Late Night Cinderella (Chapter 10 – Final)

Image

Author             : misskangen

Tittle                : Late Night Cinderella

Length             : Sekuel (8000+)

Genre              : Romance, Drama, Family

Rating             : Mature

Main Cast        : Im Yoona, Lee Donghae/Aiden Lee

Support Cast   : Lee Taemin, Kim Taeyeon, Park Kahi, Choi Sooyoung

Disclaimer         : This story is mine including the plot and characters. But the casts are belong to themselves and god. Some scenes were inspirated by fanfics, movies, drama, etc. Please don’t do plagiarism or bashing anything from this story. Sorry for unidentified typo(s).

CHAPTER 10 / FINAL

Im Yoona berdiri tegak dan menatap seorang receptionist dengan tatapan tajam. Yoona masih berusaha mempercayai telinganya setelah mendengar kalimat pernyataan dari wanita yang menjadi frontliner di kantor pusat LCO Group itu.

“Kau bilang Aiden Lee dan Lee Donghae adalah orang yang sama?” Yoona kembali mengulang kalimat tanyanya. Sang receptionist yang diketahui bernama Jang Sunmi dari nametagnya itu mengangguk mantap. “Aku masih sedikit tidak percaya. Tolong jelaskan padaku!”

“Nona, Aiden Lee adalah nama yang digunakan Sajangnim bila berbisnis dengan orang-orang yang berasal dari Eropa. Biasanya pebisnis berwajah asing yang mencari Sajangnim dengan nama itu.” Terang Sunmi menjelaskan pada Yoona.

Yoona menelan liurnya yang terasa pahit setelah mencoba menelaah lebih jauh maksud Sunmi. Pria itu adalah Aiden Lee sekaligus Lee Donghae. Dua nama berbeda tetapi dimiliki oleh satu orang yang sama. Karyawan LCO tentu mengetahui hal itu dan memandang perbedaan nama ini hanyalah hal biasa. Tapi bagi Yoona ini adalah suatu kejutan besar. Aiden dan Donghae adalah orang yang sama tetapi berpenampilan berbeda di hadapannya. Bahkan karakter yang dibawa oleh masing-masing wujud nama itu juga berbeda.

“Jadi Aiden Lee itu bukan seorang pria paruh baya?” gumam Yoona pelan tapi dapat didengar oleh Sunmi.

“Pria paruh baya? Nona, Sajangnim dikenal sebagai pria muda yang tampan dan nyaris sempurna. Mengapa anda mengatakan ia seorang pria paruh baya?”

Yoona tersenyum kecut, “Tidak, bukan apa-apa. Kalau begitu ada di lantai berapa kantor Aiden Lee?”

“Tapi apakah anda sudah membuat janji bertemu? Atau biar saya hubungi sekretaris Sajangnim untuk memberitahu kedatangan anda. Kalau boleh tahu siapa nama anda?” Sunmi menjadi ragu melayani Yoona yang wajahnya kini berubah suram dan tampak menahan amarah.

“Sudah katakan saja dimana ruangannya. Aku hanyalah seorang korban dari Aiden Lee, jadi aku ingin menagih hutangnya sekarang. Di lantai berapa ruangannya?” tanya Yoona dengan ekspresi yang penuh intimidasi membuat Sunmi mengernyit sedikit takut.

“Tapi, Nona…”

“Sudah katakan saja atau kau mau kehilangan pekerjaanmu dalam waktu singkat?” kernyitan di dahi Sunmi semakin bertambah. Sebenarnya ia bingung dengan ancaman Yoona tetapi ia cukup khawatir dengan keseriusan Yoona.

“Ada di lantai 5, Nona…”

“Terima kasih!” Yoona langsung bergegas meninggalkan lobby menuju lift dengan sikap angkuh diikuti tatapan aneh sang receptionist.

Yoona menunggu di dalam lift dengan pikiran yang kacau. Jantungnya berdetak cepat, dan tangannya mulai gemetaran. Yoona bersusah payah menahan emosinya untuk tidak meledak saat ini karena belum waktunya untuk menumpahkannya sekarang. Yoona memandang nomor lantai yang tertera di atas pintu lift, sudah saatnya bagi Yoona untuk keluar. Langkah Yoona berhenti tepat di depan pintu lift yang kosong. Hal yang ada dipikirkannya adalah tujuannya datang ke lantai ini.

Tadinya Yoona berniat datang ke kantor pusat LCO Group untuk menemui Aiden sekaligus menyapa karyawan dan memperkenalkan dirinya sebagai isteri pemilik perusahaan itu. Tapi kini sudah berubah, bahkan Yoona tidak tahu harus berbuat apa setelah ia bertemu Aiden nanti. Apakah Yoona harus mengamuk di tempat ini, di depan para karyawan LCO? Tidak. Yoona masih punya akal sehat untuk tetap menjaga harga diri. Ia masih harus mempertahankan nama baiknya. Sudah cukup selama ini orang selalu memandangnya sebelah mata, terutama Aiden sendiri.

Aiden? Apakah Yoona akan menemui Aiden atau Donghae? Mereka orang yang sama. Semua tahu itu. Hanya Yoona yang terlalu bodoh dan mudah sekali dibohongi dengan segala data fiktif yang dibuat pria itu dengan sangat rapi.

Berada di dalam kantor ini pasti yang akan dilihat Yoona selanjutnya adalah Lee Donghae, si pria tampan yang masih muda dan terkenal perfeksionis. Bukannya pria paruh baya yang tampak sangat berwibawa dan mempesona. Baru disadari oleh Yoona, ternyata kemiripan yang dimiliki Aiden dan Donghae bukan sebuah rekayasa tapi adalah sebuah fakta karena wajah itu berasal dari satu orang yang sama. Haruskah Yoona membuka penyamaran Donghae dengan mengacak-acak wajah itu menggunakan tangannya sendiri?

Yoona memberanikan diri melangkahkan kakinya sedikit demi sedikit walau hatinya dipenuhi keraguan untuk mendekati ruang kerja Donghae. Yoona sudah melihat meja sekretaris di depan ruangan yang berpintu kaca buram. Kursi itu kosong, Yoona tidak melihat sekretarisnya duduk disana dan tempat itu tampak sepi. Yoona berinisiatif mendekati meja itu, namun langkahnya terhenti ketika mendengar suara dari lorong di sebelah kanannya. Yoona sedikit mundur, mencoba menyembunyikan tubuhnya agar tak terlihat oleh siapapun yang datang dari lorong tersebut.

Yoona melihat orang yang datang itu dengan jelas. Seorang pria walaupun berpostur tak begitu tinggi namun tampak memukau dengan wajah tampannya sedang berjalan tegap diikuti oleh seorang pria kurus yang sedikit lebih tinggi di sebelahnya. Pria itu adalah Lee Donghae, pasangan ‘selingkuh’nya yang baru diputuskan beberapa hari yang lalu. Namun pria itu juga adalah Aiden dalam wujud pria muda yang gagah dan berdaulat sebagai suaminya. Dan pria itu adalah orang yang berstatus sebagai terdakwa yang telah sukses melakukan penipuan terhadapnya.

Mata Yoona mulai berkabut, dadanya terasa sesak. Yoona tak bisa menyangkal bahwa ia merindukan sosok itu, orang yang sangat ingin dilupakannya demi menjaga hubungan baik dengan suaminya. Tetapi sosok itu justru selalu berada di sisinya, dengan menunjukkan karakter berbeda. Kata-kata cinta yang diungkapkan di setiap pertemuannya dengan Donghae kembali terngiang di telinganya. Pandangan mata Yoona masih mengikuti gerak gerik Donghae hingga pria itu menghilang masuk ke dalam ruangannya.

Aku harap apa yang kudengar tadi salah. Aku harap kenyataannya tidak begitu. Aku harus mencari bukti, bukti bahwa mereka orang yang berbeda, batin Yoona. Sepertinya ia mencoba menanamkan keyakinan lain bahwa semua kenyataan yang terungkap hari ini tidak benar. Yoona membatalkan niatnya menemui sang suami di kantornya. Ia berbalik arah dan kembali menaiki lift. Yoona memutuskan untuk kembali ke rumah untuk mencari sesuatu yang dia sendiri tidak tahu apa yang ingin dicari.

∞∞∞∞∞

Yoona nyaris berlari cepat memasuki rumahnya. Sampai di dalam kamar yang ditempatinya bersama Aiden, Yoona seperti kalap mencari-cari sesuatu yang tak diketahui bentuk dan rupanya. Yoona membuka lemari pakaian, dengan gerak cepat mengacak isinya. Semua milik Aiden yang berada di dalamnya tampak normal, tidak ada yang mencurigakan. Semuanya berisi benda-benda maskulin. Tentu saja, Aiden tidak akan seteledor itu menempatkan sebuah bukti yang menjadi jaminan rahasianya di dalam  kamar ini.

Yoona mengitari rumahnya pelan-pelan sambil mengingat-ingat mungkin ada sesuatu yang bisa menjadi petunjuk baginya. Semua pembantu di rumah itu memandang Yoona dengan tatapan penuh tanya. Mereka tidak berani berbicara panjang setelah Yoona membentak satu orang yang berani membuka suara dan melarangnya untuk berbicara lagi. Mereka semua takut melihat ekspresi mengkhawatirkan yang diperlihatkan oleh Yoona saat itu, jadi mereka tak berani bertindak apa-apa.

Langkah Yoona kembali terhenti di depan sebuah ruangan yang tidak pernah dimasukinya. Pernah satu kali, dan itu memicu reaksi yang tidak biasa dari Aiden. Yoona mengangkat alisnya mengingat sikap Aiden terakhir kali ketika memergokinya di dalam ruangan ini.

