I Finally Found You (Chapter 11)

Author: Hime Lee

IFFY

Title: I Finally Found You (Chapter 11)

Cast: Yoona, Donghae, SNSD, Super Junior

Genre: Romance

Length: 3.403 words

Category: Chapter

“Jimin, tolong beritahu pihak Alex’s Late Night Show bahwa Park Ah Jung bersedia hadir di acara itu. Tolong ingatkan pihak acara untuk tidak mengulur-ulur waktu karena jadwal Park Ah Jung sangat padat.”

“Oke, Bos,” wanita bernama Jimin itu hanya mengangguk ketika Yoona mampir ke kubikelnya dan memberi instruksi secepat MRT. Yoona mengangguk puas, lalu dengan langkah tergesa menghampiri kubikel anak buahnya yang lain.

“Alex,” sapa Yoona pada seorang pria yang tengah mengunyah croissant dengan lahap sambil menatap layar komputernya dengan serius. Yang dipanggil menoleh dan mengerutkan kening ketika Yoona menatapnya gusar.

“Sampai kapan Jin Ae akan kabur dari deadline? Kita sudah menjanjikan pada publik bahwa kelanjutan novelnya akan terbit bulan depan. Apakah dia kira kita bisa menyelesaiakan semua persiapan penerbitan hanya dalam waktu satu bulan? Kejar dia, kau editornya. Jangan menemuiku jika kau belum membawakan naskah lanjutan My Sister’s Wedding.” Yoona meletakkan kedua tangan di pinggang, menatap pria bernama Alex galak. Beginilah rasanya bekerja sebagai editor. Hampir setiap hari dilanda kegusaran ketika si penulis melenceng dari deadline dan memilih kabur.

Alex berdiri dan membungkukkan badan. “Aku akan meneleponnya.”

“Good.”

Stiletto hitam dengan heels setinggi sembilan senti milik Yoona mengetuk-ngetuk lantai dengan heboh ketika sang pemiliknya berjalan tergesa mengitari kantor untuk memastikan segala sesuatunya sempurna. Ia seperti diburu waktu, sampai tidak sempat mengucapkan terima kasih setelah memberi instruksi pada anak buahnya seperti biasa. Yoona melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya dan mengerang. Seharusnya ia sudah dalam perjalanan menuju bandara sekarang. Namun apa daya, sepertinya semesta belum mengizinkannya. Meeting mendadak dengan pemimpin redaksi, revisi buku baru yang memakan waktu hampir dua jam, belum lagi pekerjaan-pekerjaan anak buahnya yang harus ia periksa yang entah mengapa jumlahnya menjadi dua kali lipat dari biasanya.

“Apakah pesawat Korea Utara baru saja menjatuhkan bom di Seoul? What’s with the rush?” Sehun tiba-tiba sudah berada di sisinya, menyamai langkahnya.

Yoona memuta bola mata, tidak berniat untuk meladeni rekan kerjanya yang satu itu. “Very funny, Oh Sehun,” katanya sinis.

Sehun hanya tertawa. Ia lalu menyerahkan ponsel Yoona yang tidak sengaja tertinggal di ruang kerjanya. “Yuri-noona baru saja menelepon. Kedengarannya penting.”

Yoona tersenyum tipis. Ia mengucapkan terima kasih sekilas sebelum melesat menuju lift. Belum sempat ia menelepon balik Yuri, kakaknya itu sudah lebih dulu meneleponnya.

Unnie, aku sedang terburu-buru, bisakah kau meneleponku lagi nanti?”

Yoona bisa membayangkan kakaknya sedang mengerutkan dahi di seberang sana. “Don’t tell me… Kau masih di kantor?” Yuri nyaris memekik di kalimat terakhir, membuat Yoona harus menjauhkan ponsel dari telinganya.

“Yes, so whatever it is, tell me later.”

“Tidak, tidak! Aku harus mengatakan padamu sekarang!” cegah Yuri cepat sebelum Yoona memutuskan sambungan.

Yoona mengggit bibir bawahnya sambil mengetuk-ngetukkan satu kaki di lantai marmer di bawahnya, tidak sabar menunggu lift yang belum juga datang. “Baiklah, you better be fast,” kata Yoona akhirnya.

