I Finally Found You (Chapter 6)

IFFY

Author: Hime Lee

Title: I Finally Found You (Chapter 6)

Cast: Yoona, Donghae, SNSD, Super Junior

Genre: Romance

Length: 3.145 words

Category: Chapter

 

“Kyuhyun, tolong bukakan pesan yang baru saja masuk,” kata Donghae, matanya tidak pernah lepas dari maket yang sedang dibuatnya.

Maket gedung pusat perbelanjaan yang sedang ia kerjakan harus selesai besok pagi, padahal ia baru menyelesaikan 20% dari keseluruhan maket. Oleh karena itu, hari ini, Donghae mengurung diri di rumahnya demi menyelesaikan tugasnya. Kyuhyun yang khawatir Donghae akan melupakan makan siang saking sibuknya, memilih untuk menemani Donghae sampai sore nanti.

Menuruti perintah Donghae, Kyuhyun meraih ponsel Donghae yang ada di meja dan membuka pesan yang baru saja masuk. Matanya melebar begitu ia melihat nama pengirim dan isi pesan itu.

“Hyung,” Kyuhyun terdengar sedikit shock. “Yoona sedang dalam perjalanan ke sini.”

“Apa?” seketika aktivitas Donghae terhenti. Ia menatap Kyuhyun tak percaya. Kyuhyun mendekatkan layar ponsel Donghae ke wajah pria itu agar ia bisa membaca sendiri dengan jelas.

“Mengapa mendadak sekali?” gumam Donghae pada diri sendiri.

Kyuhyun masih menatap ponsel Donghae dengan heran. Sejak kapan Donghae dan Yoona sedekat ini? Apakah mereka sudah sering mengunjungi rumah masing-masing selama ini? Apakah mereka sudah memulai sesuatu di belakang teman-teman mereka? Kyuhyun tidak tahan untuk berpikir demikian.

Hyung, apakah sudah terjadi sesuatu yang belum kami ketahui?” tanya Kyuhyun menyelidik.

Donghae sama sekali tidak mengalihkan perhatian dari maket ketika ia balik bertanya, “Sesuatu apa maksudmu?”

Kyuhyun tampak ragu untuk menjawab. “Sesuatu seperti…kau berpacaran dengan Yoona?”

Kalau saja Donghae sedang minum, pasti ia sudah tersedak saat ini. Lem yang dipegangnya pun sampai terjatuh saking terkejutnya ia mendengar pertanyaan Kyuhyun. Mengapa Kyuhyun sampai berpikir demikian? Sepertinya tidak ada yang salah akan kedekatannya dengan Yoona. Mereka berteman, saling memberi perhatian, tetapi tidak lebih dari itu. Sepertinya wajar jika ia dekat dengan Yoona seperti halnya Heechul, Siwon, Eunhyuk, dan Kyuhyun sendiri.

“Mengapa kau berpikir seperti itu? Bikankah kau juga dekat dengan Yoona?”

“Ya,” Kyuhyun mengangguk, “tapi dia belum pernah ke rumahku.”

Donghae mendengus. “Stop talking nonsense. We’re just friends. Period.”

Kyuhyun hanya mengangkat bahu. Ia tidak bertanya lagi. Donghae sepertinya tidak mau membahas lebih jauh. Namun, Kyuhyun membuat catatan di kepalanya untuk menceritakan hal ini pada Heechul nanti.

Suara mobil yang diperlambat terdengar hingga ke ruang santai di lantai 2 rumah Donghae. Kyuhyun berjalan ke arah jendela dan melihat sebuah sedan putih baru saja terparkir di halaman rumah. Ia kemudian melirik Donghae yang masih sibuk dengan pekerjaannya.

“Yoona sudah di bawah,” Kyuhyun memberi tahu, dan dibalas Donghae dengan gumaman singkat. Pria itu memang sulit dipecahkan konsentrasinya jika sedang begini.

Tidak lama kemudian, bel rumah Donghae berdentang. Karena Donghae tidak menunjukkan tanda-tanda akan membukakan pintu, akhirnya Kyuhyun yang turun untuk membukakan pintu untuk Yoona. Senyum cerah Yoona adalah hal pertama yang menyambutnya begitu pintu terbuka.

“Kyu, aku tidak tahu kau juga sedang di sini,” kata Yoona. Sebuah kejutan menyenangkan untuk bisa bertemu dengan Kyuhyun di rumah ini.

