Normal (Oneshoot)

cover

Title : Normal

Lenght : 6549 words

Genre : Romance, Marriage Life

Chategory : Oneshoot

Cast : Im Yoona and Lee Donghae

Author note : Cerita ini murni dari pemikiran Author. Dilarang keras menghayati dengan sangat karena dapat menyebabkan delusi terutama bagi para manusia dengan hati yang hampa (?)

awas diabetes. hahah

*

*

*

Orang orang sibuk menjadi yang terbaik

Menjadi sebuah kebanggaan bagi tempat mereka berdiri

Tanpa mereka pernah berpikir

Jika mereka semua sama

Mungkin itu yang mereka sebut dengan…

Normal

Untitled-1

N O R M A L

Jemari itu sudah tampak keriput. Meremas lengan pria di hadapannya semakin dan semakin erat. Kedua bola mata teduh itu menatap nya penuh kekhawatiran. Rasanya Donghae dapat melihat ada amarah di dalam sana.

“Donghae-ya, semua temanku membicarakannya. Dia begitu… Aneh”

Dia bukan aneh. Dia berbeda…

“Tidak ada yang bisa di kerjakannya selain merusak. Dan lihatlah dimana letak sopan santunnya. Apa Dia tau dimana dirinya saat ini?” Donghae menyadari dengan jelas apa yang dimaksud oleh wanita itu. Kedua bola mata itu samar-samar mencari seseorang yang seharusnya berada di perkarangan belakang rumah Bibi nya, bermain bersama anak-anak dengan rambut blonde menyala dan baju terusan setinggi lutut yang sudah hampir mati ingin Ia lepaskan dari tubuhnya. Namun wanita itu tak ada di sana. Yoona nya tidak ada di sana. Jika saja Seseorang menyelesaikan omongannya dengan cara seperti ini, maka Donghae tak akan segan-segan meluruskan presepsi seluruh hal yang mereka sebut dengan aneh itu.

***

Melirik ke bawah, bordiran ujung bajunya membuat paha wanita ini risih. Dan sialnya Ia harus menahannya selama beberapa jam kedepan. Dan persetan dengan acara sialan ini. Ia sangat membencinya. Tangannya menahan geram untuk tidak masuk ke dapur dan membantu orang-orang disana. Tapi tak ada yang bisa Ia lakukan selain merusak. Yoona sadar betul akan hal itu. Terlebih lagi Ia sadar betapa semua orang membenci nya. Bahkan anak-anak tampak menertawakan rambut nya yang berbeda. Berjalan menelusuri tembok rumah ini. Dimana Ia berharap tidak bertemu dengan orang yang akan menatap aneh bola mata biru menyala nya dan menemukan sebuah pohon kecil yang mungkin dapat menutupi dirinya. Saat ini Donghae tengah sibuk berbincang dengan keluarganya. Yoona tak ingin menganggu mereka. Donghae tampak biasa saja saat berinteraksi. Wajar saja karena kesehariannya pria itu menemukan puluhan orang baru dan berinteraksi dengan mereka, namun tidak dengan Yoona. Meringkuk di atas rerumputan dan menenggelamkan wajahnya di kedua lututnya. Ia ingin menangis. Tapi tidak disini.

“Disini ternyata” suara itu. Suara berat yang selalu mengisi setiap harinya. Membuat kedua mata menyala Yoona menoleh padanya, Donghae berada disana, berdiri di balik matahari. Membuat wajahnya tampak gelap tertutup cahaya. Dan bibir Yoona tertarik untuk tersenyum.

“Ayo kita pulang”

“Kenapa?” Tanya wanita itu, berdiri dan menoleh ke sekitar perkarangan belakang yang sepi ini

“Aku bosan disini”

“Kupikir Kau malah senang” ujar Yoona merasa bersalah. Namun genggaman pria itu menyadarkannya,

“Mereka terus saja menanyai obat padaku. Aku hanya bekerja menentukan penyakit mereka, bukan menentukan obat mereka” desis Donghae merasa kesal. Ia menarik lengan wanita itu menuju mobil sebelum pamit pada bibinya.

***

Tak ada yang mereka lakukan di akhir minggu ini. Seharusnya menghabiskan waktu di rumah Bibi Donghae, namun memotong waktunya hingga sekarang yang mereka lakukan hanya sibuk dengan aktivitas masing-masing di rumah ini. Tidak seperti biasanya, Yoona selalu merengek pada Donghae untuk membawanya pergi jalan-jalan di sore hari. Tapi sore ini Yoona tampak lebih tenang dengan buku yang Ia pegang. Entah apa yang Ia baca hingga di penghujung hari.

Donghae terbangun di pagi senin nya. Namun tak ada Yoona di sampingnya yang tertidur dengan matras pembungkus tubuh saat berkemah. Ah, Donghae lupa jika Yoona sudah selesai dengan eksperimennya beberapa hari yang lalu. Yoona juga tidak mengikat tubuhnya dengan selimut yang tersambung dan terus tersambung menuju tempat Yoona berada. Sehingga Donghae dengan mudahnya menarik selimut itu jika Ia sudah bangun dan Yoona akan segera datang padanya.

Ada yang aneh. Pikir pria itu.

Ia bahkan tidak menemukan tumpukan buku yang berserak di lantai dengan potongan kertas yang pernah Yoona lakukan pada buku anatominya. Menggunting-gunting tiap bagian tubuh dan menyatukannya bak puzzle. Atau bahkan lebih parahnya Donghae pernah terbangun dengan tubuh polos tanpa baju. Yang Ia pikirkan adalah Yoona sedang ingin melakukannya di pagi hari atau sudah memperkosanya tadi malam tanpa sepengetahuannya, tapi justru yang dilakukan wanita itu adalah menandai tubuhnya dan menuliskan bagian-bagian tubuh Donghae dengan bahasa kedokteran yang sudah sangat Yoona hapal. Serta bertanya saat Donghae dengan paniknya mendapati tubuhnya penuh coretan, “Donghae-ah, di mana letak lien itu? Di samping gaster atau di belakangnya?”

Namun pagi ini, Donghae mendapati tak ada hal-hal aneh yang mengejutkan paginya. Memacu adrenalinnya untuk merutuki Yoona. Ia justru mendapati wanita itu berdiri di dapur dengan gaun tidur yang Donghae tau, Ia sangat membencinya. Donghae sangat tau betapa Yoona membenci daster atau bahkan lingerie. Ia lebih memilih mengenakan kaos oblong milik Donghae yang sangat kebesaran di tubuhnya serta boxer lebih tinggi dari lututnya dan celana training di musim dingin.

Wanita itu mengikat rambutnya, menampakkan leher pucatnya yang selama ini selalu tertutup oleh rambutnya. Lagi, Donghae tau dengan sangat jika Yoona membenci setiap ikat rambut yang menarik keras rambutnya. Ia lebih memilih rambut pirang nya tergerai indah dan berantahkan.