Yoona mendengar Yuri menarik napas berkali-kali di seberang sana, seperti sedang menenangkan dirinya sendiri. Dengan sabar, Yoona menunggu apa saja yang akan dikatakan kakaknya. Yoona tahu ini pasti hal yang penting. Kakaknya itu tidak mungkin meneleponnya di saat jam kerja, apalagi setelah tahu bahwa Yoona sedang terburu-buru, jika apa yang hendak dikatakannya tidak begitu penting. So, this must be urgent, batin Yoona.

“Aku hamil.”

Hening. Yoona mengerjapkan mata. Did I hear it right?

“Kau…apa?” tanya Yoona memastikan, masih belum bisa sepenuhnya menyerap informasi dari kakaknya.

“Aku hamil, Yoona,” kata Yuri lagi, terdengar tidak sabar tetapi juga excited. “Unnie-mu ini akan menjadi ibu dalam waktu 9 bulan.”

Yoona kali ini benar-benar melongo. “Maksudmu kau…kau…”

“Yes, Yoona! God, apakah ini tidak bisa dipercaya?” Yuri mengerang frustrasi.

Setelah berhasil menguasai diri dari keterkejutannya, Yoona terkekeh. “Maaf,  maaf. Aku hanya masih tidak percaya. A kid raising a kid? Wow, ini benar-benar berita bagus,” ledeknya.

Yuri menggerutu. Yoona hanya bisa tertawa. Senyum jahilnya berubah menjadi sebuah senyum lembut. “Aku bercanda. Selamat, Unnie. I’m happy for you,” kata Yoona tulus. Andai saja Yuri di sini, Yoona pasti sudah memeluk Yuri erat-erat. Sungguh, ia ikut bahagia mendengar kabar gembira ini.

“Terima kasih, Yoona-yah. Aku sendiri masih belum percaya. Sepertinya baru kemarin aku mengenal Yunho dan tiba-tiba…boom! Kami akan menjadi ayah dan ibu sebentar lagi.”

Terdengar bunyi berdenting dan lift di hadapan Yoona terbuka. Yoona melangkah masuk, tersenyum seadanya pada beberapa rekan kerjanya yang sudah berada di dalam lift itu.

“Ya, dan rasanya baru kemarin kau mengumpat karena anak Taeyang-oppa buang air besar di pangkuanmu,” balas Yoona sambil tertawa kecil.

“Geez, don’t remind me. Aku yakin Yunho junior akan memiliki manner yang lebih baik dari anak sepupu kita itu,” ujar Yuri. “Oh, pukul berapa pesawatmu akan berangkat?” tanya Yuri tiba-tiba.

Yoona masih takjub mengetahui betapa cepatnya Yuri bisa mengganti pembicaraan. Seperti sekarang ini. Baru saja mereka membicarakan kehamilan Yuri dan sedetik kemudian kakaknya itu sudah membahas hal lain.

Yoona kembali melirik jam tangannya. “Pukul 5 sore, which is dua jam lagi, dan aku masih terjebak di kantor. Kita berdoa saja semoga perjalanan menuju bandara tidak macet di hari Jumat seperti ini.”

“Kau akan bersama Donghae, kan?”

Yoona mengangguk, walaupun ia tahu kakaknya tidak bisa melihat. “Ya. Dia sudah menunggu di ruanganku.”

“Okay. Have fun! Sampaikan salamku pada teman-teman yang lain,” kata Yuri.

“Alright. Aku juga akan menyampaikan kabar gembira ini.”

Yuri memutuskan sambungan tepat ketika lift berhenti di lantai ruangan Yoona berada. Ia berjalan dengan langkah lebar menuju ruang kerjanya. Ah Reum, asistennya, langsung menghampirinya.

“Kekasihmu sudah menunggu di dalam, Bos,” kata Ah Reum. Asistennya itu kemudian berbisik di telinga Yoona, “Kau tidak pernah mengatakan padaku kalau dia tampan setengah mati!”

Mata Yoona menyipit menatap Ah Reum, berpura-pura mengancamnya. “Kau jangan macam-macam, Ah Reum.”

Ah Reum hanya mengangkat bahu sambil menyeringai jahil. “Terlambat. Seluruh wanita di lantai ini sudah mendapatkan nomornya.”

“Yah!”