“Hey, Yoong,” Kyuhyun menyeringai. “Donghae Hyung ada di atas. Dia masih menyelesaikan maket.”

Yoona hanya mengangguk. “Apakah kau tidak bekerja hari ini?” tanyanya.

“Sebenarnya, aku baru saja menyelesaikan satu kasus di pengadilan. Tidak ada lagi yang harus kukerjakan, setidaknya untuk hari ini.”

Keduanya menaiki satu persatu anak tangga hingga sampailah mereka di ruang santai rumah itu. Donghae masih di sana, dengan posisi yang sama sejak Kyuhyun meninggalkannya untuk membukakan pintu tadi. Yoona mengangkat sebelah alisnya. Baru pertama kali ia melihat Donghae begiti serius hingga tidak memedulikan keadaan sekitar. Biasanya, Donghae adalah orang yang paling peduli terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.

“Ah, kau sudah datang,” sambut Donghae tanpa mengalihkan pandangannya. Tanpa melihat pun Donghae langsung tahu Yoona ada di dekatnya setelah mencium aroma Yoona yang khas; perpaduan antara vanila dan bunga-bunga musim semi.

Yoona menjatuhkan pantatnya di sofa panjang tepat di hadapan Donghae. Kyuhyunmemilih untuk duduk di sofa single, sementara Donghae sejak tadi sudah menguasai sofa untuk dua orang. Tidak lupa, Yoona meletakkan paper bag yang dibawanya. Donghae baru mengangkat kepala ketika ekor matanya menangkap paper bag ukuran sedang berwarna cokelat.

“Apa itu?” Donghae menunjuk paper bag di aatas meja dengan dagunya.

Yoona tersenyum. Ia mengambil sesuatu dari dalam paper bag, dan Donghae langsung mengenali benda itu. Matanya berbinar begitu ia melihat judul buku yang baru saja dikeluarkan Yoona.

“Dari mana kau mendapatkan buku itu?” Donghae benar-benar takjub. Pasalnya, buku yang dipegang Yoona adalah buku tentang arsitektur terbaru dari Jepang dan belum ada versi bahasa Korea-nya. Terakhir kali Donghae mengecek ke toko buku, buku itu masih termasuk jajaran buku coming soon. Kalau sampai akhir minggu ini tidak kunjung terbit, Donghae sudah berniat untuk pergi ke Jepang hanya untuk membelinya. Toh kemampuan bahasa Jepang-nya bisa dibilang sempurna.

Yoona tersenyum miring. “Sepertinya Oppa lupa kalau aku bekerja di sebuah publishing house. Kami baru dalam proses finishing alih bahasa ketika Oppa mengatakan padaku kau akan ke Jepang hanya untuk membeli ini.” Dalam hati, Yoona berjanji akan mentraktir Sehun setelah ini. Rekan kerjanya yang satu itu sudah membantunya mendapatkan buku ini begitu selesai dicetak dan akan didistribusikan.

Oh my God, Yoong!” Donghae mendekati sisi Yoona dengan langkah lebar. Ia begitu gembira mendapatkan buku itu hingga tanpa berpikir, tangan kanannya meraih Yoona dalam pelukan. Yoona tertawa, kemudian tangannya melingkari tubuh Donghae untuk membalas pelukannya.

“Oke, jadi Oppa benar-benar menginginkan buku ini.” Yoona terkekeh setelah akhirnya Donghae melepaskan pelukan.

“Tentu saja! Aku sudah menunggu buku ini bahkan sebelum diselesaikan oleh penulisnya.”

Di tempatnya, Kyuhyun mengangkat alis. Ia sangat tertarik pada apa yang sedang terjadi tepat di bawah hidungnya. Sepertinya ia harus mengumpulkan sahabat-sahabatnya setelah ini. There’s definitely something going on between the two.

 

Hari beranjak senja. Sinar jingga lembut matahari terbiaskan dari jendela-jendela di rumah Donghae. Pria itu masih berkutat dengan maketnya, mengabaikan wanita yang sedang tidur di sofa di sebelahnya.

