Rendezvous (Chapter 8)

Rendezvous 4

tittle : Rendezvous

Lenght : 5676 words

Chategory : Chapter

Genre : Romance, Drama

Cast : Im Yoona and Lee Donghae

Other Cast : Kwon Yuri, Lee Jonghyun, Siwon, Tiffany, Sooyoung, Leeteuk, Taeyeon. Eunhyuk

terimakasih selalu setia menunggu kelanjutan FF ini, dan maafkan jika menemukan typo bertebaran, Author sudah mencoba lebih teliti

jangan lupa untuk meninggalkan vitaminku, oke komen kalian adalah vitamin itu terimakasih. I L U

Enjoy Reading 🙂

“Aiden Lee dan Lee Donghae bukankah nama kami tidak mirip?”

Sepasang mata Yoona mengerjab, memunculkan ekspresi bodoh yang membuat Donghae tertawa, tangannya terangkat mengusap kepala perempuan cantik itu dengan penuh sayang.

“aiden juga masuk di Universitas yang sama, hanya saja aku dan Yuri satu kelas dan dia mengambil jurusan lain”

“kau merasa familiar dengan wajahku bukan?”

Yoona tak menjawab, “kau mungkin pernah melihat foto Aiden dari Yuri”

Yoona menggeleng, “hubungan kami tak sebaik itu” jawab Yoona, manik matnya bergerak gelisah, dan otaknya kembali memutar ingatan tentang foto yang dilihatnya didalam dompet Donghae.

“benar” kata Donghae, seolah bisa menebak semua pertanyaan yang bersarang dalam pikiran wanitanya, tangan Donghae yang sedari tadi mengusap kepala Yoona turun kepipi. Ibu jarinya bergerak lembut dipipi perempuan yang masih terperangah itu,

“sering kali saudara sedarah memiliki selera yang sama” Donghae tersenyum lagi, “aku selalu berpikir betapa beruntung Aiden mendapatkan Yuri, sampai saat ini…..” jeda, Donghae memperhatikan lekat-lekat manik mata coklat milik Yoona yang mulai gelisah, nama Yuri tentu membuat guncangan besar. Apa mungkin terlalu cepat? Tidak, Donghae ingin Yoona tau secepatnya.

“sampai saat aku bertemu denganmu Yoong,,,”

Yoona mengerjab lagi, Ia masih menyimak dengan seksama setiap untaian kata yang terangkai menjadi kalimat dari bibir lelakinya.

“Aiden dan Yuri saling jatuh cinta”

Tak ada kelanjutan, Donghae diam 2 pasang mata itu masih terus terhubung semakin dalam. 5 detik berlalu Donghae masih diam Ia tak berniat melanjutkan, cukup sampai disana setidaknya Ia sudah membuat Yoona mengerti.

“Aiden?” satu kata yang lebih mirip seperti desahan itu keluar dari bibir kaku Yoona dengan nada bertanya,

Sepasang mata sendu milik Donghae berkilatan. Perlahan tangan laki-laki itu terlepas dari pipi Yoona, dan tanpa tenaga menarik Yoona kearah pintu diujung Koridor pintu dengan tuisan ‘surga’ tergantung manis disana.

Yoona menahan napas,

Benarkah Aiden berada dirungan itu, diruangan yang hanya berjarak tak kurang dari lima meter dari tubuhnya? Benarkah Ia kan melihat dua Donghae pada dua raga yang berbeda? Ya Tuhan!

Yoona diam seribu bahasa, otaknya sedang memilah-milah pertanyaan atau pernyataan macam apa yang paling tepat Ia tunjukkan sebagai respon,

Mata sendu Donghae berkedip berkali-kali mencoba menghilangkan genangan kristal bening itu dari sana. Tangannya yang paling dekat dengan tubuh Yoona terangkat menggenggam jemari perempuan itu dan dengan langkah pelan dan pasti membawa Yoona kearah pintu,

Pintu coklat bertuliskan kata ‘surga’ itu terbuka,

Cahaya temaram berwarna kekuningan langsung menyambutnya, memberi kesan elegan atau justru menyeramkan Yoona tak tau pasti.

Tapi ruangan itu kosong,

Kosong dalam artian tak ada seorangpun disana, tapi sungguh ruangan itu tampak penuh dengan barang-barang yang tertata dengan sangat rapi. Meski tak begitu terang tapi Yoona dapat melihat kasur berukuran sedang ditengah-tengah ruangan, rak-rak yang dipenuhi buku, miniatur-miniatur menyerupai gedung terjejer rapi pada rak panjang bersebrangan dengan ranjang, karpet merah berbulu disisi kanan ranjang serta LED tipis berukuran lumayan besar lengkap dengan playstation tertata apik.

Ia menoleh kearah Donghae, laki-laki itu pun sama.

Yoona berharap ekpresi wajahnya cukup untuk mengatakan pada Donghae tentang pertanyaan diman Aiden yang Ia maksud. Ini bukan akal-akalan Donghae kan? Ia mulai tak yakin apa Donghae sedang mengerjainya?

“Tuhan lebih menginginkan dia bersamaNya”

Dan kalimat yang keluar dari bibir Donghae dalam satu tarikan napas itu kembali membuat mata Yoona terbelalak,

“2 tahun yang lalu……dimalam sebelum pernikahannya……dalam sebuah kecelakaan” Donghae terdiam, kematian saudara kembarnya itu kembali menghantui pikiranya. Hal yang sama sekali tak ingin diingat, bahkan Ia masih saja mengingkari kenyataan itu sampai saat ini. “dia mengingkari janjinya Yoong,,,Aiden berbohong tentang tinggal selamanya disampingku”

Satu air mata menetes dipipi kanan Donghae, sementara genggaman tanganya mengeras Yoona seakan ikut merasakan kehilangan yang tercetak jelas dari jatuhnya kristal bening itu dipipinya,

“Dia berbohong” lirih Donghae lagi, “dia berbohong”

Yoona menangis, air matanya mengalir deras dan dengan keberanian kecilnya perempuan itu merengkuh Donghae kedalam pelukanya. Menepuk pelan punggung laki-laki itu,

“gwaenchana….” ujarnya, meskipun Yoona sendiri tak yakin apa yang masih baik-baik saja dalam keadaan seperti ini.

Punggung Donghae bergetar, tepukan pelan disana, seolah mengikis kepedihanya perlahan dan jangan tanya tentang pelukan itu, Donghae untuk pertama kalinya merasakan tangis kelegaan dalam pelukan hangat itu. Setelah selama 2 tahun ini Ia terus saja mengelak dari kenyataan bahwa kakaknya lebih diinginkan Tuhan dari pada tinggal bersamanya didunia.