Apa yang terjadi pada Yoona nya pagi ini? Bahkan saat Donghae melangkah, Ia tak mendapati baut atau apapun terinjak di kakinya. Ia tak mendapati beberapa barang elektronik di rumah ini terbuka atau berantahkan. Dan wanita itu berdiri disana, di dapur dengan segala keanehannya. Bukannya membedah westafle atau membuka kompor, tapi Ia memasak. Oh lord! Yoona nya memulai pagi dengan memasak?

Mendekati dengan langkah yang sangat perlahan dan kemudian memeluk wanita itu dari belakang. Membiarkan Yoona nya sedikit tersentak kaget.

“Bermain bu rumah tangga hari ini eoh?” Tanya Donghae sembari menghirup aroma dari leher wanita itu. Mengecupnya beberapa kali dan tak ingin terlepas. Jika Yoona tadi pagi menyadari Donghae telah bangun, Ia pasti akan menghampirinya dan memberikan morning kiss seperti biasanya, Donghae akan dengan senang hati datang terlambat ke rumah sakit demi menemani istri tercintanya ini.

Waeyeo, Aku sedang memasak” ujar Yoona malu-malu, “Ramen. Tidak apa-apa ya?” Tanya nya sedikit khawatir. Donghae mengangguk cepat. Tak pernah sekalipun Yoona yang selalu menggenggam obeng dan tang kini menggenggam pisau dapur. Ia mesti sangat merasa bersalah karena hanya dapat menyiapkan ramen. Dapat Donghae tangkap dari pundaknya yang sedikit menurun saat menanyakan ramen padanya. Selama ini Donghae selalu mengisi pagi, siang dan malam Yoona dengan makanan yang bergizi. Setidaknya pria itu memasakkan Yoona masakan yang dapat menggemukkan wanita nya itu. Meskipun Ia tau itu hanyalah hal yang sia-sia.

“Baiklah Aku akan membuatkan teh”

Andwae. Aku yang akan buat” Yoona melepaskan pelukan itu, mendorong tubuh Donghae perlahan menuju kamar mandi, “Sekarang bersiap lah untuk kerja” ujarnya kemudian kembali menuju dapur. Menoleh pada Donghae yang masih terpaku di depan kamar mandi dan sedikit tersenyum dengan spatulanya,  “Apa yang Kau lakukan? Nanti bisa telat” ujar Yoona.

Aneh…

Pagi ini Yoona benar-benar tidak seperti biasanya. Bukannya Donghae tidak bisa menangkap perubahwan wanita itu. Ia sangat jelas dapat melihatnya. Donghae telah berinteraksi dengan banyak orang sampai sekarang ini. Sudah banyak pula Ia mengenali orang dan sifatnya sehingga untuk memahami Yoona bukan lah hal baru baginya. Terutama saat pernikahan mereka sudah masuk pada bulan ke tiga.

 

“Lee Donghae” panggil seseorang. Pria itu mengerutkan keningnya setelah mendapati orang yang memanggilnya tadi adalah wanita dengan rambut kuning menyala. Tak ada sedikitpun hitam atau warna gelap disana. Dan Donghae yakin jika warna itu adalah asli dari rambutnya. Ditambah lagi dengan wajah pucatnya serta kulitnya yang juga pucat menyala. Apa wanita ini terkena sindrom? Ia tampak begitu putih di keseluruhan tubuhnya. Namun Donghae tidak dapat menjamin mata biru wanita itu. Ini bukan pertama kalinya Donghae melihatnya. Karena wanita ini begitu mencolok dari yang lain. Namun ini lah kali pertama Donghae melihat nya dengan sangat jelas.

“Ye? Ada apa?” Tanya pria itu. Teman-teman Donghae masih ada di sekitarannya, baru saja mereka selesai dari perpustakaan dan segera akan masuk ke kelas sebelum sorakan dari wanita ini menghentikan mereka.

“Aku menyukaimu” ujarnya. Kedua bola mata biru itu menatapnya tajam, penuh keseriusan tanpa ada takut-takut. Justru tatapan wanita ini membuat Donghae tercengang. Ia bahkan menghiraukan teman-temannya yang kini tengah meledeki mereka. Menarik nafas kemudian tersenyum miring,

“Maaf,” ujar Donghae. Ia menilik dari kaki sampai pada rambut wanita ini. Jelas sekali terlihat cukup berantahkan. Tidak memperdulikan kecantikan seperti wanita lainnya. Beberapa minyak oli menempel di baju nya. Baju monyet dengan kancing yang terlepas dan di dalam sana ada kemeja dengan ukuran kebesaran yang tampak berantahkan. Benar-benar tidak setara dengan dirinya yang kini berdiri dengan kemeja rapi serta celana kain yang di gosong tanpa meninggalkan jejak ditambah lagi dengan rambut rapi. Mereka jelas berbeda.

“Kenapa meminta maaf?” Tanya wanita itu, Ia bahkan memasang wajah tak bersalahnya setelah menyatakan cintanya pada Donghae dan di jawab dengan jawaban menyedihkan seperti itu, “Aku hanya mengatakan bahwa Aku menyukaimu. Bruno Mars, Justin Bieber, atau bahkan PSY tidak pernah meminta maaf pada seribu orang yang menyukainya” apa ini?! Ini mungkin bukan kali pertamanya Donghae menerima pernyataan suka dari seorang wanita. Tapi ini pertama kalinya Donghae menjadi sangat kesal setelah seseorang menyatakan suka padanya. Terlebih lagi kedua temannya sudah heboh menertawakan Donghae saat ini. Setelah itu Ia bersumpah tidak ingin bertemu dengan wanita itu lagi.

Namun lagi, pagi itu Donghae tak mendapati wanita dengan rambut kuning berada di kampus maupun perpustakaan. Ia mungkin dengan amannya duduk di perpustakaan dan belajar dalam tenang. Wanita itu benar-benar merusak pikirannya semalaman ini. Menelusuri tiap jarinya pada judul buku, dan mendapati sebuah buku yang Ia cari. Donghae lantas menarik buku itu dari rak dan membuka daftar isi. Beberapa halaman Ia tandai, namun konsentrasi pria itu kembali buyar saat sebuah suara memasuki pendengarannya. Mencoba menghiraukan, namun suara itu kembali dan terus masuk ke telinganya. Merasa geram, Donghae segera melangkah mencari sumber suara, barangkali ada yang rusak dan Ia akan memberikan protesnya pada penjaga perpus atau bahkan mencoba menenangkan orang yang menjadi sumber keributan itu. Namun apa yang Ia dapati? Seorang wanita dengan setumpuk buku di sampingnya yang tampak berserakan disana. Terobek dengan sengaja dan kertas yang di sobek itu berserakan di lantai. Setelah merobeknya, Ia menuliskan sesuatu disana dan menutup buku tebal itu. Berdiri dan mengambil buku dengan judul dan edisi yang sama untuk melakukan hal yang sama lagi.

“Hey apa yang Kau lakukan?” Tanya Donghae. Wanita itu menoleh, tidak kaget karena seseorang yang Ia sukai kini menegurnya. Apa-apaan Dia? Apa wanita itu serius menyatakan suka nya kemarin? Atau sekedar mengerjai Donghae?!