Setelah Kyuhyun beranjak dari rumah Donghae, Yoona menawarkan diri untuk menemani Donghae. Donghae tentu saja tidak keberatan. Binar di matanya membuat Kyuhyun meninggalkan rumahnya dengan seringaian menggoda. Entah mengapa, Kyuhyun mulai menyukai kebersamaan Yoona dan Donghae. Banyak hal kecil yang mereka lakukan tanpa sadar yang menggerakkan hati Kyuhyun. Cara Yoona berbicara di depan Donghae dengan suara yang jauh lebih lembut, cara Donghae menatap Yoona dengan sebuah senyum yang membuatnya seakan-akan mengetahui rahasia yang orang lain tidak ketahui saat mendengarkan gadis itu berbicara, atau gerak-gerik mereka yang tanpa sadar saling mengikuti satu sama lain, membuat Kyuhyun yakin akan simpulan yang dibuatnya.

Yoona menggeliat di sofa, baru saja terbangun. Lelah yang beberapa hari ini selalu menghinggapinya membuatnya tidak bisa lagi menahan matanya agar tetap terbuka selama menemani Donghae. Pandangan Yoona jatuh pada bantal yang menjadi alas kepalanya. Ia tidak ingat ia mengambil bantal sebelum jatuh tertidur. Pasti Donghae yang mengambilkannya untuknya.

Tanpa suara, Yoona menatap Donghae. Pria itu begitu serius menyelesaikan tugasnya yang hanya tinggal beberapa persen. Tangannya begitu cekatan dan matanya sangat teliti akan semua detail yang ada. Dilatarbelakangi bias cahaya senja, Yoona seperti sedang menonton film. Ia tidak bisa menyangkal bahwa Donghae terlihat begitu tampan dan memukau.

“Do you like what you see?” tiba-tiba Donghae bertanya, mengagetkan Yoona dari lamunan singkatnya.

Yoona mengerjapkan mata. Sedetik kemudian, semburat kemerahan perlahan menghias wajahnya, malu karena tertangkap basah sedang mengamati pria itu.

Donghae tertawa kecil. “Maaf, aku hanya tidak tahan untuk tidak menggodamu.”

Tidak mau dibuat semakin malu, Yoona cepat-cepat mengalihkan pembicaraan. “Oppa sudah makan?” tanyanya. Tepat pada saat itu, perut Donghae berbunyi. Pria itu seketika menghentikan aktivitasnya, dan menatap Yoona dengan senyum malu.

“I take that as a no,” Yoona tersenyum. Ia kemudian berdiri. “Akan kuperiksa dapurmu, siapa tahu ada yang bisa kumasak.”

Yoona membuka satu persatu lemari di dapur Donghae, tetapi nihil. Tidak ada bahan makanan sama sekali, bahkan ramen sekalipun. Yoona mencoba membuka kulkas, dan hasilnya tetap sama. Hanya ada karton jus dan susu di pintu kulkas, selebihnya benar-benar kosong. Yoona bertanya-tanya bagaimana Donghae bisa bertahan hidup sendiri di rumah besar ini tanpa persediaan bahan makanan sedikitpun. Ini pasti menjadi salah satu alasan mengapa Donghae selalu sarapan di luar dan mengajaknya.

Yoona kembali ke tempat Donghae. Kali ini, pria itu sedang membereskan semuanya. Sepertinya pekerjaannya sudah selesai.

Oppa, sepertinya kita harus berbelanja. Sama sekali tidak ada yang bisa kumasak di dapurmu.”

Donghae menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa malu. “Ah, maaf. Aku tidak pernah sempat berbelanja.”

Yoona berdecak sambil menggelengkan kepala. “Bagaimana bisa Oppa bertahan dalam keadaan seperti ini?”

“Aku tidak perlu berbelanja bahan makanan, Yoong,” Donghae menyeringai. “Bukankah kau berjanji akan menemaniku makan di luar kapanpun aku mau?”

Yoona memutar bola matanya. “Baiklah, baiklah. Tidak ada gunanya berdebat denganmu. Lebih baik kita bergegas. Sepertinya sebentar lagi hujan.”

Benar saja, hujan deras mengguyur daerah rumah Donghae tepat ketika Yoona dan Donghae keluar dari supermarket, hendak pulang. Bibir Yoona langsung mengerucut, sepertinya ia sangat tidak menyukai hujan sore itu.

“Apakah kau benci hujan?” tanya Donghae. Tangannya membenarkan kantong plastik besar berisi bahan-bahan makanan yang baru saja dibelinya.

