The End of Collusion (Collusion’s Epilog)

coll epilog

 

Author                                     : misskangen

Tittle                                        : The End of Collusion (Collusion’s Epilog)

Length                                     : 1 Shoot

Genre                                      : Romance, Drama, Family

Rating                                     : G

Main Cast                                : Im Yoon Ah, Lee Donghae

Support Cast                           : Im Seulong, Cho Kyuhyun, Shim Changmin, Choi Sooyoung, Im Soo Jin, Kim Hyoyeon, Im Sung Han (OC)

Disclaimer                               : Cerita ini adalah fiktif dan murni karangan penulis. Bila terdapat kesamaan cerita dengan kehidupan nyata maka itu suatu kebetulan semata.

 

 

THE END OF COLLUSION

 

 

Indah, itulah kata yang menggambarkan pemandangan yang sedang ditatapnya. Siapapun yang melihat pemandangan dari puluhan bahkan ratusan bunga yang bermekaran pasti akan turut ceria dan berwarna layaknya bunga-bunga itu. Namun ada sesosok tubuh yang duduk di antara bunga-bunga dan memandangnya dengan tatapan kosong. Wajahnya tak bisa menutupi perasaannya yang sedang gundah. Seperti sedang menyesali sesuatu yang terjadi.

Yoona POV

 

Salah, aku merasa bersalah. Sesal, aku pun menyesal. Kecewa, akupun tak bisa menyangkalnya. Begitulah perasaanku saat ini. Aku merasa sangat bersalah dan begitu menyesal pada Eomma. Setelah mengumpulkan keberanian cukup besar akhirnya aku membuka satu rahasia pada Eomma tentang kehamilanku. Saat itu Eomma begitu shock dan memandang tak percaya padaku. Sudah kuduga pasti Eomma akan marah besar dengan keadaanku.

 

Eomma mendidikku dengan keyakinan besar bahwa aku akan menjadi seorang putri yang baik, menjunjung tinggi moral dan etika, serta menjadi pribadi yang bisa dipercaya. Tapi semua keyakinan itu runtuh hanya dalam satu kalimat yang kuucapkan dengan penuh rasa takut, “Eomma, sebenarnya saat ini aku sedang hamil.” Eomma menatapku nanar, berusaha mencari kebohongan dalam kalimat itu. Tapi wajahku yang pucat karena rasa takut itu membuat Eomma kehilangan harapan atas ketidakbenaran yang diharapkannya.

 

“Apa? Bagaimana mungkin kau… “ suara Eomma bergetar, membuat jantungku berdetak lebih cepat. Napas Eomma terdengar berat, aku yakin sedang menahan emosi. Aku menunduk tak berani menatap matanya. “Apa yang sudah kau lakukan? Mengapa kau tak berpikir sebelum kau melakukan sesuatu yang melanggar etika kepantasan seorang wanita terhormat??!!” Suara Eomma mulai meninggi, membuatku semakin tersuruk dalam selimut penyesalan.

“Eomma tidak pernah mengajarimu untuk berbuat sesuatu yang hina, Yoona. Bagaimana bila Appamu masih hidup dan mendapati putrinya telah mempermalukan keluarga?” Aku mendongak, memberanikan diri menatap Eomma. Kata-kata Eomma yang telah menyebut nama Appa di dalamnya menohokku. Aku memang telah menghancurkan nama baik keluarga, aku telah menjadi anak durhaka.

 

“Lantas siapa pria yang sudah tidur denganmu?” Suara Eomma terdengar begitu dingin dan tatapannya seakan ingin menelanku.

“Lee..Donghae.” jawaban singkat dengan suara gemetar membuat Eomma membelalakkan matanya.

“Jadi kau tidur dengan tunanganmu sendiri, eoh? Apakah ketidaksabaran telah menuntunmu dan tunanganmu untuk melakukannya sebelum pernikahan? Eomma tahu seperti apa Donghae bila berhadapan dengan wanita, tapi harusnya kau tidak menuruti apa yang diinginkan pria dengan karakter seperti itu!” Itu adalah hal yang selama ini kusesali, memang tak seharusnya aku begitu mudah jatuh pada pesonanya hingga berakhir di ranjangnya secepat itu.

“Eomma, maafkan aku. Aku memang bodoh dan pantas untuk dimaki. Semua seakan berada di luar kuasaku. Aku seolah tak sadar telah melakukannya, hingga penyesalan itu datang.” Aku tak bisa mengatur kata demi kata untuk membela diri dihadapan Eomma. Aku hanya bisa memohon ampunannya, sebuah penyesalan seorang anak yang telah mengecewakan orang tuanya.

 

“Eomma tidak tahu harus mengatakan apa. Kau sedang mengandung anak calon suamimu sendiri, dan pernikahanmu juga semakin dekat. Entah ini berita baik atau tidak, Eomma tak bisa menilainya. Kita hanya bisa berharap ini tidak akan menjadi aib di kemudian hari.” Eomma masih kekeuh dengan aura dinginnya, mengatakan semua itu dengan nada pesimis. Aku berusaha mengatur napasku yang terasa berat karena air yang terus mengalir dari mataku. “Apa dia sudah tahu?”

Aku menggeleng “Aku belum memberitahunya. Aku akan melakukannya setelah ia pulang nanti.”

 

“Eomma rasa keputusan Donghae yang ingin melakukan pernikahan lebih cepat sudah sangat tepat! Sepertinya pria itu menyadari akibat terburuk dari perbuatan yang kalian lakukan, mungkin dia juga telah mengira bila kau akan hamil setelah menghabiskan satu malam denganmu. Eomma hanya bisa berdoa semoga Donghae adalah pria yang bertanggung jawab dan tidak akan mengecewakan keluarga kita.” Aku dan Eomma seperti memiliki kekhawatiran yang sama. Aku juga begitu khawatir bila perubahan pada diri Donghae hanyalah sesaat. Aku takut ia akan kembali pada kehidupannya yang dulu.

 

“Lalu bagaimana dengan perasaanmu padanya? Apa kau sudah jatuh cinta padanya hingga begitu mudahnya nafsu menjeratmu?” Aku merasa bahwa Eomma berbicara sedikit kasar, mungkin karena rasa sesal yang masih menyelubungi hatinya.

“Aku tidak tahu. Mungkin aku memang sudah jatuh cinta padanya.” Jawabku dengan suara pelan tanpa keyakinan.

 

♥♥♥♥♥

 

Satu tepukan dibahuku, membuatku tersadar dari lamunanku. Aku menoleh pada sosok yang menyentuhku barusan dan mendapati seorang pria berpostur tinggi tersenyum padaku. “Apa yang dilakukan calon pengantin di sebuah taman dengan bunga yang bermekaran? Mungkinkah hatinya sedang mekar layaknya bunga-bunga itu?” Aku memberi satu seringaian padanya.

“Kau sudah seperti seorang pujangga yang berkeliaran di jalan, Kyuhyun-ssi.” Orang yang kuejek barusan malah tertawa terbahak-bahak dengan ekspresi jijik yang sengaja kuperlihatkan.

