Before story of With you not my future (1 of 2)

BS WYNMF

 

Autor               : SooNa

Title                 :  [Twoshoot-Part 1] Before Story Of With You Not My Future

Cast                 : Im Yoon Ah- Lee Dong Hae

Other Cast       : Choi Sooyoung, Jung Jessica, Cho Kyuhyun

Genre              : Romance, Sad

Rating             : General

Desclimare      :Semua tokoh yang ada didalam ff ini milik Tuhan, dirinya sendiri, keluarganya dan agensinya. Saya hanya meminjam namanya saja. Jika ada kesamaan jalan cerita itu hanya kebetulan.

Note                : FF ini merupakan before storynya dari ff ‘With You Not My Future’

Bagaimana Im Yoon Ah bertemu dengan Lee Dong Hae, dan bagaimana sampai Yoona bisa menjadi ya you know what i mean. So Happy reading and jangan lupa Keep RCL. All POV Yoona.

Di Post juga di blog pribadi http://summercalista.wordpress.com/

 

~

Ini tentang hidupku. Hidup yang sangat aku tak ingin merasakannya tapi aku juga bersyukur karena hidupku seperti ini. Apakah aku aneh? Ya terserah pikiran kalian.

Aku hidup sama seperti manusia lainnya, sama seperti perempuan lainnya dan sama seperti anak lainnya yang sangat menyayangi kedua orang tuanya. Oke mungkin ada yang benci dengan kedua orang tuanya tapi percayalah sebenarnya kata benci itu tak pernah ada. Tak akan ada anak yang membenci kedua orang yang sudah membuatnya ada didunia ini. Termasuk aku.

Hidup sempurna menurutku. Kedua orang tua yang sangat aku sayangi dan juga materi yang menurutku cukup untuk membuat hidup keluargaku tenang dan damai tanpa ada kekurangan apapun.

Semuanya masih berjalan lancar. Masih dengan putaran roda yang selalu stabil dan jalanan mulus, hingga tak terasa sudah 20 tahun aku ada didunia. Berada dilingkaran kehidupan yang setiap harinya aku bersyukur setidaknya Tuhan mengirimkanku orang-orang yang baik. Itulah yang aku kenal kepada mereka.

Satu, hanya satu yang kurang sempurna dari kesempurnaan hidupku. Teman, ya teman kecilku dari mulai aku bisa berbicara sampai aku bisa dengan lantangnya meneriakinya ‘shikshin’ walaupun itu juga julukanku.

Choi Sooyoung, teman yang selalu menemaniku dan juga tetanggaku. Sahabat terbaik itulah artinya ia bagi hidupku. Aku berbagi banyak hal dengannya, berbagi cerita tentang dunia percintaan kami ataupun berbagi kisah tentang keluarga kami yang memang dekat. Dia pergi dan pindah ke Jepang karena keluarganya atau lebih tepatnya ayahnya dipindah tugaskan ke negara bunga sakura itu.

Aku sempat sedih dan berpikir, apakah Tuhan tidak sayang padaku karena mengambil sahabatku?

‘Kita akan bertemu lagi, jadi jangan sedih shikshin.’ Itulah kalimat terakhirnya ketika kami –keluargaku dan keluarganya- berada dibandara. Sampai-sampai aku menarik tangan aboeji –panggilanku pada ayah Sooyoung- agar aku juga dibawa kesana. Eommoni yang melihat itu langsung memelukku dan berjanji akan selalu datang tiap tahunnya ke Korea atau paling tidak aku dan keluargaku yang akan kesana.

Dan aku memang belum dewasa sehingga aku hanya mengangguk mencoba percaya akan perkataan orang dewasa lainnya.

Hidup tanpa Choi Sooyoung sedikit berbeda walaupun ada appa dan eomma yang selalu menuruti semua kemauanku. Apapun itu termasuk memaksa mereka untuk pergi ke Jepang karena aku ingin merayakan ulang tahun Sooyoung.

Aku sungguh senang, didalam mobil tak henti-hetinya aku bernyanyi. Lagu yang sering aku nyanyikan dengan Sooyoung. Kulihat eomma juga ikut menyanyi dan appapun begitu.

Melihat mereka berdua dengan senyuman yang tercetak diwajah masing-masing membuatku kian bersyukur pada Tuhan.

Aku hanya ingin tetap seperti ini. Melihat wajah senang dari orang-orang yang aku sayangi. Aku bahagia akan hal itu.

Sampai roda berputar ditingkatan yang paling bawah, jalanan yang tidak mulus lagi penuh dengan kerikil tajam yang siap menghadang. Bermula ketika telingaku mendengar teriakan appa dan jeritan eomma. Dimulai ketika aku melihat sendiri appa yang berusaha mengeluarkan aku dari dalam mobil. Dimulai ketika untuk pertama kalinya aku melihat appa dan eomma mengerang kesakitan. Dan untuk pertama kalinya aku melihat mereka untuk yang terakhir kalinya.