“dia tidak pernah pergi Donghae,,,,dia selalu dan tetap tinggal disini” tangan Yoona beralih pada dada bidang Donghae, menunjuk perlahan letak hatinya “Dia selalu bersamamu”

“terimakasih” bisik Donghae,

-0-0-0-0-0-0

“apa mereka..a..maksudku apa Siwon dan Tiffany memiliki anak?” tanya Yoona penasaran, kedua anak manusia itu kini duduk di Sofa besar dikamar hotel. Dengan Donghae yang duduk disamping Yoona dan Yoona yang terus saja membuat jarak dari Donghae, Ia harus berusaha mengatur jantungnya atau pipinya akan memerah dengan cepat.

“bolehkah sahabat memilikinya?” Donghae balas bertanya

Kening Yoona berkerut “maksudmu?”

“mereka tidak menikah Yoona, Siwon seorang pendeta” Donghae menjelaskan,

Yoona tercengang bagaimana mungkin pasangan seserasi mereka bukanlah suami istri, lalu bagaimana bisa cinta terpancar sangat tulus dari mata keduanya saat saling memandang.

“entahlah, aku juga tidak mengerti, yang kupahami hanya perangai mereka lebih dari itu”

“oh kureo kunna” sahut Yoona kecewa,

“hey kenapa memikirkan orang lain?” kata Donghae tiba-tiba, tangan Donghae meremas tanpa ijin tangan perempuan yang awalnya tergeletak begitu saja diatas pangkuanya. “bagaimana jika mendiskusikan tentang kita?” godanya, “apakah nona Kim ini sudah jatuh cinta padaku?”

Yoona mencibir, tanganya yang bebas mengambil bantal kursi dan mengarahkanya pada bahu Donghae “aku tidak segampang itu” jawab Yoona bercanda, membuat Donghae semakin gencar untuk mengeratkan genggaman pada jemari Yoona,

“apa ini tidak berpengaruh?” tanya Donghae mngacungkan tangaan yang saling bertautan dengan jemari lentik milik Yoona,

Yoona terkekeh lalu menggeleng “nope!”

“kalau begini?” Donghae melepas genggaman tanganya dan menarik Yoona lebih dekat, tangan kanan laki-laki itu memegang erat pinggang Yoona tak memberi kesempatan perempuan itu untuk bergerak menjauh.

Yoona gelagapan, tapi Ia berhasil menguasai diri, disilangkan kedua tangan didepan dada sambil mencibir kearah Donghae “tidak Donghae!” sangkalnya. Bertolak belakang dengan kerja jantungnya yang cepat apalagi saat hembusan napas Donghae menerpa bulu mataya membuat Yoona mabuk kepayang,

“aku menyukai caramu memancingku Yoona” kata Donghae dan dengan cepat bibirnya sudah mendarat dibibir Yoona, membuat Yoona terlonjak, sayangnya-atau malah untungnya- Ia tak bisa bergerak ingat tangan Donghae masih bertengger manis dipinggang dan menahanya kuat-kuat.

Kening indah Yoona kini menempel pada keningnya, hidung mancung laki-laki itu saling bertabrakkkan dengan hidung mungil milik Yoona hembusan napas menerpa  wajah-wajah itu bergantian, Donghae tersenyum.

“aku sangat menyukai saat seperti ini Yoong…tapi aku lebih menyukaimu, lebih banyak”

Kalimat Donghae itu sebagai suara terakhir yang terdengar dalam ruangan, karena selanjutnya bibir keduanya diam bukan saling bungkam melainkan membagi kelembutan satu sama lain, menghanyutkan hari-hari panjang yang pernah mereka lalui. Jangan berpikir yang lain -_- Donghae hanya menciumnya tak lebih,

-0-0-0-0-0-0

“astaga Tiffany pelankan suaramu!” Donghae mengerang frustasi, “pengeras ponselku masih berfungsi dengan baik tolong jangan berteriak” mohon Donghae, telinganya sudah hampir pekak mendengar suara Perempuan itu diseberang sana.

“aku tidak mau tau…buang foto itu dari dompetmu Donghae, atau aku akan membuang Dompet itu sekalian, anak nakal!”

“ya Tuhan, jadi hanya karena itu kau berteriak? Astaga ajjhumma!”

“hanya karena itu katamu, kau sudah menemukan perempuan lain Donghae, apa kau masih berpikir untuk kembali pada Yuri? Ya meskipun aku tau  maksudmu menyimpan foto itu agar ingat bahwa Yuri adalah milik Hyungmu” nada Tiffany melemah ada kecewaan yang terdengar jelas saat menyebut kata ‘Hyung’ itu “tapi itu dulu, sekarang coba bayangkan bagaimana jika Yoona melihatnya? Kau bisa menyakitinya anak bodoh!”

“Ya Tuhan,,,ya ya aku mengerti”

“jangan hanya menjawab ‘Iya’ Donghae, lakukan sekarang!” nada Tiffany jelas memerintahnya. Wanita itu tentu saja sangat dekat dengan Donghae, selama ini Tiffanylah yang mengasuhnya, setelah orang tuanya bercerai Donghae tinggal bersama Eommanya, namun sayang saat Donghae menginjak Sekolah menengah akhir ibunya meninggal, sehingga Siwon yang bernotaben sebagai adik kandung ibunya memutuskan memboyong Donghae ke London, sampai memasuki perguruan tinggi Donghae kembali tinggal bersama Ayah dan Aiden saudara kembarnya di NewYork.

“aku sedang bersamanya, kau ingin aku melakukanya sekarang?” sahut Donghae putus asa. Menolak Tiffany sama saja meniupkan oksigen pada kobaran api. Ia melirik Yoona disampingnya, perempuan itu sedang larut dengan peragaan busana yang sedang berlangsung.

“oh really?”

Meski tak melihat wajah sahabat pamanya itu Donghae bisa membayangkan perempuan itu tengah membulatkan mata lebar-lebar dan memasang tampang imut, sialnya perempuan berumur itu selalu berhasil mematahkan argumenya tiap kali mimik itu tercetak di atas wajahnya,

“bisa aku bicara? Oh aku sangat merindukan malaikat itu”

“kau baru bertemu denganya jangan berlebihan”

“Ya anak bodoh ini! Cepat berikan ponselmu pada Yoona”

Donghae mendesah kesal, tapi kemudian Ia menyentuh bahu Yoona dan saat perempuan itu menoleh padanya dengan wajah penuh tanya, Ia berbisik

“Tiffany” lalu Donghae menyodorkan ponsel itu pada Yoona.