Ah Reum langsung berlari sebelum bosnya mengangkat satu tangan untuk memukul pundaknya. Yoona hanya menggeleng-geleng ketika Ah Reum mengedip ke arahnya dari balik mejanya.

 

Donghae menelusuri interior ruang kerja Yoona dengan tertarik. Ketika ia datang di kantor Yoona untuk menjemput wanita itu, ternyata wanita itu masih sibuk. Donghae langsung dipersilakan untuk menunggu di dalam ruang kerja Yoona oleh Ah Reum, asisten Yoona. Sejak menginjakkan kaki di ruangan ini, Donghae tidak bisa menutupi kekagumannya. Ruang kerja Yoona terasa familiar dengan perabotan sederhana yang mau tidak mau mengingatkan Donghae akan rumah Yoona dan terlihat hangat seperti sifat Yoona sendiri.

Bagian pertama yang ‘diperiksa’ Donghae adalah meja kerja yang membelakangi sebuah dinding kaca besar yang memudahkan siapa saja untuk memandang hiruk-pikuk Seoul. Donghae tersenyum melihat beberapa frame yang menghiasi meja tersebut.

Frame pertama sekaligus yang paling besar, berisi foto Yoona dan keluarganya berlatar belakang menara Eiffel. Yoona tersenyum lebar di foto itu. Satu tangannya menggamit tangan ibunya sementara tangan yang lain melingkar di bahu Joohyun. Donghae bisa merasakan kasih sayang dalam keluarga di foto itu.

Di sebelah foto itu terdapat foto Yoona dengan Sooyoung dan Taeyeon di sebuah acara ulang tahun. Donghae tidak bisa menahan tawanya melihat Yoona dengan topi ulang tahun dan wajah belepotan cream tersenyum jenaka menatap kamera. Sepertinya foto itu diambil ketika Yoona masih kuliah.

Namun, foto ketigalah yang berhasil membuat Donghae terpaku dan menahan napas. Foto itu adalah foto dirinya dan Yoona di sebuah taman hiburan. Keduanya tidak menatap kamera. Yoona, tangan kanannya melingkari pinggang Donghae, menatap Donghae dengan sebuah senyum di wajahnya. Di hadapannya, Donghae menatap Yoona dengan cara yang sama. Donghae tidak tahan untuk tidak membelai foto itu dengan ujung jemarinya.

Puas memandangi foto-foto itu, mata Donghae tiba-tiba menangkap sebuah amplop di meja. Penasaran, Donghae mengambil amplop itu dan keningnya berkerut melihat tulisan ‘Surat Pengunduran Diri’ di sana. Dalam hati ia bertanya-tanya milik siapakah surat itu. Memutuskan untuk tidak perlu tahu, Donghae meletakkan surat itu kembali. Mungkin saja itu milik salah satu anak buah Yoona. Namun, keningnya kembali berkerut ketika ia melihat sebuah tiket pesawat menyempil di balik tumpukan buku yang tepat berada di sebelah surat itu. Donghae menarik tiket itu. Roma? tanyanya dalam hati. Apakah Yoona mendapat tugas ke Roma? Mengapa ada tiket di sini?

Rasa penasaran Donghae tidak sempat terjawab ketika pintu ruang kerja Yoona tiba-tiba terbuka, menampilkan sesosok wanita yang sudah Donghae tunggu sejak tadi. Yoona mengembuskan napas lega setelah melihatnya, lalu tersenyum lebar sambil berjalan mendekat. Donghae meletakkan kembali tiket itu kemudian menghampiri Yoona. Ia baru akan mengecup pipi Yoona ketika tiba-tiba Yoona berjinjit untuk mendaratkan satu kecupan ringan di pipinya. Donghae terkekeh.

“Kuharap aku tidak membuatmu lama menunggu,” kata Yoona sambil membereskan barang-barangnya.

“Tidak. Justru aku ingin lebih lama di sini. Your office looks great,” puji Donghae.

“Wow, seorang arsitek baru saja memuji ruang kerjaku,” balas Yoona sambil menyeringai.