“Mereka mencantumkan sumber yang salah . Seharusnya buku ini di periksa dulu sebelum di edarkan”

“Dari mana Kau tau? Dan… Bukan begini caranya. Ini sama saja dengan merusak fasilitas kampus”

“Tapi mereka salah mencetaknya. Ini tidak seharusnya di edarkan” merasa tertarik, Donghae mendekati wanita itu dan melihatnya dari dekat.

“Dari mana Kau tau?” Tanya Donghae lagi. Wanita itu mendengus sebal dan menarik buku itu.

“Disini katanya mengambil dari journal Smith D. John. Tapi itu journal sudah lama di tutup dari peredaran. Sedangkan buku ini di cetak setelah journal nya di tutup. 2011. Aku juga tidak menemukan ada pembahasan dari journal itu. Jika memang ada, si pencetak seharusnya di tuntut. Dan jika tidak ada, si pencetak hanya ingin bukunya laris dengan memalsukan daftar pustaka. Lihat, Dia meletakkan sumber itu di urutan pertama dan kampus kita telah tertipu”

“Ini… Hanya masalah referensi?”  Tanya Donghae. Namun pertanyaannya itu menimbulkan tatapan tajam dari wanita itu lagi,

“Jangan meremehkan referensi” ujarnya

“Hey kenapa ribut seka- yaaak apa yang Kau lakukan?!” Teriak seorang penjaga perpustakaan. Dan setelahnya, Donghae tak melihat wanita dengan rambut blonde itu lagi di kampus untuk beberapa hari.

 

 

Keluar dengan balutan handuk, Yoona yang duduk di televisi dengan membaca sebuah buku kini beranjak kearahnya. Tersenyum dengan sangat manis mendekati Donghae yang tengah bertelanjang dada.

“Cepat ganti bajumu, ramen nya sudah mau dingin”Ujar Yoona sambil mendorong punggung polos Donghae. Ada apa ini?

“Aku sudah menyiapkan semuanya” ujar wanita itu. Ia menunjukkan sebuah kemeja putih biru tua dengan celana terlipat rapi di atas kasur. Dan sebuah celana dalam di atasnya. Membuat Donghae tergelak, kemudian beralih menatap Yoona,

“Kau tidak harus menyiapkan celana dalam ku juga” gelak Donghae. Mengusap kepala wanita yang tengah tersenyum dengan sangat lebar pagi ini. Seperti anak kecil yang baru saja melakukan hal yang membuat orang tuanya bangga. “Jadi, mau tetap disini melihatku ganti baju?” Tanya Donghae dengan sedikit godaannya pagi ini. Yoona tergelak hingga matanya nyaris hilang, Ia tak pernah merespon godaan Donghae dengan balasan yang cukup sexy seperti wanita lainnya. Ia selalu tertawa atau memarahi Donghae akan godaannya yang membuatnya geli setengah mati itu.

“Aku tunggu di meja makan” ujar Yoona. Ia berjalan keluar dengan kaki telanjangnya dan menutup rapat pintu kamar mereka. Dan kemudian mengawali pagi dengan semangkuk ramen. Namun Yoona tampak tak seperti biasanya. Ia tak memakan makanannya dengan lahap. Tidak pula terbatuk karena sesuatu menyangkut di tenggorokannya. Tidak memasukkan susu ke dalam ramen nya. Atau bahkan tidak memasukkan bubuk lada yang banyak ke dalam mangkuk Donghae.

“Aku ingin mengecat rambutku. Bagaimana menurutmu? Apa ini bagus jika jadi lebih gelap? Hitam atau pirang misalnya” ujar Yoona setelah cukup lama memikirkan sesuatu yang mengganggu pikirannya. Membuat Donghae hampir mengeluarkan isi dari mulutnya. Tersedak dan segera meneguk minuman karena kagetnya.

“Waeyeo?” Tanya Donghae setelah sukses menetralkan tenggorokannya

“Hanya… Ingin saja” ujar Yoona. Ia tidak benar-benar menjawabnya. Tapi Donghae sepertinya menangkap apa yang terjadi pada Yoona pagi ini.

“Kalau begitu Aku akan sulit menemukanmu jika hilang di pasar malam” ujar Donghae

 

 

“Hey Kai”

“Oh hyung. Mana kekasihmu?” Ledek Kai.

“Siapa?” Tanya Donghae dengan kening mengkerut. Pria itu lantas melirik pada tangan Donghae,

“Buku tebalmu” gelaknya. Membuat Donghae mendengus kesal. Ingin rasanya Ia menumpahkan ramen instan ini di kepala pria itu. Mereka bertemu di swalayan terdekat di sekitar rumah mereka. Dan lihatlah betapa berbedanya Donghae dengan pria di sampingnya ini. Donghae selalu tampak rapi, namun pria di sebelahnya ini selalu saja tampak beranahkan. Dan lihatlah wajahnya yang menghitam itu. Sungguh penampilan yang mengingatkan Donghae pada si rambut kuning itu. Apa jangan-jagnan Ia dari jurusan yang sama dengan Kai? Menoleh pada pria disampingnya sembari berpikir keras, pria itu tampak lahap memakan ramen nya sambil beberapa kali memeriksa buku nya. Jarang sekali pria itu membawa buku kemana-mana. Ia selalu meledeki Donghae yang selalu membawa buku untuk bahan bacaannya dalam swalayan sekalipun. Buku yang di pegang Kai adalah buku yang sama dengan apa yang Ia lihat beberapa hari yang lalu di perpustakaan

“Apa buku itu masih beredar?”

“Ah buku ini? Tentu saja. Dosen kami menjadikan buku ini sebagai literatur. Aku baru sempat membacanya sekarang” gelak Kai

“Ah, jadi Dia dari jurusan teknik juga” desis Donghae sembari mengaduk ramen nya yang sudah melunak. Ini saatnya Ia memasukkan bumbu ke sana

“Tapi hampir semua buku yang di perpustakaan sudah tersobek karena si ahjumma gila itu”

“Ahjumma gila?” Donghae tampaknya menangkap siapa yang Kai maksud dengan ahjumma gila itu. Satu-satu nya orang yang merobek hampir semua buku dengan edisi yang sama di perpustakaan adalah wanita dengan rambut kuning itu.

“Iya. Dia mahasiswa angkatan tua yang tak pernah lulus. Selalu melakukan hal gila dan Kau pasti akan kaget melihat betapa buruknya penampilannya. Aku heran mengapa ada wanita di korea ini yang seberantahkan Dia. Ia bahkan mengecat rambutnya dan menggunakan kontak lensa biru demi mencari perhatian orang-orang. Bahkan Lee Taemin lebih anggun dibandingkanya.” cerepet Kai panjang lebar.

“Itu karena Kau menyukai Taemin” ujar Donghae santai sembari mengaduk ramennya

“Aish, bagaimana bisa- Hyung! Aku tidak menyukai pria!” Rengek pria itu. Ia selalu tampak cool dan dingin setiap kali Donghae melihatnya di kampus. Tapi saat berinteraksi dengannya, jangan heran jika Kai lebih kekanakan dari pada yang Kau kira. Fakultas mereka benar-benar bersebelahan. Jadi wajar saja jika Donghae dapat lebih sering melihat mahasiswa jurusan teknik berkeliaran disekitarnya. Bahkan lebih sering melihat perbedaan antara kedua jurusan itu, lebih sering juga melihat beberapa gadis di fakultas kedokteran datang ke fakultas teknik untuk bertemu dengan kekasihnya.