0-0-0-0-0-0-0

SEOUL,,,

Yuri berdecak menatap Heechul yang mengomentari penampilanya, laki-laki itu terus saja mengoceh tentang pakaian yang dikenakanya untuk mengunjungi acar seminar ini. Yuri merasa tak ada yang salah bajunya cukup rapi,

“Kau formal sekali. Lihat penampilanku kia terlihat tidak seimbang”

Yuri mendecak, “kau saja yang memiliki selerah aneh” Yuri melihat ngeri bagaimana laki-laki bernama Heechul itu mengenakan setelan jas merah maroon bercorak dan rambut gondrongnya pirangnya yang berantakan, astaga!

“enak saja. Ini style terbaik tahun ini”

“bodoh” sahut Yuri tak ambil pusing, perempuan itu lalu masuk kedalam mobil bmwnya. “aku pergi, terimakasih sudah menjadi partner menyebalkan selama beberapa hari ini” sindirnya lalu dengan tanpa menunggu respon laki-laki yang juga bermarga Kim Itu Ia menginjak pedal gasnya kencang dan melesat pergi.

“perempuan tak tau tata krama!” Umpat Heechul,

0-0-0-0-0-0-0

“biar aku yang bayar”

Donghae menggeser kesamping tubuh Yoona yang berdiri didepan meja kasir, peragaan busana besar-besaran itu berakhir tepat pukul 3 sore, dan entah apa yang Tiffany katakan pada Yoona, hingga perempuan itu merengek pada Donghae untuk mengunjungi rumah Tiffany lagi.

Donghae membuka Dompetnya, mengambil beberapa lembar uang disana lalu menyerahkanya pada pegawai laki-laki dibalik mesin billing. Ia melupakan sesuatu, melupakan perkataan Tiffany dan yang paling parah Ia melupakan sebuah foto yang masih terpajang jelas diompet itu.

Yoona menghela napas pelan, sangat pelan hingga dirinya sendiri tak mendengar helaan napas berat itu. Jika benar Aiden adalah calon suami Yuri, lalu bagaimana Donghae bisa menyimpan foo itu dalam dompetnya, lalu laki-laki difoto itu apakah itu Donghae atau saudara kembarnya?

“aku tunggu diluar” Yoona langsung saja melesat, Ia harus pergi. Terus berada disamping Donghae dan melihat gambar kecil itu menyiksanya, napasnya sulit terhembus karena otaknya bekerja terlalu keras.

Setelah keperian Yoona barulah laki-laki itu menyadari kesalahanya, Donghae seharusnya mendengarkan Tiffany. Laki-laki tampan itu seharusnya sudah membuang foto itu dari dompetnya sejak dulu, sebelum Yoona melihatnya.

Tunggu? Melihatnya? Apa Yoona pernah melihat foto itu sebelumnya?

—-

“Aku pernah melihatnya”

Donghae yang diam sejak memasuki mobilnya beberapa detik yang lalu menoleh kearah Yoona, perempuan itu tak menatapnya menghindari kontak mata. Untuk beberapa saat Donghae sempat berpikir keras arah pembicaraan tapi akhirnya ia mengerti,

“maafkan aku Yoona” Donghae merasa bersalah,

“tidak Donghae” Yoona tersenyum hambar “jangan minta maaf,,boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Yoona ragu, menoleh kearah Donghae.

“ya?” sahut Donghae,

“apa aiden mengetahui perasaanmu?”

“tidak Yoona” Donghae menggeleng, “apapun akan kulakukan untuk menyembunyikanya, dia melebihi segalanya untukku” tangan Donghae yang paling dekat dengan Yoona bergerak menggapai tangan dingin perempuan itu “dan Tuhan sudah mengirimkanmu untukku, itu sudah sangat lebih dari cukup”

Yoona tersenyum samar, ada kehangatan kecil didalam hatinya, kata-kata itu jelas sangat tulus lihatlah betapa mata sendu laki-laki disampingnya itu menatap Yoona lembut.

“aku memutuskan ke Jepang setelah kepergian Aiden,,,karena kenangan bersamanya terlalu menyakitiku”

Yoona menggenggam erat tangan Donghae, mata laki-laki itu selalu berkilatan setiap kali menyebut nama saudara kembarnya. Dan Yoona tidak bermaksud memaksa laki-laki itu untuk menceritakan semuanya.

“jadi jangan pernah berpikir untuk pergi dariku karena Yuri, aku bukan Aiden Yoong, meskipun Yuri pernah masuk dalam kehidupanku tapi percayalah saat ini aku hanya melihat kearahmu, hanya kim Yoona satu-satunya”

Donghae melepaskan genggaman tanganya, mengambil dompet dari balik saku jaket, mengeluarkan foto Yuri dari sana dan menyodorkanya kearah Yoona,

“foto itu adalah hari pertunangan Aiden dan Yuri,,,menyimpanya dalam dompetku untuk mengingatkan bahwa Hyung –Aiden- telah memilikinya dan aku tidak mungkin berbagi perempuan yang sama” Donghae tersenyum lalu melanjutkan “sekarang aku tak membutuhkanya, karena tangan ini yang akan selalu menjelaskan bahwa Lee Donghae telah jatuh hati pada perempuan lain” tanganya kembali terjulur menggenggam jemari lentik Yoona.

Tangan Yoona yang bebas terangkat perlahan untuk meraih foto itu dari tangan Donghae, dilihatnya dengan seksama, memang tak ada perbedaan yang mencolok antara Aiden dan Donghae, hanya saja jika dilihat dengan sangt teliti Aiden memiliki mata yang lebih lebar dibandingkan Donghae. Hatinya sempat meringis melihat yuri mencium laki-laki itu untuk beberapa saat Ia diliputi kecemburuan sampai Ia menyadari laki-laki itu adalah Aiden saudara kembar Donghae.

“aku ingin kau yang membuang foto itu dari dompetku Yoong,,,”

“aku tidak-“

“jaebal” mohon Donghae, mobilnya masih belum melaju mereka masih berada di area parkir mini market.”aku akan melakukanya tapi tidak sekarang” jawab Yoona pada akhirnya, Donghae hanya mengangguk kemudian mobil sewaan mewah itu melesat begitu saja, Yoona sudah membayangkan bagaimana ekspresi Tiffany saat bertemu nanti.

0-0-0-0-0-0-0

“apa hanya aku yang merasa hari ini begitu panjang?”kata Yoona lalu mendudukan diri ditepi ranjang, melihat kearah Donghae yang duduk diSofa,

“aku justru ingi hari ini lebih lama” sahut Donghae tersenyum “tambahan 48 jam saja masih sangat singkat bagiku”

“Donghae?”