Yoona menatap kekasihnya yang hari itu terlihat kasual tetapi tetap tampan seperti biasa dengan jeans dan kaus polo putih. Kedua tangan pria itu disurukkan ke dalam kantung jeans-nya, balas menatap Yoona dengan sebelah alis terangkat, seperti menyadari bahwa dirinya sedang diinspeksi. Yoona menggelengkan kepala sambil tertawa kecil, mengalihkan pandangan dari sosok Donghae.

“Bagaimana? Apakah penampilanku bisa diterima?” Donghae bertanya iseng.

Yoona menyipitkan mata, berpura-pura memikirkannya sejenak. Lalu, setelah mengambil tas di kursi kerjanya, Yoona berjalan mendekat. Ia kembali menatap Donghae dari ujung kaki hingga sebelum pandangannya mendarat pada wajah Donghae yang seperti tengah menahan senyum.

“Well,” kata Yoona, “tidak begitu buruk.” Yoona mengangkat bahu.

Satu alis Donghae terangkat. “Tidak begitu buruk? Aku bisa mendengar beberapa anak buahmu mengomentari penampilanku hari ini. Mereka bilang aku keren.”

Yoona memutar bola matanya, memilih untuk tidak melanjutkan perdebatan bodoh ini. “Jadi, kita ke bandara atau tidak?”

Donghae tergelak. Ia kemudian membungkukkan badan dan mengulurkan satu tangannya, bergaya seperti pangeran dalam dongeng. “May I?”

Yoona menerima uluran tangan Donghae sambil tertawa. Kekasihnya itu memang tidak pernah kehabisan akal untuk menghiburnya. Kemudian keduanya bergandeng tangan menuju tempat parkir di lantai bawah tanah.

Beruntung, perjalanan menuju bandara tidak begitu padat. Donghae dan Yoona berhasil sampai di bandara jauh sebelum waktu keberangkatan. Yoona langsung mengganti baju kerjanya dengan kaus longgar dan high waist shorts berbahan denim yang memamerkan kaki jenjangnya. Sepasang sandal sudah menggantikan stiletto hitamnya yang mematikan itu. Rambutnya yang semula dikuncir kuda, kali ini ia biarkan tergerai bebas di punggungnya. Donghae yang sedang menunggu dengan sebuah koper besar di sampingnya, tersenyum lebar begitu Yoona keluar dari toilet. Ia merasa seperti saat mereka bertemu pertama kali di pernikahan Yuri dan Yunho; terpesona oleh kecantikan wanita itu.

Ada beberapa hal dari diri Yoona yang selalu berhasil membuat Donghae berhenti hanya untuk memerhatikan, bahkan sejak pertama kali mereka bertemu dan menghabiskan sepanjang sore bersama di Tokyo. Entah itu cara Yoona membuat kaus polos dan jeans terlihat stylist jika ia yang mengenakan, atau cara Yoona membiarkan rambutnya tergerai dan membingkai wajahnya dengan manis. Sentuhan lembut Yoona di bahu Donghae pun akhirnya membuat pria itu tersadar dari lamunannya dan bergegas masuk ke ruang tunggu di dalam.

“Apakah kita yang berangkat terakhir?” tanya Yoona begitu mereka duduk dengan nyaman di kursi pesawat.

“Ya. Semua sudah sampai di Jeju tadi siang.”

Yoona mengembuskan napas lelah. Ini semua di luar rencana. Seharusnya, ia dan Donghae akan berangkat bersama-sama rombongan lain, bukan terpisah seperti ini. Namun, pekerjaan Yoonalah yang akhirnya menghalangi mereka dan membuat mereka harus berangkat paling akhir. Donghae sama sekali tidak keberatan walaupun ia harus memesan tiket pesawat lagi. Untuk Donghae, uang tidak menjadi masalah jika itu menyangkut Yoona.

Perjalanan ke Jeju kali ini sudah direncanakan beberapa minggu sebelumnya. Siwon yang memiliki sebuah vila cukup besar di sana, langsung menawarkan vila keluarganya ketika Sooyoung tiba-tiba mengusulkan agar mereka berlibur bersama. Semua menyambut baik usulan Sooyoung itu. Selain karena pekerjaan yang tiada henti dan membuat kepala rasanya ingin pecah, mereka sudah lama sekali tidak menghabiskan waktu bersama. Sayang sekali, Yuri dan Yunho tidak bisa ikut kali ini. Agar liburan kali ini lebih ramai, Siwon mengajak sepupunya yang baru saja kembali dari LA. Tiffany namanya. Tiffany ini sebaya dengan Taeyeon dan merupakan teman masa kecil Siwon, Eunhyuk, dan Kyuhyun.