“Lalu bagaimana Dia sekarang?”

“Bagaimana apanya? Tentu saja di block untuk beberapa mata kuliah. Itu perintah dekanat sendiri” ujar Kai, “Ini bukan pertama kalinya. Untuk ukuran angkatan tua sepertinya yang harusnya sudah lulus, kemungkinan besar Ia bisa di drop out dari dulu. Tapi prestasinya membuatnya bertahan”

“Prestasi?”

“Yup, Yoona noona memenangkan banyak medali. Dari robot sampai mesin Ia buat. Tapi kelulusannya terhambat di skripsi”

“Skripsi?” Kini Donghae tampak lebih tertarik dengan cerita Kai dibandingkan ramennya

“Yup. Ia sepertinya bukan orang yang suka hidup teratur. Ia selalu mengerjakan makalah tanpa format yang benar. Meski hasilnya bagus, tetap aja ini korea. Kita butuh yang namanya struktural” sekarang Donghae mengerti mengapa wanita itu protes dengan cara yang salah, menyampaikan jika Ia menyukai Donghae juga dengan cara yang salah.

“Tapi hyung, kenapa Kau begitu tertarik padanya?”

 

“Kenapa begitu… Kau bisa saja menelponku kalau aku hilang di pasar malam” protes Yoona

“Benar juga,” ujar Donghae. Ada nada kekecewaan disana. Membuat Yoona sedikit khawatir, kemudian bertanya kembali “Hae, apa Aku boleh?”

“Tentu saja” jawab pria itu, “Jika itu yang Kau inginkan. Hiduplah seperti apa yang Kau mau Yoong, bahkan karena Aku suami mu bukan lah halangan” ujar Donghae diiringi dengan senyum terbaiknya. Namun yang Ia tangkap kemudian adalah raut sedih dari wanita itu. Apa Ia melakukan kesalahan?! Ya tuhan! Tak seharusnya Ia mengatakan hal itu

“Tapi Aku hanya mau membuatmu bahagia Hae” ujarnya pelan. Pria itu memundurkan kursinya, berjalan mendekati Yoona dan memutar kursi wanita itu sebelum berjongkok di hadapannya. Menggenggam jemari lentik wanita itu diatas pahanya,

“Aku bahagia dengan semua yang Kau lakukan selama ini. Bahkan hal kecil yang dulu ku benci sekalipun. Dengan lebel ‘Yoona yang melakukannya’ Aku akan selalu bahagia” ujar Donghae. Ia mengelus jemari yang mungkin tak selembut wanita lainnya yang tak pernah melakukan kerja, tapi Donghae menyukainya, menyukai setiap bagian tubuh milik Yoona, “Karena Aku mencintaimu”

 

 

“Terima kasih” ujar wanita itu

“Ah, tidak. Aku hanya… Ya Aku hanya merasa ucapanmu waktu itu ada benarnya juga” jawab Donghae. Untuk yang pertama kalinya setelah beberapa hari Ia tidak melihat wanita ini, pria itu merasa ada yang aneh di dalam dirinya. Laporannya pada rektorat akan penulis itu di angkat menuju pusat percetakan. Dan setelah mengurusi beberapa hal, buku itu di tarik dari peredaran dan skorsing Yoona di tarik kembali. Namun wanita itu tidak mengatakan hal yang lain, bahkan untuk pamit sekalipun. Ia hanya segera pergi meninggalkan Donghae yang berdiri dengan bodohnya di jalanan antara gedung perpustakaan dengan fakultas mereka. Wanita itu setengah berlari menuju seorang pria. Donghae masih dapat mendengar wanita itu bertanya tentang kuliah beberapa hari belakangan yang tak bisa Ia ikuti. Pria itu juga tampak senang dengan kembalinya Yoona. Pria dengan tubuh tinggi dan atletis itu merangkul pundak Yoona dan membawanya pergi masuk ke gedung mereka.

Apa seperti itu cara mahasiswa teknik berinteraksi bahkan dengan lawan jenis mereka? Sangat berbeda dengan fakultas kedokteran yang lebih tampak canggung dan membeda-bedakan.

Namun pria dengan tubuh tinggi itu kembali terlihat di mata Donghae keesokannya. Bersama dengan Yoona yang tengah tertawa sangat bahagia. Apa-apaan wanita itu?! Donghae lah yang membuatnya kembali ke kampus ini dan menarik blocking nya. Dan tepat satu minggu yang lalu Ia menyatakan dengan tegas bahwa Ia menyukai Donghae. Tapi mengapa Ia tertawa pada pria lain?!

Dengan sedikit geram Donghae berjalan mendekatinya, menarik pergelangan tangan wanita itu,

“Yak lee Donghae!” Geram Yoona lantaran tangannya ditarik begitu saja oleh pria ini. Lihatlah kini pergelangan tangan wanita itu memerah akibat genggaman dari Donghae.

“Yak. Bukan kah kemarin Kau bilang menyukaiku?” Tanya Donghae, membuat kedua bola mata biru milik Yoona beralih padanya. “Lalu kenapa bisa tertawa seperti itu pada pria lain, Kau mempermainkanku ya?”

“Apa maksudmu?” Tanya Yoona, “Aku mengatakan menyukaimu bukan berarti Aku harus te- aaah, Kau cemburu?” Tanya wanita itu. Ia begitu tangkap dengan apa yang Donghae rasakan, meski berulang kali Donghae mencoba menghindarinya,

“Tidak! Yang benar saja,” gelak pria itu

“Donghae ah, Aku hanya menyukaimu, bukan ingin Kau menjadi suami ku”

“Kenapa tidak?” Tanya Donghae begitu saja. Setelahnya Ia merutuki perkataan yang meluncur begitu saja dari bibirnya

“Yah… Karna…”

“Baiklah. Mulai besok jangan tertawa seperti itu di depan pria lain lagi. Karna Aku akan menjadi suamimu. Ingat itu Yoona, I see you” ujar Donghae terdengar seperti ancaman yang kemudian pergi begitu saja meninggalkan Yoona. Anehnya wanita itu tidak memberontak seperti biasanya saat otaknya menangkap ancaman yang datang. Yoona menerimanya, dengan senang hati. Dan hubungan mereka menjadi sangat tidak jelas seperti ini. Hanya karena Donghae adalah ‘pria yang akan menjadi suaminya kelak’ sungguh membuat Yoona tertawa begitu mengingatnya.

 

Name : im Yoona

Age : 48 tahun

Sex : F

 

Donghae tergelak membaca rekap data dari pasien selanjutnya. Jam sudah menunjukkan pukul setengah satu dan Yoona datang dengan cara yang beberapa kali pernah Ia lakukan. Wanita itu bahkan pernah memalsukan datanya untuk menjadi pasien dan masuk ke ruang kerja Donghae. Jika biasanya Ia langsung masuk begitu saja tanpa permisi dan langsung mengajak Donghae makan, tapi terkadang Ia datang dengan cara cara yang cukup menggelitik perut.

