Obsession (Chapter 5)

image

8

Author : Lee Hanna
Title : Obsession
Cast : Im Yoona, Lee Donghae, Choi Minho, Seo Joo Hyun, Jung Jessica
Genre : Tragedy, Drama, Angst, Family, Sad
Lenght : +4000 words
Chategory : Chapter

             ***

Semenjak kejadian itu rasanya dunia Yoona mulai jungkir balik
Donghae yang hangat tak pernah Ia jumpai lagi
Donghae yang selalu tersenyum padanya tak kunjung menampakkan wujudnya
Kini hanya ada Donghae yang baru, dengan segala kekecewaannya…

Kepercayaan adalah alasan utama untuk menjalin hubungan
Dan alasan utama untuk akhir sebuah hubungan

You must be mine, Lee Donghae!!

Obsession Part V
***

Pagi-pagi sekali disaat matahari malu-malu untuk menunjukkan sinarnya dan burung-burung masih setia pada kehangatan sayap-sayap nya, tercium aroma masakan yang sangat menggoda. Pancakes.
Makanan yang selalu di pesan oleh Donghae pada Yoona, meski tak dapat terpenuhi awalnya, tapi toh akhirnya Yoona berusaha untuk mempelajarinya dan memasaknya di pagi hari meski perlahan-lahan rasa yang bermula sangat buruk itu kian membaik. Dan setelah piring dan segelas susu di sajikan, Yoona beranjak menuju kamar, memperhatikan Donghae yang masih sibuk mencari dasinya.
“Mau ku bantu carikan?” Tanya Yoona menawarkan diri, pria itu mundur selangkah membiarkan Yoona mencari dasinya yang di letak entah dimana, saat itu pula handphone Donghae berbunyi minta di angkat.
“Yeobseyeo” ucapnya sambil menjauh dari Yoona dan keluar dari kamar tersebut. Yoona yang sudah mendapatkan dasinya pun menyusul Donghae dan terdengarlah percakapan itu
“Berapa umurmu, eoh? Arra arra… Aku akan kesana membawa bubur ayam untukmu, nee…” Donghae mematikan sambungan telpon dan berbalik menatap Yoona yang masih terpaku di belakangnya, dengan segera Ia meraih dasi tersebut dan mengambil tas kerjanya kemudian pergi begitu saja
“Aku sudah membuatkan pancakes untukmu” ucap Yoona setengah berteriak, namun pria itu tetap tak menggubrisnya dan malah memasuki mobil yang akan membawanya pergi di pagi-pagi buta ini. Selalu seperti itu. Sudah seminggu semenjak Donghae menanggung kekecewaan beratnya pada Yoona, sebuah kepercayaan yang telah hilang kini menimbulkan dampak buruk bagi Yoona sendiri. Dan Donghae yang dingin selama seminggu ini benar-benar menyiksanya.
Lihatlah, Ia lebih mementingkan Seohyun dibandingkan istrinya sendiri. Yah, meskipun jelas Donghae lebih mencintai Seohyun. Dan kali ini, Yoona sendirilah yang harus menghabiskannya, seperti biasa.

Dan malamnya…
“Donghae-ssi, Aku sudah menyiapkan air nya” ujar Yoona yang sedang mengaduk masakannya. Setelah merasa cukup matang, Ia segera memindahkannya kemudian beranjak menuju kamar. Ia sedikit membuka pintu dengan perlahan dan menemukan Donghae tengah menatap pantulan kaca dan membuka dasinya dengan satu tangan, sedang tangan satunya lagi tengah menggenggam telpon,
“Sudah Kau siapkan surat perceraiannya? Kau memang yang terbaik, Hyuk” ujarnya dan setelah dasi itu lepas, Ia berbalik dan menatap Yoona  yang mendengar sedikit pembicaraannya “Aku tau. Mau tidak mau kami memang harus berpisah. Yah, pernikahan ini dari awal bukan keinginanku” ujarnya pada si penelpon sedangkan matanya masih terpaku menatap Yoona tajam.