Melihat Yoona yang menguap beberapa kali, Donghae langsung menawarkan pundaknya. “Tidurlah. Kau pasti sangat lelah,” kata Donghae sambil menepuk pundaknya sendiri.

Yoona tersenyum. Tanpa berpikir dua kali, Yoona langsung menyandarkan kepala di pundak Donghae dan perlahan mulai terlelap. Sebuah senyum terpatri di wajah Donghae melihat wanita di sebelahnya tidur pulas di pundaknya. Donghae mengulurkan tangan dan menyelipkan beberapa helai rambut Yoona ke belakang telinga sebelum mengecup lembut kening wanita itu.

Perjalanan dari Seoul ke Jeju menggunakan pesawat hanya memakan waktu kurang lebih 1 jam. Ketika pesawat sudah mendarat, Donghae mengguncang bahu Yoona pelan, berbisik untuk membangunkannya. Yoona menguap beberapa kali, membuat Donghae tertawa kecil, sebelum akhirnya nyawanya terkumpul. Semburat merah menghiasi pipi Yoona ketika ia menyadari Donghae memerhatikannya sejak tadi, bahkan ketika ia menguap lebar yang jauh dari kata anggun.

Donghae terkekeh. Ia mengelus lembut puncak kepala Yoona sebelum mengambil barang-barang mereka berdua. Ketika keduanya berjalan di sepanjang bandara untuk menemui Eunhyuk yang bertugas menjemput mereka, Donghae tidak lupa untuk menautkan jemarinya dengan jari-jari Yoona. Hal-hal kecil seperti inilah yang sering membuat Yoona bertanya-tanya mengapa ia belum juga membalas pengakuan Donghae tempo hari. Ia merasa bersalah, menyambut semua perlakuan mesra Donghae tetapi tidak menjanjikan komitmen apapun. Someday, Yoona meyakinkan diri sendiri. Ia sudah berjanji pada Donghae dan dirinya sendiri bahwa suatu hari nanti ia bisa mencintai Donghae sebesar pria itu mencintainya.

Donghae langsung bisa melihat Eunhyuk begitu mereka keluar dari bandara. Eunhyuk melambaikan tangan pada mereka. Donghae dan Yoona mempercepat langkah dan tersenyum begitu keduanya sudah berhadapan dengan Eunhyuk. Sahabat Donghae yang satu itu mengambil koper mereka berdua dan menempatkannya pada bagasi convertible miliknya.

“Kalian berdua melewatkan makan siang di pinggir pantai bersama kami,” kata Eunhyuk setelah Yoona duduk dengan nyaman di jok belakang, sementara Donghae duduk di samping Eunhyuk.

Donghae bisa melihat kekasihnya mengerucutkan bibir di bangku belakang. “Jangan ingatkan aku, Oppa,” gerutu Yoona.

Eunhyuk terkekeh. “Well, welcome to Jeju!!”

“Wohoooooo!!!” Donghae bersorak, mengangkat kedua tangannya ke udara, menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya. Di belakang, Yoona menggeleng pelan sebelum akhirnya melakukan hal yang sama.

Begitu sampai di vila, Donghae langsung disambut ramah oleh sahabat-sahabat mereka yang sudah lebih dulu berada di sana. Taeyeon bergegas ke dapur untuk membuatkan teh untuk mereka berdua sementara Siwon membawa Donghae ke kamarnya. Barang-barang Yoona sudah diangkut oleh Sooyoung ke kamar mereka berdua. Malam ini Yoona akan berbagi kamar dengan Sooyoung dan Joohyun. Taeyeon menempati kamar di dekat balkon dengan Tiffany, sementara para pria akan berbagi kamar utama yang sangat besar di lantai bawah.

“Welcome, welcome!”

Sooyoung membuka pintu kamar dengan semangat. Ia menyeret koper Yoona dan menaruhnya di sudut ruangan bersama koper-koper lain. Yoona mengikuti Sooyoung masuk ke dalam kamar dan langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur besar. Ia menghela napas panjang sambil memejamkan mata.