Yoona masih cemberut. “Tidak, hanya saja hujan sore ini menghalangi kita untuk pulang dan makan di rumah.”

Pulang. Donghae tidak bisa menyembunyikan senyumnya mendengar Yoona menyebut kata itu, seolah-olah rumah Donghae adalah rumahnya juga. Ada sesuatu yang menghangat dalam diri Donghae mendengar wanita itu berkata demikian.

“Kau keberatan jika kita basah sedikit?” Yoona menangkap nada antusias dalam suara Donghae. Ia mendongak, menatap Donghae dengan kening berkerut, tidak mengerti.

“Ayolah,” lanjut Donghae. “Beberapa tetes air hujan tidak akan menyakitimu. Kita bisa berlari sampai rumah.”

Yoona menatap tangan Donghae yang sudah terulur ke arahnya. Ajakan Donghae terdengan menggoda, tetapi ia masih ragu. Memang, rumah Donghae hanya berjarak 50 meter dari supermarket itu, tetapi, dengan hujan deras seperti ini, Yoona tidak yakin ia hanya akan basah sedikit. Seluruh tubuhnya pasti akan basah. Namun, ketika Donghae melempar senyum meyakinkan ke arahnya, semua alasan untuk tidak mengikuti pria itu lenyap seketika. Tiba-tiba, Yoona merasa hal pertama yang harus ia lakukan saat itu adalah mengikuti apa kata Donghae.

Setelah menghela napas panjang dan membenarkan posisi belanjaan di tangannya, Yoona meraih tangan Donghae. Donghae menyatukan jari mereka, menggenggamnya dengan erat. Dengan tarikan pelan, Donghae membawa Yoona berlari di bawah hujan. Yoona hanya bisa berteriak, setengah panik merasakan air hujan yang mulai memasuki tubuhnya, setengahnya lagi kegirangan. Donghae berlari sekuat tenaga, tawa keras berderai dari bibirnya.

Sesampainya di teras rumah Donghae, keduanya sudah basah kuyup. Meskipun begitu, senyum lebar menghiasi wajah mereka. Apa yang baru saja mereka lakukan seolah-olah membawa mereka pada diri mereka yang lalu, pada kehidupan mereka yang dulu, saat mereka bisa tertawa lepas di bawah hujan tanpa harus memikirkan kehidupan. Donghae menatap tangan mereka yang masih bertaut. Yoona melakukan hal yang sama beberapa detik kemudian. Keduanya kemudian beradu pandang, tetapi tak sekalipun melepaskan tautan tangan mereka. Donghae melatakkan kantung belanjaan di lantai, lalu mengulurkan tangannya yang bebas untuk menyingkirkan anak-anak rambut dari wajah Yoona. Jemarinya dengan lembut bersentuhan dengan kulit wajah Yoona yang halus, meninggalkan jejak-jejak hangat yang membuat Yoona tersenyum.

“Oppa,” panggil Yoona. Donghae mengerjapkan mata. Ia kemudan menarik tangannya kembali.

Melihat itu, Yoona hanya tersenyum. “Kita harus segera masuk. Di sini dingin sekali.”

Seolah baru saja tersadar, Donghae buru-buru membuka pintu. Ia (dengan terpaksa) melepas genggaman tangannya pada Yoona untuk beranjak ke ruang laundry. Donghae kembali dengan membawa dua buah handuk, satu untuknya dan satu untuk Yoona.

“Kau bisa pakai kamar mandi di bawah. Aku akan membawakanmu pakaian. Kuharap kau tidak keberatan memakai baju laki-laki,” Donghae menggigit bibir bawahnya.

Yoona menggeleng ringan. “Tidak sama sekali.”

Setelah memberikan sweatpants dan kaus longgar untuk Yoona, keduanya lantas membersihkan diri. Donghae menggunakan kamar mandi di kamarnya, sementara Yoona menggunakan kamar mandi di bawah yang memang khusus untuk tamu. Begitu menutup pintu kamar mandi, Yoona tidak tahan untuk tidak mengagumi interior kamar mandi itu. Semua tertata rapi, dan segala elemen terlihat sangat serasi. Hal itu pula yang Yoona rasakan ketika ia mengamati interior seluruh sudut rumah Donghae. Semua ditata dengan pas dan menimbulkan kesan cantik yang hangat. Beaar kemungkinan Donghae yang mendesain ini semua.