 

“lalu kenapa kau melamun di tempat seperti ini? Kau bukan sedang memikirkan bagaimana cara melarikan diri dari pernikahanmu kan?” aku melayangkan satu pukulan pelan ke lengan Kyuhyun yang sudah mengambil posisi duduk disebelahku. Kyuhyun malah memasang wajah polos tak bersalah yang membuatku jadi gemas padanya.

 

“kau ini senang sekali membuat orang kesal karena pertanyaanmu yang konyol itu!” Kyuhyun mengeluarkan cengiran jahil yang membuatku tersenyum. Aku dan Kyuhyun belakangan memang semakin dekat. Dia adalah orang yang sangat unik dan menyenangkan. Pertemanan kami tampak makin akrab seolah kami telah saling mengenal cukup lama.

 

“Memangnya ada masalah apa lagi hingga wajahmu ditekuk begitu? Apa Donghae membuat masalah denganmu?” Kyuhyun mengetahui masalahku yang terakhir kali cukup rumit hingga aku harus berurusan dengan dunia gemerlap dan nyaris menyentuh tepi gerbang dunia mafia, apalagi kalau bukan kasus Sung Han. Tapi itu sudah berakhir setelah Sung Han meringkuk di penjara walau sempat ada satu pihak yang secara mengejutkan berusaha menggangguku.

 

“Ya, Donghae sudah membuat masalah yang cukup besar denganku dan aku bingung bagaimana penyelesaiannya.”

Kyuhyun terlihat mengernyitkan dahinya. “Masalah apa?” Mana mungkin aku memberitahunya kalau Donghae sudah menghamiliku. Bagaimanapun Kyuhyun adalah teman baiknya, pasti berita itu akan dengan mudah sampai pada Donghae.

“Aku tidak bisa menceritakan padamu sebelum aku bertemu dengannya dan memberitahu apa yang terjadi.”

 

“Kau ini jangan suka membiarkan masalah besar jadi semakit rumit. Kenapa aku tidak melihat para bodyguard yang biasa mendampingimu? Kau tidak khawatir wanita gila itu akan datang lagi dan membuat masalah denganmu?”

Perkataannya jadi mengingatkanku pada wanita itu, seorang wanita yang mengaku bernama Yoon Ji Hyang, yang tiba-tiba muncul dihadapanku dan menghujaniku dengan makian tak senonoh. Wanita itu adalah kekasih Sung Han, aku ingat pernah melihatnya ketika aku mengikuti Sung Han dari klub hingga ke apartemennya. Wanita itu beberapa kali sempat berusaha mencari masalah denganku, mulai dari percobaan penyerangan hingga mencoba mencelakai secara diam-diam. Semuanya gagal menimpaku karena dicegah oleh bodyguard yang masih setia mendampingiku. Aku rasa Yoon Ji Hyang adalah seorang psychopat melihat tingkahnya yang seperti kesetanan bila berhadapan denganku. Wanita itu pasti sangat membenciku karena aku sudah membuat kekasihnya, Sung Han, masuk penjara dan terancam hukuman berat karena konspirasi yang dilakukannya.

 

“Aku sedang ingin sendiri, bodyguard itu membuatku seperti seorang bayi yang selalu diberi pengawasan 24 jam. Seakan aku tak punya privasi lagi. Kalau soal wanita yang bernama Ji Hyang itu, aku akan selalu berhati-hati. Dia pasti tidak akan puas sebelum berhadapan langsung denganku dan membuat perhitungan denganku.”

 

“Kau sama sekali tidak berhati-hati karena aku mendapatimu sedang melamun disini. Aku yakin Donghae akan marah besar bila kau bersikap cuek dengan keselamatanmu sendiri.” Kyuhyun pasti akan bersikap skeptis bila berbicara soal keselamatanku. Dia sama cerewetnya dengan Donghae, bahkan terkadang dia seperti ibu-ibu yang mengomel tidak karuan karena kesal pada anaknya.

 

“Aku yakin walaupun aku tak memberitahu Donghae, pasti bodyguardnya sudah memberi laporan soal itu. Nanti kalau aku bertemu dengan Donghae aku akan menceritakan detailnya.” Aku hanya memberikan janji palsu pada Kyuhyun, aku tak ingin membuat Donghae semakin memperketat barisan pertahanannya bagiku, bahkan mimpi buruknya dia akan mengurungku guna menghindari bahaya dari serangan seorang wanita psycho.

 

“Jadi kau belum bertemu dengannya semenjak dia pulang?” Aku mengerutkan keningku mencoba mengartikan pertanyaan Kyuhyun.

“Apa maksudmu dia sudah pulang?” tanyaku penasaran.

“Dia sudah pulang tiga hari yang lalu, bahkan sudah bertemu denganku dan Changmin. Tidak mungkin dia tak menemuimu, aku pikir dia sangat merindukanmu.” Aku kaget dengan berita ini, kenapa Donghae tidak menemuiku padahal dia sudah pulang dari Amerika.

“Kau pasti bercanda!” kataku tak percaya sambil menggelengkan kepalaku yang tiba-tiba terasa pusing.

Kyuhyun menggeleng pelan, “Bahkan malam ini kami berjanji bertemu di klub, katanya sudah lama dia tidak bersenang-senang. Aku tidak tahu kenapa dia seperti itu, aku pikir dia sedang ada masalah denganmu.”

Jadi benar Donghae sudah kembali dan malah menghindariku. Aku berdiri secara tiba-tiba dan menatap Kyuhyun tak percaya. Kepalaku semakin pusing dan pandangan mataku mulai kabur. Kyuhyun menahan tubuhku yang mulai lemas dan sempoyongan.

“Yoona-ssi, kau baik-baik saja?” tanyanya. Aku menggeleng lemah, dan berpegangan pada tubuhnya karena kekuatan tubuhku yang semakin lemah. Akhirnya Kyuhyun memapahku, menuntunku hingga sampai ke mobil dan mengantarkanku pulang ke rumah.

 

♥♥♥♥♥

 

Kepalaku terasa berat, sepertinya memang telah penuh – dipenuhi berbagai macam pikiran yang menghantuiku. Pikiran dan dugaan yang sebagian besar lebih cenderung pada hal-hal negatif jelas membuatku merasakan kegundahan yang amat sangat mengganggu ketenangan. Setelah diantarkan pulang oleh Kyuhyun, aku masih bertahan berbaring di ranjangku. Tubuhku terasa lemas dan tak nyaman, hal ini sering kurasakan sebagai pengaruh trismester pertama kehamilanku. Bahkan morning sickness yang kualami lebih mengganggu daripada yang kurasakan di waktu lainnya.