“Kali ini Aku tidak akan tertipu Yoong” ujar Donghae. Ia mengangkat diagnosis sembari terkikik geli. Seorang perawat kemudian datang membawa pasien. Namun Im Yoona yang ada di bayangan Donghae bukanlah Yoona nya. Melainkan seorang wanita tua dengan senyum yang begitu teduh.

Annyeonghaseyeo dokter-nim” ujarnya. Ia kemudian duduk dan meraih rekaptusi data itu dan membaca diagnosanya dari CT Scan nya.

“Ye? Kurap? Kadas? Kutil?” Bagaimana bisa rontgen dan CT Scan menampakkan penyakit penyakit yang Ia sebutkan barusan. Dan Donghae dengan penuh penyesalan harus mengakui kesalahannya karena keisengannya itu. Sial, bagaimana bisa ada seseorang yang bernama sangat mirip dengan istrinya.

Setelahnya Donghae tak mendapatkan kabar jika Yoona datang kesini. Donghae sengaja mengambil apartement yang sangat dekat dengan rumah sakit. Dikarenakan pekerjaannya dan jika Ia tak ingin Yoona terlalu jauh untuk mengunjunginya untuk sekedar makan siang. Jika sempat, Donghae akan pulang dan makan bersama Yoona di rumah. Tapi terkadang Yoona lah yang menyusul dan membawanya makan di restaurant terdekat.

“Apa ada hubungannya dengan tadi pagi?” Donghae mulai bereskpetulasi. Sudah dua jam semenjak Ia mendapatkan pasien dengan nama Im Yoona itu. Atau Yoona menunggunya di rumah? Namun tak satupun notification masuk ke ponselnya.

Dengan sedikit geram, Donghae melangkah keluar ruangan sembari menelpon wanita itu, namun yang Ia dapati adalah Yoona yang terduduk dengan mata terpejam di deretan kursi pasien ini. Ia tak menerobos masuk seperti biasanya, Ia mengenakan dress tak seperti biasanya dan…

“Dokter-nim…”

“Kenapa tidak mengatakannya padaku?” Geram Donghae. Ia bahkan tidak melirik  perawatnya itu

“Ah, ku pikir pasien sangat banyak dan Yoona-ssi mau menung-”

“Pasien cukup sepi dari jam dua belas tadi. Kau tidak tau jam makan siang ya?” Geram Donghae. Meraih ponsel nya kembali dan menelpon seseorang,

“Ah Hyung. Ini Aku. Ya, seperti biasa. Ah bukan, ini… Aku ingin mengganti partner kerja. Yaah perawat, siapa lagi. Ya, bisa. Nanti ku jelaskan. Baiklah, dan Aku izin sampai sore ini. Ah, yang benar saja Aku sudah di sini dari jam makan siang ta- baiklah Aku mengerti. Terima kasih Leeteuk hyung”

Tanpa menghiraukan perawat itu, Donghae segera mendekati Yoona. Menilik wajah wanita nya itu yang tengah tertidur pulas. Ia mengenakan sedikit perias wajah. Bibirnya tampak lebih mengkilap dengan sedikit polesan lipgloss. Bulu matanya serta alisnya sedikit lebih kontras karena make up dan wajahnya sedikit di polesi bedak. Dan rambutnya ikat ke belakang. Ia tampak berbeda. Bukannya munafik, meski Donghae sangat menyukai Yoona yang menghias dirinya dibanding seperti biasanya, tapi Pria itu tidak menyukai Yoona yang mencoba menjadi bukan seperti dirinya.

Mengapa hari ini Yoona melakukan semua hal yang Ia benci?

 

“Hae!” Panggil seseorang. Suara yang sangat Donghae kenal. Membuat pria itu menoleh dan mendapati rambut kuning Yoona dengan tangan  yang melambai-lambai dari jendela tinggi di lab ini. Permisi pada asisten dosen dan segera keluar dari lab. Ia mendapati Yoona berdiri di koridor fakultas kedokteran ini dengan baju monyet dilumuri oli. Bahkan di wajahnya terdapat beberapa polesan. Tidak polesan bedak atau make up seperti wanita lainnya. Membuat Donghae ingin tertawa rasanya. Ia kemudian menunjukkan minumannya,

“Ini untukmu”

“Tapi Aku sedang di lab. Tidak boleh minum” ujar Donghae sedikit merasa bersalah. Yoona tampak menjinjitkan kakinya, mengintip apa yang Donghae dan teman-temannya lakukan di dalam sana

“Membelah kodok lagi?” Tanya Yoona, “Atau meneliti tai?”

“Yoong itu feses”

“Tai dan feses sama katamu”

“Orang-orang akan melihatmu jika menyebutnya tai” gelak Donghae “Kali ini manusia asli” lanjut pria itu setelah mendapati Yoona merutuki persamaan kata antara fases dan tai dan mengapa semua orang mempermasalahkannya.

“Aaah tapi di jas mu tidak ada darah” ujar Yoona “Aku membedah motor dan bajuku penuh dengan oli” ujarnya penuh dengan kekaguman

“Karna dokter di tuntut untuk bersih?” Ujar Donghae mencoba menjawab meski Ia tak yakin dengan jawabannya

“Tapi kalian memainkan pisau dan memotong kulit orang” Yoona menyipitkan mata birunya pada Donghae

“Ah benar juga” gelak Donghae. Namun berdirinya mereka di koridor yang penuh keramaian ini membuat beberapa orang yang melintas berbisik akan mereka. Tak percaya jika Donghae-sunbae berbicara dengan anak teknik yang kotor seperti Yoona. Wajar saja banyak yang mengenali pria ini. Donghae memiliki suara yang sangat indah dan selalu tampil di acara kampus. Dengan penuh kecemburuan, Yoona kemudian meletakkan minumannya di kantung jas lab milik Donghae dan memoleskan tangannya yang kotor itu ke jas putih bersih milik pria dihadapannya ini.

“Hey apa yang Kau lakukan?!” Protes Donghae. Sebelum pria itu memberontak, Yoona segera memeluk Donghae, membiarkan bajunya yang kotor menempel pada jas Donghae hingga meninggalkan jejak.

“Ini agar orang-orang tau Kau pacarnya anak teknik” gelak Yoona. Donghae membulatkan matanya, namun setelah pelukan itu terlepas, yang Ia lakukan hanya terdiam. Yoona kemudian menunjukkan kunci mobil pria itu yang Ia dapati dari kantung celana Donghae dengan mencurinya,

“Aku pinjam ya,” ujar Yoona dengan senyum terbaiknya. Baru saja Yoona ingin beranjak, Donghae segera menarik lengan wanita itu, mengecupnya tepat di bibir.