Orang bilang cinta itu menyakitkan
Tapi sebenarnya, bukan cinta yang menyaktikan,
Tapi Kau yang telah menyakitiku
***
Ting nong…
Derap langkah kaki dipercepat terdengar sangat kontras di telinga Yoona hingga bunyi putaran kunci dan pintu itu terbuka, si pembuka pintu membulatkan matanya melihat siapa yang ada dihadapannya saat ini. Tanpa menghiraukannya, Yoona segera melangkahkan kaki memasuki apartement tersebut. Ia melempar tubuhnya di atas sofa sebelum kemudian mendengus kesal “Yak, Aku ini tamu, bukan hantu” protesnya pada Jessica yang masih terpaku menatapnya dari ambang pintu. Jessica tersadar kemudian membawakan dua botol soft drink pada tamu tak diundang itu.
“Kukira Kau akan membunuhku saat kita bertemu” ujarnya kemudian memilih duduk disamping Yoona yang masih sibuk mengutak atik remote tv demi mencari channel yang bagus untuk di tonton
“Tidak mungkin Aku membunuh sahabatku” ujar Yoona kemudian tersenyum miris “Yah, yang Kau lakukan saat itu benar, sebagai seorang sahabat, Aku rasa Aku sudah terlalu jauh” lanjutnya. Dan kata terakhir itu adalah kata penutup sebelum hening menyelimuti mereka berdua. Hanya suara dentuman musik dari siaran musik yang di putar Yoona lah yang tengah mengalun indah mengisi suara di ruang ini.
“Apa Kau mencintainya?” Tanya Jessica. Yoona beralih, tidak, Ia tidak tau harus menjawab apa. Apakah harus berbohong atau justru berkata jujur yang mungkin akan membingungkan Jessica dan keadaan.
“Menurutmu?” Tanya Yoona kemudian meneguk soft drink yang ada dihadapannya
“Aku tau, tapi Kau bisa membedakan antara cinta dan obsesimu kan?” Tanya Jessica. Ia mulai melembut untuk pembicaraan kali ini, dan matanya menerawang sambil meneguk soft drink-nya, “Dulu ku kira Aku mencintai Taecyeon oppa dan saat Aku melihat Ia didekati banyak wanita, Aku mulai berusaha untuk mendapatkannya” lanjutnya. Sebuah senyum miris keluar dari bibirnya begitu saja “Dan saat itu Donghae lah yang menyadarkanku saat Aku dengan gilanya datang ke Pub malam tempat biasa Taecyeon singgahi dengan pakaian yang tidak senonoh. Aku gila saat itu, Aku ingin mendapatkannya dengan apapun caranya” lanjutnya
“Aku tidak mengetahui Donghae milik Seohyun sebelum membuat rencana itu” ujar Yoona kemudian, Ia menghela nafas panjang dan berdiri dari duduknya “Aku akan memikirkannya. Biarbagaimanapun, Aku tak bisa melepaskannya” Yoona meraih tasnya kemudian beranjak dari ruangan itu sebelum langkahnya terhenti saat mendengar kata perpisahan dari Jessica, “Jika Kau mencintainya, maka Kau akan berpikir beribu kali untuk menyakitinya”
***
“Hey, ayolah… Kau sudah seperti ikan hidup di ruanganku. Sebaiknya Kau katakan pertanyaan-pertanyaanmu itu pada istrimu, bukan memendamnya dan mengelak darinya” protes Eunhyuk yang kini meletakkan tumpukan berkas itu dengan kasar diatas meja dan beranjak menuju sahabatnya yang sedari tadi pagi hanya memasuki ruangannya, duduk dan Diam. Menakuti semua tamu yang datang,
“Yak, Lee Donghae”
“Aku tidak tau Hyuk. Menurutmu, apa Aku harus menceraikan Yoona? Apa ini sangat keterlaluan mengingat Ia sangat mencintaiku?” Tanya Donghae sambil menimang-nimang pemikirannya, di hadapannya sudah ada surat cerai yang sudah diurusi oleh sahabatnya itu, Ia bahkan tak sanggup untuk lebih jauh pada masalah ini, “Ia berubah banyak saat bersamaku. Aku tidak tau apa Ia sedang berpura atau…” Tiba-tiba saja bayangan Yoona yang bersikap baik padanya, dan tatapan mata polosnya itu melintas di pikiran Donghae, seolah menyihir pria itu bahwa Yoona yang ada dihadapannya sangat berbeda dengan Yoona yang disebutkan di artikel-artikel kejam itu.
“Jangan bilang Kau mencintai nona Im itu?” Selidik Eunhyuk, jika ditanya pria mana yang sangat mengerti Donghae, maka bukan Ayahnya lah pria itu, melainkan Eunhyuk. Mengingat mereka sudah bersama sejak kecil dan saling mengenal satu sama lain.
Donghae menatap Eunhyuk seolah tidak terima dengan tuduhan itu,  “Sudah kuduga. Tidak ada yang bisa lepas dari pesona anak tercantik dari saudara-saudaranya di keluarga Im itu” lanjutnya
“Dia anak tunggal” koreksi Donghae. Benar, tidak ada rahasia Diantara mereka
“Yak, Lee Donghae. Kau sudah bersama Seohyun selama bertahun-tahun dan… Aku tidak tau lagi. Sekarang, pikirkan saja, wanita mana yang membuat mu sakit saat Kau menyakitinya? Maka Ia adalah bagian darimu, orang yang benar-benar Kau cintai.”
***
Apa yang dilakukan orang dewasa saat berhadapan dengan masalah?
Menghadapinya, bukan?
Tetapi kenapa masih banyak saja orang dewasa yang menghindari masalah?…

Derap langkah yang semakin dipercepat itu kini berhenti tepat disebuah pintu. Lengannya terangkat untuk membuka pintu kaca tersebut dan terpampanglah dua makhluk tuhan yang sedang melakukan awal dari sunnah rasul. tidak, mereka hanya berciuman dengan cara yang…
“Ehm… Maaf Aku mengganggu” ujar pria yang berada di ambang pintu tersebut, Donghae. mengagetkan kedua umat itu dan segera lelaki yang tadinya tengah asik menindih wanita yang ada dibawahnya itu berdiri, begitu pula dengan wanita yang kini tengah kelababan merapikan bajunya.
“Nu-nugu? Kenapa Kau tidak ketuk pintu dulu?” Protesnya tak terima karena acaranya di ganggu oleh pria itu “Tunggu… Kau suami Yoona, kan?” tanyanya lagi.
***
“Jadi apa yang membawamu kemari?” Tanyanya sambil duduk di hadapan Donghae yang tengah tersenyum manis pada wanita yang memberikannya  secangkir teh hangat itu,
“Ghambsahambnida” ujarnya
“Ehm…” Sela Kyuhyun kemudian menatap tajam pria yang terlihat seperti menggoda gadisnya itu
“Aku dengar Yoona kesini beberapa hari yang lalu,” ucap Donghae memulai pembicaraan
“Ya, benar. Kenapa?” Tanya Kyuhyun sambil sedikit melirik wanita cantik yang kini sudah beranjak pergi ke luar ruangan, takut-takut untuk ikut campur dalam pembicaraan ini, sebenarnya Ia juga merasa malu karena di pergoki tengah bermesraan dengan Kyuhyun.
“Yoona… Tidak pulang sejak tiga hari yang lalu, apa Kau tau kira-kira dia kemana?” Tanya Donghae Ia sedikit mempertajam arah pandangannya pada kedua bola mata Kyuhyun yang menandakan Ia serius dalam pembicaraan kali ini
“Apa Kau sudah mencari di rumah orang tuanya?” Tanya Kyuhyun mendadak ikutan panik
“Tidak ada. Tapi mereka tidak tau jika Yoona tidak pulang sejak tiga hari ini” ujar Donghae.
“Terakhir kali Ia menanyakan alamat oppanya, Changmin” terang Kyuhyun
“Oppanya? Dia… Punya saudara? Kandung?” Tanya Donghae tak percaya
“Mwo? Kau tidak tau Dia punya saudara?” tanya Kyuhyun malah balik bertanya dengan sedikit meninggikan suara seolah benar-benar kaget dengan apa yang Ia dengar barusan. Sekarang Ia tau, mengapa Yoona mengambil obat itu. Obat kehamilan dengan dosis perangsang yang tinggi. Kyuhyun mengetahuinya karena di sisi ruangan ini terdapat CCTV, sangat aneh saat Yoona tiba-tiba mengunjunginya dan pria yang cukup genius itu pun mengecek sendiri maksud lain dari kedatangan sepupunya itu.
“Bisa Kau beri tahu dimana tempatnya?”
*
*
*
“Kau menyukainya?” Tanya gadis itu sambil memperbaiki letak mahkota mawar yang Ia buat, Ia kini beranjak kehadapan wanita yang sudah melahirkannya itu, sebenci apapun Ia pada wanita itu, tapi kini hanya Ia lah yang dapat menjadi sandaran bagi Yoona. Dan kini, Yoona meletakkan kepalanya di paha Ibunya dan mulai memejamkan mata,