 

Aku masih terus memikirkan perkataan Kyuhyun soal kepulangan Donghae sejak tiga hari yang lalu. Entah kenapa aku punya perasaan tidak enak mengenai hal ini. Hal terburuk yang pernah muncul dalam benakku adalah Lee Donghae kembali menjadi dirinya yang dulu, mungkin Amerika telah mempengaruhi pola pikirnya kembali. Aku sangat takut seandainya hal itu benar-benar terjadi sebelum semua keadaan menjadi lebih baik. Aku khawatir Donghae menyangkal pertanggungjawabannya atas janin yang sedang kukandung hingga terjadi pembatalan pernikahan. Kalau sudah begini aku jadi kalut sendiri. Aku tidak boleh terus berada di atas garis ketidakpastian. Aku harus menemukan jawabannya, apapun resiko yang harus kutempuh.

 

“Kau bilang akan ada pertemuan dengan Donghae malam ini kan, dimana tempatnya?” aku meminta informasi dari Kyuhyun melalui telepon.

“Di Rodeo Club, lokasinya tidak jauh dari Emerald Hotel. Apa kau mau datang kesana?” suaranya dari seberang telepon terdengar cukup penasaran.

“Aku belum tahu. Aku rasa tidak. Aku hanya memastikan tempatnya saja, kau kan tahu tadi aku kurang sehat.” Aku berkelit, menyembunyikan maksud terselubung yang sudah kurencanakan darinya.

“Oh, baiklah. Kalau begitu kau harus istirahat, kelihatannya tadi kau lelah sekali. Aku akan memberitahu Donghae kalau kau sakit.”

Sejenak aku berpikir, mungkin akan lebih baik bila mereka tidak membahas tentangku disana. “Lebih baik tidak usah katakan apapun tentangku. Aku baik-baik saja. Baiklah, selamat bersenang-senang, Kyuhyun-ssi.” Aku langsung menutup teleponnya. Aku akan bersiap-siap menyusul ke tempat itu. Aku sama sekali tak berniat menelepon Donghae dan menanyakan langsung padanya. Aku ingin memberi kejutan pada Lee Donghae yang sudah berani mengabaikan aku sepulangnya dari Amerika.

 

Aku memberanikan diri datang ke klub malam itu sendirian. Tidak terlalu sendirian, masih ada beberapa bodyguard yang masih setia mengikuti, anggap saja mereka tidak ada. Aku sama sekali tidak mengatakan pada mereka kemana aku ingin pergi. Aku juga sudah mengancam mereka untuk tidak melaporkan kegiatanku malam ini pada bos besarnya, Lee Donghae. Mereka hanya mengikuti petunjuk arah yang kuinginkan. Sampai di pelataran parkir Rodeo Club, mereka terlihat was-was. Aku memberi tatapan mematikan kepada mereka dan mengatakan kalau mereka hanya perlu tutup mulut. Aku yakin mereka akan menurutiku, karena aku tidak main-main dengan ancamanku yang akan membuat kekacauan yang tak terduga.

 

Aku berjalan masuk ke dalam klub, mencoba mencari tempat keberadaan Donghae dan teman-temannya. Aku meminta para bodyguard  menjaga jarak agak jauh denganku dan merekapun menaatinya. Aku melihat seorang pelayan pria membawa kereta yang berisi menu pesanan termasuk sebotol sampanye ke sebuah ruang VIP. Saat pintu terbuka, aku mencuri pandang ke dalam ruangan. Ternyata firasatku benar, Donghae dan teman-temannya berada di dalam ruangan tersebut.

 

Aku melihatnya duduk di sebuah sofa, seperti biasa ada dua wanita yang merangkulnya di sisi kanan dan kiri. Pemandangan itu sejak awal dulu memang begitu menjijikkan bagiku, tapi untuk kali ini justru semakin membuatku muak dan membangkitkan emosiku. Aku juga melihat Kyuhyun, berada dalam jarak yang tidak dekat dengan Donghae juga ditemani oleh seorang wanita yang sepertinya mulai bosan karena diabaikan oleh pria itu yang sedang sibuk memandang heran pada Donghae. Sedangkan Changmin terlihat menyendiri duduk tersudut dengan kerutan di keningnya, pandangannya juga terarah pada Donghae. Orang yang menjadi pusat perhatian tak sedikitpun mempedulikan tingkah sahabatnya, dia tetap asyik meminum segelas bir sambil tersenyum nakal dengan kedua wanita itu.

 

Aku mencoba meyakinkan diriku bahwa apa yang kulihat tidak seharusnya membuatku kehilangan kendali terhadap emosi. Harusnya aku berpikir bahwa yang ada dihadapanku adalah sebuah pemandangan yang biasa didapati dari seorang Lee Donghae. Namun akal sehatku menolak semua anggapan itu. Emosiku terlanjur lepas dari ikatannya dan membawaku nekat menerobos pintu itu hingga berada dalam ruangan yang sama dengannya.

 

“Jadi Lee Donghae yang mempesona tetaplah Lee Donghae yang begitu menggoda. Bahkan wanita manapun sulit untuk lari dari jeratannya. Inikah yang kau lakukan sepulangmu dari Amerika, kembali menjalani kesenanganmu pada dunia gemerlap, Oppa?” cerocosku dengan nada sinis dan suara yang tinggi. Dia membelakakkan matanya, terkejut dengan kehadiranku disana.

 

Kyuhyun berdiri dari duduknya, melihatku dengan tatapan kaget. “Yoona, mengapa kau kesini? Bukankah kau sedang sakit?” tanya Kyuhyun yang mendapat lirikan tajam dari Donghae.

 

“Bukankah itu bagus, aku jadi tahu apa yang dilakukan calon suamiku disini dengan wanita-wanita yang dipujanya.” Sindirku yang lantas membuat Donghae bangkit dari duduknya, berjalan meninggalkan kedua wanitanya dan mendekatiku. Seketika aroma alkohol tercium dan membuatku merasakan mual. Aku susah payah menelan salivaku agar rasa tak nyaman itu segera hilang.

 

“Memangnya apa yang kau pikir sedang kulakukan disini? Tentu saja aku bersenang-senang, menghilangkan perasaan jijik pada orang yang berniat mengkhianatiku.” Dia berbicara dengan tatapan dingin, kecongkakannya telah kembali.

“Apa maksudmu? Aku sama sekali tidak mengerti. Kau saja pulang tak memberi kabar padaku, mana aku tahu masalah apa yang menimpamu.” Jawabku dengan derajat dingin yang sama.

“kau pikir apa yang menyebabkanku tak menghiraukanmu? Aku berniat memberikan kejutan tapi malah aku yang terkejut. Bisakah kau bayangkan bagaimana rasanya mendapati tunanganmu berselingkuh dengan sahabatmu sendiri?” Ya Tuhan, apa yang dipikirkannya. Dia menyangka aku berselingkuh dengan Kyuhyun!

 

“Donghae, kenapa kau berpikir begitu. Aku rasa kau salah paham.” Kyuhyun turut menimpali aksi diamku yang masih tak percaya dengan jalan pikiran Donghae.

“Kau sialan, Kyuhyun-ah! Disaat aku tidak ada, kau mengambil kesempatan mendekati tunanganku. Dan kau, Im Yoona. Aku tak menyangka kau begitu mudahnya menjadi wanita perusak – perusak hidupku dan bahkan persahabatanku.” Satu tamparan keras kulayangkan ke pipinya, dia hanya memandangku tajam dan tersimpan amarah dalam tatapannya.