Sooyoung terkekeh. “Sepertinya kau sangat lelah,” katanya. Yoona hanya menjawab dengan gumaman singkat.

“Tapi jangan pikir aku akan membiarkanmu begitu saja walaupun kau sedang lelah.”

Yoona langsung membuka matanya dan menatap Sooyoung tidak mengerti. Sooyoung mengangkat sebelah alis. “Kudengar Donghae sudah menyatakan cinta padamu.”

Mata Yoona membeliak. “Bagaimana Unnie bisa tahu?!”

Dengan kasual, Sooyoung mengangkat bahunya. Ia mendudukkan diri di ujung ranjang. Yoona pun kemudian mengubah posisinya yang semula terbaring menjadi duduk.

“Donghae tidak sengaja bercerita pada Taeyeon. Dan kau tahu kelanjutannya,” jawab Sooyoung.

Yoona mengangguk. Kalau Donghae memberi tahu Taeyeon, Taeyeon juga pasti akan memberi tahu yang lain. Tanpa sadar, Yoona mengembuskan napas panjang. Ia merasakan sebuah beban berat seakan-akan baru saja didaratkan di pundaknya. Sekarang ketika semua sudah tahu, mereka pasti akan mengharapkan sesuatu darinya.

Seakan mengerti kekhawatiran Yoona, Sooyoung membelai lengan atas wanita itu. “Tenang saja, Yoong. Kami tidak menuntut apapun darimu. Untuk menjawab perasaan Donghae adalah hakmu. Kami tidak akan memaksa.”

Yoona tersenyum penuh terima kasih. “Thanks.”

“Tapi, apakah kau benar-benar tidak akan membalas perasaan Donghae?”

Kali ini, Yoona kembali merebahkan diri dan menatap langit-langit kamar. “Tidak sekarang, Unnie.”

“Mengapa?” Sooyoung tidak tahan untuk tidak bertanya. “Apa yang menahanmu? Isn’t he good enough for you?”

Yoona menggelengkan kepala. “Tidak ada yang salah dengan Donghae-oppa. Akar masalahnya ada di diriku, Unnie. Aku masih membutuhkan waktu. Dan kurasa aku juga harus memberikan waktu pada Donghae-oppa untuk memikirkan apakah ini yang sebenarnya dia inginkan.”

“Maksudmu?” Sooyoung merasa ada makna lebih di balik kalimat Yoona.

Yoona menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Sooyoung akan menjadi orang pertama yang mendengar rencananya ini. “Aku akan pergi. Jauh dari Seoul, jauh dari semua ini. Waktu dan jarak akan bisa membuat kita berdua berpikir jernih tentang apa yang sebenarnya kita inginkan.”

Sooyoung terkesiap. “Kau akan pergi?!” tanyanya tidak percaya. “Lalu, bagaimana dengan pekerjaanmu? Bagaimana dengan Donghae?” cecarnya.

“Aku sudah menyiapkan surat pengunduran diri. Dan untuk Donghae-oppa,” Yoona menghela napas, “kuharap dia bisa mengerti,” lanjutnya.

Walaupun Yoona berusaha terlihat tenang, Sooyoung bisa menangkap kilatan kesedihan di sepasang mata bulat itu. Namun, di balik kesedihan tertahan itu, Sooyoung yakin Yoona sudah memikirkan hal ini sejak lama. Wanita yang setahun lebih muda darinya itu terdengar sangat yakin terhadap apa yang akan ia lakukan. Dan Yoona tidak akan melakukan sesuatu jika ia sendiri belum yakin.

Sooyoung menatap Yoona sedih. Ini semua pasti juga berat untuknya. “Apakah Donghae sudah tahu tentang ini?”

Mata Yoona tertuju pada langit-langit. “He will. When the time comes.”

 

Api unggun adalah ide brilian untuk menghabiskan malam yang dingin ini. Semenjak sore, para pria sudah menyusun kayu untuk acara api unggun malam ini. Beberapa gelondong kayu diletakkan mengelilingi api unggun untuk tempat mereka duduk. Sementara itu, para wanita sibuk menyiapkan makan malam dan beberapa camilan untuk api unggun ini.