Tidak akan ada hari esok yang dimana aku disambut dengan kedua senyuman yang menghangatkanku. Tidak ada hari esok lagi, tidak untuk 1 jam kemudian dan tidak untuk semenit kemudian bahkan untuk waktu sedetikpun tidak ada. Tidak akan ada.

Orang-orang menghampiriku yang hanya terduduk tidak percaya melihat semua ini. Kilatan api terlukis dibola mataku. Hawa panasnya sampai terasa tapi aku hanya diam. Diam menyaksikan eomma dan appa yang malah terlihat tersenyum kepadaku sambil berpegangan tangan dan menganggukan kepala mereka.

Bibir keduanya seakan sedang berkata ‘Gwenchanna’ tapi ini tidak baik-baik saja. Pertama kalinya dalam hidupku aku tidak ingin mempercayai mereka.

Dan aku hanya diam ketika orang-orang itu mulai membawaku entahlah kemana aku terlalu lelah. Melihat semua ini sehingga aku hanya ingin menutup mataku. Sungguh aku lelah.

~

Orang-orang terus bedatangan dan mereka menundukan tubuh mereka kearah dua buah peti yang dilapisi bunga lily warna putih. Setelah itu mereka menghampiriku dan ikut membungkukan tubuh mereka. Aku hanya diam tak berniat membalas mereka.

Suasana disini sungguh menyuramkan. Semuanya berpakaian hitam begitupun denganku. Hanya ada bunga lily itu yang menambah perbedaan warna. Disampingku duduk Kim Ahjussi. Pamanku yang baru muncul ani lebih tepatnya mengaku kalau dia adalah pamanku, adiknya eomma.

Eomma apakah kau lihat ahjussi ini? Apakah dia benar adik eomma? Kenapa aku tidak tahu?

“Kau harus kuat, bukankah Im sajangnim mempunya putri yang tegar?” Lagi-lagi aku hanya diam dan memandang datar seseorang yang tidak aku kenal itu.

“Eomma dan appamu sudah tenang disana.” Kenapa setiap perkataan orang-orang itu selalu sama. Aku tidak mau dikasihani. Walaupun penampilanku sangat mencerminkan kalau aku adalah seseorang yang memang patut untuk dikasihani.

“Yoong jangan diam terus ahjussi sedih melihatmu seperti ini?”

“Ayo kita pulang.”

Pulang? Kemana?

~

Aku mengeratkan lebih dalam tanganku untuk memeluk diriku sendiri. Ini terlalu sepi dan telalu dingin. Apakah ini dasar jurang dari kehidupanku? Kenapa Tuhan mengambil semua kesempurnaan dalam hidupku?

Rencana yang aku susun sebulan lalu kini hanya tinggal menjadi kenangan yang bahkan tak akan aku ingat lagi.

Orang itu sungguh. Eomma kenapa kau mempunya adik seperti itu? Apakah benar dia adalah adik eomma?

Eomma, appa aku takut sungguh. Disini sangat dingin, gelap dan hanya aku sendiri disini. Diruangan asing yang terasa sangat asing bagiku.

Otakku mulai memutar kejadian yang baru saja terjadi.

Orang itu, orang yang mengaku sebagai adik eomma. Orang yang menyeretku sampai pergelangan tanganku memerah dan sedikit sakit. Orang yang entah akan kemana aku dibawanya sampai aku tahu.

Disini, tempat yang menurutku sangat menjijikan. Tempat yang hanya dihuni dan dikunjungi oleh orang-orang laknat yang menginjakan kakinya di bumi ini. Tapi aku masuk, aku masuk kedalam tempat orang-orang laknat itu. Ani aku diseret masuk karena aku tak akan pernah dan tak akan sudi untuk masuk kedalam sana.

Bau yang menjijikan mulai tercium. Seketika kepalaku sangat pusing. Entah apa yang paman semprotkan pada sapu tangannya yang jelas tubuhku merasa ringan ketika paman mulai membekap mulutku dengan sapu tangannya itu.

Sampai berakhirlah aku disini, diruangan yang sepi,sunyi,gelap dan sedikit menakutkan.

“Dia masih baru.”

Aku lebih mengeratkan pelukanku ketika mendengar derap langkah yang mulai mendekat. Dan pelukanku semakin kencang tatkala pintu yang semulanya tertutup kini sudah terbuka. Disana berdiri dua orang asing –perempuan dan laki-laki- yang memandangku— entahlah apa aku harus menyebutkannya.

“Selamat menikmati.” Wanita itu pergi dan kini hanya pria itu yang mulai mendekatiku. Eomma tolong aku sungguh takut. Tak bisakah kalian menjemputku sekarang?

Derap langkahnya yang semakin mendekat membuat nafasku ikut memendek. Tentu aku tahu, aku bukan anak kecil yang tak tahu apa-apa. Yang tak tahu tempat seperti apa ini beserta jenis-jenis manusia laknat lainnya. Sangat tahu.

Pria itu berjongkok dan menarik daguku kasar. Memperlihatkan wajah brengseknya yang ingin sekali aku menghanjurkan pahatan Tuhan yang tak pantas ini dengan gunting disebelahku.