“Bagaimana mungkin kau berpikir sepicik itu tentangku. Kau bahkan menuduh sahabatmu sendiri!” jeritku kesal.

 

“Lalu bagaimana aku tak berpikir begitu. Aku mendapatimu bertemu dengannya, bercengkerama dengannya dan tertawa begitu riang bersamanya. Sekalipun kau tak pernah bersikap seramah dan sehangat itu padaku. Bahkan terakhir kali, siang tadi aku melihatmu berpelukan begitu mesra dengannya di taman. Apa itu yang kau sebut bukan perselingkuhan?” nada bicaranya sangat tinggi, sedangkan aku begitu kagetnya hingga air mataku sudah membanjiri pelupuk mata.

 

“kau sudah salah paham, Donghae-ah! Kenapa kau berpikir seperti itu lagi. Bukankah sudah kukatakan aku hanya berteman dengan Yoona. Kau mempermasalahkan hal yang tak seharusnya menjadi masalah. Kau terlalu dikuasai kecemburuanmu padaku.” Kyuhyun mencoba membela diri. Tapi tiba-tiba Donghae memukulnya, memberi satu tinjuan di wajah Kyuhyun dan membuatnya terjatuh ke sofa di belakangnya.

 

“Donghae-ah! Apa yang kau lakukan?!!” Teriak Changmin yang secepat kilat berlari memisahkan Donghae dan Kyuhyun. Aku berdiri terpaku menyaksikan kejadian itu, air mataku sudah meleleh berantakan.

 

“Cukup. Hentikan!! Oppa, ternyata kau memang tidak berubah. Kau sama sekali tidak bisa diharapkan. Cukup sudah… Aku membencimu. Aku sangat membencimu!!” Aku meneriakkan kata itu dengan penuh emosi dan kemudian aku beranjak pergi meninggalkan ruangan itu. Aku tidak peduli apa yang akan terjadi selanjutnya pada mereka dalam ruangan itu. Sepanjang jalan aku menangis. Hatiku terasa sakit melihat sikap kasarnya. Aku tidak menyukainya yang seperti itu. Jika disuruh memilih, maka aku lebih menyukai Donghae yang arogan daripada Donghae yang kasar.

 

♥♥♥♥♥

Pagi hari kicauan burung terdengar ramai diluar sana, musim semi memang seharusnya membuat semua orang bergembira. Tapi tidak denganku. Satu malam saja sepertinya cukup untuk menghancurkan semua harapanku. Harapan yang telah kutata rapi dalam setiap doaku, harapan yang kuinginkan sebagai mimpi yang menjelma menjadi kenyataan. Semua sudah terurai berantakan, aku merasakan sesak yang begitu menyengat dalam dadaku.

 

Kondisi ini diperparah dengan morning sickness yang sudah menjadi langgananku beberapa minggu ini. Tubuhku terasa tak bertenaga hingga aku enggan bangkit untuk sarapan bersama Eomma di ruang makan. Apalagi keadaanku juga cukup kacau, dengan mata sembab begini Eomma pasti akan bertanya macam-macam dan aku tak siap untuk menjawab semuanya.

 

Ketukan di pintu kamar mengejutkanku, aku langsung menarik selimut sampai sebatas leher dan berusaha menekan wajahku untuk tersembunyi di dalamnya. Aku yakin Eomma yang berdiri di depan pintu, tanpa kujawabpun Eomma pasti akan masuk ke dalam kamarku.

 

“Kau tidak lihat ini sudah jam berapa, kenapa kau tak sarapan di bawah?” aku tak menjawab pertanyaan Eomma, berusaha mengabaikannya dengan memejamkan mataku. “Yoona-yah, kau sakit? Apa morning sickness yang kau alami tidak juga berkurang? Kau terlihat kacau sekali, Nak. Apa ada yang bisa Eomma bantu?” aku merasakan tangan Eomma membelai rambutku, kemudian meletakkan tangannya dikeningku.

“Eomma rasa kau sedang demam. Mengapa tak memanggil Eomma kalau kau sakit? Kau bahkan belum makan apa-apa. Kau istirahatlah, Jung Ahjumma akan mengantarkan sarapanmu, bagaimanapun kau harus tetap mengisi perutmu. Eomma akan meminta menantu Lee langsung menemuimu disini.” Apa? Menantu Lee? Kalau yang dimaksud Eomma adalah Lee Donghae, aku tak sudi bertemu dengannya. Memangnya apa yang dia inginkan setelah kejadian semalam, pagi-pagi buta sudah datang ke rumah. Awas saja kalau dia mencoba melakukan konfrontasi denganku, aku tidak akan segan-segan untuk memakinya.

 

“Eomma, suruh saja Donghae pulang. Aku tidak mau bertemu dengannya.” Aku menahan tangan Eomma yang hendak berjalan ke luar kamar.

“Ada apa? Apa kau bertengkar dengannya? Bukankah dia baru saja kembali dari Amerika, memangnya kau tak merindukannya?” Tidak, Eomma tidak boleh tahu masalah yang terjadi semalam.

“Bukan begitu. Aku tidak ingin dia melihatku dalam keadaan kacau seperti ini.” Kulihat ekspresi wajah Eomma mengeras, kemudian Eomma menghela napas berat.

 

“Eomma rasa penampilanmu sekarang tidak penting. Yang penting adalah dia harus tahu kondisimu saat ini. Kau harus segera memberitahunya soal kehamilanmu karena Donghae adalah ayah dari janin yang sedang kau kandung. Jadi Eomma rasa alasanmu tidak bisa diterima.” Ketegasan dalam kata-kata Eomma membuatku patah arang, aku hanya bisa bersiap-siap menghadapi tuan muda menyebalkan yang bernama Lee Donghae itu.

 

Aku melihatnya muncul di depan pintu. Penampilannya sudah rapi, hanya saja wajahnya masih terkesan berantakan seperti orang yang baru saja sadar dari mabuk alkohol. Aku yakin kemarin malam dia pasti bersenang-senang dan menenggak begitu banyak bir atau sampanye sampai mabuk. Untuk apa aku peduli padanya, dia sudah menyakitiku. Dia berjalan mendekatiku dan berhenti hanya beberapa meter dariku yang duduk bersandar di kepala tempat tidur.

“Ibumu bilang kau sedang sakit, seharusnya malam tadi kau tidak berkeliaran kemana-mana.”

 

“Cih, untuk apa kau datang kesini, aku tak ingin melihatmu. Aku tak ingin bertemu pria yang egois dan tak bisa menahan emosi, bahkan kepada sahabatnya sendiri,” kata-kataku terdengar begitu tajam ditambah denganku yang membuang muka, begitu enggan menatapnya.