Embusan angin laut menerpa Yoona, dan ia mengeratkan sweater besar itu ke tubuhnya. Udara sangat dingin, tetapi tidak mengurangi indahnya pemandangan laut di hadapannya. Bau asin air laut langsung menyapanya begitu ia menginjakkan kaki di pulau ini, dan Yoona menyukainya. Yoona memejamkan mata, menikmati semilir angin laut yang memainkan helaian rambutnya. Tiba-tiba, ia merasakan sesuatu yang hangat menyentuh punggung tangannya.

Yoona membuka mata dan meluhat secangkir cokelat panas diulurkan kepadanya. Ia mengangkat kepala dan mendapati Donghae tersenyum ke arahnya dengan dua cangkir cokelat panas di tangan. Satu untuk Yoona, satunya lagi untuk dirinya sendiri.

“World’s best hot chocolate for this lovely lady,”  ujar Donghae lembut.

Yoona bersyukur keadaan di sana sedikit gelap. Dengan begitu, Donghae tidak akan melihat semburat kemerahan yang sudah memenuhi wajahnya.

“Terima kasih,” Yoona menjawab tersipu. Ia menerima cokolat panas itu dan langsung menyesapnya. Ia mendesah puas ketika sensasi hangat menjalari seluruh tubuhnya hingga ke ujung jari. Donghae menempatkan diri di samping Yoona setelah itu.

Taeyeon yang berada di dekat mereka tidak tahan untuk tidak menggoda Donghae. “Kau hanya membuatkan cokelat panas untuk Yoona? Lalu, bagaimana dengan kami yang juga kedinginan?”

Donghae memutar bola mata, tahuTaeyeon hanya menggodanya. “Kau bisa membuat satu untuk dirimu sendiri, Taeng.”

“Ouch. Beginilah nasib wanita single.”

Yoona terkekeh melihat interaksi Taeyeon dan Donghae. Beberapa menit kemudian, Eunhyuk dan Kyuhyun bergabung dengan mereka disusul oleh yang lain. Kali ini semua sudah duduk mengitari api unggun. Tidak sedikit yang menjulurkan tangan untuk menghangatkan diri. Hawa dingin sama sekali tidak menghilangkan senyum di wajah mereka semua.

Dimulai dari Siwon, satu persatu mulai bercerita. Semua mendapat giliran untuk bercerita tentang apa saja. Tentang masa kecil mereka, tentang kartun-kartun favorit mereka dulu, bahkan cerita tentang cinta pertama mereka. Yoona dan yang lain tertawa melihat Donghae dan Eunhyuk berdebat tentang siapa yang lebih disukai Young Mi, teman mereka di SMA dulu.

“Apa mimpi kalian sewaktu kecil dulu?” tanya Donghae tiba-tiba.

Kyuhyun terkekeh memikirkan mimpi konyolnya dulu. “Aku ingin menciptakan game dan membuat perusahaanku sendiri.”

“Aku ingin membuat restoran agar aku bisa makan sepuasnya di sana,” Sooyoung ikut bercerita. Sebuah senyum nostalgia terpatri di wajahnya.

“Kalian mungkin tidak percaya ini, tetapi aku pernah bermimpi menjadi seorang guru.” Semua kepala menoleh ke arah Eunhyuk dengan alis terangkat. Siapa yang menyangka, Eunhyuk si pembuat masalah di sekolah sempat ingin menjadi guru?

“Aku terpesona oleh kesabaran Ms. Kim, guruku waktu SD dan aku ingin menjadi seperti dirinya sejak saat itu.”

Semua tertawa. Setelah tawa mereka reda, Yoona angkat bicara.

“Aku ingin pergi keliling dunia dan menulis apa saja yang kutemui,” kata Yoona. Donghae yang berada di sampingnya menoleh dan tersenyum lembut. “Mungkin dimulai dari Eropa, kemudian pulau-pulau kecil di sekitar Afrika, dan masih banyak lagi.”

“It’s a beautiful dream, Yoona,” kata Tiffany. Yoona tersenyum ke arahnya.

Donghae meletakkan cangkirnya kemudian melingkarkan tangannya di tubuh Yoona. Ia menatap Yoona tepat di kedua matanya. Donghae tidak bisa menahan senyum di wajahnya. Ia baru saja terpesona lagi oleh Yoona.