“Selamat malam sayang, kau ternyata sangat manis.” Nada bicaranya yang seakan sedang menahan sesuatu membuatku semakin ingin mengorek-ngorek wajahnya itu.

“Harus dimulai dari mana kita hmm?” Aku menepis tangannya tapi dia terlampau cepat membenamkan kepalanya dilekukan leherku yang seketika aku ingin mematahkan leherku saja.

Ini terlalu menjijikan, ini bukan lagi jurang kehidupanku tapi ini neraka yang nyata.

Aku menggeram dan berusaha menarik kepalanya agar menjauh dari tubuhku. Tapi apakah aku bisa melawan kekuatannya yang memang kodratnya seorang wanita diciptakan lemah dibandingkan dengan pria?

Tuhan jika memang hidupku harus seperti ini apa aku boleh meminta untuk kau akhiri saja hidupku. Cukup kirimkan malaikat mautmu kesini. Setidaknya itu lebih membuatku bahagia.

Aku tidak sudi tubuhku dipegang olehnya. Aku semakin berontak ketika dia sudah diluar batas. Hampir ya hampir saja baju yang tertempel ditubuhku dia lepaskan tapi sese- entahlah yang jelas dia tertarik kebelakang.

Dan aku sungguh bersyukur dan mengucapkan beribu-ribu terimakasih pada Tuhan ketika melihat wajah brengsek itu penuh dengan luka biru dan darah mengucur di bibir dan hidungnya.

“Aku tidak mengerti kenapa aku dibandingkan denganmu?” Aku hanya diam, seseorang yang telah membuat si brengsek itu babak belur kini tengah berbicara tentunya bukan padaku.

“Kau hanyalah seorang iblis yang membuatnya tergila-gila padamu.” Si brengsek itu terlihat hanya diam tapi aku bisa melihat seringah dari wajahnya. Ya memang wajahnya sangatlah brengsek.

“Dan kau mulai mencari mangsa baru?” Dan itu tentunya mengarah padaku. Miris? Mangsa baru? Ya aku disini mangsa, mangsa buruan seekor srigala ani seekor anjing gila.

“Apa kau ingin mencicipinya? Agar kita impas.” Selain wajahnya mulutnya juga brengsek.

“Baiklah mungkin kau memilih untuh menjadi penonton.” Setelah itu aku hanya bisa diam, tubuhku kaku dan yang lainnya.

Dia mencengkram kedua tanganku dan wajahnya ia turunkan lebih bawah, bukan lagi leher tapi—

Oh Tuhan aku ingin mati saja, aku ingin mati hanya itu. Wajahku memerah dan aku merasakan pipiku basah. Aku memandang kearah pria tadi. Mencoba memohon padanya untuk menghentikan ini.

Aku mohon setidaknya tolong aku.

Bugh

Setelah itu aku ditarik oleh tangan lain. Pria itu menarikku keluar dari bangunan menjijikan ini. Berlari entah kemana.

Terus berlari hingga ia menghentikan langkahnya dan dia berbalik menatapku.

Tatapan mata teduh serasa aku menemukan kembali kata rumah. Pegangan tangannya yang tak pernah lepas dariku.

“Kau bisa masuk angin.” Dia memakaikan jaketnya dipundakku kemudian tubuhku yang tadinya dingin serasa hangat. Bau yang tertempel dijaket hitam ini membuatku seketika tenang. Aku suka.

Ia mulai memakai helm dikepalanya.

“Ayo naik.” Dan sepertinya aku benar-benar menemukan rumah itu kembali. Punggungnya sungguh hangat dan sungguh aku menyukai semuanya. Punggung hangatnya tatapan mata teduhnya bau tubuhnya dan bahkan suhu tubuhnya yang kurasakan ketika kulit kami bersentuhan semuanya aku menyukainya.

Sepertinya aku akan mimpi indah. Eomma appa apa aku gila? Apa aku tak waras? Kenapa aku bisa merasakan semua ini pada pria asing yang bahkan belum tentu kalau dirinya baik?

Tuhan apa aku boleh meminta? Hanya satu, pria ini, pria yang punggungnya menjadi sandaranku, aku harap dia pria yang baik. Kalau tidak aku pinta jadikan dia pria baik untuk makhlukmu ini. Aku mohon Tuhan.

~

“Apartement ini sudah tidak aku pakai lagi.” Aku terus memerhatikan wajahnya yang tengah sibuk melihat kesetiap sudut ruangan yang lumayan besar untuk ukuran sebuah apartement.

“Tapi masih layak untuk dihuni aku rasa.” Dan aku masih saja terhanyut dalam kegiatanku, dia yang sibuk berlalu lalang dihadapanku dan aku yang hanya duduk memperhatikannya.

“Tinggalah disini kalau kau tidak punya tempat untuk pulang.” Aku langsung memalingkan wajahku ketika ia berhenti tepat didepanku dan memandangku –bolehkah aku mengasumsikannya seperti itu? Dengan senyuman yang tercetak diwajahnya, matanya jernih bersinar dan bibirnya menarik dengan sangat indah dimataku.

Aku sungguh sudah terjatuh kali ini. Dan aku hanya mengangguk.