“Aku ingin meminta maaf untuk kejadian tadi malam. Aku benar-benar kehilangan kendali. Aku sadar aku sudah membuat kesalahan yang besar. Aku sudah berusaha untuk melupakan apa yang terjadi antara kau dan Kyuhyun, tapi melihat perhatian Kyuhyun padamu membuatku kalap. Aku…”

 

“Kau bahkan tak berniat menanyakan apa yang sebenarnya terjadi padaku. Kau hanya menilai dari sudut pandangmu sendiri, dan memberi keputusan seolah kau adalah hakim yang paling berhak untuk itu. Aku belum bisa memaafkanmu, sebaiknya kau pulang saja!” aku memotong kalimatnya dengan begitu ketus, sepertinya sikap itu kembali lagi padaku padahal sebelumnya aku sudah bisa bersikap hangat padanya.

 

“Yoona, aku mohon maafkan aku. Kecemburuanku sudah mengacaukan segalanya. Aku sudah meminta maaf pada Kyuhyun, dia sudah menjelaskan semuanya. Maafkan aku karena sudah berperilaku begitu buruk padamu. Aku memang pantas dibenci, tapi setidaknya jangan kau yang membenciku.” Akhirnya aku memandang wajahnya, ekspresi yang terpatri disana begitu tulus, penyesalan sepertinya memang menghinggapi dirinya. Tapi egoku menolak untuk secepat itu lunak padanya.

 

“kalau begitu lebih baik aku menikah dengan Kyuhyun saja, bukannya denganmu. Aku tak yakin bisa bertahan dengan pria egois dan kasar sepertimu. Itu sama saja membuatku makan hati setiap hari!” Bodoh, aku mengutuk diriku sendiri karena sudah mengatakan hal itu. Sama saja aku juga menjadi wanita paling egois karena sudah menyumpahinya seperti itu.

 

“Mana boleh kau melakukan itu! Kau tak pernah menyadari bahwa kau lah yang menyebabkan semua ini. Aku menjadi begitu egois bila sudah berkaitan denganmu. Aku menginginkan semua hal yang terbaik untukmu. Aku sangat takut kehilangan dirimu, karena itulah aku begitu cemburu. Aku sangat mencintaimu hingga sulit bagiku untuk melihatmu dengan orang lain. Aku bisa gila kalau kau ingin aku meninggalkanmu.” Ah cukup… kau membuatku dengan senang hati memaafkanmu bila sudah kata-kata cinta yang kau ucapkan padaku. Kalau kau menjadi gila, maka aku akan menjadi wanita paling tidak berguna di dunia karena telah jatuh cinta pada pria sepertimu.

 

Dia berjalan mendekatiku dan mengambil posisi duduk di sisi ranjang dan menghadapku. Aroma aftershave menyeruak darinya. Dia memegang tanganku, menciumnya dan meletakkan punggung tanganku di pipinya. Perlakuan romantis seperti ini sebelumnya sudah membuatku luluh begitu saja padanya. Dan sekarangpun hal itu terjadi lagi.

“Aku tahu kau masih kesal dan kau kecewa padaku. Tapi pernikahan kita sudah di depan mata. Setidaknya berikan aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya, termasuk memperbaiki sikap posesifku padamu.” Lama kelamaan aroma aftershave itu membuatku tidak nyaman. Seperti ada yang mendorong dari perutku untuk dikeluarkan secara paksa. Aku merasa sangat mual hingga aku mendorong dadanya dan segera berlari menuju wastafel di sudut kamarku.

 

Aku berusaha memuntahkan yang ada dalam perutku tapi tidak ada yang keluar dari sana. Hanya saliva yang terasa pahit. Aku merasakan tangannya mengelus punggung dan tengkukku. Mencoba memberiku ketenangan melalui perlakuannya. “Aku akan meminta pembantumu mengantarkan air hangat. Lihat, sekarang kau jadi sakit begini.” Omelannya diarahkan padaku.

 

“Oppa, aku mohon jauhi aku..”

“Apa? Tidak, aku tidak bisa melakukannya. Sampai kapanpun aku tidak akan melakukannya..”

“Aku jadi begini karenamu! Aroma aftershave mu tidak cocok denganku. Jadi menjauhlah, atau aku akan lebih parah dari ini.” Akhirnya dia menjauh, berdiri beberapa meter dariku hingga aromanya tak lagi tercium dihidungku. Aku berbalik dan kembali ke ranjangku. Aku duduk dengan posisi senyaman mungkin karena tubuhku masih terasa begitu lemas.

 

“Sebelum ini tidak ada yang salah dengan aftershave yang kugunakan, kau tak pernah sedetikpun mempermasalahkannya. Kenapa jadi begini?” gerutuannya membuatku tersenyum, melihat ekspresi wajahku Donghae mengerutkan keningnya sepertinya ia sedang bingung.

 

“Aku seperti ini setiap pagi, karena morning sickness.” Jawabku singkat dan membuatnya membelalakkan mata.

Morning sickness? Kau… kau hamil?” aku mengangguk pelan, aku memperhatikannya masih berdiri terpaku dan kaku. Mungkinkah dia shock mendengar berita ini? “Itu.. itu milikku kan… maksudku janin itu adalah calon anakku kan?” tanyanya penasaran masih dengan ekspresi keterkejutan.

 

“Ne, malam itu di kala badai datang, aku menghabiskan malam dan bercinta denganmu. Setelah dua minggu kau berada di Amerika, aku baru menyadari kehamilanku. Aku tidak memberitahumu karena aku ingin mengatakannya langsung padamu saat kau pulang. Apa kau marah, kecewa, atau tidak senang?” Jantungku berdegup kencang menunggu jawabannya, aku takut reaksinya akan bertolak belakang dengan harapanku. Tak lama ia tersenyum, senyuman lebar itu memperlihatkan wajahnya menjadi sangat tampan.

 

“Kenapa aku harus marah dan kecewa? Tentu saja ini adalah kabar gembira. Aku akan menjadi seorang ayah, dan kenyataan kau menjadi ibu dari anakku akan segera terwujud. Terima kasih kau mempertahankannya, walau kondisi ini terjadi sebelum pernikahan. Gomawo Princess!” aku tersenyum lagi karena kata-kata itu terdengar begitu tulus keluar dari mulutnya. Dia bergerak berusaha mendekatiku hendak memelukku.

 

“Yak, Oppa! Jangan dekat-dekat, nanti aku mual lagi!!” teriakanku membuat langkahnya terhenti.

“Maaf, Sayang. Aku terlalu gembira. Baiklah, mulai besok aku tak akan memakai aftershave itu lagi. Jadi aku bisa leluasa memelukmu.” Lee Donghae memang terlihat sangat gembira, wajahnya sudah berbeda 180 derajat dari saat pertama dia masuk ke kamarku.

“Dasar pervert!” aku merasa sangat lega, harapanku tidak sia-sia dan segera menjadi kenyataan.