 

Pasti Aiden menyimpan sesuatu di dalamnya dan aku tak boleh melihatnya, pikir Yoona. Tangan Yoona memutar kenop pintu tetapi sama sekali tidak berefek untuk membukanya. Pintu itu terkunci! Pasti Aiden sudah memprediksi bila Yoona akan mencoba masuk ke dalam ruangan itu lagi.

Yoona memanggil asisten rumah tangga dan meminta master key untuk membuka pintu ruang kerja Aiden. “Aku yakin kau punya kunci cadangan untuk ruangan ini.” Yoona menunjuk pada pintu di sampingnya. “Cepat berikan padaku. Aku ingin masuk ke ruangan ini.”

“Tapi Tuan melarang anda masuk ke ruangan ini, Nyonya.” Ujar asisten rumah tangga dengan suara bergetar. Pria itu terus menundukkan kepalanya karena tak berani menatap mata Yoona yang berapi-api.

“CEPAT LAKUKAN PERINTAHKU!!” teriakan Yoona begitu keras, seakan menggema ke seluruh sudut rumah. “Urusan dengan Tuanmu, aku yang akan menangani. Atau kau mau terus melakukan penolakan dan kehilangan pekerjaanmu, eoh?” Yoona masih tahu benar bagaimana caranya mengintimidasi seorang bawahan ala Nyonya besar, seperti yang dulu dilakukannya ketika masih hidup nyaman tanpa gangguan Bibi Park.

Mau tak mau sang asisten rumah tangga melaksanakan perintah Yoona. Aura horor sudah menyebar ke seluruh penjuru rumah dan bisa dirasakan oleh semua pembantu yang ada disana. Si asisten rumah tangga membuka pintu ruang kerja Aiden dengan tangan gemetar, apalagi kalau bukan karena diawasi Yoona dengan tatapan membunuh setajam pedang seolah Yoona sudah siap untuk menebas lehernya jika ia membuat sedikit saja kesalahan.

Setelah pintu terbuka, Yoona menarik napas lalu berjalan lambat memasuki ruangan itu. Pintunya ia tutup rapat dari dalam. Tatapan Yoona langsung terarah pada lemari hias yang berada di pojok ruangan, satu-satunya lemari yang belum sempat di sentuh Yoona. Terakhir kali ia hampir membuka satu pintunya sebelum hardikan Aiden menghentikan kegiatannya.

Yoona membuka pintu lemari itu. Satu demi satu benda-benda yang ada di dalamnya. Tidak ada yang istimewa di dalamnya. Lemari itu berisi beberapa piagam penghargaan atau trophy-trophy serta medali. Yoona mengambil satu piagam yang cukup membuatnya miris karena di atasnya terukir nama Lee Donghae. Sebagian besar simbol penghargaan dalam lemari itu beratas namakan Lee Donghae, hanya ada beberapa yang terukir nama Aiden Lee. Tentunya pengharagaan atas nama Aiden berasal dari luar negeri. Yoona mulai pesimis, karena ada begitu banyak Lee Donghae di dalam lemari ini. Tetapi Yoona masih memiliki sedikit keyakinan bahwa Aiden adalah pemilik semuanya, dan penemuan nama Donghae hanyalah sebuah kebetulan semata.

Mata Yoona tertumbuk pada dua kotak berwarna silver yang tersudut di sebelah kiri bagian dalam dari lemari tersebut. Benda-benda yang tampak tidak layak di letakkan disana karena sama sekali bukan sesuatu yang tepat untuk disandingkan dengan berbagai piagam yang ada. Begitu penasaran, Yoona memberanikan diri mengambil kotak-kotak itu dan membukanya. Alangkah terkejutnya Yoona begitu melihat isinya. Benda-benda itu adalah sesuatu yang dikenalnya, sesuatu yang sempat menjadi miliknya.

Di kotak pertama yang berbentuk persegi panjang dan berukuran besar, Yoona menemukan sepasang sepatu berwarna putih gading. Sedangkan di kotak lainnya yang berbentuk persegi empat dengan tinggi sekitar 3 cm tersimpan sebuah scarf berwarna violet yang tampak sangat rapi terlipat di dalamnya.

Seketika lutut Yoona menjadi lemas hingga ia tak sanggup berdiri dan jatuh terduduk. Napasnya kini sesak setelah menyadari bahwa harapannya sudah musnah. Benda-benda dalam dua kotak itu sudah menjawab semuanya. Sepasang sepatu dan sehelai scarf adalah jawaban dari rasa penasarannya terkait Aiden dan Donghae. Sepatu itu adalah sepatu yang digunakannya menghadiri pesta dansa di Hotel Royale untuk menemui Donghae, dan sepatu itu dilepasnya tepat ketika ia berlari pulang dengan Donghae yang mengejar di belakangnya. Sementara scarf berwarna violet yang ia yakini merupakan rancangan Alexander Mcqueen itu adalah miliknya, yang dulu sempat terbang terbawa angin di tepi sungai Seine, Paris dan menjadi awal pertemuannya dengan Donghae hingga menjadi salah satu saksi bisu bagaimana akhirnya ia dan Donghae saling jatuh cinta.

Semuanya sudah terjawab dan mengarah pada satu kesimpulan. Aiden dan Donghae adalah orang yang sama. Yoona sudah tak mampu lagi menahan laju air matanya. Kenyataan ini membuatnya hancur. Hatinya terasa begitu sakit. Seseorang yang dicintainya dan dipujanya begitu tega melakukan sebuah kebohongan yang sangat menyakitkan untuknya. Yoona merasa sudah ditipu mentah-mentah. Yoona merasa telah menjadi orang paling bodoh di dunia karena begitu mudahnya dipermainkan oleh satu orang pria yang sangat dipercayainya. Rasanya Yoona tidak tahu ingin meletakkan wajahnya dimana, bila mengingat bagaimana ia bersikap di depan Aiden maupun di depan Donghae. Pria itu pasti sudah puas menertawakannya di belakang punggungnya, menganggap perilaku Yoona sebagai lelucon yang sangat lucu dan menyenangkan.

Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Yoona buru-buru merapikan barang-barang itu dan memasukkannya kembali ke dalam kotak. Yoona melangkahkan kakinya keluar dari ruang kerja Aiden dan mendapati beberapa pelayan masih setia menunggu di depan ruangan itu. Bisa dipastikan bahwa para pelayan sangat kaget melihat Yoona keluar dari ruangan tersebut dengan wajah pucat dan dibanjiri air mata. Bahkan Yoona berjalan tersaruk-saruk diikuti ekspresi kosong di matanya.

“Kunci kembali ruangan itu dan jangan katakan apapun yang kalian lihat tadi kepada suamiku. Aku tidak ingin mendengar protes apapun jadi lakukan saja apa yang kukatakan.” Ujar Yoona tegas. Sementara para pelayan hanya membungkuk mengerti dan patuh.

∞∞∞∞∞

Aiden tergesa-gesa melangkahkan kakinya menapaki tangga satu demi satu menuju kamarnya yang berada di lantai 2. Saat itu perasaannya sedang tidak enak sehingga membuatnya ingin lebih cepat menemui sang isteri di rumah. Aiden yang sama sekali tidak melihat keberadaan Yoona di ruang keluarga ataupun dapur hanya mendapat laporan dari pembantunya jika Yoona sejak tadi mengurung diri di dalam kamar. Hal ini tentu saja membuat kegelisahan Aiden semakin menjadi. Sebelum pulang Aiden sempat beberapa kali menelepon Yoona ke ponselnya, tapi wanita itu tak sekalipun menjawab panggilannya.

Aiden membuka pintu dengan cepat sehingga menimbulkan bunyi yang cukup lantang di telinga Yoona yang memberitakan bahwa suaminya itu sudah pulang dan sedang mencari dirinya. Yoona sedang duduk meringkuk di atas kursi yang diposisikan di depan jendela besar kamar itu. Yoona menekuk dan memeluk lututnya, sementara pandangannya yang kosong terarah pada langit sore yang cukup indah.

“Aku dengar dari para asisten kalau tadi kau pulang sambil marah-marah lalu mengunci diri di kamar ini. Apa terjadi sesuatu?” tanya Aiden yang berdiri dengan jarak tiga meter di belakang Yoona. Namun Yoona tidak sedikitpun menolehkan kepalanya hanya untuk sekedar menyapa Aiden, bahkan ia bertahan dalam kebisuannya.

Aiden mengerutkan dahinya, biasanya Yoona bersikap diam seperti ini bila sedang marah atau sedih. Tetapi Aiden sama sekali tidak tahu apa penyebabnya, karena selama ini dirinya adalah satu-satunya alasan Yoona menjadi marah atau merasa kesal dan kali ini ia merasa tidak melakukan sesuatu secara terang-terangan yang membuat Yoona murka.

“Mengapa kau diam saja? Kau baik-baik saja kan, Sayang?” Aiden pelan-pelan melangkah mendekati Yoona.

“Berhenti! Berhentilah di tempatmu dan jangan dekati aku!” hardik Yoona keras. Tubuhnya tampak menegang dan kaku karena menahan emosi. Sedangkan Aiden menghentikan gerakannya persis seperti yang diinginkan Yoona karena ia sendiri kaget dengan pekikan suara itu.

“Aku baik-baik saja, bahkan sangat baik. Begitu baiknya hingga aku tidak ingin melihatmu!” tambah Yoona yang kini menurunkan kedua kakinya dari atas kursi.

“Tapi apa yang sudah terjadi hingga kau tidak ingin melihatku? Aku ini suamimu dan tidak seharusnya kau membuang wajahmu dariku seperti itu. Apa aku sudah membuat kesalahan hingga membuatmu marah, Yoona-yah?”