“Hari ini hari operasimu, Appa akan pulang cepat nanti” ujar seorang pria dan Yoona kecil tersenyum cerah setelahnya. Pria itu mengecup keningnya dan Yoona meraba wajahnya, wajah mulus tanpa jenggot ataupun kumis, dan kulit yang sedikit kendur. Yoona tersenyum dan melambaikan tangannya setelah Ayahnya berangkat pergi dengan abangnya, “Cepat sembuh dan Aku akan membawakan mainan untukmu. Kau harus melihatnya” bisik Changmin kemudian menepuk pelan pundak Yoona. Gadis kecil itu mengangguk mantap dan tersenyum cerah. Sebuah suara mobil terdengar pergi dan Yoona berbalik untuk memasuki rumahnya kembali, saat di dapatinya Ibunya dengan segera menggendong tubuh mungilnya.
“Ayo, kita kerumah sakit” ujar Ibunya dan di jawab anggukan serta suara riang yoona.
Tapi apa? Yoona justru mendengarkan hal-hal yang tak dapat Ia mengerti, dari suara wanita yang Ia kenal, sangat jelas.
“kalau begitu, tidak usah laksanakan operasinya. Kau bisa memalsukannya, kan?”
“baiklah. File nya akan ku kirim ke kantor suamimu”
“ya, terima kasih banyak” ujar wanita itu dan meraih pergelangan tangan yoona. Gadis kecil itu saat ini tengah berbaring di ranjang rumah sakit dan Ia masih dapat mendengar percakapan Ibunya tadi meski samar-samar. Saat Kau buta, maka indra pendengarmu akan berfungsi lebih tajam.
“Eomma, kita tidak jadi operasi?”
“Tidak bisa sayang, ada sesuatu yang membuatmu mati jika Kau harus operasi” ujarnya melembut. Yoona kecil mulai ketakutan dan mengangguk pelan.

“Bisakah Kau mengajariku cara membuatnya? Pasti sangat indah jika kita berdua memakainya” ujarnya bersemangat, Ia masih menganggap Yoona adalah temannya, teman seumurannya. Wanita itu… Selalu menganggap Ia muda dan cantik seperti Yoona.
“Kau teritidur?” Tanyanya lagi, Ia meletakkan cermin bulat itu di lantai kemudian mengelus kepala Yoona yang kini tengah terlelap di pahanya, “Kenapa tidak pulang kerumah?” Tanyanya “Apa Kau diusir oleh orang tuamu? Atau Kau kabur?” Lanjutnya
“Kabur… Aku kabur” jawab Yoona, Yoona mengangkat kepalanya dan mendongak menatap Ibunya
“Kau juga harus tidur, jika tidak nanti Kau akan memiliki kantung mata. Aku yakin pacarmu tidak akan menyukainya” ujar Yoona sambil menyipitkan matanya, wanita itu sedikit panik kemudian beranjak menuju kasurnya
“Baiklah-baiklah, Aku akan segera tidur” ujarnya ketakutan dan segera menarik selimut untuk memasuki dunia mimpinya. Yoona sedikit tertawa melihat tingkah Ibunya itu, Ia seperti bukan berhadapan dengan Ibunya, melainkan dengan temannya. Ya, meskipun Yoona tidak memiliki teman, setidaknya Ia dapat merasakannya saat ini. Ibunya menolak mentah-mentah saat Yoona memanggilnya ‘Eomma’ Ia protes dan berteriak jika Ia masih muda. Dan itulah alasan utama Yoona untuk memperlakukan Ibunya itu seperti temannya sendiri. Yoona beranjak menuju sebuah jendela yang memaparkan keindahan malam hari di langit gelap dan berbintang itu. Sudah tiga hari Ia berada disini, pelarian adalah jalan satu satunya yang tiba-tiba terlintas dipikirannya. Ia sangat tidak ingin melihat Donghae yang tiba-tiba menyerahkan surat perceraian itu, Ia masih belum bisa terima dengan kenyataan pahit itu. Saat semua yang Ia dapatkan kini direnggut habis semuanya. Ia, sebagai seorang wanita dengan tingkat egoisme yang tinggi, belum bisa menerima.
Yoona berbalik untuk menatap Ibunya yang sudah tertidur lelap itu kemudian beranjak menuju kolong kasurnya untuk mengambil sebuah kotak besi yang sudah cukup berkarat dan membukanya perlahan, mengeluarkan beberapa kertas surat yang sudah kusam itu dan mengambil surat terakhir yang Ia baca dari puluhan surat yang ada disana. Ia menemukan kotak ini di ruangan Ibunya, dan Ia yakini surat ini adalah dari orang yang dicintai Ibunya, bukan dari Ayahnya.
*
*
*
“Yoona?!! Hilang?!!” Pekik Changmin setelah mendengar penjelasan Donghae, Donghae mengangguk cemas kemudian menatap penuh harap pada pria jangkung itu, berharap jika Ia mengetahui keberadaan Yoona saat ini. Biar bagaimanapun, Donghae lah orang yang sangat panik saat ini. Mengingat sikapnya terakhir pada Yoona, mungkin itu adalah alasan utama untuk gadis itu tiba-tiba menghilang dari hadapan orang-orang disekitarnya.
“Aku akan mencarinya, Kau pulanglah dulu. Ini sudah larut” ujar Changmin sedikit menenangkan Donghae. Setelah pria itu pulang, Changmin segera mengeluarkan mobil untuk pergi ketempat yang sudah bersarang dibenaknya sedari tadi saat mendengar nama Yoona. “Dia pasti ada disana”
***
Cukup lama Yoona menahan kantuknya demi surat-surat berisikan kata-kata romantis ini, dan terkadang tulisannya berganti menjadi sebuah kesedihan dari cinta terlarang yang mereka lalui. Mencintai seseorang yang sudah memiliki ikatan itu sangatlah sulit. Begitu juga dengan seseorang yang sudah memiliki ikatan namun masih berani untuk mencintai pria lain. Dan pria itu adalah kekasihnya sebelum Ia dinikahkan dengan pria yang tak dikenalinya, tak disukainya, dan…. Tak dicintainya.
“Apa sesakit ini? Hidup bersama pria yang sama sekali tak berada dihatimu, dan pria yang berada dihatimu hanya dapat menjadi kekasih gelapmu…” Ujar Yoona sambil menatap Ibunya, kini air matanya turun dan diiringi dengan isak tangisnya hingga membasahi kertas rapuh itu, membuat warna merah dari kertas sedikit memudar. Warna merah itu… Adalah lambang cinta mereka, bunga mawar adalah saksi kesetiaan mereka, dan… Kebersamaan adalah impian mereka.
“Yoong…” Ujar seseorang yang tiba-tiba sudah berada di ambang pintu ruangan ini, Yoona mendongakkan kepalanya menatap Changmin yang sudah berada di hadapannya.
*
*
*
“Kau ingat dulu Eomma selalu memberikan kita pil tidur?” Tanya Changmin sambil tersenyum miris, mengulang kembali masa-masa sulit mereka. Di umur yang masih sangat muda, harus mendapat tekanan keras dari kedua orang tua mereka yang tak henti hentinya bertengkar, dan obat-obat aneh yang selalu diberikan Ibunya hingga berujung ke mimpi buruk dan setelah mereka terbangun, sinar matahari seolah menusuk ke retina mata.
“Karena itu Appa marah padanya dan memukulnya” jawab Yoona. “Saat itu Aku yang mengadukan Eomma” lanjutnya diiringi dengan tawa kecilnya sambil menyandarkan kepalanya di pundak kiri Changmin yang sudah ikut duduk di sampingya yang bersandar di tembok dingin itu sedari tadi.