Panggil Yoona ragu-ragu,

Laki-laki yang namanya dipanggil itu menoleh “ya?”

“kau-kau boleh tidur disini jika kau mau” kata Yoona tak yakin, demi Tuhan Ia hanya tidak tega melihat Donghae tidur disofa.

“hey,, aku baik-baik saja. Sofa ini tidak buruk” sahutnya,

“atau kita bertukar tempat, malam ini biar aku yang tidur disana”

“baiklah jika kau memaksa” Donghae bangkit dan berjalan kearah Yoona, tapi saat gadis itu mengambil beberapa bantal dan selimut untuk dipindahkan ke sofa, Donghae menahanya.

“aku tidak berkata Ya untuk tawaranmu yang terakhir, tetaplah disini kita bisa membaginya”

Donghae mengembalikan bantal dan selimut itu pada ranjang. Naik dari sisi lain ranjang lalu menepuk-nepuk tempat kosong disebelahnya,

“tidurlah, penerbangan besok akan sangat melelahkan”

Dan Yoona menurut, gadis itu beringsut masuk kedalam selimut tebal disamping Donghae, saling berhadapan, Yoona merasakan jantungnya hampir melompat keluar setiap kali Donghae menatapnya seperti itu.

tangan kiri dipakai untuk menyangga kepala sementara tangan kanan Donghae terangkat mengusap puncak kepala Yoona.

“terimakasuh” ucapnya, “untuk kesempatan yang sudah kau berikan”

Yoona tersenyum, Ia ingin sekali mengatakan betapa jantungnya berdebar tiap kali laki-laki itu menyentuhnya seperti itu tapi hanya diam akhirnya yang terjadi.

“boleh aku mengatakan ‘saranghae’?”

Yoona mengerjab lagi, jantungnya sudah blingsatan tak karuan, kepalanya mengangguk pelan.

“aku mencintaimu Yoona”

Yoona membuka mulut untuk berbicara, tetapi tangan Donghae segera turun dan jari telunjuknya menutup kembali bibir perempuan itu.

“aku mengerti, jangan katakan apapun hanya dengarkan aku”

Dan tangan itu lagi-lagi telah berpindah kepipinya, “tidurlah, good night” dan satu kecupan singkat dikening Yoona menjadi penutup malam indah ini. Musim dingin sudah tiba, biarlah butiran salju yang bertebaran diluar jendela menjadi saksi betapa kedua hati insan ini sangat bergembira, rencan esok hanya Tuhan yang Tau. Biarlah malam ini,,,,hanya malam ini.

0-0-0-0-0-0-0

Salju menyambut kedatangan sepasang anak manusia itu ketika pertama kali menginjakkan kaki di Incheon. Udara benar-benar dingin pelataran bandara tertutup salju tipis yang tampak sangat lembut bertolak belakang dengan dinginya butiran putih itu. Seluruh koper dan barang-barang yang lain sudah tertata rapi didalam bagasi mobil hitam Sooyoung, entah apa yang membentur kepala perempuan jangkung itu sehingga datang kebandara menjemputnya.

“apa yang kau lihat?” tanya Sooyoung melihat tatapan aneh Yoona yang berdiri disamping mobilnya,

“Choi Sooyoung” panggilnya dengan nada penuh selidik, “apa yang terjadi dengan laptopku?” lanjutnya, Yoona masih ingat pernah waktu itu Sooyoung yang entah bagaimana mereset ulang pengaturan pada laptopnya hingga seluruh file dan data pekerjaanya menghilang.

“ya-ya apa yang kau katakan” perempuan berkacamata hitam itu menjawab sambil mencibir “enak saja, aku tak menyentuhnya”

Yoona mengerutkan kening “aku jadi curiga” Yoona masih tidak bisa percaya begitu saja pasti sahabatnya itu telah melakukan sesuatu dan merasa bersalah dan untuk menebus itu Ia repot-repot menjemputnya kebandara.

“memangnya tidak boleh menjemputmu,,ayo masuk kau tidak lihat Donghae-sshi kedinginan” kata Sooyoung, buru-buru masuk kedalam mobil sebelum Yoona menanyainya macam-macam. Yoona mencebik, biarlah Ia tanya nanti setelah mengantar Donghae.

0-0-0-0-0-0-0-0-0-

“Soo” Sooyoung menghentikan kaki jenjangnya, Ia berbalik dan takut-takut menatap Yoona yang tampak sibuk membuka laci-laci pada meja kayu disamping pintu masuk apartement,

“Soo kau melihat kunci mobilkuku?” tanya Yoona, menatap Sooyoung sesaat lalu melanjutkan aktivitasnya.

Sooyong tersenyum garing sambil menggaruk kepalanya yang sama sekali tak gatal,

“Yoong itu sebenarnya…..”

Yoona mengangkat wajah, tanganya bergerak menutup laci terakhir lalu menatap sahabat jangkungnya.

“itu kau tau kemarin ada konser Bruno Mars bukan?”

Kerutan dikening indah Yoona bertambah, masih menunggu Sooyoung melanjutkan perkataanya.

“dan kau tau kan aku tidak mungkin memakai mobilku untuk menonton Yoong penggemar bisa menyerangku”

“lalu?” perasaan Yoona tak enak,

“jadi aku memakai mobilmu dan laki-laki menyebalkan itu, akh!!! Laki-laki menyebalkan itu menabrak mobilmu””

Yoona mendesah sepertinya Ia sudah menemukan alasan sikap baik Sooyoung dibandara kemarin, dan tentu saja Yoona lupa tak menanyakanya kemarin tubuhnya terlalu lelah.

Yoona mendesah panjang, tanganya secara spontan terangkat kepelipis dan memijatnya. “sudahlah Soo” lirihnya putus asa,

“Yoona maafkan aku, aku sudah membawanya kebengkel tapi montir-montir bodoh itu membutuhkan waktu 3 hari untuk memperbaikinya” kata Sooyoung menyesal,

“astaga” desis Yoona menghembuskan napas keras “lalu bisa kau jelaskan, bagaimana aku berangkat kekantor pagi ini”

Sooyoung berdeham “itu….”