Yoona tergelak miris dan membuat Aiden harus berpikir keras dengan kelakuan isterinya itu. “Suami? Ya, benar. Kau adalah suamiku, tidak seharusnya aku menghindari menatap wajahmu.” Yoona berdiri dan berbalik menatap Aiden. Suaminya itu membulatkan mata lebar, terkejut melihat kondisi wajah Yoona yang pucat dengan mata sembab dan masih terlihat jelas sisa-sisa air mata yang membasahi pipinya.

“Kau menangis? Apa yang—“

“Tetaplah di tempatmu!” pekik Yoona memotong kata-kata Aiden ketika pria itu hendak mendekatinya lagi. Kini Yoona yang berjalan mendekati Aiden dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kalanya mata itu menatap nanar, namun ada juga kesedihan di dalamnya. Sedangkan Aiden membeku di tempatnya, berdiri tegak sambil terus mengawasi pergerakan Yoona.

Dengan perlahan Yoona menyusuri tubuh Aiden, meletakkan kedua telapak tangannya di atas dada bidang Aiden dan sesekali mengusapnya pelan. “Aku tahu selama ini aku bukanlah isteri yang baik untukmu.” Kemudian Yoona mengarahkan tangannya kepada kancing jas Aiden dan membukanya.

“Aku juga paham bahwa situasi pelik perusahaan ayahku yang menjadi penyebab pernikahan ini harus dijalankan.” Yoona mendongakkan kepalanya, memandang wajah Aiden yang sedikit lebih tinggi di atas kepalanya.

“Dan aku juga sadar bahwa di antara kita tidak pernah ada rasa apapun sebelumnya.” Yoona mengalihkan tangannya pada wajah Aiden, menyusuri rahang Aiden yang ditumbuhi jambang tipis dengan jari-jarinya. Tidak berhenti disitu, Yoona juga mengelus bagian lain wajahnya seperti dahi, alis, hidung, bibir, dan dagunya. Perilakunya ini akan dinilai sangat menggoda karena Yoona belum pernah sekalipun yang memulai terlebih dahulu memberikan sentuhan intim pada suaminya. Tetapi aura ketegangan yang terasa di antara mereka yang menjadi tembok penghalang skenario romantis yang seharusnya bisa dilakoni di saat itu.

Aiden masih berdiri diam, matanya terus awas dan otaknya terus memikirkan alasan perilaku tak biasa yang diterimanya saat ini. Yoona melanjutkan aksinya dengan membuka kaca mata yang dikenakan Aiden, mencampakkannya asal ke atas ranjang. Aiden sama sekali tidak protes dengan aksi itu. “Ada apa sebenarnya? Ini bukan dirimu yang biasa, Yoona-yah.” Ujar Aiden.

Yoona tersenyum sinis begitu singkat dan tatapannya menjadi keras. “Bukan diriku yang biasa, eoh?” Yoona meletakkan kedua tangannya di atas bahu Aiden dan terkadang bergerak-gerak menyusuri lengannya. “Lalu bagaimana Yoona yang biasa? Apakah Yoona yang biasa itu adalah Yoona yang memuakkan, tidak berprinsip, bukan wanita terhormat dari kalangan atas? Atau Yoona yang sangat tolol hingga sangat mudah ditipu dan dipermainkan?” tanya Yoona dengan suara yang terdengar begitu dingin.

Aiden mengangkat alisnya, merasa tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan Yoona karena takut salah dalam berkata-kata.

“Kenapa diam saja? Semua opsi yang kutanyakan adalah jawabannya. Begitukah? Aku benar kan, Ahjussi ani… Lee Donghae-ssi?” Seketika Aiden tertegun. Rahangnya mengeras dan sorot matanya nanar.

“Apa maksud perkataanmu, Yoona-yah?”

“Cih, berhentilah dengan actingmu itu. Aku sudah tahu siapa dirimu.” Yoona melangkah mundur menjauhi tubuh Aiden. “Kau adalah suamiku dan sekaligus… selingkuhanku. Ya, lihatlah betapa tololnya aku yang bahkan berselingkuh dengan suamiku sendiri. Aku sudah seperti keledai dungu yang jadi cemoohan penonton sirkus karena tidak bisa melakukan apapun untuk menghibur mereka.”

“Tidak, Yoona. Aku—“

“Apa kau sudah puas mempermainkanku? Mempermainkan hidupku dan menertawaiku, Oppa?” Sesak di dadanya sudah tak mampu di tahan lagi. Benteng Yoona sudah roboh sehingga air matanya tak mampu dibendung lagi. “Sebenarnya apa salahku padamu hingga kau tega melakukan semua ini padaku?”

Aiden merasa lututnya lemas dan hatinya mencelos. Penyamarannya sudah terbuka dan bukan dirinya sendiri yang mengatakan langsung pada Yoona. Ia tidak tahu pasti siapa yang memberitahu Yoona. Namun yang jelas hal ini membuat situasi menjadi runcing dan mengkhawatirkan.

“Kenapa Oppa? Apa kau masih ingin mengelak lagi? Semua bukti sudah mengarah padamu. Kau satu-satunya orang yang bernama Aiden Lee di LCO, dan yang paling meyakinkanku adalah benda-benda yang kau simpan di ruang kerjamu. Sepatu dan scarf milikku, bahkan masih kau simpan dengan baik. Kau membuatku benar-benar seperti Cinderella yang menemukan kenyataan melalui sepatu ditambah sehelai scarf. Sayang, nasibku tidak sebaik nasib akhir Cinderella yang berbahagia dengan pangerannya.”

“Tidak, Yoona-yah. Tidak seperti itu.” Dengan ragu Aiden melaju mendekati Yoona yang berdiri mematung. “Aku sama sekali tidak bermaksud mempermainkanmu atau menipumu. Aku terpaksa melakukannya. Dan kau harus tahu bahwa aku sesungguhnya sudah sangat lelah dengan semua ini. Aku sudah hampir menyerah, tapi…” Aiden berhenti sejenak.

“Tapi apa? Kau terus mempertahankan egomu untuk terus membohongiku. Apa sebenarnya yang kau inginkan? Bahkan aku sudah hampir bisa menerima Aiden Ahjussi sebagai suamiku. Sejak awal kau memang ingin mempermainkanku, begitu kan?”

“Tidak, Sayang… tidak!!” keluh Aiden menangkup wajah Yoona dengan kedua tangannya. “Aku sangat mencintaimu dan melakukan ini semua sangat berat untukku. Aku terpaksa melakukannya. Aku terpaksa…”

“Terpaksa? Kenapa kau harus dipaksa, padahal sebelumnya aku sudah meminta bantuanmu –bantuan Lee Donghae- untuk menyelesaikan masalah pelik perusahaan keluargaku. Tapi kau malah muncul sebagai orang lain. Kau bilang cinta padaku, tapi kau malah menyakitiku dengan caramu yang sedikitpun tidak pernah aku bayangkan!”

“Aku tidak punya pilihan selain menyetujui syarat perjanjian yang diajukan oleh Nyonya Park. Ini semua juga demi kebaikanmu. Aku memang mencintaimu dan ingin memilikimu, tapi menikahimu dengan jalan seperti ini sama sekali tidak membuatku bahagia, Yoona-yah. Aku sangat tersiksa…”

“Jadi semua karena Bibi Park? Kau bahkan sudah sejak lama merencanakan ini semua. Dan untuk kebaikanku? Itu semua omong kosong. Kau dan Bibi Park sama saja, kalian ingin membunuhku pelan-pelan dengan semua siasat busuk yang kalian buat. Aku sudah seperti boneka paling penurut yang bisa kalian mainkan dengan mudahnya.” Yoona menyampirkan kedua tangan Donghae dari wajahnya. Tatapan mata Yoona berisi kemurkaan dan kebencian yang diselimuti kabut air mata kesakitannya. Yoona berlalu, meninggalkan Aiden dengan puncak emosi di kepalanya.

Aiden menangkap tubuh Yoona, memeluknya dari belakang dengan erat. “Aku mohon maafkan aku. Aku tahu, aku sudah membuat kesalahan yang besar dan sulit sekali mendapat pengampunan. Kau boleh membenciku, tapi aku mohon jangan tinggalkan aku. Kau dan calon anak kita adalah segalanya bagiku, Yoona-yah.”

Yoona memberontak, berusaha melepaskan diri dari pelukan Aiden. “Aku tidak bisa bertahan lagi. Aku tidak tahu mau bagaimana lagi menghadapi satu orang dengan dua karakter berbeda. Bahkan melihat wajahmu membuat hatiku sakit.” Aiden terperangah dengan kalimat yang diucapkan Yoona sehingga pegangannya terlepas dan membuat istrinya berhasil berlalu.

Sebelum Yoona membuka kenop pintu, suara keluhan Aiden kembali membuatnya terhenti. “Aku mohon maafkan aku, Yoona-yah. Jika kau benar-benar meninggalkanku, maka aku akan mati.” Suara Aiden yang terdengar memelas membuat hati Yoona mencelos dan terkoyak. Tapi Yoona tetap menuruti egonya untuk pergi dari tempat dimana ia bisa melihat Aiden.

Sepeninggal Yoona, Aiden menangis. Kini ia merasa menjadi sangat lemah untuk menghadapi hal yang sudah dipastikannya suatu saat akan terjadi. Aiden pesimis bahwa ia tak lagi memiliki kekuatan untuk meraih istrinya kembali ke pelukannya.

∞∞∞∞∞

Pintu yang dibanting membuat seseorang yang berada di dalam ruangan itu menjadi kaget. Tidak biasanya ada orang yang dengan lancangnya berani melakukan tindakan tidak beretika seperti itu di tempatnya.