Begitu keluar dari kamar mandi, Yoona langsung mencium wangi ramen dari dapur. Donghae langsung menoleh ketika mendengar langkah kaki mendekat. Jantungnya seketika berhenti. Yoona, dengan rambut setengah basah dan baju kedodoran, berdiri di pintu dengan ragu-ragu. Ada perasaan lain yang menyusup di hati Donghae melihat wanita itu mengenakan pakaiannya. Ia terlihat begitu kecil, seakan-akan rapuh dan mudah hancur. Why do I suddenly have the urge to protect this girl? batinnyabertanya-tanya.

Donghae sekarang mengerti mengapa sahabat-sahabatnya begitu melindungi Yoona sehingga terkesan protektif terhadapnya. Selain karena Yoona lebih muda dari mereka, ia juga memiliki sesuatu yang mendorong seseorang, terutama laki-laki, ingin melindunginya. Dibalik pembawaannya yang ramah dan ceria, ketika sendirian, wanita itu terlihat rapuh walaupun kecantikannya tidak berkurang sedikitpun.

“Oppa, you hurt my pride,” kata Yoona sambil mendekati Donghae. “Seharusnya aku yang memasak untukmu, dan seharusnya kita bisa makan lebih dari ini.”

Donghae meringis. “Maaf, kukira kita berdua sudah sangat lapar sehingga tidak bisa menunggu lebih lama lagi.”

Yoona menyipitkan matanya, pura-pura kesal. Namun, ketika dilihatnya wajah Donghae yang terlihat merasa bersalah, ia tidak bisa menahan tawanya lagi. “Oppa! Aku hanya bercanda. Aku tidak akan menolak semangkuk ramen panas saat hujan deras.begini.

“Siapa bilang aku hanya akan memberimu satu mangkuk? Lihatlah, dua porsi ramen ini semuanya untukmu.”

“Yah!”

Lalu Donghae menatap Yoona dari ujung kepala hingga ujung kaki. “You look…cute.”

Semburat kemerahan menghiasi pipi Yoona. Donghae nyaris lupa betapa mudahnya wanita di depannya ini dibuat tersipu. Wajahnya pasti akan memerah setiap kali Donghae atau siapapun memujinya, membuat Donghae harus menahan dorongan untuk mengecup pipi itu. Donghae mengerjapkan mata. Did I just say I wanted to kiss her?

Hujan di luar semakin deras. Bahkan, di televisi, diberitakan bahwa akan terjadi badai hebat di kawasan Seoul malam ini. Donghae melarang Yoona untuk pulang, khawatir akan terjadi apa-apa pada wanita itu jika ia memaksakan diri untuk menyetir di tengah badai. Akhirnya, Yoona pun menelepon Seohyun untuk memberi tahu bahwa ia akan menginap di rumah Donghae (sebenarnya ia hanya bilang akan menginap di rumah temannya tanpa menyebutkan nama, tapi itu sama saja) dan menyuruh Seohyun untuk tetap di apartemen mereka hingga badai reda.

Setelah kenyang menghabiskan masing-masing satu mangkuk ramen, Donghae dan Yoona memilih untuk duduk bersebelahan di atas karpet tebal ruang santai sambil menikmati cokelat panas yang baru saja dibuat Yoona. Sebuah selimut tebal melindungi kaki mereka berdua dari udara dingin yang terasa hingga ke dalam rumah. Kaki Donghae menendang-nendang kaki Yoona dengan pelan dan dalam beberapa detik, keduanya terlibat dalam adu tendang yang diiringi dengan tawa berderai.

“Tell me something about you that you’ve never told me,” tiba-tiba Donghae berkata.

Yoona menoleh ke arah Donghae dengan heran. “Mengapa begitu tiba-tiba?”

“Just tell me.”

Melihat Donghae masih bersikukuh, Yoona tidak memiliki pilihan lain. Ia terdiam sejenak, memikirkan apa yang harus ia ceritakan pada Donghae. Sebenarnya ada satu hal yang sudah ia pikirkan sejak tadi, satu hal yang belum diketahui Donghae. Yoona tidak pernah menceritakannya, dan Yoona yakin Yunho, Heechul, Eunhyuk, Siwon, atau Kyuhyun tidak akan menceritakan hal itu pada orang lain tanpa seizinnya. Haruskah ia menceritakannya pada Donghae sekarang? Apakah mereka sudah cukup dekat hingga ia bisa menceritakan hal itu dengan mudah padanya? Yoona sempat ragu. Namun, setelah mengingat apa yang telah mereka lakukan bersama sejak pertama kali bertemu, Yoona merasa Donghae memang pantas mengetahui semuanya.