“Eomma… Aku mendapatkan surat, lihatlah sangat cantik. warna apa ini?” tanya gadis kecil dengan rambut yang di kucir kuda itu, kaki kecilnya menuntunnya berlari kearah sang Ibu dan duduk di samping Ibunya yang tengah menjahit sweater musim panas yang beberapa hari lagi akan datang waktunya. Dengan senyum yang semangat, gadis kecil itu memberikan surat merah muda dengan setangkai mawar di selipkan didalamnya untuk sang Ibu. Setelah melihat ekspresi bahagia dari wanita yang melahirkannya itu, gadis itu lantas meraih cangkir coklat panas dengan asap yang mengepul di atasnya, terdapat beberapa ginger bread disampingnya yang masih sangat matang dan hangat tentunya. Yoona kecil yang kini sudah dapat melihat dunia, gadis itu kaget menyadari Ibunya yang beranjak meninggalkannya menuju pintu setengah berlari, melirik kekanan dan kekiri seolah mencari sesuatu.
“Tolong berikan Yoona obat tidur,” perintahnya pada salah seorang pelayan dan bergegas pergi keluar
“Oh, tidak kali ini Eomma. Aku tidak mau obat tidur” rengek Yoona dan bergegas gadis kecil itu berlari menuju kamar abangnya yang sudah tertidur lelap dini hari. Dulu saat Ia tak dapat melihat, tak ada yang namanya obat tidur, berbeda dengan saat ini. Keadaan rumah menjadi buruk setelah Ia dapat melihat semuanya. Meski tak pernah ada lagi bau asap dan rayuan serta parfume yang menusuk itu di lihatnya, tapi melihat kedua orang tuanya yang selalu saja bertengkar hingga Ibunya yang selalu memaksanya untuk obat tidur jauh lebih buruk.
Saat bulan belum-benar benar menampakkan dirinya, Oppanya sudah tertidur dan tentu saja terdapat secangkir gelas besar dengan bungkus obat di nakas mejanya. Inilah mereka, hanya Diatur oleh obat yang memuakkan dan ironisnya, Ibunya lah dalang dari semua ini. Yoona mengetahuinya, tapi tak dapat bertindak lebih lanjut. Ia terlalu takut untuk mengatakan pada Ayahnya hingga hari ini, jari-jari kecilnya menekan tuts nomor Ayahnya tanpa sepengetahuan pelayan yang tengah mengambil stock obat tidur
“Appa… Eomma pergi” ujarnya pelan “Dia menyuruhku meminum obat lagi” lanjutnya, ada jeda disana sebelum isakannya keluar “Aku selalu mimpi buruk setelah minum obat itu” adunya, jari-jari kecilnya sangat kuat menggenggam ganggang telpon tersebut “Aku tak tau kemana” lanjutnya. Beberapa perkataan manis terdengar ditelinganya hingga akhirnya Ia memutuskan untuk menutup telpon dan menyelinap masuk ke kamar abangnya,
“Oppa…” Panggilnya berulang kali sambil menggoyangkan tubuh abangnya yang akhirnya terbangun dengan kepala pusing dan mata yang sedikit kabur. Diraihnya kaca mata di meja nakas dan melihat adik kecilnya berdiri di samping kasurnya. Ia mulai menggantungkan kaca mata itu di atas hidungnya beberapa bulan yang lalu dokter memvonis matanya yang terkena gangguan karena efek obat.
Yoona kemudian membawa abangnya ke lantai bawah dan memperlihatkan surat yang Ibunya tinggalkan disana beserta mawar,
“Oppa… Apa isinya?” Tanya Yoona kecil penasaran
“Oppa harus pergi dulu, jika tidak Eomma tidak akan kembali, Kau tetaplah disini” ujar pria kecil itu sambil berlari meninggalkan Yoona, dan surat merah itu tentunya. Yoona segera menyimpan surat merah itu dan menyembunyikannya di balik gaun tidurnya yang panjang, bersama mawar yang menimbulkan aroma manis dan menyegarkan. Ia berlari sebelum para pelayan dengan obat nya menemukan Yoona, segera di kuncinya pintu kamar dan sedetik setelahnya terdengar ketukan dari beberapa pelayan diluar. Dengan panik, Yoona menyimpan surat itu di balik lemari.
Ia menunggu dengan tubuh menggigil di atas kasur, takut dan cemas. Hingga sederetan mobil sampai di rumahnya dan dengan jemari yang kecil, Yoona kecil menyingkap tirai jendela dan menatap deretan mobil di halaman depan rumahnya. Matanya terbelalak ketika melihat salah satu yang keluar dari sana adalah Ibunya dengan ikatan di tangannya, rambut acak-acakan tak secantik Ibu yang dikenalnya, dan mulut yang dilakban. Dengan beberapa pengawal yang menyeretnya paksa tentunya. Menyadari sudah tak ada pelayan lagi disana, Yoona kecil menyelinap keluar dan menatap beberapa orang berbaju hitam tengah memukuli Ibunya berkali-kali dan yang dilakukan Ayahnya hanya Diam dengan kedua tangan di saku celananya menatap keanehan di rumahnya itu dengan wajah datar. Saat Yoona hendak berteriak, sebuah tangan menahannya, menggelengkan kepala pelan sambil menatap Yoona nanar dengan sebuah tetes air mata ketakutan yang turun dari matanya.
“Oppa?…” ujar Yoona pelan