Yoona berjalan dengan hentakan kakinya, dengan begitu tegas dan membawa serta emosi dalam dirinya. Berdiri menghadap Park Kahi dan menatap wanita itu dengan sorot mata nanar dan sarat dengan kebencian.

“Apa imo puas dengan semua skenario gila yang menjadikan aku sebagai pelakon utamanya? Apa semua yang imo rencanakan sudah berhasil secara maksimal? APA IMO PUAS SUDAH MENGHANCURKANKU??!!!” sembur Yoona dengan teriakannya yang membahana di ruang kerja Park Kahi di rumahnya.

Kahi membalas tatapan Yoona dengan sama dinginnya. Ekspresi tenang di wajah wanita itu sungguh membuat kekesalan Yoona semakin menjadi-jadi. “Jadi kau sudah tahu semuanya? Jadi kau merasa aku sudah menghancurkanmu? Jawabannya ‘tidak’, Yoona. Justru apa yang sudah terjadi padamu memberikan pelajaran yang sangat berharga untukmu, untuk dirimu sendiri.”

Yoona tidak percaya Bibi Park akan memberikan jawaban semunafik itu, dan Yoona benar-benar bosan dengan alasan perubahan sikap dan pelajaran berharga yang ada dibalik musibah yang dialaminya. Yoona menangis keras, menumpahkan semua emosinya pada dalang utama nasib buruknya itu.

“Aku tak menyangka, imo ternyata memang tidak punya perasaan. Imo menjadikanku tumbal untuk perusahaan dan mempermainkan hidupku dengan cara yang begitu menjijikkan. Bahkan selain menghancurkanku, sekarang imo sudah berhasil membuatku membenci pria yang sangat aku cintai. Jika imo memang ingin membunuhku kenapa harus melibatkannya?” Yoona berjalan mendekati meja kerja Kahi dan mengambil sebuah pena bermata cukup tajam dan mengarahkan benda itu ke lehernya sendiri.

“Harusnya imo langsung membunuhku dengan cara yang singkat, seperti menusukkan benda tajam ke tubuhku. Dengan begitu aku akan mati lebih cepat tanpa harus disiksa dengan semua rencana imo.”

Kahi terperangah, kini ia merasa panik dengan emosi Yoona yang meledak. “Yoona, jangan bertindak gegabah. Jatuhkan benda itu sekarang juga!!” teriak Kahi cemas. Yoona tetap bertahan dengan memegang pena itu semakin erat, bahkan ujung mata pena telah bersentuhan dengan kulit lehernya. “Baiklah, aku bersalah! Aku sudah membuatmu menderita dengan caraku. Tapi tidakkah kau lihat hikmah yang bisa kau ambil. Lihatlah sekarang kau sudah berubah! Kau bukan lagi Yoona yang manja dan tak tahu aturan. Bahkan kini kau sudah menjadi calon ibu. Kau tidak boleh melakukan itu, Yoona-yah. Pikirkan bayi dalam kandunganmu. Aku mohon…”

Yoona mencoba mengontrol emosinya, sementara napasnya masih terdengar menghela dengan berat. “Apakah satu kata maaf pun sulit untuk imo ucapkan?”

Kahi menarik napasnya panjang lalu menghelanya singkat. “Mianhae… maafkan aku, Yoona-yah. Maafkan aku untuk semua perbuatanku yang tak kau sukai.”

“Begitukah? Aku merasa kau tidak tulus mengucapkannya, Park Kahi-ssi.” Ujar Yoona dengan merapatkan giginya. Yoona akhirnya membuang pena itu dengan membantingnya ke lantai. Yoona meremas rambutnya frustasi, lalu tanpa kata-kata meninggalkan ruangan Park Kahi begitu saja.

Di luar ruangan, Yoona berpapasan dengan Taeyeon yang baru saja ingin mendatangi ruang kerja Bibi Park setelah mendengar teriakan-teriakan yang ia yakini suara Yoona. “Dongsaeng-ah, apa yang terjadi? Mengapa kau tampak kacau sekali begitu?” sapa Taeyeon yang langsung panik dengan tampilan Yoona yang kusut dan kacau.

“Eonni, pinjamkan aku mobilmu.” Yoona tidak menjawab pertanyaan Taeyeon, malah meminta hal lain pada kakaknya itu.

“Kau mau kemana? Jangan mengemudi dalam keadaan emosi seperti ini, Yoona-yah.”

“Aku baik-baik saja, Eonni. Aku hanya ingin meminjam mobilmu sebentar.” Yoona ngotot tanpa memberi alasan jelas pada Taeyeon.

“kalau begitu aku akan menemanimu—“

“Tidak! Aku butuh pergi sendiri, Eonni. Hanya sendiri… aku mohon pinjamkan aku mobilmu!” suara Yoona meninggi membuat Taeyeon kaget dan semakin cemas dengan keadaan Yoona.

“baiklah, aku akan meminjamkannya padamu. Tapi berjanjilah, kau akan baik-baik saja. Jika ada masalah ceritalah padaku. Aku tidak ingin kau memendamnya sendirian.” Mau tak mau Taeyeon menyanggupi keinginan Yoona. Segera Taeyeon berlari ke kamarnya untuk mengambilkan kunci mobilnya untuk Yoona.

Yoona bergegas meninggalkan rumahnya begitu mendapat pinjaman mobil dari Taeyeon. Ia pergi tanpa memberitahu siapapun, termasuk Taeyeon. Karena Yoona sendiri pun tidak tahu kemana ia ingin pergi. Yoona hanya ingin menghilangkan rasa sesak di dadanya dan merenungi semua hal yang telah di alaminya.

∞∞∞∞∞

Taeyeon membukakan pintu rumah yang diketuk keras dan terkesan diburu waktu. Saat pintu terbuka Taeyeon melebarkan matanya melihat sosok seorang pria yang hanya beberapa kali sempat dilihatnya. Lee Donghae. Baru kali ini Taeyeon melihat pria itu hadir di rumahnya, namun air muka yang diperlihatkan pria itu saat ini tampak tidak dalam keadaan baik-baik saja.

“Taeyeon-ssi, apa Yoona datang kesini? Ada dimana dia sekarang? Aku ingin bertemu dengannya.” Ujar Donghae dengan nada cemas dan tampak terburu-buru.

“Untuk apa kau mencari Yoona? Apa kau punya urusan dengannya?” tanya Taeyeon bingung. Ia sama sekali tidak tahu bahwa Yoona masih berhubungan dengan pria yang dulu menjadi incaran untuk membantu perusahaan.

“Aku mohon beritahu aku dimana istriku, Taeyeon-ssi. Aku sangat mengkhawatirkannya dan aku harus bertemu dengannya sekarang!”

“Istri? Kau mencari Yoona dan menyebutnya sebagai istrimu? Lelucon apa yang kau katakan, Donghae-ssi. Jangan menciptakan kekacauan dengan kebohonganmu.” Hardik Taeyeon mulai merasakan keganjilan pada Donghae.

“Aku tidak sedang bercanda atau apapun, Taeyeon-ssi. Aku memang suami Yoona, dan aku harus bertemu dengannya sekarang!” Donghae menerobos masuk ke dalam rumah diikuti teriakan protes Taeyeon yang masih belum paham dengan situasi yang terjadi. “Yoona!! Yoona!!” panggil Donghae dengan suara keras.

“Donghae-ssi. Kau sedang mencari Yoona?” tegur Bibi Park begitu melihat Donghae naik ke lantai dua menuju kamar Yoona.

“Ya, aku yakin dia datang kesini. Yoona sudah tahu semuanya. Aku khawatir dengan keadaannya jadi aku mencarinya kesini.”

“Apa kau yang memberitahu Yoona soal penyamaranmu? Reaksinya sungguh di luar dugaan.” Ucap Bibi Park dengan mimik serius.

“Tidak. Yoona yang mengetahuinya sendiri dan ia bisa memberikan bukti otentik terkait penyamaranku. Yoona pasti sakit hati karena merasa sudah dipermainkan dan dibohongi.”

“Tentu ia akan merasa sangat terpukul, bahkan tadi ia sempat mengancam ingin bunuh diri di hadapanku.” Sesal Bibi Park mengingat kejadian Yoona yang ingin menusukkan pena tajam ke lehernya sendiri. Sementara Donghae terpaku kaget seperti baru saja terkena kejut jantung yang membuatnya kaku dan terpana.

“Apa yang kalian bicarakan? Penyamaran apa? Dan apa yang kau maksud seseorang yang mengancam bunuh diri adalah Yoona?” ternyata Taeyeon mendengar percakapan mereka karena sedari tadi masih berusaha mengikuti Donghae. Sekarang Taeyeon tampak sangat marah dan wajahnya memerah menahan emosi. Park Kahi dan Donghae diam seribu bahasa, masih cukup shock dengan peristiwa yang baru mereka alami. “Kenapa tidak ada yang bersuara, JAWAB AKU!!” teriak Taeyeon lagi.

“Taeng, kau harus tenang. Aku bisa menjelaskan semua kejadian ini padamu. Sekarang dimana Yoona?” tanya Bibi Park.

“Aku dengar imo menyebut-nyebut ancaman Yoona yang ingin bunuh diri?” Taeyeon berbalik menanyai Bibi Park yang mengangguk pelan dan singkat. Taeyeon menjadi kelabakan dengan informasi itu. “Ya Tuhan… aku sudah yakin terjadi sesuatu pada Yoona. Bagaimana ini, beberapa menit yang lalu Yoona pergi membawa mobilku dan sama sekali tidak menyebutkan kemana tujuannya. Aku takut terjadi sesuatu padanya.” Taeyeon mulai terisak memikirkan keadaan Yoona.

“Apa kau bilang? Taeyeon-ssi, mengapa kau tak menahannya? Kau lihat sendiri kan kalau istriku sedang emosi?” kata Donghae dengan nada tinggi.