“Ini bayaran karena mengotori jas lab ku” ujar Donghae sebelum akhirnya pergi meninggalkan Yoona yang terpaku di koridor fakultas yang sangat berbeda dengannya ini. Dinding yang sangat bersih tanpa coretan serta tembok yang putih menyilaukan mata. Wajah wanita itu kemudian memanas dan segera berlari meninggalkan gedung ini. Menyisakan beberapa jejak kotor di lantai akibat sepatu boatnya. Donghae yang menoleh sebelum kembali masuk ke dalam lab tertawa pelan. Tak perduli dengan orang-orang sekitar yang meliriknya karena mencium wanita di tempat umum seperti ini. Jika Yoona mengira dengan meninggalkan jejak adalah caranya menunjukkan pada orang-orang, maka Donghae menunjukkannya dengan sikapnya. Pria itu kemudian masuk dengan jas lab yang sudah sangat jorok dengan bekas oli dimana-mana dan yang sangat ketara adalah di punggung. Jejak telapak tangan yang sangat jelas menampakkan jika Donghae baru saja di peluk oleh mahasiswa teknik mesin.

 

Yoona masih terlelap bahkan saat Donghae melepas ikat rambutnya. Menyadari itu, Donghae segera menarik senyumnya, namun leher wanita itu menarik perhatiannya hingga Donghae tanpa sadar akan situasi kemudian mengecup pelan bagian sesitive wanita itu, membuat Yoona tersentak sadar

“Apa yang Kau lakukan?” Tanya wanita itu dengan wajah memerah

“Membangunkanmu” ujar Donghae

“Sudah selesai?” Tanya Yoona

“Kenapa tidak memanggilku tadi” ujar pria itu dengan nada manja seperti biasanya

“Ah, Aku takut mengganggu”

“Kau tak akan pernah mengganggu” gerutu Donghae. Ia menggenggam jemari Yoona, menyelipkan setiap jemarinya di sela jemari wanita itu.

“Dan rambutku…”

“Begini lebih cantik” ujar Donghae. Pria itu menarik lengan Yoona keluar dari koridor rumah sakit

“Kita makan apa? Aku bosan dengan makanan di kantin rumah sakit”

“Bagaimana kalau rumah makan china?”

“Ok deal!” Sorak Yoona begitu kegirangan.

***

“Hae-ah” siang ini pun sama. Yoona tampak tak begitu tertarik pada makanannya. Sesungguhnya apa yang mengganggu pikiran wanita ini?

“Hm?”

“Besok Aku akan mulai bekerja”

“Ye?” Meletakkan sumpitnya dan menoleh pada wanita yang sesumringan tersenyum padanya ini “Dimana? Apa pekerjaannya? Bagaimana bisa? Aku akan menemanimu besok” tutur Donghae panjang lebar. Ini adalah pekerjaan pertama bagi Yoona. Meski sudah di tinggal sejak kecil, Yoona tidak pernah bekerja sampingan ataupun bekerja serius. Ia selalu mengandalkan uang beasiswa serta uang dari olimpiade yang Ia ikuti. Dan jika sudah tak ada satupun yang dapat memberinya makan, maka Yoona akan dengan senang hati menjual semua trophy yang Ia dapati. Jika Kau melihatnya dari jauh, tak ada secercah cahaya yang di pancarkan dari seorang Im Yoona. Tapi mendekatlah, maka matamu akan silau karena semua hal tentangnya.  Donghae mengulum senyumnya, menggenggam tangan wanita nya itu, “Bosan di rumah ya?” Tanya Donghae. Lama Yoona memikirkan jawaban sebelum akhirnya menggeleng. Ya, tak ada kata bosan bagi seorang im Yoona. Ia akan dengan senang hati mengisi hari-harinya untuk menyelidiki sesuatu atau menciptakan hal-hal yang baru. Jika Yoona adalah anak usia lima tahun, maka Yoona akan selalu keluar rumah untuk mengejar capung, mencari sesuatu yang baru dan bereksperimen ke sekeliling kompleks rumah, Donghae yakin itu. Tapi Yoona terlalu jenius untuk semua itu.

“Aku mau mencoba saja” ujarnya, “Berkomunikasi dengan orang banyak, Punya teman baru, dan melakukan kebaikan untuk orang-orang” sejauh ini yang Donghae ketahui tak ada satupun teman Yoona. Karena pemikirannya sangat berbeda dengan wanita kebanyakan, membuat orang-orang menjauhinya. Jalan pikir Yoona lebih ringkas dan berbeda. Meski wanita itu selalu memberi sumbangan pada acara amal, hingga kini Ia tidak pernah menghadirinya. Bahkan Yoona dengan senang hati mengganti nama nya hanya untuk menjadi pembeli dari acara amal yang rutin diikutinya setiap bulan. Baginya memberi dengan tangan kanan tanpa harus tangan kiri ikut mengetahui.

“Baiklah. Aku akan menemanimu besok”

“Jangan dekat-dekat tapi ya” ujar Yoona. Donghae mengangguk cepat dan memperhatikan Yoona dari luar gedung pencakar langit ini. Ia memperhatikan wanita nya pagi-pagi sekali bekerja di sebuah kantor sebagai juru photo copy. Memeriksa beberapa dokumen penting dan mulai mencetaknya sekian banyak.

“Lagi?” Tanya pria itu. Donghae menarik bibirnya tersenyum kemudian meresapi milk shake nya.

“Ya ini hari pertama Yoona bekerja” ujar Donghae pada lawan bicaranya disana. Ia yakin Leeteuk pasti sudah sangat jengkel dengan sikapnya ini

“Donghae, Yoona bukanlah anak umur lima tahun yang harus Kau temani. Dia sudah dua puluh tiga tahun dengan cincin pernikahan di tangannya dan sudah memenangkan puluhan piagam olimpiade. Yoona tidak sebodoh itu”

“Tapi Aku khawatir hyung. Maafkan Aku. Potong saja untuk bulan ini”

“Kau tidak menawarkan untuk jaga malam sebagai gantinya?”

“Kau tau Aku tidak bisa meninggalkan Yoona di malam hari” ujar Donghae diiringi dengan gelaknya

“Terserahmu saja! Aku matikan” ponsel itu mati setelah Donghae mengucapkan terima kasihnya. Seniornya yang satu ini hapal betul bagaimana Donghae dan Yoona bertemu bahkan menjadi saksi saat Yoona mengatakan sukanya pada Donghae waktu itu. Sejak awal kuliah dulu hingga ke pernikahan mereka. Wajar jika Leeteuk memahami Yoona hampir seperti Donghae memahami istrinya. Tak lama setelah Donghae mematikan ponselnya, Ia melihat seorang pria dan Yoona beradu agrumen disana. Pria itu beberapa kali menekan kening Yoona dengan telunjuknya. Beberapa kali juga Yoona mencoba melawan dengan menunjukkan sebuah buku. Merasa kesal, Donghae membuka pintu mobilnya dan berjalan memasuki kantor dokumentasi daerah ini. Ia semakin mendengar pembicaraan mereka,

“Jika mereka minta copy kan ya copy saja! Lagi pula kerjamu hanya itu! Bukan memeriksa apa yang di copy!”

“Dia bisa di tuntut karena memperbanyak karya orang yang tidak seharusnya. Di halaman depan sudah tertera jelas”

“Berhenti mengkhawatirkan orang dan kerjakan tugasmu!”