Maka, setelah menghela napas berkali-kali, Yoona mulai bercerita. “Dua minggu sebelum pernikahan Yuri Unnie, tunanganku mengakhiri hubungan kami berdua.” Yoona berusaha untuk menahan suaranya agar tidak bergetar, tetapi sepertinya suaranya memilih untuk mengkhianatinya. Walaupun ia sudah menerima keputusan Changmin dan melepaskannya dengan lapang dada, menceritakan hal ini pada orang lain ternyata tidak lebih mudah.

Donghae tidak bisa menyembunyikan perasaan terkejutnya. Ia menatap Yoona, yang dibalas Yoona dengan senyum seadanya. Donghae mengharapkan Yoona akan menangis saat ini juga, tetapi gadis itu tetap tersenyum. Dan inilah pertama kalinya Donghae membenci senyum Yoona. Gadis itu memang tersenyum, tetapi Donghae masih bisa melihat sisa luka dan kesedihan dalam mata indahnya.

“Kau tidak perlu menceritakan padaku jika kau tidak ingin, Yoong.” Donghae tiba-tiba merasa bersalah telah menyuruh wanita itu bercerita.

Yoona menggelang. “Tidak, aku harus menceritakannya. Donghae Oppa berhak tau.”

Donghae meraih tangan Yoona yang tersembunyi di balik selimut. Ia menautkan jari-jari mereka, memberikan Yoona kekuatan untuk melanjutkan ceritanya. Merasakan kehangatan tangan Donghae, Yoona memejamkan mata. Ia menarik napas panjang.

“Aku melihatnya di perpustakaan kampus. Dia adalah senior dari fakultas kedokteran yang serius dan tidak banyak bicara. Hari itu, tanpa sengaja buku kami tertukar karena tempat duduk kami yang berdekatan. Aku kesulitan mencarinya, dan begitu kami bertemu, dia tidak sadar bahwa buku yang dibawanya adalah bukuku. Funny, isn’t it? Ia adalah mahasiswa kedokteran yang seharusnya organized dan perfeksionis, tetapi ia justru sebaliknya.”

Yoona kemudian menceritakan apa yang terjadi setelah itu. Mereka menjadi lebih sering bertemu jika sedang di perpustakaan dan lama-kelamaan, pertemuan mereka berlanjut ke tempat yang lebih pribadi. Sayangnya, kedekatan mereka tidak diiringi dengan komitmen untuk menjadi sepasang kekasih. Yoona memahami hal itu karena Chagmin begitu sibuk dengan kuliahnya. Selain itu, Yoona mengerti bahwa bayang-bayang Victoria masih mengikuti Changmin. Hingga akhirnya, Changmin memantapkan diri untuk meminta Yoona menjadi kekasihnya tepat di hari kelulusan. Dari situlah Changmin berjanji untuk mencintai Yoona sepenuh hati dan tidak akan menyakitinya.

“Lalu, apa yang terjadi?” Donghae bertanya lembut. Tangannya masih menggenggam erat tangan Yoona. Mendadak ia sadar betapa dekat jarak antara dirinya dan Yoona.

“Victoria kembali, dan Changmin tergoyahkan oleh kehadirannya.”

Hening panjang. Yoona menenangkan diri, sementara Donghae masih berusaha memahami cerita Yoona. Jadi, inilah luka yang dipendam Yoona selama ini. Inilah yang menyebabkan Yoona hampir menangis di pernikahan Yuri dan mengajaknya keliling Tokyo untuk menghibur diri sendiri. Donghae mengerti sekarang.

“Giliranmu, Oppa.” Donghae menoleh kaget. “Ceritakan tentang dirimu.” Sebenarnya, ini adalah cara Yoona untuk menghilangkan rasa sesak yang tiba-tiba muncul kembali. Yoona harus mengingatkan diri bahwa tidak ada yang perlu disesali dan Changmin sudah bahagia bersama Victoria.

“Setelah kembali dari Jepang, keluargaku menetap di Busan. Rumah ini dibangun ketika kakakku kuliah agar tidak kerepotan. Ketika aku melanjutkan sekolah di Seoul National University, aku pindah ke rumah ini. Setelah Hyung menikah, rumah ini resmi menjadi milikku.”