“Lagi-lagi kau menyebut Yoona sebagai istrimu. Oh, jangan-jangan penyamaran yang kau sebutkan tadi adalah hal yang memicu amarah Yoona hingga ia kalap dan pergi begitu saja. Kalaupun ada yang harus disalahkan dengan kepergian Yoona adalah kalian. Aku memang tidak tahu apa yang sudah kalian rencanakan. Tapi bila terjadi sesuatu pada adikku, kalian adalah orang pertama yang akan kutuntut dan kumintai tanggung jawab!” umpat Taeyeon kesal dalam tangisnya.

Taeyeon berlari masuk ke kamarnya. Berinisiatif segera mengambil ponselnya dan mencoba untuk menghubungi Yoona. Nada sambung terdengar begitu lama. Taeyeon mengetuk-ngetukkan kakinya ke lantai karena gugup dan cemas menunggu Yoona menjawab panggilan teleponnya. Taeyeon terus menerus mengulangi panggilannya tetapi tak ada satupun yang diangkat oleh Yoona. Hal ini membuat Taeyeon semakin larut dalam rasa khawatir dan takut dengan kondisi adiknya.

∞∞∞∞∞

Sudah genap seminggu Yoona menghilang, dan selama itu juga Donghae tak pernah berhenti untuk mencari keberadaan istrinya. Donghae menyewa beberapa detektif swasta untuk membantunya mencari Yoona, walau dirinya sendiri tidak pernah kehilangan fokus untuk menemukan wanita yang sangat ia cintai itu.

Donghae sudah mencari ke semua tempat yang berpeluang didatangi oleh Yoona dan menyebarkan informasi kepada orang-orang yang mungkin mengenal dan melihat Yoona. Donghae juga mendatangi kampus Yoona, coffee shop, serta rumah Sooyoung. Namun Donghae tetap saja tidak dapat bertemu dengan Yoona. Harapan terbesar Donghae bahwa Yoona bersama Sooyoung pun musnah, setelah Sooyoung mengaku tidak pernah bertemu Yoona sejak terakhir kali ia datang mengunjungi Yoona. Donghae juga tak menemukan siapapun di rumah Sooyoung.

Pencarian tiada henti yang dilakukan Donghae membuatnya frustasi karena tak kunjung mendapat titik terang keberadaan Yoona. Donghae bahkan tidak memperhatikan dirinya dengan baik. Baru seminggu ditinggal oleh Yoona, Donghae sudah seperti orang yang kehilangan orientasi dan sebagian nyawanya. Donghae tidak pernah merasa santai, tidak pergi bekerja, bahkan tidak merawat diri dengan baik. Semua pekerjaannya molor dan kacau, sama kacaunya seperti penampilan dan wajah Donghae.

Kesibukan Donghae selama seminggu ini adalah berjalan-jalan dengan mobil mengitari kota Seoul sampai ke sudut-sudutnya dari pagi hingga malam hanya untuk mencari Yoona. Donghae tak lelah mencoba menghubungi Yoona setiap jam dan mengiriminya pesan yang berisi penyesalannya dan harapannya agar Yoona kembali. Tetapi ponsel Yoona mati setelah terakhir kali Taeyeon mencoba menghubunginya di kala Yoona pergi sendiri.

Hyung, cobalah makan walau hanya sesuap. Wajahmu sangat pucat. Aku takut kau jatuh sakit.” Bujuk Taemin pada Donghae yang menatap kosong meja makan. Taemin sungguh prihatin dengan keadaan kakaknya yang mulai lupa bagaimana caranya makan dan minum teratur, bahkan mungkin Donghae juga lupa bagaimana caranya bernapas. Di mata Taemin, Donghae sudah seperti zombi – mayat hidup. Tatapan mata kosong, wajah pucat, dan pikiran kalut.

“Aku tidak berselera makan sama sekali, Taemin-ah. Bagaimana aku bisa makan dengan tenang kalau aku sendiri tidak tahu bagaimana keadaan istriku, apakah dia bisa makan dan tidur dengan baik, apakah ia tinggal di tempat yang layak di luar sana.” Donghae memejamkan matanya yang terasa panas. “Kau tahu sendiri, Yoona pergi dalam amarah. Ia bahkan tidak memikirkan kondisi tubuhnya yang masih lemah. Aku sungguh mengkhawatirkannya dan juga calon bayi kami.”

Taemin menggeleng kepala lemah. Kakaknya masih berkutat dengan pikiran dan kekhawatiran soal keadaan istrinya dan melupakan keadaannya sendiri yang bahkan terlihat jauh lebih buruk dari pada seorang pesakitan.

“Tapi hyung, bagaimana kau bisa mencari istrimu lagi jika kau jatuh sakit?” protes Taemin yang hanya mendapat lirikan tajam dari Donghae. “Aku tidak tahu mengapa aku bisa merasa kalau di luar sana hyungsoo baik-baik saja. Ia hanya butuh waktu. Aku yakin sebentar lagi hyungsoo akan kembali padamu, hyung.

“Aku juga berharap seperti itu. Tapi ini sudah seminggu, ia bahkan tidak sekalipun mengaktifkan ponselnya dan membalas telepon atau pesan-pesan dariku.” Ucap Donghae sedih sambil memijat pelipisnya. Beberapa hari belakangan Donghae sering merasa kepalanya sakit, mungkin karena ia terlalu lelah dan stres. “Kalau begini terus, aku benar-benar akan jadi gila. Lebih baik aku mati saja daripada harus kehilangan Yoona.”

Hyung!! Jangan putus asa dan patah semangat. Kau harus tetap tegar dan yakinlah bahwa hyungsoo pasti akan kembali. Kau harus tekankan itu pada dirimu sendiri, hyung. Setidaknya kau harus bertahan untuk calon anakmu. Kau pasti tidak ingin anakmu nantinya akan terlantar kan?” rayu Taemin sembari meyakinkan Donghae agar tidak berpikir sempit dengan masa depannya.

∞∞∞∞∞

“kau yakin tidak ingin pulang dan melihat suamimu? Bukankah kau juga mengkhawatirkannya?” tanya Sooyoung pada Yoona yang sedang meringkuk di atas ranjang berukuran tiga kaki. Keadaan Yoona cukup stabil setelah seminggu yang lalu mendatangi Sooyoung dalam keadaan mengerikan dengan hujan air mata dan pikiran kacau.

Sooyoung adalah satu-satunya orang yang paling dipercaya Yoona yang bisa menyembunyikan semua rahasianya, termasuk tempat keberadaannya sekarang. Yoona tahu persis jika Donghae akan mencarinya pada Sooyoung, tetapi sahabatnya itu sangat sukses meyakinkan Donghae bahwa ia sama sekali tidak tahu dimana Yoona berada. Justru Sooyoung yang sudah membawanya ke tempat aman yang tidak akan pernah diprediksi Donghae akan didatangi oleh Yoona. Selama seminggu ini Sooyoung mengamankan Yoona di rumah milik neneknya di daerah Yeongdong, Chungceongbuk-do, di antara perkebunan anggur yang terhampar luas dan indah. Setidaknya pemandangan yang indah dan udara yang sejuk itu sedikit demi sedikit mampu mengurangi stres dan rasa frustasi Yoona.

“Tidak sekarang, Sooyoungie. Hatiku masih terlalu sakit dan tak sanggup melihat wajahnya.” Jawab Yoona. Sooyoung telah mengetahui semua permasalahan yang menimpa Yoona hingga ia memilih untuk membantu sahabatnya itu untuk sementara kabur dari Seoul dan menjauh dari suaminya.

Sooyoung menghela napas, ia paham bila Yoona masih enggan kembali menghadapi permasalahannya di Seoul. Tetapi Yoona tidak boleh terlalu lama bertahan dalam persembunyiannya dan melarikan diri dari kenyataan. Bagaimanapun Yoona harus menyelesaikan pertikaian yang ada dengan suaminya. Sooyoung juga tahu bahwa Yoona sangat mencintai pria itu, orang yang berstatus suaminya tetapi sudah benar-benar tega menipunya dengan segala skenario yang tersusun rapi.

“Aku mengerti. Tapi yang aku dengar dari Taeng Eonni bahwa suamimu berusaha keras dan pantang menyerah untuk menemukanmu. Bahkan katanya keadaan suamimu sungguh memprihatinkan. Dia sudah seperti mayat hidup. Apa kau sungguh tidak kasihan padanya?”

“Kau menghubungi Taeng Eonni? Apa kau memberitahukannya soal diriku yang ada disini?” tanya Yoona penasaran.

“Aku hanya memberitahu kalau kau baik-baik saja. Dan kakakmu berpesan agar aku menjagamu dengan baik hingga kau memutuskan untuk kembali ke Seoul.” Sooyoung memberitahu jika Taeyeon mempercayakan Yoona padanya, dan Taeyeon setidaknya merasa lega setelah mendengar kabar dari Sooyoung. “Kau tahu, kakakmu mengatakan bahwa suamimu saat ini sedang menjalani hukuman karena perbuatannya padamu. Tapi Taeng Eonni juga tidak tega melihat kondisi suamimu yang tidak karuan itu.”

Yoona tertegun mendengar kabar Donghae dari Taeyeon yang disampaikan Sooyoung. Jika kau meninggalkan aku, maka aku akan mati. Kalimat itu kembali berputar di kepala Yoona. Kalimat yang diucapkan Donghae terakhir kali sebelum Yoona pergi meninggalkannya. Apakah keadaan Donghae seburuk itu, mendekati kenyataan dari kalimat ancaman yang pernah diungkapkannya pada Yoona?