“Apa Kau bahagia dengan pernikahanmu?” Tanya Changmin, membuyarkan semua lamuan Yoona. Ia  terdiam sejenak, tapi setelah Ia berpikir, ada baiknya jika Ia mencoba jujur. Ia menggelengkan kepala pelan dan menarik nafas panjang setelahnya
“Aku rasa Appa benar, menikah atas dasar cinta bukanlah hal yang tepat untuk orang-orang seperti kita” ujar Yoona “Orang-orang seperti kita hidup dan ditakdirkan untuk menikmati harta, bukan cinta”
“Apa Ia mencintaimu?” Tanya Changmin lagi, seolah mengintrogasi adiknya. Kali ini Yoona benar-benar tak menjawab dan memilih untuk memejamkan matanya. Tangan Changmin beralih untuk menggenggam erat jemari Yoona, merasakan itu Yoona perlahan menjawab dengan menggelengkan kepalanya,
“Oppa…”
“Hmm?” Gumam Changmin.
“Bisa kita pindahkan Eomma? Bawa Dia ke sebuah rumah kecil yang penuh dengan mawar dan bercat tembok merah, dengan seorang
yang akan selalu merawatnya” pinta Yoona “Ia pasti sulit untuk tidur di kasur itu” lanjutnya. Dan mungkin itu adalah perkataan terakhir yang keluar dari percakapan malam ini. Changmin memilih bungkam dan tak menjawab, sementara Yoona mulai tertidur di pundak abangnya itu. Dan berharap permintaannya dapat terwujud, tak hanya didalam mimpinya saja.
***
Keesokannya mereka memilih untuk meninggalkan rumah sakit jiwa itu. Yoona dan Ibunya duduk berdua di taman dengan ditangan masing-masing memegang ice cream mereka. Beberapa lelehan terkadang melumer di sekitar kerah baju Ibunya dan sedikit mengotori daerah disana. Membuat Yoona mau tak mau harus dengan sabar membersihkan sisa-sisa ice cream di sana dengan tissue. Dua tungkai kaki Ibunya terus menghentak hentakkan rerumputan di bawahnya hingga sedikit mencipratkan air becek bekas hujan di rok putihnya dan mengotori sepatu kets yang Ia kenakan tentunya. Itu yang dikenakan wanita paruh baya ini, dan sikap nya yang merasa seolah dunia kembali ke usia mudanya membuat Yoona benar-benar merasa risih, mau bagaimana lagi…
Bahkan wanita ini mengucir dua rambutnya dan meletakkan pita pink di sana.
“Sudah lama Aku tidak melihat hari secerah ini” ujarnya dengan tangan kanannya terangkat untuk menutup matahari, menyisakan serpihan cahaya yang masuk melalui celah-celah jemarinya. Di kepalanya masih terdapat mahkota mawar meski kelopak mawarnya sudah melayu. “Kita akan pindah ke tempat yang lebih banyak mawarnya, Kau pasti suka” ujar Yoona sambil merapikan mahkota yang tampak miring itu
“Benarkah?!” Soraknya sambil bertepuk tangan gembira, tak menghiraukan jika kini ice cream nya sudah-benar benar jatuh ke tanah karena lepas dari pegangannya. Yoona tersenyum melihatnya kemudian merapatkan sweater yang dikenakan Ibunya melihat cuaca mendung saat ini, seolah udara benar-benar berubah menjadi dingin saat angin sepoy-sepoy menerpa mereka.
“Aku akan pergi mencari mawar dulu. Kau berjanji akan mengajariku. Kau pasti lebih cantik jika memakainya juga” ujarnya kemudian mengangkat mahkota di kepalanya dan memindahkannya ke kepala Yoona. Wanita itu kemudian beranjak pergi meninggalkan Yoona yang mengeluarkan handphone-nya untuk melihat penampilannya dengan bunga yang sangat dibencinya ini sebagai mahkota kecil. Sangat indah saat berada di kepalanya.
“Aku sudah mencarinya dan menemukan satu di daerah Gwangmyeong, tidak cukup jauh bukan? Aku tidak memilih yang ada di pinggiran kota seoul, ada kesempatan untuk Appa menemui Eomma nantinya” ujarnya sambil memberikan Yoona brosur rumah tersebut. Yoona mengangguk pelan menyetujui pilihan Changmin kali ini
“Appa tidak akan pernah menemui Eomma lagi” koreksi Yoona, Ia tau persis sikap Appanya yang keras kepala dan tak mau mengalah meski Ia sangat mencintai Ibunya itu. Mau bagaimana lagi, perasaan kecewa serta merta mengikuti hidupnya setelah meninggalnya pemuda yang dicintai Ibunya itu. Cinta segitiga yang Dialami orang tua Yoona, membuat Yoona sadar jika apa yang dikatakan Ayahnya sebelumnya itu benar, sangat benar.
“Eomma mana?” Tanya Changmin membuyarkan lamuan gadis itu, Yoona sedikit tersentak dan menatap sekitar. Jika tadi Ia bisa melihat Ibunya mencabuti bunga-bunga mawar dari sini, maka sekarang Ibunya sudah tidak berada lagi disana, dengan segera Yoona dan Changmin berlari mencari di sekeliling taman sambil memanggil Ibu mereka, hingga sebuah kerumunan menarik perhatian mereka, di sebuah jalanan dengan mobil yang berhenti disana, terkumpul beberapa orang menyaksikan kecelakaan tragis itu dan seorang wanita yang sangat familiar tergeletak manis disana, dengan mawar yang sudah lepas dari genggamannya. Tidak, mata Yoona tengah tidak tertarik untuk melihat wanita yang sudah bersipuh darah itu, bahkan warna darah dikepalanya seolah bercampur dengan mawar disana, Yoona lebih tertarik pada pria berjas yang terpaku kaget melihat siapa yang Ia tabrak.
“Appa…”
***
Perkumpulan ketiga umat ini seolah teguran besar dari Tuhan. Betapa shock-nya pria paruh baya itu mengingat wanita yang Ia tabrak adalah wanita yang sudah meninggal dipikirannya. Memang benar, setelah meninggalnya pria yang selalu mengirimkan setangkai mawar dan secarik surat itu, Ibu Yoona menghilang dan ada banyak kabar mengatakan jika wanita itu sudah meninggal. Membuat Ayah Yoona dengan segenap keegoisannya, bahkan tidak mau untuk menatap jasad Ibu Yoona yang bahkan tidak pernah menjadi jasad sebelumnya. Ia memakan bulat-bulat cerita bodoh itu hingga kini Ia sadar, kedua anaknya telah lama mengetahui keberadaan Ibunya. Dan apa ini? Kenapa tingkahnya seperti anak-anak?!