Ia mengangkat tangan kanannya dan menaruh telunjuknya dibibir bawahnya dan sesekali menggerakannya. Kepalanya sedikit menggeleng.

“Aku rasa kau perlu beberapa pakaian baru.”

Dan aku kembali mengangguk.

“Ini sudah malam, besok aku akan membelinya.” Orang yang terlalu baik sepertinya seharunya aku menaruh curiga seperti kepada orang yang mengaku pamanku waktu itu. Tapi kenapa? Bahkan hatiku berkata kalau pria didepanku ini memanglah orang yang baik dan sangat tak pantas bila aku menaruh curiga padanya.

“Kamarnya disana, selamat malam.” Aku langsung berdiri dan ia kembali tersenyum. Lee Dong Hae pria yang sering tersenyum.

“Tidak akan ada apa-apa, kau aman disini. Besok aku akan kesini lagi.” Dan dia pergi, bunyi decitan pintu menjadikan nyata kalau memang dia sudah benar-benar pergi. Sekarang hanya ada aku disini sendiri.

Aku mulai melihat-lihat ruangan yang ada diapartement ini.

Ada dua kamar tidur diapartement ini, tapi sepertinya ada tiga hanya saja yang satu aku lihat penuh dengan rak-rak yang berisikan buku-buku seperti ruangan itu adalah perpustakaan atau mungkin ruang kerja pria benama Lee Dong Hae.

Ingatanku kembali ketika ia mengulurkan tangannya dan menyebutkan namanya, nama yang akan selalu aku kenang.

Tubuhku sudah lelah dan aku hanya ingin tidur. Kamar ini, wangi yang sama dengan wangi yang aku cium dari jaket pria itu. Dan aku akan tidur lelap untuk malam ini.

Soo-ah maaf tak bisa datang dihari ulang tahunmu, Selamat ulang tahun Soo-ah aku merindukanmu.

~

Prang.. prang

Aku terbangun ketika mendengar suara seperti benda jatuh, apakah? Tidak mungkin, pria itu sudah mengatakan kalau apartement ini aman dan tentu itu benar, aku percaya.

Aku berjalan kearah kamar mandi yang ada dikamar ini, membasuh muka dan melihat atau memastikan sesuatu.

Pertama yang kulihat adalah punggung tegap yang tengah berkutat dengan peralatan dapur sementara ditubuhnya melekat apron warna biru yang terlihat sangat cocok untuknya, dimataku. Tangannya sibuk memotong sesuatu yang entah aku tidak tahu apa itu karena terhalang oleh dirinya.

“Kau sudah bangun? Aku membuat sandwich.” Dia berbalik dan tanpa bosannya tersenyum sambil mengacungkan piring berisikan empat potong sandwich. Ah aku tahu sekarang, tadi ia sedang memotong tomat dan salad.

“Ayo duduk, kita makan.” Dan aku menurut, duduk didepannya. Tangannya mendorong piring sandwich itu lebih mendekat kearahku.

“Makanlah,dan coba semua pakaian yang aku beli hari ini.” Aku memandangnya tak mengerti.

“Sebelum kesini aku membeli beberapa pakaian.” Dan aku hanya mengangguk aku mengambil satu sandwich itu, ia menatapku ketika aku mulai memakan sandwich buatannya ini. Kedua tangannya terkepal diatas meja dan wajahnya condong kearahku membuatku lebih jelas melihat lekukan diwajah tampannya.

“Bagaimana?” Dan entah sudah menjadi kebiasaan untukku aku kembali mengangguk.

Tapi aku menyesalkan perbuatanku itu, bahunya menurun, melemas dan wajahnya terlihat murung. Apakah aku salah?

“Kau selalu menganggukan kepalamu saja.”

Dan aku hanya tersenyum, sepertinya untuk yang lebih aku belum siap. Bahkan senyumpun aku rasa sangat susah. Maaf malaikatku bukan aku tak mau tapi belum bisa.

Dalam hati aku selalu berucap untukmu, berterima kasih pada Tuhan karena mengirimmu padaku, berterima kasih padamu karena kau datang malam itu.

~

Dan setiap harinya Lee Dong Hae selalu datang ke apartement ini, sarapan pagi bersama setelah itu ia akan pergi ke kantornya dengan pakaian yang sudah siap ketika ia datang keapartement ini.

Dasi yang sudah terpasang rapi dan jas yang selalu terlihat rapi juga.

Hanya setiap pagi hari karena setelah itu tidak akan, ani maksudku tidak selalu. Dia pernah datang pada malam hari dengan dasi yang sudah tak rapi dan pakaian yang terlihat lusuh serta lingkaran hitam dibawah matanya yang tercetak jelas.

Dia pernah datang disiang hari dan mengajakku untuk makan siang bersama diluar. Tapi aku menolak dengan gelengan.

“Aku ingin mendengar suaramu.”

Disela acara sarapan kami ia mengucapkan perkataan yang sering ia keluarkan dari bibirnya.

“Aku ingin mendengar kau memanggil namaku.” Dan aku menghentikan kedua tanganku yang tengah memotong roti dihadapanku.