 

♥♥♥♥♥

Hari ini pesta pernikahanku dilangsungkan. Tidak hanya aku yang merasa lega, tapi rona kebahagiaan juga terlihat dari wajah keluargaku terutama Eomma. Seakan Eomma menghela napas lega setelah janji suci pernikahan diucapkan dan akupun resmi berstatus sebagai istri Lee Donghae. Pipiku merah merona saat ia menciumku untuk pertama kalinya di depan banyak orang. Ciuman lembut di bibir tanpa tuntutan apapun, hanya sebuah ungkapan kebahagiaan yang ingin dibagikan kepada semua orang yang hadir. Aku melihat senyumnya terkembang, menyapa para undangan dengan begitu ramah. Dia menggenggam erat tanganku, genggaman yang begitu hangat tanpa terselip niat untuk melepaskannya.

 

“Selamat atas pernikahan kalian, semoga kalian selalu berbahagia..” ucapan selamat yang kuterima dari Sooyoung Eonni sangat berkesan. Sebelumnya di ruang tunggu pengantin ia memberiku satu nasehat menghadapi pria dengan karakteristik yang dimiliki Donghae dan suaminya, Changmin. Sooyoung Eonni mengatakan bahwa aku tak boleh kehilangan kepercayaan diri setiap berhadapan dengannya. Aku juga tak boleh kehilangan pengawasan, serta harus berusaha mengambil perhatiannya sebanyak mungkin. Perlakukan pria itu dengan hangat dan lembut, tapi tak boleh lupa untuk berusaha mengambil sedikit kendali. Aku harus mengabaikan anggapan ‘suami takut istri’ demi kesejahteraanku ke depannya.

 

Aku sempat tertawa dengan wejangan yang diberikannya, karena tidak jauh berbeda seperti yang sering dicekoki Soo Jin Eonni padaku jauh sebelum aku menikah bahkan sebelum bertemu Lee Donghae, suamiku. “Aku yakin kau bisa melakukannya. Ingatlah Yoona-ssi, kau harus bisa mempertahankan dirimu sebagai prioritas utama baginya.” Sooyoung Eonni terlihat sangat antusias dengan nasehatnya untukku.

“Ne, Eonni. Gomawo untuk nasehatmu.” Kataku dengan anggukan mantap.

 

Setelah pesta pernikahan selesai, kamipun berangkat berbulan madu. Donghae sempat berniat membatalkan acara bulan madu dengan alasan kehamilanku yang memasuki bulan ketiga. Donghae takut aku akan kelelahan apalagi dia juga menilaiku terlalu sensitif terhadap banyak hal. Jika pergi terlalu jauh, akan beresiko pada kondisi kesehatanku. Aku memutar otak untuk memaksanya pergi, bahkan aku sempat merajuk tak mau berbicara dengannya selama dua hari sampai akhirnya Donghae meluluskan semua keinginanku dengan berat hati.

 

Pemandangan Maldives yang indah dan suasana yang tenang membuat mood ku sangat baik. Donghae menyadari hal itu dan ia bisa bernapas lega setelah khawatir bila aku hanya pergi berdua dengannya maka aku akan uring-uringan dan membuatnya panik. Dasar bodoh, kenapa dia bisa sampai berpikir seperti itu.

 

“Karena kau terlalu sensitif dan mudah sekali marah. Bila kau merasa kesal kau akan langsung menangis. Bagaimana aku tak khawatir dengan kondisi kejiwaanmu yang seperti itu.” Alasan yang dikatakannya sontak membuatku melemparkan satu bantal tepat di wajahnya.

“Tega sekali kau berpikir seperti itu, kau pikir aku ini gila!” Aku menatapnya kesal, tapi suamiku itu hanya menyengir jahil.

“Lihatlah, sekarang kau tampak seperti ibu tiri!” Donghae bergidik sok merasa ngeri.

“Kalau begitu malam ini kau tak usah tidur denganku. Sana pindah ke sofa!” aku mendorong-dorong tubuhnya supaya turun dari ranjang dan mengungsi ke sofa.

“Yak, kau ini istri macam apa yang mengusir suaminya di malam pertama?!”

“kata siapa malam pertama? Malam pertama kita sudah lewat, itu tiga bulan yang lalu!” aku balik memprotesnya.

“Yah kau benar, tapi inikan malam pertama secara resmi.” Aku mengerucutkan bibir, kesal karena Donghae tak kunjung pindah ke sofa. Beberapa saat kemudian, Donghae berhasil menjatuhkanku hingga tergeletak di ranjang. Dengan posisi tubuh seperti ingin menindihku, Donghae mendekatkan wajahnya denganku hingga tersisa beberapa senti. Hawa panas menjalari tubuhku, jantungku pun berdetak cepat seakan ingin melompat keluar.

 

“Kalau kita melakukannya tidak masalah kan?” Aku tahu maksudnya, jujur saja aku kaget dengannya yang langsung to the point.

“Melakukan apa?” aku mencoba menggodanya dan mendapat satu selentikan di dahiku.

“Dasar bodoh! Tentu saja yang dilakukan setiap pasangan bila sedang berbulan madu. Itu amankan untuk calon anak kita?” Dasar Lee Donghae, aku yakin dia tidak akan menyerah dengan mudah.

“Aku rasa itu tidak masalah. Tapi aku tidak mau….” Perkataanku terpotong ciumannya. Donghae memberikan ciuman demi ciuman di setiap inci wajahku, menghadirkan satu suasana yang romantis yang akhirnya membawa kami pada tujuan bulan madu yang sebenarnya. Dan pada saat itu pula aku menyatakan rasa cintaku padanya untuk pertama kali. “Saranghae, Oppa…” aku mengatakan dengan suara pelan, tapi kalimat singkat itu mampu memperlihatkan binar dari matanya. Aku merasa kebahagiaan itu sudah sangat dekat menghampiriku dan aku tak akan membiarkannya pergi lagi.

 

♥♥♥♥♥

 

Sekembalinya dari bulan madu, Donghae langsung memboyongku tinggal di rumahnya. Sebenarnya aku merasa keberatan meninggalkan Eomma tinggal sendiri di rumah. Tapi Eomma meyakinkanku bahwa sudah seharusnya seorang istri mengikuti kemana suaminya pergi. Aku sempat bersikeras ingin tetap tinggal di rumahku sendiri dan mendapati ekspresi Donghae yang sudah cukup panas menahan kesabarannya. Donghae menganggap sikapku sangat kekanakkan, tapi dia sama sekali tak berani marah padaku karena aku akan langsung mengeluarkan jurus terampuh, yaitu menangis atau mendiamkannya dalam waktu yang lama. Aku akhirnya menyerah setelah Seulong Oppa berjanji kembali tinggal di rumah utama bersama istri dan anaknya untuk menemani Eomma.

 

Aku mulai menempati posisiku sebagai Nyonya Lee muda, tentu saja aku wanita yang memiliki posisi tertinggi kedua dalam keluarga Lee setelah ibu Donghae, mertuaku. Tapi kedua mertuaku untuk sementara tinggal di Amerika. Jadi jelas kalau posisi ratu seratus persen milikku. Awalnya aku merasa sedikit tak nyaman dengan banyaknya orang yang melayaniku. Bila di rumahku sendiri aku cukup puas dengan tiga sampai empat pembantu, maka di rumah ini aku dilayani lebih dari sepuluh pembantu. Aku saja pusing sendiri untuk mengingat nama-nama mereka. Itupun belum termasuk asisten rumah tangga, koki, security, pengurus taman, dan sebagainya. Aku tak mau ambil pusing untuk memenuhi rasa penasaranku terhadap kekayaan keluarga Lee. Setidaknya aku bersyukur karena anakku kelak hidupnya akan aman sentosa.