Sebelem perempuan yang membuat pagi Yoona buruk itu menjawab ponsel dalam tas tangan Yoona berdering. Yoona segera mengalihkan perhatianya, dan menahan sejenak kekesalnya pada Sooyoung. ‘Lihat saja akan kubuat perhitungan denganmu Soo’

Yoona mengerutkan kening melihat nama Donghae tertera dilayar ponsel smartphonenya,

“aku sudah didepan”

Dan bahkan sebelum Yoona mengeluarkan kata, suara Donghae sudah lebih dulu masuk ketelinganya membuat perempuan itu langsung melotot kearah Sooyoung, sementara sahabatnya itu sudah mengambil ancang-ancang memasuki kamarnya sambil berteriak,

“kurasa tidak ada salahnya menumpang bukan,,,,Donghae-sshi laki-laki sangat baik”

“YA!!! Choi Sooyoung!!!!” pekik Yoona, menahan diri untuk tidak menyusul model sialan itu dan mencabik-cabik wajahnya,

“kau membuatnya menunggu lama Yoona cepat keluar!” Sooyoung membuka lagi pintu kamarnya lalu kembali menutupnya dengan kekehan.

“aku akan mematahkan tanganmu Choi Sooyoung sialan!” umpatnya lantas keluar apartemen dengan terburu-buru, benar juga Ia sudah membuat Donghae menunggu.

—-

“senang melihatmu Yoona Kim dan Donghae Lee, How is London?” sapa Leeteuk saat berpapasan dengan Yoona dan Donghae d Loby kantor.

Melihat Leeteuk kekesalan Yoona bertambah, dua saudara itu –Sooyoung dan Leeteuk- benar merusak moodnya, apa kesalahanya dimasa lalu oh Tuhan.

“tak usah sok inggris. Menyebalkan” Yoona mencebik sambil menggerutu. Berbeda dengan Donghae yang tersenyum manis, tentu saja Donghae harus berterimakasih pada Sahabatnya itu karena hanya menyewa satu kamar hotel saja di London. Jika tidak mungkin hubunganya dengan Yoona tidak akan sebaik ini.

“kau tersenyum berlebihan Donghae” ucap Leeteuk “kurasa ada yang tak ku ketahui” sambungnya,

“aku yang harusnya bertanya Tn. CEO yang terhormat” timpal Yoona, tanpa menunggu jawaban bosnya itu melanjutkan “apa perusahaanmu sedang krisis? Atau akan bangkrut dalam waktu dekat?” kesalnya,

“wow wow…galak sekali”sahut Leeteuk enteng “kuanggap itu sebagai sapaan selamat pagi dari mu Yoona” imbuhnya lalu melesat mendahului pasangan baru itu sambil tersenyum menggoda seperti sudah tau segalanya yang terjadi di London. Laki-laki tampan itu lantas masuk kedalam lift khususnya.

Donghae terkekeh, wajah cemberut Yoona sangat menggemaskan baginya, “kau kesal pada paman tua itu?”

Yoona mendesah untuk yang kesekian kainya pagi ini “sudahlah Donghae-sshi lupakan” sahutnya melanjutkan langkah yang sempat terhenti karena paman tua pelit menyebalkan itu,

“aku justru ingin berterimakasih”

Yoona menghentikan langkah didepan pintu lift yang masih tertutup, begitu juga dengan Donghae. Editor cantik itu menoleh kearah Donghae dengan alis terangkat tinggi,

Donghae tersenyum, senyum menawan yang membuat Yoona merasakan pipinya menghangat. Oh ayolah itu hanya sebuah senyuman Yoona!

“sampai jumpa dijam makan siang”kata Donghae, sengaja tak melanjutkan pembahasan mengenai Leeteuk. Melihat Yoona diam saja Donghae kembali berkata “aku ada pemotretan diluar”

Bahu Yoona ingin merosot rasanya tapi Ia tahan agar tak terlihat jelas, jadi hari ini Donghae tidak dikantor? Yoona mulai menyetujui kesialan adalah miliknya hari ini. Astaga! Kenapa juga Yoona tak menyadari pakaian santai yang dikenakan Donghae. Terlalu terpesona? Donghae tampan dengan apapun pujinya, Kaos polo navy yang dipakai laki-laki itu terlihat pas dan enak dipandang. Menawan.

“jadi kau kesini hanya untuk mengantarku Donghae-sshi?” Yoona tak enak hati, Sooyoung sudah benar-benar keterlaluan. Seharusnya Donghae tak perlu datang kekantor sepagi ini jika bukan karena ulah model jangkung itu.

“Tiffany dan Siwon sering melakukanya” sahut Donghae tersenyum “lalu kenapa tidak dengan kita, kita memiliki hubungan yang lebih jelas bukan?” godanya.

Yoona tersipu, dasar Donghae! Pagi-pagi bengini sudah membuat pipinya memerah. Yoona salah tingkah, melirik sekitar dan untunglah tidak ada seorang pun yang berpotensi mendengar perkataan Donghae barusan.

Pintu lift berdenting,

Menghentikan percakapan pasangan baru itu.

“aku akan menghubungimu nanti” kata Donghae sebelum pintu lift bergerak menutup.

—-

Yoona berjalan lurus kearah kubikelnya dideretan paling ujung yang paling dekat dengan ruang kerja Donghae, setelah mendudukan diri dikursinya Yoona membalik badan, tepat dibelakangnya adalah kubikel milik Tayeon, dulunya. Ya perempuan mungil itu adalah teman dekat Yoona dulu, selain Sooyoung. Sayangnya Taeyeon harus pergi 2 tahun yang lalu, ya 2 tahun yang lalu sebelum skandalnya dan Lee Jonghyun mencuat. Yoona belum bekerja waktu itu, tapi kedekatanya dengan Leeteuk membuatnya mengenal Taeyeon perempuan yang bernotaben sebagai kekasih laki-laki yang sekarang menjadi bosnya. Dan Yoona menyesali kebodohanya, Ia tak tau dimana keberadaan Taeyeon saat ini. 2 tahun yang lalu Ia terlalu sibuk mengurus dirinya sendiri dan kehilangan orientasi kepada orang-orang disekitarnya. Ingin sekali Ia mencaci Leeteuk yang membiarkan perempuan itu pergi padahal Yoona tau seberapa besar Leeteuk mencintai Taeyeon.

Yoona mengerjab kaget, perhatianya langsung tertuju pada sosok perempuan berperawakan tinggi yang meletakkan tas dimeja yang dari tadi menjadi titk perhatianya. Yuri, perempuan itu menoleh pada Yoona keduanya saling berpandangan tapi tak ada mulut yang berucap, dan Yuri dengan sangat cepat membuang wajahnya, seolah tak sudi bersitatap dengan Yoona.