Untuk pertama kalinya ia ingin aku memanggilnya, maksudku secara verbal karena pada nyatanya aku sering memanggilnya disetiap malamku. Dia selalu hadir dalam mimpiku.

“Bahkan sampai saat ini aku tidak tahu namamu.” Dan aku sepertinya sangat jahat. Dia yang datang menolongku, dia yang menaruh jaketnya dipundakku, dia yang membawaku kesini, dia yang selalu datang dipagi hariku. Dia yang banyak melakukan banyak hal untukku tapi aku?

Dua bulan berjalan dengan cepat tapi aku masih diam dalam kebisuan yang susah payah aku pertahankan ini.

“Apakah aku bisa mendengar suaramu?” Dia menggenggam tanganku dengan kedua tangannya. Eomma apa yang kini aku rasakan? Jantungku berdetak cepat dan rasanya ingin meledak. Ani bukan sakit yang kurasakan tapi detakannya yang cepat itu membuat tubuhku lemas. Hanya karena tangannya menyentuh tanganku? Menggenggam tanganku?

“Aku mohon.” Tuhan? Aku berdosa. Kenapa dia memohon? Seharusnya kalau ada yang memohon itu adalah aku. Aku yang tidak tahu diri ini.

Aku menggeleng dan itu berdampak sangat besar padanya. Tangannya terlepas dan sekarang hatikulah yang menjerit. Menjerit karena kekosongan yang melanda.

“Baiklah sepertinya ka-.”

“Lee Dong Hae-sii.” Aku langsung menyebut namanya ketika ia akan beranjak, aku tak akan membiarkannya pergi dengan kekecewaan yang aku buat.

Dia kembali duduk dan langsung senyuman yang lebih dari senyuman biasanya terlihat jelas dimataku. Sepertinya aku sangat menyukai senyumannya itu. Jangan sampai aku kehilangan senyuman itu, aku tidak mau sungguh.

“Ulangi lagi.”

Sedari tadi aku tertunduk dan memaikan kedua telunjukku dibawah meja ini.

“Hey lihat aku dan jangan memainkan telunjukmu itu.”

Spontan aku melihat kearahnya dan mengangkat kedua tanganku, bersedekap diatas meja membuat ia tertawa dengan keras. Matanya yang terpejam ketika tertawa dan bibirnya yang tak lagi tertutup mengeluarkan suara tawa yang merdu terdengar. Suaranya sungguh berbeda dari yang lain dan aku suka. Sepertinya aku menyukai semua yang ada padanya.

“Kau lucu, jadi tolong ulangi apa yang barusan kau ucapkan, memanggil namaku.”

Lucu? Kenapa pipiku rasanya memanas? Bahkan Sooyoungpun ketika ia menyebutku lucu ia berakhir dengan telinganya yang merah karena aku menjewer kedua telinga itu. Tapi sekarang?

“Lee Dong Hae-sii.” Dia menggeleng.

“Ani, jangan formal.”

“Lee Dong Hae.”

“Informal.”

“DongHae”

“Ini tidak benar, sebutkan namamu dan tanggal lahirmu!”

Dan mulai saat itu aku memanggilnya dengan sebutan oppa.

~

“IM YOON AH!!!!”

Selimut yang sedari tadi aku pegang aku naikkan sehingga membuat tubuhku tertutup sepenuhnya dengan selimut berwarna biru muda yang baru kemarin aku ganti.

“YOON AH!!!” Aku semakin menyelusupkan kepalaku berharap tak mendengar suara apapun walau itu terdengar sangat mustahil karena suaranya yang semakin jelas dan semakin terdengar lebih jelas lagi.

“IM!!!”

Aish, dengan sedikit hentakan halus aku membuka selimut itu dan melihat orang yang sedari tadi meneriaki namaku.

Kebiasaannya ketika aku memberitahukan namaku padanya dan aku sungguh menyesal – bohong, mana mungkin aku menyesal. Tidak akan, tidak akan pernah aku menyesal atas semua hal yang aku lakukan pada pria ini, malaikatku.

Dan seperti biasanya juga ia datang dengan apron warna biru yang sudah ia pakai ditambah spatula yang ia pegang ditangan kirinya. Hmm aku suka wangi tubuhnya yang bercampur dengan aroma roti bakar yang entah kenapa akhir-akhir ini ia sering membuatkanku roti bakar dengan campuran selai kacang ditambah selai strawberry dan coklat, selera yang aneh.

“Sarapan.” Setelah itu ia kembali berbalik menyelesaiakan kegiatan rutinnya dipagi hari.

Terkadang aku bertanya, apakah ia tak pernah sarapan bersama dengan keluarganya, ani maksudku dia selalu datang dipagi hari dan sarapan denganku.

“Im.” Dan aku semakin mengenal Lee Dong Hae, pria ini ia tak suka bila dibantah. Ya tadi ia sudah menyuruhku untuk sarapan  dengan secara tak langsung ia menyuruhku juga untuk cepat mengikutinya.