“Lagi pula mesinnya rusak. Aku bisa membuatnya sedikit lebih cepat jika sa-”

“Ah jangan sekali-sekali membuka mesinnya seperti tadi! Sekarang duduklah dan tunggu waktu pulangmu. Aku benar-benar ingin memecatmu, Kau tau itu?!”

“Tap-”

“Permisi” Donghae datang mencoba memasuki pembicaraan. Menyeka perdebatan kedua orang ini.

“Ye, ada yang mau di print?” Tanya pria itu mencoba meramahkan suaranya, Ia kemudian melirik pada Yoona, mencoba mengusir wanita itu untuk menjauh darinya. Tapi yang dilakukan Yoona hanya terdiam melihat suaminya datang ikut campur dalam masalahnya. Apa Donghae akan marah padanya? Atau justru pria itu akan membawanya pergi? Yoona yakin setelah ini Donghae tak akan mempercayainya untuk bekerja lagi.

“Aku ingin menjemputnya pulang” ujar Donghae, mengabaikan pria tegap di hadapannya dan menoleh pada Yoona yang menggeleng pelan

“Jadi ini kekasihmu? Yak, bawa Dia pulang sekarang sebelum toko ku bangkrut! Wanita brandalan sepertinya aigo, membuat ku rugi saj”

Bugh

Belum sempat pria itu menghabiskan kalimatnya, Donghae sudah melepaskan seluruh amarah yang Ia pendam. Sudah cukup Ia menunjuk nunjuk kening Yoona dengan jemari kotornya dan sekarang lihatlah bagaimana bibirnya itu memaki istri Donghae.

“Aigo, apa aku baru saja memukulmu? Aku sudah sangat ingin melakukannya dari tadi” ujar pria itu. Jika selama ini Ia selalu mengobati orang-orang, maka saat inilah Donghae berubah menyakiti orang-orang yang mengganggu Yoona-nya.

Dengan tatapan penuh kemarahan, Donghae menarik lengan Yoona, menjauh dari kantor ini menuju mobilnya. Tarikan yang sama saat Donghae membawa Yoona menjauh dari pria yang mengganggunya di kampus dulu dan juga tatapan yang sama saat bibinya mengatakan hal buruk tentang Yoona.

 

 

“Yoong” panggil Donghae. Wanita itu tampak tersentak dan dengan segera menutup kap depan mobil Donghae.

“M-maafkan Aku!” Sesal Yoona. Wajah wanita itu tampak kotor dan berantahkan, dan Donghae yakin mobilnya juga sama berantahkannya dengan penampilan wanita itu. Donghae menghela nafas pelan dan mendekati Yoona. Mengusap wajah pucat wanita itu dengan jempolnya hingga beberapa oli tampak memudar. “Jadi bagaimana kita pulang?” Tanya Donghae. Ia tidak begitu perduli dengan mobilnya yang mungkin tidak akan dapat di gunakan lagi atau harus membayar banyak uang untuk memperbaiki apa yang telah gagal Yoona buat.

“Aku akan mengantarmu. Kita naik bus, bagaimana?” Tanya Yoona. Donghae mengerutkan alisnya sebelum akhirnya mengangguk.

“Aku bereskan semua ini dulu, bagaimana dengan mobilnya?”

“Aku akan panggil tukang deret nanti” ujar Donghae. Yoona kemudian tampak sibuk membersihkan peralatannya dan kembali ke hadapan Donghae dengan senyum lebarnya.

“Baiklah ayo pulang” ajak Donghae. Mereka berjalan menuju halte, mendengarkan cerita Donghae tentang kuliahnya hari ini. Bahkan hingga detik ini Donghae masih suka menceritakan hari harinya pada Yoona. Ia begitu menyukai bagaimana tatapan wanita itu melebar saat Donghae menceritakan hari harinya, wanita itu tertarik dan sangat tertarik dengan dunia Donghae. Dan yang dilakukan Yoona hanya diam, Ia bukan wanita dengan banyak cerita seperti wanita lainnya. Ia menginginkan Donghae mengetahuinya dengan sendiri, dan Donghae menyukai tiap-tiap bagian yang harus Ia susun hingga menemukan sebuah cerita yang indah dari kehidupan Yoona. Ini seperti bermain puzzle. Jika Donghae sudah kehabisan bahan cerita, maka Yoona akan dengan senang hati meminta kekasihnya itu bernyanyi untuknya. Suatu hal yang Yoona sukai dari Donghae, suaranya. Ia bahkan terang-terangan mengatakan suka pada desahan pria itu. Yoona pasti sudah gila.

Paginya Donghae harus pergi ke bengkel untuk memeriksa mobilnya. Namun yang didapati Donghae adalah mobilnya terparkir rapi di luar sana. Membuat pria itu bertanya-tanya, apa seseorang tidak memperbaiki mobilnya?

“Kami tidak menemukan ada yang salah. Ini semua rapi. Kapan terakhir kali di service? Apa minggu kemarin? Sebaiknya Kau datang sebulan lagi nak” ujar pria itu. Ini sudah bulan ke tiga semenjak Donghae tidak men-service mobilnya. Dan setaunya Donghae melihat dengan sangat jelas mobilnya begitu berantahkan kemarin. Membawa mobilnya menuju kampus dengan seluruh pertanyaan yang belum terjawab, namun pria itu mendapati jaawabannya setelah melihat seseorang tertidur di bangku taman dengan buku menempel di wajahnya. Pria itu tersenyum lebar. Ya, Yoona tak dapat menyelesaikan eksperimennya hanya dalam waktu tiga jam. Berjalan menuju kantin dan membeli sarapan, Donghae membangunkan Yoona dengan menempelkan minuman di tangan wanita itu. Membuat Yoona tersentak.

Ia tersenyum, sangat lebar dan menoleh pada mobil Donghae.

“Bagaimana?” Tanya Yoona

“Aigo, harusnya Kau minta Aku temani untuk membereskannya kemarin” ujar Donghae seraya mengusap rambut blonde Yoona

“Aku tau Kau pasti lelah karena seharian belajar” ujar Yoona, menusukkan sedotan pada juice yang di beli  Donghae kemudian menyeruputnya . Pagi ini begitu cerah, secerah hari Donghae. Dan Ia berjanji setelahnya akan selalu menemani Yoona disaat wanita itu kerja. Karena Ia yakin, tak ada yang bisa menghentikan Yoona selain dirinya.

 

 

“Maafkan Aku Hae,” ujar Yoona

“Tidak perlu meminta maaf, Dia memang salah”

“Seharusnya Aku tidak ikut campur” wanita itu masih menyesali perbuatannya hingga harus di pecat di hari pertama kerjanya

“Tidak ada yang salah Yoong, mereka lah yang buta akan kebenaran” ujar Donghae. Menarik wajah wanita itu untuk menatapnya dan mencoba mengalirkan senyumnya pada Yoona yang tampak murung.