Yoona menghela napas dan mengehembuskanya perlahan, editor cantik itu membalik lagi kursinya menghadap layar monitor miliknya yang masih tak menyala, setidaknya itu lebih baik dari pada melihat tatapan kebencian itu terpancar dari mata Yuri, hatinya nyeri. Lantas bayangan Donghae melintas dikepalanya, benarkah keputusanya untuk menerima Donghae? Salahkah? Lalu bagaimana jika Yuri juga menginginkan laki-laki itu? Bukankah Aiden Lee serupa denganya?

“kim bersaudara” Yuri dan Yoona menoleh cepat mendengar marganya disebut. Leeteuk tersenyum lebar, memperhatiakan dua perempuan bersaudara itu bergantian. Yoona memutar bola matanya jengah sementara Yuri menatap Leetuk tajam.

“can You call by name?” ketus Yuri,

“Kim right?” sahut Leeteuk, Yuri mendengus “oh Whatever!” perempuan itu lalu menarik kasar kursi disampingnya dan duduk begitu saja tanpa menghiraukan Leeteuk.

Yoona masih menatap Leeteuk dengan mata terbuka lebar, mengatakan dalam diam agar tidak lagi memanggil dengan kata ‘kim bersaudara’. Leeteuk bukan tak tau apa-apa justru laki-laki itu merupakan tempat pembuangan akhir dari mulut ember Sooyoung. Dan jelas Leeteuk tau semuanya termasuk yang mungkin tidak diketahui Yoona maupun Yuri.

“terlalu boros menyebut marga yang sama dua kali” kata Leeteuk lagi, rasanya yoona ingin menjejali mulut laki-laki itu dengan sepatu, sandal, kertas atau apapun agar Leeteuk menutup mulutnya.

“jangan bertele-tele katakan apa yang anda inginkan Cap?” Yoona mengeratkan giginya rapat berusaha bersikap sopan, bagaimanapun Leeteuk adalah atasanya.

“aku hanya ingin bekerja dengan tenang jika anda tidak keberatan” kali ini Yuri menimpali perempuan itu menoleh sedikit kearah Leeteuk,

wow! did I have 2 rude girls here?” tak ada reaksi dari kim bersaudara Leeteuk berdeham “baiklah aku butuh laporan perjalanan kalian dalam 2 jam”

“apa?!!!” kedua perempuan itu protes bersamaan, apa Leeteuk sudah benar-benar gila.

“kompak juga” Leeteuk tersenyum lalu melanjutkan “tidak ada protes”

Kata Leeteuk lagi seenak jidatnya lalu pergi begitu saja tak menghiraukan gerutuan dua perempuan yang tampak serupa baginya itu. Sejujurnya Leeteuk tak begitu mengenal Yuri, sejak kecil kakak Yoona itu tak banyak bicara setelah menjadi belia pun yuri sangat dingin dan galak sehingga Leeteuk harus berhati-hati setiap berbicara denganya.

“kau yang menabrakku!” debat Sooyoung tak mau kalah,

Laki-laki yang tingginya sejajar Sooyoung itu mengerang frustasi “kau yang membelok tanpa memberi tanda nona”

“enak saja!!” Sahut Sooyoung “kau yang ngebut!”

“ah sudahlah!!” Enhyuk menghempaskan kekesalanya, berdebat dengan wanita bukanlah stylenya. Harga dirinya terlalu tinggi untuk itu. “aku akan membayar seluruh biaya kerusakan mobilmu”

“Mwo!” sergah Sooyoung emosi “kau pikir aku tidak sanggup membayarnya sendiri”

Laki-laki diseberang meja yang berhadapan dengan Sooyoung itu mendengus lagi “lalu apa maumu!”

“minta maaf pada temanku!”perintah Sooyoung,

“apa!” Eunhyuk tergelak meremehkan “itu bukan urusaku!”

“dasar setan!” umpat Sooyoung bersukur kaca mata hitam bertengger manis diwajahnya jadi tak mungkin ada yang mengenali model itu.

“pelankan suaramu” Eunhyuk memperingatkan, Ia tidak suka jadi pusat perhatian apalagi bersama perempuan bak tiang lampu itu.

“tidak bisa!” Sooyoung tak peduli “kau yang menabrak mobilnya, kau ini laki-laki atau bukan sih?”

Eunhyuk memejamkan mata sungguh emosinya telah sampai diubun-ubun, Ia mengutuk kebodohanya telah memberikan kartu namanya dan berkata akan bertanggung jawab pada perempuan tinggi itu, dan jika tau bentuk pertanggung jawaban yang diminta seperti ini Ia tidak akan mau datang menemui Sooyoung.

“kau yang meminjamnya nona Choi. Itu tanggung jawabmu!”

“tidak gentle” Sooyoung mencebik,

“apa katamu?” Eunhyuk memastikan telinganya tak salah dengar, “coba katakan lagi!”

Sissy(banci)!!!” ketus Sooyoung enteng,

“Ya Tuhan” Eunhyuk benar-benar tersulut, haruskan Ia telanjang sekarang juga dan mencumbu perempuan tinggi itu untuk membuktikan kejantananya. Tida-tidak ampuni pikiran mesum laki-laki ini.

“atur pertemuanya dan tutup mulutmu!”

Setelah mengatakan itu Eunhyuk bangkit dan pergi dengan langkah penuh kekesalan, sementara Sooyoung hanya mencibir dan dengan santai meminum jus pome yang baru saja dihidangkan seorang pelayan diatas meja.

massittha” lirihnya tersenyum penuh kemenangan.

——

“ingin makan dikantin?” tawar Yoona berusaha menghibur Donghae yang uring-uringan karena Leeteuk tiba-tiba menambah jadwal pemotretanya mendadak, lihat sekarang Donghae tidak bisa menepati janji untuk makan siang diluar bersamanya.

“maafkan aku Yoona” kata Donghae menyesal,

“kau sudah mengatakanya 3x dan sekarang yang keempat” Yoona bangkit dari sofa nyaman disudut pantry lalu berjalan kearah mesin espresso diatas meja. “kopi buatanku akan menghiburmu” kata Yoona penuh keyakinan,

Disambut tawa, Donghae lantas membiarkan Yoona menyiapkan kopi kebanggaanya.

“ah aku ingin kembali saja” keluh Donghae saat Yoona duduk dihadapanya setelah meletakkan secangkir kopi,

Yoona mengerutkan kening,

“apa hanya aku yang ingin terus di London bersamamu?” bukanya menjelaskan Donghae justru bertanya yang sontak membuat kedua pipi Yoona memanas,

Mengalihkan pandangan karena gugup Yoona berdeham untuk mengurangi debaran jantungnya yang menggila, Ya Tuhan begini saja sudah membuatnya jantungan, apa perlu Ia memeriksakan diri pada ahli jantung. Sepertinya gejala sering berdebar-debar belakangan ini akan merusak jantungnya.