Yoona berusaha keras menepis kekhawatirannya pada Donghae. Saat ini Yoona masih kalut dan terpedaya dengan selimut kekecewaan terhadap suaminya itu. Yoona mulai sadar jika semua yang telah terjadi bukan sepenuhnya hanya kesalahan Donghae, tetapi juga Bibi Park. Dan situasi kaku yang dialaminya pada awal pertemuan dengan Donghae sedikit menjadi andil yang membuat Donghae terpaksa memenuhi tawaran perjanjian yang diajukan Bibi Park.

“Jadi, menurutmu aku harus pulang dan kembali padanya?” Yoona mencoba berbagi pikiran dengan Sooyoung. Sesekali mata Yoona nyalang menatap pemandangan di luar jendela kamar yang ditempatinya.

Sooyoung tampak berpikir keras, mempertimbangkan jawaban yang akan diberikannya kepada Yoona. Sooyoung sesungguhnya ingin Yoona tidak larut dalam kesedihan dan sama sekali tidak berusaha untuk keluar dari kungkungan amarahnya. “Ini hanya pendapatku, Yoona. Aku rasa tidak ada salahnya kau mencoba memperbaiki hubungan dengan suamimu. Selama ini kau tidak pernah tahu dan melihat langsung bagaimana tersiksanya suamimu melakukan kebohongan ini. Kau tidak perlu lagi berlama-lama menghukumnya, suamimu pasti sangat menyesali semua yang terjadi. Bukankah kalian saling mencintai? Apa kau ingin menghancurkan rasa cinta untuk suamimu bergitu saja bahkan ia tak pernah berniat menyakitimu?”

Yoona menatap Sooyoung dalam, mempertimbangkan setiap kalimat yang diucapkan Sooyoung dalam diam. Yoona mencoba menyesuaikan kata-kata Sooyoung terhadap kenyataan dan perasaannya sendiri. Kesadaran akan keegoisan yang ditunjukkannya selama ini mulai menyeruak ke dalam pikiran dan hati Yoona. Ia tahu, Donghae sangat mencintainya dan berulang kali menyatakan keengganannya untuk berpisah. Bahkan Donghae juga beberapa kali seolah memberi kode tentang perbuatan curangnya, hanya Yoona berpikir terlalu pendek untuk menyadarinya.

“Sooyoungie, apakah aku sudah bersikap sangat kejam padanya?” Yoona menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak kembali. “Aku sudah membuat kesalahan dengan menyudutkannya tanpa sedikitpun berpikir bagaimana sulitnya ia melakukan semua ini. Itukan yang kau maksud?” Yoona mulai tersedu, menyadari bahwa kekeliruan yang diputuskannya sudah menjadi duri dalam daging bagi nasib cinta dan kehidupan rumah tangganya.

“Yoona, hanya kau yang bisa menjawab itu karena kau lah yang merasakannya di dalam hati dan pikiranmu. Aku yakin, setelah kau berpikir jernih dan introspeksi diri maka kau bisa mengambil keputusan yang paling tepat bagi hidupmu.”

∞∞∞∞∞

Mobil sedan BMW berwarna hitam baru saja memasuki halaman rumah yang selama ini ditempati Aiden dan Yoona setelah menikah. Mobil itu adalah mobil milik Taeyeon yang dibawa kabur oleh Yoona lebih dari seminggu yang lalu. Yoona hanya sendirian di dalam mobil itu, memutuskan untuk kembali mengunjungi rumahnya yang telah ditinggal cukup lama.

Yoona masih diam dalam mobil, menatap kosong pada rumah bergaya minimalis yang dilihatnya begitu indah saat pertama kali menginjakkan kaki disana. Satu tangannya mencengkeram stir kemudi, sementara tangan lainnya menyentuh perutnya yang masih datar.

Aegy-ah, semoga keputusan Eomma ini tepat. Bantu Eomma meyakinkan hati untuk memaafkan dan kembali pada Appa-mu.” Ujar Yoona seolah berkomunikasi dengan janin dalam kandungannya. Calon bayi dalam rahimnya itu adalah satu kekuatan tersendiri yang juga mendorongnya untuk memutuskan kembali kepada suaminya.

Pelan-pelan Yoona memasuki rumah yang disambut kekagetan dari wajah-wajah pelayan yang selama ini berdiam di rumah itu. Yoona memperhatikan ekspresi takut dan khawatir yang tercatut pada tiap wajah mereka. Tetapi beberapa saat kemudian mereka tampak tersenyum lega seperti mendapat angin segar dengan kedatangan Yoona.

“Nyonya, syukurlah anda sudah kembali. Tuan sangat mengkhawatirkan keadaan anda sampai beliau…” sapa Kepala Pelayan dengan suara bergetar. Yoona menunggu pria itu melanjutkan kata-katanya. “beliau sekarang…”

“Dimana suamiku? Dia ada di rumah kan?” tanya Yoona kepada para pelayan, sementara mereka saling lirik satu sama lain.

“Ya, Tuan ada di kamar dan beliau saat ini sedang—“

PRANNGGG!!!!!

Terdengar suara suatu benda yang pecah dari lantai dua yang membuat Yoona tersentak. “Nyonya, keadaan Tuan Lee sungguh kacau. Beliau sejak kemarin marah-marah dan meracau tidak jelas. Tuan hanya mengurung diri di kamar dan tidak sedikitpun menyentuh makanan.” Lapor si kepala pelayan.

Yoona bergegas menaiki tangga rumah menuju kamarnya dengan sedikit berlari. Perasaanya sungguh khawatir bila mengingat semua pemberitahuan yang diterimanya terkait keadaan Donghae selama ia pergi. Yoona membuka pintu kamar itu dengan terburu-buru, lalu tertegun melihat kondisi kamarnya saat ini.

Di lantai ada berbagai benda yang berserakan, bahkan Yoona dapat melihat pecahan beling yang ditebaknya berasal dari gelas yang digunakan khusus untuk meminum alkohol semacam brendi atau vodka. Donghae, pria itu tampak terduduk lesu dengan kepala tertunduk di pinggir ranjang, sepertinya tidak menyadari kehadiran Yoona disana. Yoona terkesiap saat melihat tangan kanan Donghae yang berlumuran darah. Pandangan Yoona sepintas terarah pada cermin riasnya yang retak dan nyaris hancur, pasti Donghae yang sudah memukul cermin itu dengan tingkat emosi tinggi hingga membuatnya pecah.

Keadaan ini sungguh miris bagi Yoona. Jika seminggu terakhir ia merasa terluka dan stres, tetapi justru suaminya mengalami kondisi yang jauh lebih buruk darinya. Yoona melangkahkan kakinya satu demi satu mendekati suaminya. Air mata sudah membanjiri pelupuk matanya.

“Op-pa..” panggil Yoona pelan dengan leher tercekat. Donghae tak bergeming dari posisinya, seakan tak mendengar suara Yoona. Donghae takut berhalusinasi jika ia sedang mendengar panggilan istrinya. “Oppa..” panggil Yoona lagi dengan suara yang lebih keras.

Donghae mengangkat kepalanya lalu menoleh ke arah sumber suara. Donghae membulatkan matanya tak percaya melihat Yoona berdiri tak jauh darinya. “Yoona…” gumamnya singkat. Donghae bangkit dari duduknya, berdiri dengan lutut yang terasa lemas. Donghae tersenyum, walaupun kondisinya sedikit mabuk tapi ia menyadari bahwa apa yang dilihatnya bukanlah sebuah halusinasi. Istrinya benar-benar ada di kamar ini, di depannya dan sedang menatapnya dalam kesedihan. “Yoona, kau kembali Sayang…”

Ne, aku kembali… kembali padamu, Oppa.” Jawab Yoona dengan tetesan air mata di pipinya. Yoona semakin mempercepat langkahnya menuju Donghae setelah beberapa saat terdiam berdiri di tempatnya. Donghae pun melakukan hal yang sama, berjalan terhuyung menyambut Yoona yang kini mulai kabur dalam penglihatannya.

Sedikit lagi keduanya bisa saling menyentuh, saat itu pula Donghae roboh. “Oppa!!!” pekik Yoona. Pria itu jatuh tak sadarkan diri dan Yoona dengan sigap mencoba menangkap tubuhnya. Namun bobot Donghae tak bisa dibendung oleh Yoona hingga tetap saja tubuh pria itu harus mencium lantai. Yoona mengguncang tubuh dan menepuk-nepuk pipi Donghae, berusaha membangunkan suaminya. “Oppa, ireona… Oppa, jebal ireona…

∞∞∞∞∞

Yoona tertegun mendengar penjelasan dokter mengenai keadaan suaminya yang terbaring di atas ranjang rawat sejak beberapa menit yang lalu. Dokter mengatakan bahwa Donghae mengalami depresi yang membuatnya sulit berkonsentrasi. Donghae juga mengalami gangguan pada lambungnya karena terlalu banyak mengkonsumsi alkohol sementara tidak ada asupan makanan yang cukup masuk ke dalam perutnya. Karena kondisinya tersebut, Donghae harus menjalani perawatan dan istirahat penuh hingga kondisinya pulih kembali.

Perasaan bersalah merayapi Yoona sembari memandangi Donghae yang masih belum sadar. Yoona menyentuh tangan Donghae yang dibalut perban, sesekali mengelusnya dengan cemas. Miris sekali rasanya mendapati keadaan Donghae yang buruk itu. Kalau saja saat itu Yoona mengindahkan perkataan Donghae yang lebih memilih mati jika Yoona meninggalkannya, maka Yoona tidak akan pernah menjauhi Donghae hingga selama itu.