“Mungkin kita berdua bisa membuat mimpi itu benar-benar menjadi nyata,” ucap Donghae lirih.

Sebuah pisau seakan baru saja ditancapkan di jantung Yoona. Sekuat tenaga Yoona menahan air matanya. Ia langsung membuang muka, mengalihkan pandangannya pada apa saja kecuali mata Donghae. Di seberangnya, terhalang oleh jilatan api yang membara, Yoona bisa melihat Sooyoung menatapnya dengan ekspresi yang sulit untuk Yoona artikan. Ketika Donghae mengeratkan pelukannya, Yoona menyurukkan kepalanya ke dada Donghae, membiarkan kehangatan tubuh Donghae menyelimutinya.

I’m sorry, Donghae-oppa.

*****

*Tutupin muka* Don’t hit me, okay? Nggak tahu harus minta maaf gimana lagi. Padahal bilangnya kemarin mau update seminggu sekali tapi malah molor lagi giniiii. Maaf banget ya, beberapa minggu ini bener-bener sibuk. Tambahan buat SBMPTN, belum lagi ekskul ku yang dulu lagi ngerekrut anggota baru. Walaupun aku udah bukan anggota aktif lagi (karena udah lulus), aku tetep dimintai tolong buat ngewawancara anggota-anggota baru itu. Bener-bener gak ada waktu buat nulis deh. Pokoknya seribu maaf buat kalian *bungkuk-bungkuk badan*.

Yap, 2 chapters to go! 2 chapter lagi tamat yeyeyeye semoga beneran bisa update seminggu sekali ya. Amin J

Yuk kritik dan saran masih ditunggu J

Love,

Hime Lee

 

65 thoughts on “I Finally Found You (Chapter 11)

  1. huwaaaaa sedih…
    memangnya apa yang yoona eonni masih ragukan dari donghae oppa ??
    kan donghae oppa uda nunjukin perasaannya kalau dia beneran suka sama yoona eonni…

    Roma ?? donghae oppa di tinggal dong ??
    sebenarnya yoona eooni pergi thu mau untuk nguji kesetiann donghae ?? atau apa ??

    d tunggu klnjutan konflik batinnya…
    jangan lama2 ngepost fanfictnya thor…
    I am wait

  2. mau ngapain coba yoona unnie jauh2 mau pergi ke roma ._. Kan kasian donghae oppa. Gabisa bayangin gmna ntar reaksi donghae oppa kalo tau yoona unnie mau pergi ke roma 😦 yaudah deh next partnya ditunggu thor ^^

  3. Cerita nya makin lama makin seruu , tapi knp Yoona msh blm yakin sama cinta Donghae , kalo Yoona pergi Haeppa pasti sedih , kan ga seru kalo LDR .
    Buat Yoona ga jadi pergi dong thor , kalo bisa buat Yoona mencintai Donghae sebesar Donghae mencintai Yoona . 🙂

    Next chapter nya jangan lama lama thor , kalo bisa ending nya mereka menikah dong thor , berharap Happy Ending *maaf banyak maunya

    Maaf juga baru coment sekarang ^_^

  4. Thor di lanjut dong ff ini udah penasaran nih kok lama banget sih dilanjut nya…
    Katanya 2 chapter lagi, semangat ya thor

    Kami akan slalu menunggu lanjutan ff kamu.

    Fighting:-)

  5. Huaaaahhhh ,, pasti donghae bkalan sdihh bnget deh dtnggal yoona :;( 2 part lagi ? thor ?? Smoga happy ending , dan smoga yoona bisa bls perasaan hae , :’) semangat ..

  6. Ahh yang bener yoona nya mau pergi..
    Knpa jadi kayak gini..
    Yoona knpa lom bisa nerima donghae..
    Emngnya perhatian dan kasih sayang yang donghae berikan
    Belum cukup
    Membuktikan kalau donghae tuh cinta bgt sama yoona..
    Plisss jgn pisahkan mereka.

  7. D0nghae udah tau ada surat pengunduran diri & tiket ke R0ma, cuma gk tau punya siapa,, hufft..
    Tp apa sih yg masih d raguin Y00na dgn perasaan.a dia & D0nghae? Smpai niat prgi jauh dr D0nghae, gimana nanti reaksi.a D0nghae atas pilihan.a Y00na?

Komentarmu?