Dua bulan setelah aku mulai berbicara dengannya dan aku masih belum ingin untuk keluar sekedar dari gedung ini. Padahal pria ini sudah berulang kali membujukku dan dengan langsungnya aku menolak. Aku masih tidak ingin keluar dari rumah baruku ini – ya Donghae oppa berkata kalau apartement ini menjadi rumahku.

Apa yang dikatakan Lee Dong Hae selalu benar menurutku, karena dialah aku ada disini. Hidup dengan nyaman bersama dengannya.

“Roti lagi?” Dan dia hanya menganggukan kepalanya itupun sedikit dan langsung duduk didepanku. Mencomot roti yang terpotong segitiga dan langsung melahapnya hanya dengan tiga kali lahapan.

“Oppa.”

“Hmm?” Dia mendongkak dan menatapku sedangkan tangannya kembali turun menaruh roti yang gagal untuk ia makan.

Aku tahu aku lancang tapi……

“Aku tahu ini tidak sopan.” Aku berhenti sebentar melihat ekspresinya. Pertanyaan yang sedari dulu ingin aku tanyakan, pertanyaan yang selalu terasa mengganjal dihatiku dan selalu mengganggu pikiranku.

Pertanyaan yang seharusnya aku tanyakan dari dulu, terlalu terlambat sekarang. Tapi tidak, aku ingin tahu.

“Kau terlihat serius Im.” Dan seorang Lee Dong Hae memang tidak suka akan suasana yang canggung dan serius seperti ini. Maaf.

Aku diam, dia merasa tak senang dengan aku yang merusak suasana pagi sarapan kami. Perlahan aku kembali menyentuh rotiku dan kembali memakannya.

“Apa yang ingin kau bicarakan?”

Aku menggeleng. Tidak, kalau pembiacaraanku ini tidak disukai olehnya maka aku tidak akan bicara. Lebih baik begitu.

“Im, bicaralah.”

“Kenapa oppa menolongku? Ani kenapa oppa membawaku kesini?” Menolong? Mungkin siapa saja yang punya hati sebaik Lee Dong Hae pasti akan menolongku saat itu tapi untuk memberikan tempat tinggal? Rasanya itu tidak akan, tidak akan kecuali pria ini.

Aku melihat kearahnya dan dia hanya diam, apa aku salah? Kalau aku salah tegur aku oppa. Aku tak ingin membuatmu marah, kecewa apalagi sedih. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum ketika bersamaku.

“Maaf oppa ak—“

Dia tersenyum dan beranjak dari duduknya, dengan segera ia duduk disampingku, memutar tubuhku supaya berhadapan dengannya. Memegang kedua pundakku dan meremasnya sedikit dan itu tidak menimbulkan sakit. Tentu Lee Dong Hae pria yang lembut.

“Karena kau terlihat menyedihkan? Karena kau terlihat perlu pertolongan?”

Entah kenapa— apa yang harus aku katakan. Tubuhku langsung menegang, jantungku serasa ada yang meremas dengan kuatnya. Ini terasa sangat sakit dan menyesakan. Benar, akan lebih baik bila aku tak bertanya, akan lebih baik bila aku tak banyak bicara.

Dan akan lebih baik lagi bila aku tak berharap banyak atas kebaikan seorang pria bermarga Lee ini.

“Karena aku tak suka melihat wanita diperlakukan seperti itu? Karena aku tak suka melihat wanita yang memohon ? Karena aku tak suka melihat wanita yang menangis?”

Tanganku mengepal dan rasanya aku ingin menjatuhkan tubuhku kedalam dasar jurang terdalam.

Tuhan, pria ini tak lebih hanya menaruh kasihan padaku? Hanya karena aku memohon padanya? Hanya karena aku menangis malan itu?

Hatiku sakit, aku berharap lebih atas kebaikannya dan akhirnya yang aku dapatkankan. Sakit sungguh. Sesak aku rasakan.

“Jangan menangis.”

Dia mengusap kedua pipiku yang entah sejak kapan sudah basah. Ya benar dia tidak suka melihat wanita yang menangis.

“Wae?” Hanya itu yang aku bisa katakan padanya?

Kenapa? Kenapa kalau hanya sebatas rasa kasihan kau menyelamatkanku? Membawaku kesini? Kenapa? Itu semakin membuatku bertambah menyedihkan dibanding dulu.

“Oppa, kenapa hatiku sakit?” Aku memegang dada kiriku. Lee Dong Hae berhasil menghancurkannya hanya dengan sebatas kalimat yang tadi ia ucapkan.

Alasan ia menolongku karena merasa kasihan pada Im Yoon Ah?

“Sakit, oppa.” Air mataku terus turun dan Lee Dong Hae sibuk menenangkanku. Tidak ini       semakin sakit, semakin kau baik padaku semakin membuatku sadar kalau harapanku terlalu tinggi padamu.

“Bukan itu maksudku.” Ia mengusap punggungku dan membisikan serangkaian kalimat yang tak aku mengerti. Bagaimana aku mengerti ketika hatiku terasa sedang dicabik seperti ini?