“Aku butuh penjelasan darimu” tuntut Ayah Yoona pada anak gadis satu-satunya itu, yang kini dimata publik menjadi anak satu-satunya dari keluarga Im. Sementara di ujung koridor, Changmin, hanya menatap mereka dengan satu lirikan sebelum benar-benar muak melihat pria yang sangat dibencinya itu. Jika Ibunya tidak berubah menjadi seperti sekarang ini, mungkin tatapan itu juga akan melayang tepat pada Ibunya. Ia benar-benar membenci kedua umat yang bercerai itu, itulah alasan utama baginya untuk tidak ada kata pernikahan didalam hidupnya. Ditambah lagi dengan kemirisan adik kandungnya sendiri yang karam dalam pernikahannya. Tatapan Changmin berubah pada pria yang dengan langkah cepat berjalan dari ujung koridor dan beridri dihadapan Yoona, pria tampan itu dengan wajah nya yang sudah mengeras kini menatap Yoona penuh marah, Ia menunduk pada pria paruh baya yang ber-notabene sebagai mertuanya itu dan segera menarik pergelangan tangan Yoona.
*
*
*
“Kemana saja Kau seminggu ini?! Dan Kau baru kembali sekarang? Tidak perlu menghindar lagi Yoona-ssi!!” Pekiknya sambil melepas cengkraman erat yang menimbulkan bekas di pergelangan tangan Yoona setelah mereka berdua sampai ke atap rumah sakit yang sepi ini.
Langit tampak menghitam tidak pada waktunya, angin mulai berhembus kencang menerpa wajah kedua umat yang tengah bertatapan di atas gedung rumah sakit ini. Seolah mata mereka yang saling berbicara, tak perduli jika angin itu memasuki tulang mereka, dan bahkan membuat mereka menggigil berada di ketinggian ini saat hari akan turun hujan. Kilat terlihat jelas dari sini, menunggu datangnya petir.
“Aku akan jelaskan nanti, Ibuku sedang dirawat” ujar Yoona kemudian berbalik, bermaksud mengelak dari pria yang menatapnya tajam itu, mungkin lebih tajam dari sambaran petir mungkin saja yang tiba-tiba menyambarnya. Seketika Ia berharap jika ada petir yang menyambarnya dan Ia akan mati bahagia dihadapan Donghae. Tapi tidak, Tuhan tidak semudah itu membelokkan masalah dan membiarkan umatnya terluntang lantung menghadapi masalah itu hingga Ia benar-benar menyerah pada masalahnya atau benar-benar menyelesaikan masalahnya.
“Jangan mengelak lagi” ujar Donghae, langkah kaki Yoona terhenti saat baru mengambil ancang-ancang meninggalkan Donghae, “Aku sudah cukup menderita bersamamu. Terlebih lagi Seohyun. Dan ini semua karena sikap kekanakanmu” ujar pria itu sambil tersenyum diplomatis, “Kau bahkan melakukan apapun untuk menjatuhkan Seohyun, Kau bisa menyakiti ku Yoona, tapi tidak untuk Seohyun. Aku yang Kau inginkan, bukan berarti Kau harus menjatuhkan orang lain” lanjutnya masih mencoba meluapkan apa yang Ia pendam selama beberapa hari setelah mengetahui semua rahasia itu.
“Stop it...” Ujar Yoona melemah. Setelah menarik nafas panjang, Yoona berbalik menatap Donghae “Berhenti bertingkah seolah Kau pria suci yang sudah ku kotori! Berhenti bertingkah seolah Kau dan Seohyun adalah pasangan yang bahagia dan hancur seketika karenaku!” pekik Yoona penuh frustasi.
“Itu benar, apa yang Kau katakan itu benar” sela Donghae, membuat Yoona lagi-lagi terdiam seribu bahasa, “Dan pernikahan ini tidak bisa dipertahankan lagi. Jadi jangan pernah berfikir untuk kabur lagi, Im Yoona. Aku benar-benar akan kembali ke masa sebelum Aku mengenal wanita sepertimu” ujar Donghae kemudian pergi meninggalkan Yoona yang masih mematung di sana, menatap paparan gedung yang berdiri kokoh di hadapannya dan menatap genangan air yang kini menampakkan tetesan air-air lainnya yang mulai menyentuh permukaan bumi
“Baiklah!” Pekik Yoona, Ia berbalik menatap Donghae yang sudah berhenti di ambang pintu tangga, “Jika itu yang Kau mau, kita bercerai saja! Sekarang Kau bahagia, Lee Donghae?” Tanya Yoona sambil menekan suaranya agar tidak terlihat menangis, tanpa menjawab, Donghae memilih untuk benar-benar meninggalkan gadis itu bersama rintikan hujan yang mulai melebat. Sekarang Ia tau, siapa yang ditangisi oleh langit. Karma sudah berada dihadapannya, dan mulai mengacak-acak hidup indahnya.
***
Matahari telah menyingsing lebih cepat dari biasanya, seolah bersemangat pada hari yang indah ini. Berharap manusia-manusia juga akan bahagia melihat sinar cerahnya. Tapi tidak dengan gadis yang memilih untuk terbaring di atas ranjang yang sudah seminggu tak Ia rasakan empuknya, ranjang yang mungkin hanya diisi oleh Donghae seorang, dan kini hanya ada Dia, Im Yoona. Karena pria itu menghilang entah kemana, meninggalkan secarik kertas di atas meja yang kini sudah di tandatangani oleh Yoona. Kertas itu hanya menunggu jemputan bagi pria yang mungkin akan meletakkan hari ini adalah hari bahagianya, hari kebebasannya, dan hari dimana Ia dan Seohyun akan kembali bersama.
Suara pintu kini memasuki pendengaran Yoona, langkah kaki setelah suara pintu yang perlahan menutup itu mengubah suasana pikiran gadis itu, Ia merapatkan selimutnya, takut-takut jika ada kata-kata yang menyakitkan keluar lagi dari mulut pria itu,
“Yoona?” Sapa seseorang dengan suara yang berbeda, suara bassnya menyadarkan Yoona jika itu bukanlah orang yang Ia pikirkan. Gadis itu berbalik dan menatap sumber suara, Minho.
***
Untuk apa terus mempertahankannya jika hanya Aku yang berusaha?
Aku hanya terlalu lelah menentang matahari