“Apakah Oppa yang mendesain rumah ini?”

“Tidak,” Donghae tersenyum. “Ibuku adalah seorang arsitek sepertiku, dan rumah ini, menurutnya, adalah desain terbaik yang pernah ia buat.”

Yoona mengedarkan pandangannya untuk menikmati keindahan rumah Donghae. Donghae mengangkat alis, menunggu. “Sepertinya aku harus setuju,” Yoona menyimpulkan. Donghae hanya tertawa.

Tiba-tiba Yoona menguap. Hari memang sudah larut, hampir pukul dua belas malam. Donghae masuk ke kamar untuk mengambil satu selimut lagi dan dua buah bantal, membuat Yoina bertanya-tanya.

Donghae meringis. “Aku tidak suka sendirian saat hujan. Karena aku tidak mungkin mengajakmu untuk tidur di kamarku, kuharap kau tidak keberatan jika kita tidur di sini. Kau tidur di sofa sementara aku bisa tidur di karpet.”

Yoona mengambil bantal dan selimut yang diberikan Donghae. Setelah keduanya sama-sama terlindung di balik selimut hangat dan siap berkelana ke alam mimpi, Yoona memosisikan dirinya tidur menyamping sehingga berhadapan dengan Donghae.

Keduanya saling tatap, sebuah senyum menghiasi wajah mereka masing-masing. “Terima kasih telah menemaniku, Yoong.”

Yoona menggelengkan kepala, seakan-akan mengatakan bahwa Donghae tidak perlu berterima kasih. Sesuatu dalam tatapan Donghae membuat Yoona mengulurkan tangannya tanpa sadar dan menyibakkan beberapa helai rambut yang menutupi dahi Donghae. Adalah kebohongan besar jika Donghae tidak terkejut mendapat perlakuan seperti itu. Jantungnya berhenti ketika kemudian Yoona menatapnya dengan tatapan paling lembut yang pernah diterima Donghae.

“Selamat malam, Donghae Oppa.

Dan malam itu, Donghae mengalami mimpi paling indah dalam hidupnya.

*****

I’M SORRY!!!! Maaf banget ini chapter keluarnya lama. Lagi kena writer’s block beberapa hari ini. Semoga chapter ini bisa mengobati kerinduan kalian (yakeles ada yg rindu).

Sadar gak kalo ada sesuatu yg baru? Yap! Poster! Wohooo itu aku bikin sendiri haha maklum baru pertama kali bikin poster ff jadi begitu deh hasilnya. Seadanya ._.

Review chapter ini deh. Hmm, kalo boleh jujur ya, aku sendiri gak ngerti hubungan Yoona dan Donghae apa. Mereka temenan sih, tapi, keliatan banget kan kalo ada sesuatu yg lebih di antara mereka? Sesuatu yg bahkan mereka berdua sendiri belum sadar? Duh, I have too much fun writing about this couple jadi kalo ntar ff ini jadi panjang gak tau deh hahaha. Rencana sih bakal ada 15 chapter (banyak amat ya padahal mau UN dsb dsb dsb), itu pun kalo aku gak berubah pikiran. Kalian bisa loh ngasih saran ke aku sebaiknya kisah Yoonhae dibikin gimana, ditambahin apa lagi. I’ll be happy to receive your suggestions J

Makasih buat semuanya yang setia baca ff ini dan ngasih komen-komen yg bikin aku makin semangat nulis. Sukses juga buat kalian semua! J

Yuk kritik dan saran masih ditunggu J

Love,

Hime Lee

 

61 thoughts on “I Finally Found You (Chapter 6)

  1. dan aku yakin,aq akan mimpi lebih indah drimu hae oppa >~<
    bahagia bnget ngliht mereka kek gini,salimg jujur..tp hae oppa gx ad kisah cinta ya??

  2. Serius. . .aku bingung mau komentar apa. . .
    Author selalu sukses ngebuat momen yoonhae jadi manis banget. . .

  3. Y00na curhat tntang Changmin ke D0nghae,, Abis itu mereka pasti sama2 mimpi indah stlh m0ment manis d rumah D0nghae.,.
    Mereka emang gk pacaran, tp TTM an.,, kkk

Komentarmu?