 

Donghae cukup baik memainkan perannya sebagai seorang suami dan calon ayah. Dia sangat memperhatikan aku dan kondisi kehamilanku. Terkadang ia akan bersikap menyebalkan dengan semua omelannya tiap kali aku lupa meminum susu ataupun vitaminku. Dia selalu menanyakan apakah ada sesuatu yang ingin aku makan, aku selalu menjawab ‘tidak ada’ ketika ia menanyakannya. Tapi aku akan mengganggunya ketika tengah malam sampai dini hari hanya untuk menemaniku ke Dongdaemun untuk memenuhi selera ngidamku memakan snack tengah malam yang dijual disana. Donghae memang tidak pernah protes untuk itu. Donghae beranggapan akan lebih aman jika ia selalu ada disampingku walaupun ada banyak bodyguard yang menemaniku. Aku sedikit kesal dengan sikap over-protectivenya itu. Tapi aku juga bersyukur ia lebih memilih bersamaku setiap malam dari pada melanjutkan hobi pestanya.

 

Aku diam-diam datang menjenguk Sung Han di penjara. Aku hanya ingin melihat keadaannya saja. Aku memang masih menyimpan dendam padanya terkait kematian Appaku. Namun tak berarti aku menginginkan hukuman mati untuknya, cukup dengan hukuman yang pantas dan sesuai dengan perbuatannya. Donghae tidak tahu kalau aku pergi sendiri ke penjara, tanpa membawa seorang bodyguardpun.

 

“bagaimana keadaanmu?” Aku menyapanya dengan begitu dingin melalui seberang kaca yang membatasiku dengannya.

“Aku tak menyangka kau sudi melihatku disini. Kuucapkan selamat untuk pernikahanmu, Nyonya Lee! Aku harap kau bisa menjaga suamimu dengan baik agar tak berperilaku seperti ayahmu.” Sung Han berhasil memancing amarahku, aku menahan sekuat mungkin agar tak meledak lagi dihadapannya.

 

“Kau sudah membuat kesalahan fatal Sung Han. Ayahku tidak seperti yang kau katakan, dan Ayahku juga bukan ayahmu! Ayahmu adalah Song Dong Hyuk, dia menitipkanmu dan ibumu untuk dirawat oleh ayahku.”

 

“Aku sudah tahu soal itu. Ibumu sudah mendatangiku dan mengungkapkan semuanya. Ibumu bahkan menghujaniku dengan makian kekecewaan. Aku rasa aku sudah sangat melukai hatinya, padahal selama ini ia tak pernah kasar padaku. Sampaikan maafku padanya. Tapi hanya sekedar kata maaf Yoona, karena aku tak menyesal dengan apa yang sudah kulakukan.” Ingin sekali aku menembus kaca itu dan mencakar-cakar wajahnya.

 

“Kau memang orang yang tak tahu balas budi! Aku harap kau tetap membusuk di dalam penjara!” sumpah serapah tak mampu kucegah. Sung Han memperlihatkan ekspresi datar padaku.

“Sekalipun aku harus membusuk di penjara, aku tak akan pernah menyesalinya.”

“Baiklah, terserah kau saja. Bisa-bisa aku mencari jalan bagaimana supaya aku bisa mencekikmu sekarang bila aku tetap disini.” Aku bangkit dan berbalik membelakanginya. Sesaat sebelum aku berjalan menjauhinya, langkahku terhenti mendengar suaranya.

“Satu hal lagi Yoona. Berhati-hatilah pada wanita yang bernama Yoon Ji Hyang. Aku tidak terlalu mengenal wanita itu, tapi yang jelas dia wanita yang berbahaya.” Teriakannya terdengar jelas di telingaku, mengingatkanku kembali pada wanita itu. Aku berlalu meninggalkannya tanpa sepatah katapun, aku memutuskan untuk takkan lagi peduli pada kelanjutan hidup Sung Han.

 

Setelah meninggalkan lembaga pemasyarakatan, aku berniat mengunjungi Eomma di rumah. Sebelum itu aku berjalan-jalan di taman kota, ingin kembali memandangi bunga-bunga yang bermekaran disana, tapi sepertinya waktunya sudah hampir habis, bunga-bunganya banyak yang berguguran. Satu hal yang membuatku penasaran tidak hanya tentang bunga di taman kota, tetapi juga seseorang yang membuatku curiga. Seseorang, entah dia pria atau wanita, memakai jaket tebal dengan topi dan hoodie sedari tadi berjalan dibelakangku. Walau terdapat jarak cukup jauh yang memisahkanku dengannya, tapi aku merasa sangat tidak nyaman.

 

Tiba-tiba orang itu mempercepat langkahnya, seakan tahu saat aku sedang lengah. Aku berbalik dan kaget dengan aksinya yang menyodorkan pisau padaku. Orang itu mencoba menusukku. Dengan sigap aku menangkap tangannya, membawa tangan dan pisau itu ke udara. Masih beradu tenaga dengannya, dan saat itu aku tahu bahwa orang itu adalah Yoon Ji Hyang, si wanita psycho.

 

Aku mencoba menendang tulang keringnya dan menjatuhkannya ke tanah. Kini aku tengah berlutut berada di atas tubuhnya, masih berkutat dengan tangannya yang memegang pisau. Sial sekali ia berhasil mencuri kesempatan mengarahkan pisau itu ke perutku dan menusukkannya. Aku merasakan sakit yang tajam di perut sebelah kiri. Aku tak tahu seberapa parah tusukan itu menembus kulitku, yang jelas kini darah sudah tampak menodai kemeja putihku. Untungnya beberapa orang yang melihat itu segera menolongku, mereka mengamankan Ji Hyang dan menanyakan keadaanku. Darah yang terlihat semakin banyak membuatku limbung dan akhirnya aku kehilangan kesadaranku.

 

♥♥♥♥♥

Aku membuka mata dan seketika mencium bau rumah sakit yang begitu menyengat di hidungku. Perlahan-lahan pandanganku yang kabur menjadi lebih jelas. Aku melihat suamiku berada di sisiku, menatapku penuh kekhawatiran. Aku merasakan genggaman tangannya yang begitu hangat menyentuh kulitku.

“Kau sudah sadar?” suaranya terdengar antusias.

“Hmmm…” Aku mencoba bangkit mendudukkan tubuhku, tapi terhenti ketika rasa nyeri terasa di perut bagian kiri. Aku langsung teringat pada kejadian yang menimpaku beberapa saat sebelum aku pingsan. Aku meraba luka itu, terdapat perban disana. Aku juga meraba bagian perutku yang lain, aku khawatir dengan keadaan kandunganku.

“Sudah selesai menginventarisir kerusakan?” tanyanya dengan nada dingin.