“Mungkin memang iya pertama kali aku melihatmu diperlakukan oleh sibrengsek itu aku ingin menyelamatakanmu karena aku kasihan tapi….”

Dia melepaskan pelukannya dan kembali mencengkram erat kedua bahuku.

“Bisa saja setelah kita keluar dari tempat itu aku pergi, tapi tidak aku malah membawamu bersamaku.”

Tangannya bergerak menyisipkan helaian rambutku, mengusapnya sebentar dan kembali menyelusuri wajahku. Aku memejamkan mataku menikmati sentuhan tangan hangatnya yang menyentuh keningku, pipiku.

“Aku tidak tahu, itulah jawabanku kenapa aku membawamu kesini.”

~

Kadang semua pertanyaan tidak perlu jawaban. Dan aku tahu itu sekarang.

Lee Dong Hae, ia tak punya jawaban atas pertanyaanku itu, tapi aku bersyukur karena nyatanya dia tidak membawaku kesini karena rasa kasihannya, karena rasa belas kasihannya pada seorang wanita yang perlu dikasihani.

Tanganku sibuk memotong sosis, tadi Donghae oppa mengirimiku pesan kalau ia akan makan malam disini, dan itu sungguh membuatku senang. Bagaimana tidak, makan malam terakhirku bersama dengannya adalah ketika makan malam pertama kami. Ketika Lee Dong Hae yang biasanya berpakaian rapi menjadi sangat lusuh.

Aku memang belum berani untuk keluar apartement sehingga membuat persediaan makanan yang ada didalam apartement ini selalu disiapkan oleh malaikatku itu.

Ting

Tak biasanya ia membunyikan bel? Toh ini apartementnya pasti ia tahu passwornya.

Tanpa melihat intercom aku membuka pintu dan aku hanya diam ketika melihat seorang wanita dengan dress peach simple dan rambut gold coklat berdiri dihadapanku.

Dia terlihat sangat anggun dan cantik.

“Nugu?” Tanyanya.

Aku tidak tahu harus menjawab seperti apa.

“Sica.” Wanita itu langsung menoleh sama sepertiku ketika mendengar suara yang sangat familiar ditelingaku. Suara familiar yang selalu meneriaki namaku dipagi hari tidak untuk saat ini.

“Ternyata kau kesini.” Ucap Donghae oppa ketika ia sudah ada didepanku bersejajar dengan wanita yang tadi ia panggil ‘Sica itu’. Senyuman itu ? Bukankah senyuman itu hanya milikku? Senyuman yang selalu kau berikan ketika bersamaku?

“Eoh, aku ingin melihat apartement kita.”

Apartement kita?

Ada apa ini? Aku bagai keledai yang sedang melihat sepasang manusia yang tengah berbicara. Bodoh.

“Yoona-ya kau masuk dulu.” Perintahnya, ya nadanya terdengar sedikit memerintah dan aku hanya beranjak tapi sebelum berjalan terlalu jauh aku mendengar suaranya lagi. Dan sungguh itu sangat menyakitkan.

Harapanku kembali ia hempaskan.

“Dia sepupuku, dan dia tinggal disini.”

~

Makanan yang tersaji didepanku rasanya sudah tak berarti lagi. Sudah tidak ada selera untuk aku memakan semua hidangan yang susah payah aku siapkan sedari sore.

“Cha ini baik untuk penambah berat badan.” Ia mengambil sepotong sosis dan menaruhnya dipiringku. Aku hanya memakan sosis itu dan setelahnya aku kembali meletakan sumpit dipinggir piringku. Sudah aku katakan aku tak berselera.

Perkataanya tadi, itu terlalu menyesakan dan menyakitkan. Entah apa yang harus aku sebut akan perasaanku padanya tapi jelas ini bukanlah perasaan yang biasa.

Bagaimana mungkin aku tidak menaruh perasaan padanya, dia penolongku, dia malaikatku. Tapi terlepas dari semua itu aku menyukainya tanpa alasan apapun. Tanpa tahu bagaimana aku mulai menyukainya, bagaimana aku mulai merasakan sangat nyaman berada didekatanya. Bagaimana aku yang selalu menunggu kedatangannya dipagi hari dengan senyuman yang       selalu membuatku juga tersenyum.

Aku tidak tahu sejak kapan itu.

Aku—

“Dia istriku.” Selama 21 tahun aku hidup dibumi ini, dua kata itu seakan menjadi kata yang paling kejam yang pernah aku dengar, menjadi dua kata yang sudah mampu membuat harapanku lagi dan lagi terjatuh setelah beberapa kali aku pungut. Terlihat seperti pengemis yang memungut sampah.

“Kami menikah setahun yang lalu.” Aku menggeleng, tak bisakah dia berhenti berbicara. Cukup untuk hari ini hatiku hancur. Beri aku waktu untuk menatanya lagi agar jika kau berniat menghancurkannya lagi maka itu tak akan terlalu hancur berkeping-keping bahkan tak tersisa.

“Kami saling mencintai saat itu.” Aku kembali menggeleng dan beranjak. Aku tak ingin mendengar lebih jauh lagi cerita cinta mereka. Hanya mereka tidak termasuk diriku.