Sebuah sidang perceraian, adalah hal yang ditakuti oleh pasangan suami-istri di awal pernikahan mereka. Janji untuk bersama selamanya, dikala senang mau pun susah dan kini semuanya hanya menjadi omong kosong disaat sudah tidak ada lagi celah untuk bersama. Namun sidang ini adalah hal yang paling di tunggu oleh Donghae, sejak awal mereka saling mengucapkan janji.
Hakim sudah mulai mengatakan hal-hal yang tak jelas di pikiran Yoona. Karena tatapan kosongnya hanya berisikan pikiran-pikiran yang telah melayang entah kemana. Dan beberapa kuli tinta yang sudah haus akan berita di luar sana sudah berderet menunggu hal yang akan menghebohkan publik ini.
“Dan untuk tuan Lee, apa—”
“Hueek!!!” Seketika semua tatapan mengarah pada Yoona yang tengah menutup mulutnya dengan tangan, Ia segera berlari menuju toilet dan memuntahkan apa yang tak dapat dikeluarkan. Sikapnya menghentikan persidangan untuk beberpa waktu. Dan saat Ia kembali, hal yang sama terulang lagi. Entah ini hanya akal-akalan Yoona untuk menghentikannya atau bagaimana, yang jelas persidangan ini benar-benar di tunda,
“Kita ke rumah sakit untuk cek kehamilan” ujar salah seorang hakim sambil menatap Yoona lekat, “Jika benar Kau hamil maka perceraian ini tidak dapat dilanjutkan sampai anak itu lahir”
***
“What the hell!” Pekik Donghae. Ia mengacak rambutnya frustasi dan tak menghiraukan lagi lantunan reporter yang sedang membicarakan mereka di layar kaca saat ini, sedikit muak untuk berpikir lagi.  Ia mulai berpikir jika ini hanyalah akal-akalan Yoona. Tidak, pria itu sudah terlalu curiga dengan apa yang dilakukan Yoona adalah bagian dari rencananya.
“Oppa…” Ujar Seohyun akhirnya “Apa Kau benar-benar melakukannya?” Tanyanya sedikit berhati-hati, “Tidak maksudku apa Kau pernah melakukannya?” Koreksinya. Kata bantahan yang mulanya hendak di katakan Donghae kini berubah, kata ‘pernah’ itu seolah menusuknya dan mengingatkannya kembali saat Ia menarik paksa tangan Yoona untuk menjadi pelampiasannya pada rasa yang tak bisa ditahannya lagi, entah rasa yang datang dari mana itu.
“Aku…” Kini Donghae mulai gelagapan, membuat kedua mata indah Seohyun yang selalu tersenyum itu berkaca-kaca seolah tau apa jawaban selanjutnya dari kegantungan kata yang diucapkan lelaki dihadapannya itu
“Baiklah, Aku mengerti” ujarnya akhirnya kemudian memilih pergi untuk meninggalkan Donghae  yang masih terdiam seribu bahasa.
“Dammit!” Geram Donghae
***
“Apa lagi ini Im Yoona?!” Tanya Donghae tak terima. Tentu saja Ia masih belum terima dengan pembatalan perceraian ini, Ia dengan kasarnya menghentak pintu rumah mereka hingga mengagetkan Minho dan Yoona di dalamnya.
“Aku juga tidak tau ini akan jadi seperti ini” ucap Yoona tak terima dengan tuduhan Donghae
Well, apa yang tidak Kau tau, huh? Bukankah ini bagian dari rencanamu? Kau berhasil, nona Im yang terhormat” ujar Donghae dengan senyum diplomatis, “Aku bahkan tidak tau itu anak siapa. Kau bisa saja menghilang untuk itu selama seminggu ini hingga Kau benar-benar hamil dan mengataskan Aku sebagai Ayahnya” ujar Donghae dan kini matanya beralih pada Minho yang berada dibelakang Yoona, dan satu tamparan mendarat di pipinya, membuat semburat merah penuh amarah melekat di pipi kiri pria itu
“Apa Aku seburuk itu dimatamu?” Tanya Yoona, jangan tanya lagi apa gadis itu menangis atau tidak, karena Ia benar-benar tidak bisa menahan air matanya jika sudah berhadapan dengan pria dihadapannya ini,
“Baiklah, anggap saja begitu! Maaf untuk menahan perceraian ini. Tapi dapat kupastikan kurang dari seminggu ini kita bercerai! Aku sudah muak dengan mu dan anakmu. Sebaiknya Dia mati dari pada harus hidup dan melihat kelakuan Ayah dan Ibunya” ujar Yoona kemudian beranjak menuju sofa untuk mengambil tasnya “Minho-ah, temani Aku” pinta Yoona kemudian melangkah keluar dari rumah ini.  Dan dengan langkah yang cukup lama, Minho mengikuti Yoona dari balakang, sebelum langkah itu terhenti saat Donghae menahan lengan pria itu “Kau tau sangat berbahaya menggugurkan kandungan di usia muda? Hey, bukankah Kau mencintainya?” Tanya Donghae
I don’t care. Itu anakmu dan sangat bagus jika akhirnya anak itu mati dari pada harus menjadi penghalangku” ujar Minho, “Dan Aku tidak perduli jika Ia harus mati karena ini. Dan Kau tak tau kemana Ia pergi seminggu ini Lee Donghae-ssi. So Don’t You dare to make a conclusion” ujar Minho dengan nada menantang. Ia melepaskan cengkraman Donghae itu dan segera mengikuti Yoona, memasuki mobil dan pergi dari sini.
***
Dan mereka berhenti di gedung putih yang cukup terkenal di korea, rumah sakit dimana jiwa-jiwa bayi yang harusnya akan menghirup udara di muka bumi ini direnggut paksa oleh tangan-tangan tak berprikemanusiaan. Jika diperhatikan, banyak terdapat Kaum-Kaum muda yang berdatangan dengan wanitanya yang sudah berperut sedikit membuncit. Hanya Yoona yang masih datar.
Saat nama itu dipanggil, dengan langkah sedikit diperlambat Yoona memasuki ruangan itu. Seolah masih ragu dengan pilihannya. Terakhir kali Minho berpesan padanya sebelum Ia benar-benar pergi meninggalkan Minho dan memasuki ruangan itu, “Jangan menetapkan pilihan saat suasana hatimu sedang kacau, Yoong” ujar Minho. Tidak, ini tidak bisa! Ia tidak bisa terus seperti orang bodoh! Donghae sudah benar-benar menjatuhkannya.
“Sudah berapa lama?” Tanya wanita dengan kaca mata yang sedikit membiru itu berdiri dihadapan Yoona. Tangannya sedang kesulitan memasuki sarung tangan plastik yang sempit dan ketat itu,
“Baru satu bulan” ujar Yoona sedikit menimang-nimang, mengingat Ia hanya melakukan hal ‘itu’ bersama Donghae sekali dengan perkiraan masa suburnya dan ternyata hal itu benar-benar terjadi meski sangat terlambat dan tidak di waktu yang tepat. Jika saja Jessica tidak mengungkapkan semuanya, jika saja Donghae tidak mendengarnya, maka kehamilan ini tidak menjadi hal yang sangat buruk dimata Donghae
“Untuk jangka itu masih belum bisa…” Ujar sang dokter sambil membuka kacamatanya, menatap Yoona dengan tatapan serius,
“Terserah, berikan Aku obat apapun itu asalkan bayi ini mati secepatnya.” Ujar Yoona, “Atau suntikkan apapun itu,” lanjutnya pasti dan tepat di akhir kata, pintu ruangan ini terbuka
Pria itu masih dengan nafas nya yang tersenggal-senggal menatap dalam kedua bola mata Yoona, berdiri di ambang pintu, “Jangan,” ucapnya, membuat Yoona membulatkan matanya tak percaya menatap balik kedua mata sendu itu, “Jangan gugurkan bayi nya” lanjutnya.