“Oppa, kandunganku baik-baik saja kan?” aku berbalik menanyainya, nada gusar terdengar jelas dari suaraku.

 

“kalau kau memang menyayangi kandunganmu tidak seharusnya kau begitu lalai. Pergi sendirian tanpa ditemani seseorang. Sekarang kau lihat sendiri keadaanmu, jadi korban penyerangan seorang wanita gila. Kau beruntung karena kondisi calon bayi kita baik-baik saja. Pisau itu hanya merobek permukaan kulitmu, jadi lukanya tidak dalam.” Semua yang dikatakannya memang benar. Lagi-lagi aku bertindak ceroboh dan membahayakan keselamatanku, jadi aku tak sedikitpun berniat membantahnya. Suatu hal yang wajar bila Donghae marah besar karena kejadian ini.

 

“maafkan aku, Oppa…” air mata penyesalan menetes begitu saja dari mataku.

“Aku mohon jangan lakukan itu lagi, seringkali membahayakan dirimu sendiri. Suatu saat mungkin saja kau menjadi penyebab kematianku karena terus-terusan menyeretku ke dalam jurang kekhawatiran terhadap dirimu. Kau tahu aku begitu mencintaimu, aku mohon jaga dirimu dengan baik untukku.” Aku sungguh terharu dengan kata-katanya. Satu kecupan mendarat di keningku. Aku langsung memeluk tubuhnya, mencari kenyamanan dari pelukannya. Dan aku menemukannya.

 

♥♥♥♥♥

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan. Aku bahagia sekali saat pertama kalinya aku melihat putraku setelah proses persalinan yang cukup panjang dan sangat melelahkan. Lee Yong Hae, bayi yang lahir secara normal dari rahimku memberi satu kebahagiaan yang sulit untuk dideskripsikan. Setelah sembilan bulan ia ada dalam diriku, menendang perutku ketika mencoba berkomunikasi, dan sekarang aku mendengar tangisannya begitu nyaring bagaikan lonceng di telingaku.

 

Kebahagiaan itu semakin lengkap, ketika aku melihat Donghae untuk pertama kali menggendongnya dan memandangnya – tatapan seorang ayah untuk putra pertamanya. Aura bahagia seolah menyelimuti seluruh ruangan hingga ke sudut-sudutnya. Rona bahagia begitu terpancar dari wajah Donghae. Suamiku begitu membanggakan putranya hingga berniat memberitakan kelahiran ini ke seluruh penjuru Korea. Aku rasa dia sangat berlebihan, tapi aku tak mau menginterupsi hatinya yang sedang berbunga-bunga. Seluruh keluarga juga berbahagia dan bernapas lega setelah menunggu berjam-jam dari luar ruang bersalin. Ayah dan ibu Donghae bahkan memutuskan untuk kembali menetap di Korea agar bisa selalu berdekatan dan melihat tumbuh kembang cucu pertama mereka.

 

Lee Yong Hae, Eomma harap kau akan tumbuh dengan baik ditengah-tengah keluarga yang berbahagia ini. Eomma harap kau mewarisi paras ayahmu yang begitu menawan, tapi Eomma takkan membiarkanmu mewarisi sikap arogan dan congkaknya. Eomma berjanji akan mendidikmu menjadi anak yang kuat dan berbakti pada orang tua. Eomma berjanji akan memberikan semua yang terbaik untukmu.

 

Hidupku seakan terasa begitu sempurna. Aku memiliki suami yang penyayang, putra yang tampan, dan keluarga yang sangat memperhatikanku. Aku tak akan pernah rela menukarnya dengan apapun.

Gomawo Yoona-yah. Kau adalah segalanya bagiku, Sayang. Saranghae…” Kalimat itu selalu menjadi penyemangat untukku, dan untuk suamiku “Nado Saranghae, Oppa…” Aku akan mengatakan itu setiap hari untuknya dan untuk kebahagiannya.

 

FIN

 

Demikian akhir cerita Collusion… semoga readers suka dengan ceritanya. Terima kasih untuk kritik, komentar, dan saran dari readers. Sampai bertemu lagi di lain cerita ^^

 

 

 

88 thoughts on “The End of Collusion (Collusion’s Epilog)

  1. waaawww…DAEBAK bgt,,thorrr,..bikin FF lagi yang kayak gini. keren bgt,,,terharu juga pas baca endingnya,. g nyangka, donghae yg sifatnya kayak gitu bisa jadi suami dan ayah yang baikk,,.
    good job buat authoorr.
    gomawo

  2. Daebak!!!
    Ending’a keren… 🙂
    ditunggu ya thor ff lainnya yg keren 😀
    good job buat author’a…gomawo 😉

  3. waaahh akhir ny happy ending!!
    aq ska bngd sma nie ff,,
    ff nie slah stu ff favorit sya!!hehee..
    bwat ff yoonhae lgi yah,yg bnyk!!
    jgn berhenti bwat ff yah,terus berkarya,,
    ditunggu..

  4. daebak… daebak…
    happy ending. yoonhae poreper dahhh..

    pengen dehh baca FF dg karakter.donghae‘y yg lbh unik dari yg ini. yahhh BadBoy githuLahhhh…

  5. kirain donghae gamau tanggung jawab gt :p
    Ohno sempet2nya hae cemburu sama kyu -_-
    Untung deh yaaa pas bayinya yoonhae gapapa pas kena tusukannya cewek gila itu -.-
    Hahaha, yg penting akhirnya mereka nikah, punya anak dan happyy ever after wkwkkwkwk xD

  6. Aku udah baca lebih dari sekalii. Suka suka suka<3456789
    Donghaenya juga salah paham ke kyu-____-
    Klimaksnya dapet eonn. Romance nya juga dapet. Feelnya dapet. Dan nggak lebay. dalam artian, romance nya kecee~!
    Fighting eonni^^ ffnya daebak!!:))

  7. daebbakk !
    keren banget author !
    lega banget sm bagian epilog-nya !
    mian baru komen di part ini .
    kemarin waktu baca part sebelumnya gak sempat komen , sekali lagi maaf ya author !
    dari awal tapi memang sudah seru ff’a ,
    sukses untuk karya yang lain ! 🙂

  8. Yeayy final juga ceritanya, gk nyangka donghae berubah
    Bgtu drastis..
    Menjadi suami sayang anak dan mencintai istrinya..
    Ya meski diawal agak sedikit tegang sih..

  9. waaahhhh kereen abis deh pko nya …. ending ny juga bikin puas …. maaf baru nongol soal nya baru baca …. bnyk sih ff yg udah aq baca dari sini … maaf gg bisa ninggalin jejak di ff yg lain nya ….

  10. gatau mau bilang apalgi pokoknya KEREN!!!^^
    jadi ngebayangin ff ini nyata pasti romantis banget dududududu~~~~

  11. Ff nya keren pokoknya DAEBBAKKKKKKKKKKKKK semoga yoonhae bisa nikah dan punya anak di dunia nyata dan hidup bahagia selamanya. AAAAAMMMMMIIIINNNNNN.

Komentarmu?