“Yoong….” suara khas Donghae menarik Yoona kembali memfokuskan diri pada laki-laki yang duduk disampingnya, laki-laki itu lantas menarik napas singkat dan kembali berucap “jangan pernah berubah”

Dan kalimat singkat itu membuat kedua mata besar dan Indah Yoona melebar, sedetik kemudian seulas senyum yang serasa melelehkan hati Donghae tersungging dibibir tipis dan menawan perempuanya.

“terimakasih, aku mencintaimu” kata Donghae lalu mengambil gelas kopi diatas meja dan menyesapnya, “ini enak” ucapnya antusias, tersenyum kearah Yoona dan kembai menyesap kopinya. Mulai saat ini Donghae menambahkan pantry sebagai tempat nyaman bersama yoona. Ya kopi perempuan itu sama memabukkanya dengan senyum indahnya.

Yuri membatalkan niatnya untuk minum kopi, dari pintu yang sedikit terbuka perempuan itu mendengar jelas perkataan Donghae, dan jelas pula siapa perempuan yang duduk disamping laki-laki itu yang menjadi objek dari kata cintanya.

Tangan Yuri yang memegang ganggang pintu melemas dan lepas perlahan, perempuan itu berbalik dengan hati gusar.

Kenapa setiap melihat Donghae bersama Yoona hatinya nyeri, bahkan Yuri telah menjelaskan kepada dirinya sendiri bahwa Donghae bukanlah Aiden, bukanlah orang yang sering membisikkan kata cinta ditelinganya, tapi hatinya tak mau terima. Donghae yang sangat menyerupai Aiden itu membuat egonya bangkit dan ingin mengklaim bahwa Donghae adalah Aiden, calon suaminya. Sudut mata yuri basah, tidak ini tidak benar baginya.

0-0-0-0-0-0-0-0-0

“kau tidak terkejut aku mengajakmu bertemu?”

Mendengar pertanyaan Jonghyun Yuri tersenyum masam dan menatap laki-laki itu tajam, laki-laki yang pernah mengisi relung hatinya. “apa yang ingin kau katakan, aku tak punya waktu”

Nada dingin perempuan itu membuat Jonghyun tersenyum hambar, “apa kabar Yuri?”

“kau tau aku membencimu Jonghyun, jangan basa-basi” jawab Yuri acuh,

Hembusan napas lolos dari bibirnya, Jonghyun menyesap espresso dari cangkirnya lalu kembali menatap Yuri “aku ingin mengatakan yang seharusnya kukatak 2 tahun yang lalu….”

“cukup” potong Yuri, “aku tak membutuhkanya” memang benar kejadian itu telah terhapus sejak Ia memutuskan menikah, hah pernikahan hatinya miris mengingat itu. Yuri beranjak, Ia bangkit dan siap melangkah,

Tapi Jonghyun menahan lenganya,

“jangan membencinya” mata Jonghyun menatap tepat sepasang mata Yuri, sementara perempuan dihadapanya hanya memasang wajah datar meski manik matanya terfokus pada Jonghyun, “aku yang meminta hasil seleksi itu diubah, karena aku menginkan Yoona dia tak melakukan apapun Yuri”

Yuri memalingkan wajah, “aku tidak peduli” sahutnya menghempaskan tangan Jonghyun dari lenganya,

Jonghyun tak begitu saja melepaskan Yuri, Ia masih menatap mata perempuan itu dan sebelum Yuri sempat berkata laki-laki itu berkata lagi,

“mianhae…”

——

“aku Yuri, pengganti Sunye-sshi”

“aku tau” sahut Yura acuh,

Yuri langsung kesal setengah mati, model muda itu sungguh tak sopan padanya,

“kau akan memakai baju rancanganku”

“aku tau Yuri-sshi. Angela tan bukan? Aku tau”

Astaga! Ingin sekali Yuri mencabik-cabik wajah perempuan itu, tapi ditahanya lagi.

“kau model  baru?” tanya Yuri ketus.

“kau bertanya padaku?” sahut Yura tak percaya, mana mungkin sebodoh-bodohnya orang Korea pasti tau bahwa dirinya adalah model dengan jam terbang tinggi, dan Yura yakin dirinya lebih dari terkenal.

“kau tidak pernah melihatku?” tanya Yura kesal, “Oh Donghae Oppa” melupakan berdebatanya dengan Yuri Yura langsung saja melihat kearah Donghae, laki-laki itu baru memasuki studio dan mata Yura langsung berbinar.

“dasar bocah” desis Yuri tak ambil pusing,

—-

Park Yura, model cantik yang sejak pertama kali melihat wajah tampan Donghae lansung jatuh hati itu termenung, menatap Donghae yang sedang membidiknya dari balik kamera. Ketampanan laki-laki itu meningkat berkali-kali lipat disaat begini, membuat Yura tak ingin cepat-cepat menyelesaikan sesi pemotretan seperti yang Ia lakukan pada beberapa fotographer lainya.

“terimakasih untuk kerja kerasnya”

Tapi lamunan gadis muda itu buyar, saat mendengar suara keras Sojin yang tiba-tiba saja sudah berdiri disampingnya membungkuk pada seluruh kru pemotretan dan menyeret model cantik itu keruang ganti.

“Eonni!” protesnya “merusak moodku saja apa yang eonni lakukan disini?” tanya Yura curiga, menurutnya sangat aneh, Sojin tidak memiliki kerja sama apapun dengan XG Magazine bagaimana ini dia sedang menatap wajah  Donghae dan tiba-tiba saja kakaknya yang juga seorang model terkenal itu menyeretnya begitu saja.

“kau diam disana seperti orang bodoh, kau tau pemotretan selesai 5 menit dan kau dengan bodohnya menatap laki-laki itu”

Yura mendengus, “bukan urusanmu”

“baiklah,,,” Sojin mengalah ia sedang tak ingin berdebat,

“aku ada urusan” kata Yura meninggalkan Sojin, model cantik itu berlari kearah Donghae yang sedang merapikan kameranya, membuat Sojin hanya menggelengkan kepala. Lalu tersenyum masam.

“Donghae Oppa”

Donghae menoleh dan menghentikan aktivitasnya mendengar suara Yura,

“Oh Yura-sshi” jawabnya “kerja bagus…pemotretan ini berjalan lancar, kau memang berbakat” pujinya tulus,

Senyum Yura merekah, “terimakasih Oppa…..oh sudah waktunya makan siang”

Donghae secara reflek merunduk melihat jam tanganya, dan bersukur pemotretan ini selesai tepat waktu.