Semakin kesini Aku semakin tak mengerti dirimu.
Apa cinta harus sesulit ini? melihat dalam kegelapan dan meraba dalam kehampaan.

to be continued…

121 thoughts on “Obsession (Chapter 5)

  1. ceritanya bagus, bikin penasaran, disini yoona kasian, seohyun mending cari yg lain aja, semoga karna yoona hamil donghae jadi baik sama yoona, ditunggu kelanjutannya yaa 🙂

  2. oke author hebat #_# sudah bikin saya komentar di ff anda, ini pertama kalinya saya komentar di ff, biasana saya itu menjadi silent reader, tapi disini saya komentar karena saya penasaran dengan ff anda yang satu ini, jadi please jangan lama-lama post-nye ye…..

    GOOD JOB untuk author yang udah bikin ni ff !! ^^

  3. jujur ya 1 tahun ini aku nggak pernah nangis lagi gara” seseorang *loh kok curhat* . tapi gara” baca FF ini aku bisa nangis lagii.. gomawoooo author . FF nya Daeebaakk , ayoo lanjutin FF obsession nya , Author hwaiting!!!!

  4. kyaknya komen aku di part kmrin g masuk dech,,,
    Yoona,,aduh jangan nysek bca ff ni, happy ending or sad ending..

  5. sumpah berhasil bikin q nangis , nyesek banget ceritax 😥 . itu kira” siapa ya yang gak boleh.in yong un gugurin kandunganx , apa haepa , apa minhopa . yang penting jangan digugurin deh thor . lanjutin terus ya , makin siip aja nih ff

  6. aduhhh… aku dah ketinggalan banyak chapter nih
    lahh.. yoona mau nge gugurin tuh kandungan? ckck nekat dah ahhh.. dongahe juga ihhh.. napa sih pen cerai untung ada aegy nya tapi tuh bakal mau di gugurin gmana tuhh itu yang nyegat donghaekan?

    next dah dah pen baca next chap nih hana jadi maap gk bisa koment banyak 😉

  7. eonni… mian baru komen… udah aku baca lewat ponsel sih, tapi aku males mau komen lewat ponsel soalnya pasti jadi aneh komenku…

    serius ini ff beneran sesuai genre, tragedy… dan emang bener-bener tragis… aku suka cara eonni menggambarkan tokoh Yoona disini, benar-benar terobsesi, namun pada akhirnya memilih kebahagiaan Donghae…

    suka deh pokoknya…
    Fighting eonni!!!

  8. Gregetan sendiri baca FF ini. Yoona Eonni kasihan banget. Donghae Oppa juga aneh, kenapa dia harus halangin Yoona Eonni gugurin kandungannya setelah dia maki2 Yoona Eonni hamil anaknya orang lain…

  9. ntahlah ini antara emang Karma buat Yoong atau authornya yg kejam>_< peace thor._v
    hati gue berasa diporak-porandain(?), kapan Hae cinta ama Yoong nya? kasian yoona menderita terus hahah

    oiya koreksi ya thor, untuk kata 'berfikir' yg benernya itu 'berpikir' heheh

  10. Jika dengan menyakiti Yoona,Donghae merasakan sakit…apa itu berarti Donghae mulai mencintai istrinya??tapi sepertinya belum!
    Bahkan apa yang Donghae tahu tentang Yoona??ia bahkan tidak tahu Yoona memiliki Changmin kakak kandungnya…😣😣
    Kenapa Donghae tidak bertanya dan mencari tahu keberadaan Yoona selama seminggu ini,dan kenapa kehamilan Yoona ia anggap ini adalah permainan Yoona??bukankah ia yang menghamili Yoona dan dengan teganya ia meminta Yoona menggugurkan kandungannya…..😡😡

  11. Kasihan Yoona, hidupnya miris banget. Aku ngerti banget perasaan Yoona dan asal sifat egoisnya, dia hanya korban dari ke egoisan orang tuanya. Dari ibu yg tdk menginginkannya, merasa bodoh karena hidup berdasarkan tuntunan orang lain*karenabuta*, kesepian, dan hidup dalam gelapnya masa lalu. Yoona hanya gadis yang kesepian, butuh perhatian dan hidup dalam kepalsuan #miris makanya pas dia menemukan seseorang yang membuatnya jatuh cinta, obsesinya untuk mendapatkan orang itu sangat tinggi, seperti kata pepatah “Cinta dan Obsesi itu beda tipis”.

    Keren sangaat ceritanya thor, aku suka karena penggambaran ceritanya dapat ku pahami.
    Pokoknya T.O.P.

Komentarmu?