Lalu apakah aku berharap untuk menjadi bagian dari cerita mereka? Berharap menjadi seorang tokoh dalam drama percintaan mereka? Tidak, aku bahkan tidak mau walaupun hanya untuk menjadi peran piguran.

Melihat seseorang yang aku harapkan bukan untukku? Itu sama saja bunuh diri.

~

TBC

42 thoughts on “Before story of With you not my future (1 of 2)

  1. Daebakk
    Kereenn
    Tpi ksihan kehidupan yoona eoni
    Menyedihkan:'(
    Dikirim melalui BlackBerry® dari 3 – Jaringan GSM-Mu

  2. Masih penasaran ama jalan crita.xa, ni yg Yoona nanti melahirkan Haena kan? ? Tpi koq haena bsa ada(?)
    trus bgaimana khdupan HaeSica?
    Penasaran

  3. Kasihan yah Yoona eonni,,, ditinggal pergi mati ke-2 ortunya. Untung ada Hae oppa, tapi dia koq sudah punya istri sih…
    Next aja deh~

  4. what????
    awalnya seneng cz donghae dah nyelamatin yoona eonni…
    tapi kok akhirnya donghae oppa dah pnya istri sich… OMG -_-

  5. bner2 membingungkan ..ech sneng lht yoona ma hae. Pi xo hae dah nikah ma sicca sich.
    Jadi sedih .

  6. Seru nih ceritanya tp kasihan dg kehidupan yoona yg harus menderita setelah ortu’a meninggal. Di tunggu kelanjutannya.

  7. Kasihan yoona oenni 😦 jahat banget sih si paman masa ponakan sendiri mau dijual. Untung ada hae oppa 🙂 hihi. Yahh walaupun yoona oenni harus sedih lagi krn jadi orang ke 3 tapi kita percaya kok kakak author yg baik pasti nyatuin yoonhae couple lagi :). Semangat kakak buat next chapternya

  8. Meskipun sudah tau bagaimana endingnya dri ff with you not my future. Tapi bisakah jalan ceritanya di rubah. Happy ending jangan sad ending. Ini terlalu menyakitkan untuk Yoona. Aku harap juga bikin sequel dari With you not my future karena menurutku ceritanya gantung bagaimana nasib Yoona sama anaknya. Makasih thor tetap semangat !! 🙂

  9. Miris banget jadi y0ongNie . .
    Jalan khidupan.x gc ada yg mulus . .
    Dtinggal orang tua.x,hampir di “mangsa”,untng aja d tolong haepPa,tp.x malah dah nikah T.0.T
    unN,nie kan yg y0ongNie punya anak Haena n mmutuskan buat pergi itu kan??
    Next unN 🙂

  10. daebak thor.. kasian bget yoona eonni.. smga yoona eonni bisa nemuin kebahagiaannya seperti dulu.. dtggu ya chap slnjutnya 🙂

  11. Kasian yoongie ibarat habis jatuh tertimpa tangga pula,pamannya jahat bgt
    udah mulai seneng pun jd sakit lg coz hae’a ternyata udah punya istri,nexttttt

  12. owh jadi seperti itu story pertemuan YoonHae miris banget hidup yoong dah ditinggal orang tua malah dijual lagi sama orang untung aja donghae datang disaat yang tepat sehingga tidak terjadi hal yang lebih buruk lagi……..jadi yoong duluan yah yang cinta ama hae kasihan yoong…….laajuuut……

  13. kyk melo drama dehh 😀
    bgs critany ><
    itu donghae blm siap critany kan?? kan msh diblg dia saling mencintai sma sica it tahun lalu brarti skrg gk kan?? :((

  14. Huaaahhhhh kasian banget yoona , udah dtinggal mati sama ortunya ,, hmpr djual wlopun akhirnya d tolong sama donghae trus akhirnya dia tauu klo donghae udah nikah sama sicca ,, ckckckck trus maksud donghae apa klo dlu dia sama sicca slng mncintai apa skrng hae gaa cintaa lg sama sicca ,, ??? Smoga stelah before story ad after storynya dan semoga endingnya tuh happy buat yoona+haena ,,

  15. Wajar kalo jd yoong jatuh cinta sama haeppa karna haeppa nya sendiri yg kesannya ngasih harapan. Udah gitu haeppa nya yg gabilang dr awal klo dia punya istri huhhh

  16. yoona unnie kasihan banget,harapannya musnah dalam sekejap.Donghae oppa sebenarnya cinta sama siapa si?yoona atau sica?authornya semangat ya ditunggu next chapter…

  17. Wooahh daebakk!! Ini ceritanya keren.. jarang loh yooba dapat peran kayak gini. Biasanya klo cerota kayak gini, yoona yang bakal jadi istrinya donghae dan sica yang jadi selingkuhannya.. kkk~~ keren loh (y)

  18. kehidupan yoona Benar2 berubah 100% semenjak kedua ortunya meninggal (sedih banget dia). untunglah ada malaikat penolongx donghae, tp sayang hae dah punya istri.

Komentarmu?