Yoona telah menyadari bahwa situasi buruk yang menimpa mereka akibat terbukanya penyamaran Donghae telah membuat kegaduhan dan kesakitan tidak hanya pada dirinya tetapi juga suaminya. Sedangkan kondisi paling parah justru dialami oleh Donghae. Selama ini Donghae pasti sudah sangat tersiksa dengan segala beban dan tekanan yang ditanggungnya sendiri. Dan Yoona begitu bodohnya membiarkan pria itu semakin terjatuh ke dalam jurang penyesalan dengan keegoisannya.

Kini Yoona sudah menguatkan hatinya untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk memperbaiki semua kerusakan yang telah ada. Yoona akan menggunakan setiap waktu yang ada untuk menjalin hubungan yang baik dengan suaminya kembali. Bila perlu Yoona ingin mereka mengulang kembali momen-momen manis yang pernah mereka jalani sebagai pasangan kekasih. Tentunya bukan kekasih gelap namun pasangan suami istri yang berbahagia.

Donghae mengerjapkan matanya, terbuka dan menyalang menatapi sekitarnya. Kepalanya terasa berat dan perutnya mual sebagai konsekuensi terlalu banyak meminum alkohol. Tatapan Donghae terhenti tepat di wajah Yoona yang sedang duduk di sebelah ranjangnya. “Kau disini? Kau benar-benar ada disini, Yoona?”

Yoona mengangguk mantap dan tersenyum tulus. “Oppa, ini aku. Dan aku ada disini, di sampingmu.”

Tangan Donghae terulur lemah hendak menyentuh istrinya. Yoona memegang tangan Donghae dan meletakkannya pada salah satu pipinya. Donghae tersenyum lega, ingin sekali ia berteriak gembira. “Kau memang nyata. Bodohnya aku yang sudah putus asa. Aku pikir kau tidak akan kembali lagi dan meninggalkan aku untuk—“

“ssstt…” Yoona mengarahkan satu telunjuknya di depan bibir Donghae. “Sudah cukup, Oppa. Maafkan aku untuk itu… maafkan aku karena sudah berniat meninggalkanmu. Aku sudah membuatmu menjadi seperti ini. Aku bodoh sekali karena tidak bisa memahami situasi yang kau alami. Aku benar-benar istri yang buruk.”

“Harusnya aku yang meminta maaf. Akulah yang menjadi penyebab kerusakan hubungan kita. Kalau saja aku berani jujur sejak awal dan tidak mengikuti perjanjian itu, mungkin kita sekarang akan baik-baik saja. Dan jangan pernah mengatakan kalau kau adalah istri yang buruk, karena memilikimu di sisiku adalah hadiah terbaik yang pernah kudapatkan.” Ujar Donghae sepenuh hati.

Donghae beringsut mengusahakan tubuhnya untuk duduk walau ia masih merasa sangat lemah. Namun kehadiran Yoona adalah vitamin sekaligus kekuatan baginya untuk bangkit dari keterpurukan. Yoona menatap Donghae dengan penuh kegembiraan, merasa bahwa hubungan mereka akan baik-baik saja dan kembali indah seperti dulu. Bahkan mungkin jadi lebih indah karena tidak ada lagi kebohongan yang perlu ditutupi oleh pihak manapun.

“Oppa…” panggil Yoona dan menggenggam tangan Donghae lembut. “Mari kita mulai lagi dari awal. Hubungan antara Yoona dan Donghae, tanpa penyamaran seorang Aiden atau siapapun, dan tentunya tanpa kebohongan apapun. Hanya ada kau, aku dan calon bayi kita.”

Donghae mengangguk, raut wajahnya tidak lagi pucat melainkan berganti dengan rona kegembiraan yang menjadi obat paling mujarab bagi sakitnya. Donghae mengacak pelan rambut Yoona dengan tangannya yang berbalut perban. “Tentu saja, Sayang. Kita mulai semua dari awal kembali. Aku senang sekali kini Yoona-ku telah menjadi wanita dewasa yang sangat membanggakan. Dan aku sangat mencintaimu.”

“Aku juga sangat mencintaimu.” Yoona bangkit dan langsung memeluk Donghae, melupakan semua beban yang selama ini menjadi momok menakutkan bagi kehidupan rumah tangganya. Dan kini Yoona hanya ingin menatap kebahagiaan bersama suaminya di masa mendatang.

∞∞∞∞∞

EPILOG

6 bulan kemudian…

Happy Graduation, Yoona-yah…”

Happy Graduation, Sooyoungie…”

Yoona dan Sooyoung berteriak-teriak gembira merayakan kelulusan mereka setelah beberapa saat yang lalu mereka baru saja selesai menjalankan peran sabagai wisudawati untuk mengakhiri masa belajar mereka di bangku kuliah.

Sooyoung memeluk Yoona renggang sambil terus memekik senang, berulang-ulang mensyukuri akhir penantiannya menjadi seorang sarjana. Begitu juga dengan Yoona, setelah melewati masa-masa sulit dalam hidupnya, kini ia bisa menyelesaikan pendidikannya sesuai target.

“Aku bersyukur sekali targetku menyelesaikan kuliah tahun ini akhirnya terpenuhi. Rasanya lega sekali. Bayangkan saja aku harus berlomba dengan waktu menyelesaikan tugas akhir yang merepotkan itu.” Gumam Yoona tanpa nada sinis sedikitpun.

Sooyoung tergelak dengan pernyataan Yoona, “Ya, harus kuakui kau benar-benar pantang menyerah untuk memperoleh kelulusan tahun ini. Bahkan kau tidak sungkan berjalan begitu anggunya dengan perut besar di atas almamater.”

Yoona mencubit lengan Sooyoung sambil melotot, lalu menegerucutkan bibirnya. “Kau jangan sembarangan mengejekku, Sooyoungie. Aku benar-benar bangga karena anak dalam perutku ini bisa diajak bekerja sama selama aku sibuk mengerjakan tugas akhir itu.” Ucap Yoona sembari mengelus perut besarnya yang sudah menginjak 7 bulan di balik toganya yang besar.

Arraso..arraso… tetap saja dimana-mana ibu hamil itu sangat sensitif. Aku kan juga ikut merasakan efek mood swing mu itu.” Gerutu Sooyoung dan dibalas cengiran oleh Yoona.

Happy Graduation, My Queen…” Donghae berjalan cepat di belakang Yoona, membawa sebuket mawar merah yang terlihat sangat mewah dan terlalu mencolok sebagai ucapan selamat untuk kelulusan seseorang. Yoona tersenyum lebar dan tak bisa menyembunyikan rona merah wajahnya setelah mendapat ucapan selamat disertai gombalan dari Donghae.

“Gomawo, Yeobo…” Yoona merentangkan tangannya menyambut pelukan Donghae.

You know, I’m so proud of you… Je t’aime, chérie” bisik Donghae di telinga Yoona yang membuat wajah Yoona semakin memerah. Donghae memeluk Yoona erat dan hangat, mencurahkan seluruh kegembiraan kepada istrinya itu. Hanya tak berapa lama Yoona menepuk-nepuk punggung Donghae sehingga pria itu merenggangkan pelukannya dan menaikkan alisnya.

“Yeobo.. kau memelukku terlalu erat. Apa kau lupa, kau tadi sudah menekan perutku.” Tunjuk Yoona pada perut buncitnya diikuti pandangan Donghae. Suaminya itu meringis, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

I’m sorry, baby… Tadi Appa terlalu gembira jadi sedikit melupakanmu.” Donghae mengelus perut istrinya lalu mengecupnya dengan lembut.

“Uhh… benar-benar adegan yang romantis..” Sooyoung menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan pasangan suami-istri yang ada di depannya yang juga melupakan kalau Sooyoung juga ada di dekat mereka.

∞∞∞∞∞

Yoona mengangkat sebelah alisnya mengikuti pergerakan tangan Donghae yang menuangkan segelas jus jeruk ke dalam dua buah gelas kristal dari sebuah teko panjang yang terbuat dari kaca bening.

Donghae dan Yoona duduk berhadapan di sebuah meja makan yang tertata rapi dan terletak di bawah gazebo dengan dekorasi yang indah. Donghae memberikan satu gelas kepada Yoona yang masih menatapnya heran.

Happy 1st anniversary, Love…” Donghae tersenyum lebar dengan matanya yang berbinar, mengungkapkan kegembiraan pada peringatan satu tahun pernikahan mereka. Sementara Yoona membalas dengan senyuman lebar yang sedikit dipaksa menyambut ucapan suaminya. “Hey.. berhentilah cemberut seperti itu. Bagaimanapun kau harus menerima tidak ada wine untuk perayaan ulang tahun pernikahan kita ini.”

“Kenapa begitu?”

“Aku menggantinya dengan jus jeruk, bukankah itu lebih menyenangkan daripada meminum anggur yang kelat? Lagi pula tidak baik ibu hamil meminum wine, sayang..”

Yoona mencibir, melihat Donghae dengan tatapan remeh. “Benarkah? Sungguh suami dan calon ayah yang baik…”

Donghae terkekeh dan mengangguk membenarkan ejekan Yoona. “Tentu saja, aku adalah pria yang sangat menyayangi istri dan anak.” Bangga Donghae pada dirinya, berlagak sambil berpura-pura membenarkan jasnya. “kau saja yang tega sekali padaku..”

“Aku? Memangnya apa yang kuperbuat hingga kau menyebutku tega?” Yoona mengerutkan dahinya bingung.

“Kau masih menyembunyikan hasil USG kemarin. Kau bilang sudah melihat jenis kelamin anak kita, tapi sudah lewat dua hari kau masih tidak memberitahukannya padaku.” Gerutu Donghae sok merasa kesal.

