.

◊◊◊◊◊

Penglihatannya begitu kabur pada awalnya. Namun lama kelamaan, cahaya mampu masuk dan berakomodasi dengan lensa dan retinanya. Pertama ia membuka mata, ia memandang bayi yang sedang tertidur dalam sebuah box transparan disebelah kasur tempat ia berbaring. Sedikit ia menggeser pandangannya, ia melihat Donghae tertidur dengan kepala yang tersandar di dekat tangannya. Donghae terduduk di kursi entah berapa lama, dan yang pasti sampai ia terlelap tanpa melepas tangannya.

“Donghae Oppa…”

Donghae terbangun dengan suara yang hampir menyamai bisikan itu. “Yoona-ah… Kau sudah bangun,”

Yoona tersenyum dan meneteskan air matanya, “Terima kasih, Oppa… Kau sudah menungguku…”

“Oppa yang harus berterima kasih padamu dengan adanya malaikat kecil di antara kita,”

Mereka melirik bayi yang terselimut hangat disana.

“Oppa sangat panik. Kau kritis dan tak sadarkan diri selama beberapa jam… Detak jantungmu kembali normal tiga jam yang lalu…”

“Jinjja? Mungkin selama itu aku bermimpi. Mimpi yang aku yakin akan menjadi nyata. Tentang kau, aku, dan anak kita…” Yoona mencoba duduk dari tidurnya yang mulai tak nyaman. Tapi… “Akh,”

“Berbaringlah, jangan banyak bergerak. Kau masih butuh banyak istirahat,”

“Tapi tidurku sangat tidak nyaman. Aku ingin duduk, Oppa,” omel Yoona keras kepala.

“Yasudah, aku tegakkan saja kasurnya eoh. Tapi kau jangan banyak tingkah,”

Yoona tertawa girang, “Arraseo…”

Pas saat Donghae selesai mengatur tempat tidur Yoona, suara segukan tangis terdengar dari sang bayi. Lantas Donghae membawa bayi itu kepada Yoona. Dan untuk pertama kalinya Yoona menggendong putranya itu.

Ia mengelus pipi mungil bayi itu dan mengucapkan kesyukuran yang ia terima. Naluri ibu yang sudah dimiliki Yoona menuntunnya untuk memberi asi pada bayinya yang baru tenang saat itu.

Donghae menatap haru kedua orang yang sangat berarti bagi hidupnya itu, istrinya, dan anaknya. Ia menjadi seorang lelaki paling beruntung di dunia, ia sekarang tak hanya menjadi seorang pria atau suami, namun sudah menjadi ayah.

“Matanya mirip denganmu, Oppa”

“Hidung dan mulutnya mirip denganmu,”

“Ia sungguh perpaduan kita, Oppa. Lee…”

“Siapa namanya?”

“Aku belum terpikir…”

“Lee…”

“Lee… Jeno?”

“Lee Jeno.”

◊◊◊◊◊

FIN

◊◊◊◊◊

Eureka! Satu lagi FF oneshoot yang berhasil sampai kata selesai dari LeeHaena! FF yang sungguh amat sangat mainstream dan mudah dibaca spoilernya (huhu). FF ini adalah cerita ‘tengah-tengahnya’ dari Eternity (yang belum baca ayo baca dulu, masa belum? Tar ga nyambung looo) dan ini FF sungguh nyata dari perwujudan dreaming dreaming sebagian Pyro yang pengen baca hidup bahagia bersama keluarga Yoonhae. Dengan nol-nya, bahkan minusnya konflik pada FF ini diharapkan readers maklum ya, neomu mianhae, soalnya emang gini kalau pengen FF yang bahagia gaada sedikitpun naik turun emosi. Mungkin juga dari mood author yang pengen bahagia… *Yah gausah curhat deh thor* Untuk masalah gaebul, readers bisa cari imagenya di google kalo siap penasaran, tapi manfaat dari gaebul ini author ga yakin 100% asli. Cuma untuk hiburan saja.

Beberapa readers yang sudah meluangkan waktu buat baca FF di SOY, author ucapkan terima kasih sebesar-besarnya untuk menghidupkan jiwa mimpi kalian terhadap sesuatu yang kita percayain banget (red:YoonHae). Dan semoga dengan begitu, YoonHae ga cuma ngasih moment pendek pas closing SMTOWN, tapi moment abadi yang bikin kita puas dan tersenyum tiap kali inget masa remaja nge bias mereka.

Author meminta maaf kalau reader dengan jelinya menemukan typo yang tersembunyi, kata yang gak pas, atau feel yang kurang ngena. Mungkin juga oneshoot yang kurang panjang, atau oneshoot yang kepanjangan tapi gaada maknanya… Percaya deh, author udah berusaha ditengah paksaan realita kehidupan (ampun dah bahasa gue -.-).

Akhir kata author mengucapkan terima kasih dan ga bosen-bosennya minta saran, komentar, masukan yang pasti dibaca author. Semoga kalian terhibur^^

Wait for another story yaaa!

Anyyeong chingu-ya! Pyro jjang!<3

52 thoughts on “Serendipity Special Valentine – Unforgettable Day (OneShoot)

  1. Perasaan jd cmpur aduk senang,deg”an,terharu hiks hiks kluarga yg sempurna.
    Kerennnnnn……bner” kerennnnn
    trs semangat bt author bt bkin ff lainnya yg mkin seru

Komentarmu?