“boleh aku makan siang bersamamu Oppa?” tanya Yura manja tanpa basa-basi.

Donghae mendongak, lalu tersenyum

“mungkin lain kali” sahutnya, memasukkan lensa terakhir kedalam tas “aku sudah memiliki janji”

Yura melongo. Ini pertama kali dalam hidupnya ditolak, Yura berniat mengejar Donghae yang sudah sampai diambang pintu namun kehadiran Yoona dibalik pintu yang baru saja terbuka itu membuat emosinya memuncak,

“dia lagi” desisnya,

“jadi kau bru saja ditolak”

“Diam Eonni!!!!” Yura memperingatkan Sojin yang berdiri disampingnya,

“apa menariknya perempuan itu sialan”

Sojin tertawa, “tapi Dia lebih memilih perempuan itu, kau tak lebih menarik darinya bagi Donghae”

“EONNIII!!!!” pekik Yura, “liat saja aku akan membuat pelajaran dengan perempuan itu”

—–

Memang jika takdir sudah berkata tidak ada yang bisa mengubahnya selain Tuhan, seperti saat ini. Yura tersenyum licik melihat Yoona dari pantulan cermin besar dihadapan keduanya.

Yoona balas menatap Yura dengan wajah datar, Ia tak ambil pusing dan melanjutkan kegiatanya mencuci tangan,

Salah satu pintu toilet terbuka dan munculah Sojin, yang kemudian memposisikan diri disisi lain Yoona ketiga orang itu saling berpandangan dengan perantara cermin. Merasa tak berkepentingan Yoona mengambil tisu disamping washtafel lalu mengeringkan tanganya, ia harus pergi secepatnya susana begitu tak mengenakkan.

“jadi kau Yoona?”

Sojin perempun disisi kananya angkat bicara, Yoona menoleh dan menatap Sojin dengan kening berkerut, lalu Ia menyadari bahwa perempuan itu adalah model terkenal papan atas. “kau mengenalku?” tanya Yoona.

“tentu saja” jawab Yura, “menjauhlah dari Donghae!” bentak Yura,

“ssstts” Sojin memberi isyarat pada adik kandungnya itu untuk diam, “jadi Yoona-sshi apa hubunganmu denganya?”

“apa aku harus menjawab?” Yoona balik bertanya jengah,

“tidak tentu saja tidak” Sojin tersenyum licik “tapi akan lebih baik jika kau tak terlalu dekat denganya,,,kecuali jika kau ingin lebih terkenal dari 2 tahun yang lalu”

Wajah Yoona menegang, apa maksud perempuan ini. Yoona tidak merasa pernah mengenalnya.

“jadi saat ini seorang penari bisa menjadi editor?”

Yoona tak bisa menjawab, Ia hanya diam menahan air matanya yang hampir jatuh, Ia salah mengira bahwa tak banyak yang mengetahui masa lalu kelamnya. Lihatlah sekarang model terkenal yang tidak pernah memiliki urusan denganya justru dengan gamblang membuka skandal pahit itu.

Satu lagi pintu toilet itu terbuka memunculkan sosok angkuh Yuri, perempuan itu berjalan kearah washtafel tak menghiraukan ketiga perempuan yang sedang terlibat sebuah percakapan yang entah apa.

Sojin terkejut, melihat sosok itu dihadapanya. Perempuan itu lalu mengalihkan fokusnya pada Yuri.

“wow kalian bekerja dikantor yang sama?”

Yuri menoleh, menatap Sojin tajam. Tapi ditahanya, Ia sedang tak ingin berdebat, lebih memilih diam dan mengambil tissue untuk mengeringkan tanganya,

“jadi Jonghyun saja belum cukup?” imbuh Sojin tertawa meremehkan.

“kau mengatakan sesuatu?” Yuri berusah agar tak terpancing, Ia mengenal perempuan itu, Aiden pernah menolak cintanya beberapa kali saat di Newyork. tapi bagaimana perempuan itu tau tentang Jonghyun. Masa lalunya.

“aku tidak menyangka saudara yang berdarah tak kental seperti kalian memiliki ikatan kuat untuk terus menyukai hal yang sama”

Yuri menoleh pada Yoona, adiknya itu telah menjadi pucat, Yuri bahkan dapat melihat tubuh Yoona bergetar, ancaman perempuan itu telah berhasil membuatnya ketakutan,

“jadi kau sedang mengancamnya?”

Bukan pertanyaan, Yuri tertawa meremehkan “masih menggunakan cara seperti itu? Kau tidak berubah Park Sojin” mengingat Sojin juga pernah mengancamnya saat di New York dulu.

Sojin mengeratkan giginya, sekarang emosinyalah yang memuncak naik. Yuri maju dua langkah mendekat pada telinga perempuan yang sedikit lebih pendek itu sambil berbisik

“dan sudah kuduga saudara kandung seperti kalian selalu menjadi pihak ketiga yang tidak diharapkan”

Sojin menoleh tatapan matanya seperti pisau yang ingin menusuk kedua mata Yuri yang menatapnya seperti sampah,

“akan kubuat kalian menyesal” ucapnya, lalu menyeret Yura pergi.

Restroom menyisakan kedua saudar itu dalam diam, Yuri segera berbaik dan berniat meninggalkan Yoona, lagi pula ia tak ingin membuang-buang tenaga untuk basa-basi.

“Eonni”

Panggilan lemah dari Yoona, Yuri telah sampai didaun pintu, tapi perempuan itu tak menghentikan langkah berlaga seperti perempuan tuli yang tak mendengar seseorang memanggilnya.

“gumawo” lirih Yoona, satu air mata menetes dipipinya memang Yuri tidak akan dapat mendengar perkataan itu “terimakasih”.

54 thoughts on “Rendezvous (Chapter 8)

  1. Yaampun makin seru aja ni ff . .
    Gak tega ma yo0ngnie yg slalu jadi pihak yg tersakiti?
    Next chap ditunggu unN
    YOONHAE couple saranghae

  2. yoona miris banget hidup nya, terus aja sakit hati ayo kapan yoona sama yuri baikan. kaya nya yuri ga tega deh liat yoona di gituin sama sojin dan yura . ayo ayo next chapter nya ya ya ya

  3. Eeeaa nah udah agak cerah ni otak.. mulai terbuka sdikit2. Tp kok y masih ada benalu ganggu.. yura sojin nugunde???
    ganggu ajah tuh

Komentarmu?