“Salah sendiri masih saja sering mengutamakan pekerjaan dari pada istri.” Balas Yoona mengomel, membuat Donghae mati kutu. Beberapa hari yang lalu, Donghae memang mangkir dari janjinya untuk menemani Yoona tes USG untuk melihat jenis kelamin anak mereka. Donghae lagi-lagi terpaksa menghadiri meeting dengan klien yang baru datang dari Amerika. Dan situasi itu membuat Yoona kesal hingga Yoona merajuk dan tak memberitahu Donghae hasil tesnya.

Donghae menggosok tengkuknya, merasa tidak enak pada Yoona yang lagi-lagi harus kecewa karena kesibukan kerjanya. “Mianhaejagiya, aku tidak punya pilihan lain. Tapi aku kan melakukannya demi dirimu dan buah hati kita.”

“Alasan!” omel Yoona lagi. “Awas saja, kalau nanti aku melahirkan dan Oppa tidak ada disampingku jangan harap Oppa bisa menyentuh anakku.” Ancam Yoona dengan mimik serius membuat Donghae menelan liurnya.

Arasso… aku janji aku akan berada disisimu saat kau melahirkan nanti.” Donghae membuat tanda dua jari dengan tangannya sebagai janji yang dibuat. “Tapi, aku mohon katakan padaku, anak kita laki-laki atau perempuan?”

“Aku beritahu atau tidak yah?” Yoona berpura-pura sedang berpikir padahal ia jelas sedang menggoda Donghae.

Please, tell me…” bujuk Donghae memberikan puppy eyes, membuat Yoona menyeringai geli.

Okay… We will have a babygirl, Yeobo!

Babygirl? Girl? Yeoja??” ulang Donghae lagi dan Yoona hanya mengangguk menjawabnya. “Ya Tuhan, terima kasih! Keinginanku untuk punya anak perempuan akhirnya tercapai!” pekik Donghae terlalu gembira.

Reaksi Donghae mengingatkan Yoona pada acara makan malamnya dengan Aiden ketika berbulan madu. Waktu itu Aiden mengatakan bahwa ia sangat ingin memiliki anak perempuan karena sulitnya menemui keturunan keluarga Lee yang berjenis kelamin wanita. Jadi Yoona tidak heran dengan tingkah Donghae dalam mengungkapkan kegembiraannya saat ini.

My Queen, thank you so much! You are my love, my heart, my everything. Thank you for coming to my life and giving me such a happiness! I love you…” Donghae menggenggam tangan Yoona dan berkali-kali mencium punggung tangan itu dengan penuh suka cita. “Aku sudah bisa membayangkan bagaimana nanti anak kita menjadi Cinderella paling cantik di Korea…”

Andweee!!!” pekik Yoona.

Wae??”

“Aku tidak mau anakku menjadi Cinderella. Maldo andwe! Sudah cukup dengan semua benda-benda bodoh bernama sepatu kaca ataupun scarf limited edition. Anakku harus jadi putri… Princess!! Anakku akan jadi seorang putri yang cantik, mandiri, dan terhormat!”

Donghae kaget sekejap, mengedip-ngedipkan matanya melihat reaksi Yoona. Donghae sebisa mungkin menahan senyum dengan protes yang dilontarkan Yoona. Ia memahami kini istrinya mendadak berganti alergi dengan nama Cinderella dan segala tetek-bengek yang berkaitan dengan tokoh dongeng yang satu itu. Yoona sudah tidak ingin lagi namanya dikaitkan dengan si putri cantik yang kehilangan sepatu, karena apa yang telah dialami oleh Yoona menurutnya sama sekali tidak semenyenangkan kisah Cinderella. Ya, Yoona memang bukan Cinderella, setidaknya bukan Cinderella yang tepat waktu karena Yoona telah melewati jam yang seharusnya seorang Cinderella menghilang pergi. Dan sekali lagi tidak ada peri atau pangeran disini. Yang ada hanyalah seorang suami yang begitu mencintai istrinya. Seorang suami yang akan menjadikannya wanita yang lebih bahagia dari akhir cerita seorang Cinderella.

FIN

Okay… akhirnya selesai juga sodara-sodara!!! Spesial nih aku posting lebih cepat untuk para readers yang sudah setia membaca dan memberi komentar, eaaaakkk!!

Terima kasih untuk semua pembaca yang sudah mengapresiasi cerita ini, mohon maaf jika endingnya mengecewakan atau tak sesuai harapan. Dan please… jangan minta sekuel yaaa…hehehe.

Setelah ini untuk sementara aku akan menghilang dulu dari dunia tulis-menulis ff karena kesibukan dan jadwal padat yang mengantri selama bulan oktober sampai awal november. Semoga saja ketika comeback nanti aku sudah punya ide cerita baru… So, see you in the next story of mine, readers!!!

94 thoughts on “Late Night Cinderella (Chapter 10 – Final)

  1. parah keren bgt ffnya aku sampe nangis yg part mereka marahan
    tapi happy endinggg
    sumpah keren bgt ffnya thor
    keep writing!!!

  2. Hwaaaaah .. ni ff YH yng pling keren alur crita’a bener2 dapet dipahami 🙂 tpi sayang ni chapter final , udah END .. Di tnggu new ff’a ya thor 🙂

  3. oh tidakkkk!!! aaaa searang giliran gue yg p
    frustasi ini ff selesai…. aaa kecepetan. 10 kurang! yoonanya kan belum lahiran :((( sekuellllllll! pokonya harus sekuel ih collusion aja ads sekuel/? wkkk

  4. wah. . . wah. . . wah. . . akhirx final jga, sneng sm kisah akhirx happy end.
    ff ini DAEBAK. . . DAEBAK. . . thor. suka bget sma ff ini, dri awal ngbaca smpai akhir critax slalu keren.
    d tgu ff lainx yg lbih daebak. .
    thor fighting 🙂

  5. akhirnya ending juga nih cerita,merinding waktu bca bgian konflikny..ksihan donghae oppa,,kren sumpah..untung yoona juga punya rsa cinta n ksih utk hae oppa n brani mngmbil plihan untuk mmaafkn hae oppa..sweet ending ><

  6. Awesome deh ceritanya, pasti bakal banyak yg minta sequel. Semoga pas comeback bikin sequelnya. Thanks ya cerita yg bagus bngt ini

  7. Eonni mian baru bis komen di part end
    sumpah keren banget,y pendeskripsiannya bener* bagus sampek bisa bayangin secara nyata
    Ditunggu ff YH lainnya, kalo boleh minta sequelnya ff ini juga yaa ya *pasang puppy eyes

  8. Eonni mian baru bisa komen di part end
    sumpah keren banget, pendeskripsiannya bener* bagus sampek bisa bayangin secara nyata
    Ditunggu ff YH lainnya, kalo boleh minta sequelnya ff ini juga yaa ya *pasang puppy eyes

  9. baru nemu ff ini… jadi komennya di part end aja gpp kan ya? ~ ceritanya baguuusss, daebak, kerennnn~ happy ending pula~ keep writing ya thor.. di tunggu ff yoonhae yang lainnya…

  10. hh,.
    akhirnya happy end..sebenernya pgn liat pas babynya lahir, tp end kyk gini jg udah setimpal sm kesulitan mereka selama inii.
    daebak chingu, ff yg lainnya jg yaa cpt lanjut , hiatusnya jgn lama” 🙂

  11. aku baru dalam dunia per-fanfic-an,tp ini kayaknya fanfic plg daebak yg prnh kubaca..alur,latar,karakter,konflik semuanya tertulis dlm kata2 yg tepat,gak pasaran,dan detail..
    bnr2 kayak nonton drama korea yg seru..good job,author!!
    mulai skrg,fansmu nambah satu.. *nunjuk diri sendiri*
    ditunggu karya berikutnya..trm kasih udh memberi hiburan yg berkualitas buat para reader trmasuk saya..gomawo..

  12. huah ._. Ngenes bgt kehidupannya donghae baru seminggu ditinggal yoona ._.
    Tp syukur deh ya sooyoung bs ngebujuk yoona! Yeay!!!!! Happy ending hahahaha =)) bwt after story nya thorr :p

  13. waaah,.DAEBAAK,.
    dr chapter 1-10..gak ada boseN”nx buat baca ni ff..
    Dan berasa begitu nyata..
    Berharap ini beneran terjadi buat yoona,.yang pantaz skali memjadi cinderella korsel..

  14. wow…awesome thor,
    and happy ending, waktunya nyanyi lagu Jay Pak ost rootop prince…
    i like your ff, buat cerita yang bagus lagi ya…
    kirain aku baru sampai part 9 ternyata udah final, untung aku cari

  15. happy ending….
    sempat tegang jg waktu yoona kabur…
    kira’n dia mau besar’n anaknya sendiri….
    autor baik……

  16. wuahh ! DAEBAK .
    aku suka banget ff-nya .
    sempet buat aku mewek gara” kondisi Donghae Oppa yg ditinggal Yoona 1 minggu .
    ceritanya dari awal udah bikin aku antusias .
    jinjja keren pokoknya ! 🙂 😀

  17. Yaeyy happy ending buat yoonhae
    Setelah melewati masa2 sulit untuk mereka akhirnya berahir bahagia..
    semoga kejadian yang menimpa yoona dan donghae adalah sebuah pembelajaran dan contoh untuk bisa bertindak dan berbuat lebih baik lagi
    Jgn awali sebuah hubungan dgn kebohongan
    Karena kebohongan akan mengantarkan kita pada kehancuran..
    Seperti yang dialami donghae pada awal2nya
    Meski selalu ada hikmah dibalik perbuatan
    Namun alangkah baiknya jika saling terbuka
    Dan tdk ada kebohongan
    Supaya tdk merasa ada hati yang akan tersakiti

  18. daebak sumpah keren bgt ini ff, maf klo comentnya pas ending, but i really enjoy this, padl udah tlat bgt aq bca nih ff, fighting bwt author n keep writing

Komentarmu?