“Kau sudah libur karena ku, harusnya Aku melakukan yang terbaik”

“Sekarang Aku tanya padamu, kenapa melakukan semua ini?” Tanya Donghae dengan suara serendah mungkin. Kedua tangan hangatnya masih setia pada pipi Yoona hingga akhirnya kedua bola mata biru milik wanita itu menoleh padanya

“Aku tak ingin menyusahkanmu, Aku… ingin ada yang bisa di banggakan dariku. Jadi orang-orang tidak membencimu karena ku” ujar Yoona. Donghae tau wanita itu telah berdebat dengan pikirannya untuk mengatakan hal ini, “Aku ingin menjadi wanita normal” ujarnya. Ia merendahkan suaranya tepat di akhir kalimat dan matanya memanas. Yoona yakin setelah ini sesuatu keluar dari matanya dan tak bisa lagi tertahankan seperti biasanya. Wanita itu menangis. Untuk yang pertama kali nya. Yoona tak pernah ingin menunjukkan perasaan sedih dan kecewanya terang-terangan. Dibalik senyumannya tersimpan ribuan tangisan yang ingin Ia teriakkan. Tapi Yoona menutupnya rapat-rapat. Dan yang Donghae sadari setelahnya dari punggung wanita itu yang bergetar dalam dekapan Donghae pada malam harinya.

Jika Yoona hidup sendiri, Ia bisa mengatasi berbagai pendapat orang lain tentang dirinya dengan tidak memperdulikan mereka. Tapi wanita itu tidak ingin Donghae terlibat. Tidak ingin orang yang Ia sayangi juga terlibat menjadi sepertinya. Dengan perlahan Donghae menurunkan ikatan rambut wanita itu. Yoona melakukan hal yang sama lagi, Ia merapikan dirinya, menyisir rambutnya begitu rapi dan mengancing seluruh kemejanya. Dengan perlahan Donghae membuka kedua kancing teratas kemeja wanita yang tengah terisak itu sebelum akhirnya memeluknya erat.

“Semua orang normal. Kau tau? Aku sudah menemukan ratusan bahkan ribuan orang tidak normal. Tidak ada satupun yang sepertimu” ujar Donghae. Semakin mengeratkan pelukannya, ingin rasanya pria itu menenggelamkan wajahnya pada leher Yoona, satu hal yang menjadi favoritenya. Tapi tidak untuk saat ini. Ia tidak ingin memanfaatkan keadaan seperti ini.  “Kita semua normal dengan cara kita sendiri. Dan mereka sibuk menilai kita. Begitu lah bagaimana manusia mendapatkan kepuasan” menyadari kata-katanya tidak berlaku, Donghae kemudian melepaskan pelukan itu. Wajah Yoona yang basah akan air mata membuatnya iba, mengusapnya perlahan dan membuat kedua bola mata biru itu menatapnya, “Kau tau? Jika Aku punya anak sepertimu, Aku akan sangat bangga padanya” ujar Donghae. Kali ini pupil Yoona membesar mendengarkannya, merasa tertarik dengan kalimat pemancing Donghae, “Karena Kau memilih berdiri sendiri dari pada tengkurap dan terinjak bersama-sama orang lain” ujar Donghae, “Tetap lah seperti ini. Aku menyukaimu, semua tentangmu. Rambutmu… matamu… sikapmu… bibirmu” ah, Donghae mulai goyah. Mata pria itu kemudian turun beralih pada bibir Yoona yang basah karena air mata. Merasa Donghae tak melanjutkan kalimatnya, Yoona menarik dasi pria itu dan mencium bibir tipis Donghae. Ia yakin jika pria itu menginginkan hal yang sama. Dan segala kegundahan Yoona meluap begitu saja.

“Bagaimana jika punya anak?” Tanya Yoona kemudian,

“Boleh juga” angguk Donghae “Tapi tidak di mobil kan?” Ejek Donghae

“Kalau begitu kita pulang dulu saja”

“Bagaimana kalau mencari hotel terdekat” pria itu menoleh pada gedung-gedung disekitar mereka, membuat Yoona ingin melepaskan tawanya. Namun kemudian jemari wanita itu menggenggam erat tangan Donghae. Seolah memanggil pria itu untuk menoleh padanya,

“Tapi Aku takut” ujar Yoona

“Takut? Hey, kita melakukannya hampir setiap hari dan Kau menyukainya”

“Bukan itu, dasar mesum” elak Yoona. Ia bahkan dapat menyadari wajahnya yang memanas. Aliran darahnya kemudian berdesir menumpuk pada wajahnya, “Apa Aku bisa menjadi seorang Ibu?” Desisnya kemudian

“Aku akan membantumu. Aku janji” ujar Donghae. Ia telah berjanji akan menemani Yoona di tiga bulan pertamanya setelah melahirkan. Bahkan jika memungkin kan Donghae ingin berhenti dari pekerjaannya dan terus menemani hari-hari Yoona, Ya, itu jika Donghae adalah pria bodoh dan nekat untuk melakukannya. Ia tidak punya cukup nyali untuk hidup tanpa uang. Donghae pasti sudah gila karena mencintai wanita ini.

 

 

 

“Donghae-ya, semua temanku membicarakannya. Dia begitu… Aneh. Tidak ada yang bisa di kerjakannya selain merusak. Dan lihatlah dimana letak sopan santunnya. Apa Dia tau dimana dirinya saat ini?”

“Imo…” pria itu menoleh, kedua matanya tampak berubah. Tak perduli dengan siapa lawan bicaranya saat ini, “Bahkan jika eomma dan appa masih ada, Ia mungkin tidak akan mengatakan hal ini padaku. Yoona adalah istriku, bukan istri orang-orang yang menilainya” ujar pria itu dengan suara datar. Dan setelahnya yang Ia lakukan hanya pergi meninggalkan bibinya yang hidup atas bantuan dana dari warisan yang ditinggalkan oleh orang tua Donghae sebagai imbalan telah merawat anak satu-satunya dari Pengusaha yang meninggal karena kecelakaan itu.

Tidak ada yang bisa mengatakan Yoona seenaknya selagi ada Donghae yang mendengarkannya. Karena mereka tidak tau apa yang terjadi dalam pembuatan sebuah emas yang indah.

 

“Hae-ah,”

“Hmm?”

“Jika Aku punya anak nanti, Kau mau yang seperti apa?”

“Seperti apa yang ku dapat”

“Tidak ingin dengan mata biru dan rambut pirang sepertiku?”

“Tidak terlalu,”

“Kenapa? Kau takut anakmu jadi aneh sepertiku?”

“Aku hanya ingin punya satu Yoona”

“Kalau begitu Aku akan buat puluhan Donghae!”

“Aku akan membantumu!”

END

 yoonhae (96) copy

 

waaaah selesai juga.

Aku ngelihat pict Yoona dengan rambut blonde, rasanya cocok sama dia. tapi kenapa harus digelapkan lagi? 😦

but this is just one thing that i made cause bored of my exam. sejujurnya aku ngetik ini saat besoknya ada ujian hahaha. tiba tiba ada ide datang. yah gini deh. tiba tiba berharap punya suami kaya Donghae TT

btw udah pada baca Bittersweet? ^^)~~~

Jangan lupa komentar disini dan disana yaa

see ya

106 thoughts on “Normal (Oneshoot)

Komentarmu?