Compromise : Exciting Honeymoon (Chapter 11)

compromise 11

Tittle : Compromise : Exciting Honeymoon ( Chapter 11)

Author : misskangen (Twitter @misskangen)

Main Cast :

Im Yoona (Girls’Generation)

Lee Donghae (Super Junior)

 

Support Cast :

Jacques Sanz (OC)

 

Length : Chapters

Genre : Romance, AU

Rate : Mature

Disclaimer : Cerita ini adalah fiktif dan merupakan karya milik penulis. Beragam informasi di dalam chapter ini disadur dari berbagai sumber. Do not do plagiarism!

COMPROMISE : EXCITING HONEYMOON (11)

Pagi terasa begitu damai. Ketika kau dengar suara cicit burung-burung yang seolah menyambut dan memberimu semangat untuk menjalani hari, saat itulah kau tahu bahwa harimu baru saja dimulai. Begitu juga denganku, yang baru saja membuka mata dan menyadari bahwa saat ini aku sedang berada di sebuah tempat yang asing. Atap plafon yang terlihat maupun dinding-dinding dengan ornamen yang tidak biasa menegaskan bahwa jelas ini bukan rumahku atau kamar yang biasa ku tempati.

Aku terbangun dengan semerbak aroma mawar masih dapat tercium tanpa aku harus mengendus. Bagaimana tidak, saat aku mencoba mengangkat lengan untuk menyampirkan rambut yang berantakan, ada begitu banyak kelopak bunga mawar merah yang ikut tersibak.

Aku masih di atas ranjang yang kusadari sudah menjadi peraduanku sepanjang malam tadi. Aku masih bisa meraba selimut katun berlapis sutra dengan warna marun yang sudah tak beraturan dan tak lagi licin dengan ragam kusut yang dapat ditemukan dimana-mana.

Ketika selimut itu kucoba untuk kusampirkan, menariknya perlahan hingga kusadari bahwa saat itu – di atas ranjang itu – aku tak memakai sehelai benangpun. Hanya selimut itulah yang menjadi pelindungku untuk menutup semua rasa malu yang tiba-tiba menguar sejak aku membuka mata.

Sadar bahwa saat itu juga aku tak sendiri disana. Ada satu sosok tubuh dengan napas teratur dan mata yang terpejam tepat di sebelahku. Hanya dalam jarak beberapa senti saja aku bisa menggapainya, bahkan aku bisa mendengar deru napas normal dari wajah damai itu.

Dia seorang pria, yang sepanjang malam menjadi temanku di atas peraduan.

Dia seorang pria, yang menjadi lelaki pertama yang menempati satu ranjang yang sama denganku.

Dia seorang pria, yang dengan begitu lantang memberikan klaim kepemilikan atas diriku.

Dia seorang pria, yang telah kuberikan harta paling berharga yang kumiliki sebagai seorang wanita.

Dan pria itu…. adalah suamiku, Lee Donghae.

Dia suamiku sejak dua hari yang lalu. Ketika pernikahan akbar digelar oleh keluarga Lee untuk mengesahkan diriku yang seorang putri dari keluarga Im sebagai menantu. Dan saat itu semua orang mengakuiku sebagai menantu kehormatan.

Lee Donghae, putra sulung keluarga Lee dari Grup Taesan yang juga dikenal sebagai seorang pengusaha mandiri di luar nama besar Taesan. Seorang pria dengan karakter yang dingin dan begitu banyak menyimpan rahasia sehingga menimbulkan banyak pertanyaan pada diriku untuknya.

Ketika mertuaku, Lee Youngwoon, membangun sebuah kisah fiktif yang lebih mirip drama atau opera sabun bagi hubungan awalku dan Donghae kepada publik, saat itu juga dunia baruku dimulai. Dari ketidakharmonisan yang terjadi sebagai kesan pertama dan berjalan terus menerus dengan banyak kebingungan dan fakta yang cukup mengejutkan hingga saat ketidakpercayaan hadir ketika Donghae menyatakan cinta padaku dan meminangku dengan mulutnya sendiri.

Semuanya terasa seperti mimpi di musim panas. Karena ada banyak hal yang bisa membuat siapapun terbakar dengan segala situasi yang ada.

Aku, yang tak pernah memberikan pengakuan apapun tentang perasaanku pada Lee Donghae memiliki sedikit kebingungan dan banyak keraguan tentang apa yang akan kulakukan.

Perlakuan Donghae yang sedikit demi sedikit terasa begitu manis dan bisa membuaiku, membuatku cukup merasa aku sudah melakukan tindakan yang sangat buruk. Pertama, ada sebuah rahasia yang tak bisa kuceritakan padanya terkait perjanjianku dengan Lee Youngwoon. Kedua, aku tak tahu apakah reaksi yang kuberikan kepadanya adalah sebuah ketulusan. Karena sejujurnya terkadang aku juga memiliki ketamakan untuk mendapatkan semua hati dan perhatiannya, dan menjadikannya sesuatu yang mutlak hanya bagiku.

Apa aku bisa dikatakan begitu munafik? Ketika aku tahu bahwa jika semuanya terkuak, maka jelaslah aku akan menghancurkan kebaikannya termasuk memusnahkan mimpi-mimpi keserakahanku.

Dulu aku adalah Im Yoona, yang begitu menjunjung tinggi prinsip dan sangat dikenal sebagai gadis keras kepala. Im Yoona yang sangat membenci ketidakadilan dan sangat muak pada sebuah kemunafikan. Kini aku menjadi Lee Yoona, seorang wanita yang memiliki kesan-kesan angkuh untuk membangun sebuah kemunafikan sebagai benteng pertahananku.

Lee Yoona sejak dua hari yang lalu adalah wanita yang berjuang demi harga diri dan misi besar untuk menyelamatkan banyak hal tetapi justru menjerumuskan diri sendiri. Lee Yoona adalah wanita yang terjun dengan sukarela ke dalam pesona pria yang sempat diberikan cap sebagai pria tak berhati dan musuh paling menyebalkan.

Semuanya sudah mulai memasuki babak baru ketika aku menyerahkan banyak hal kepada Lee Donghae. Membiarkannya menyentuhku tanpa sehelai kulitpun yang terlewat. Memberinya kebebasan untuk mencumbuku meski kegugupan merasuk di sekujur tubuh.

Ya, aku telah bercinta dengannya. Bahkan meski aku tak begitu memahami rasaku padanya, tapi aku justru menikmati setiap perlakuannya. Walau sebagai pengalaman pertama, tetapi aku memberikan kepercayaan yang besar pada Donghae.

Saat ini melihat wajahnya yang masih terlelap, tampak begitu damai tanpa masalah, tanpa kearoganan dan tak terlihat wajah sinis yang biasa diperlihatkannya.

Sudah lama aku mengakui bahwa Donghae adalah pria yang begitu rupawan. Meski tanpa tatanan rambut andalan sekalipun, ia tetap terlihat menyilaukan mata. Kedamaian pada wajahnya tampak seperti bayi tanpa dosa. Jujur, aku sangat mengagumi karya Tuhan yang tertuang dalam dirinya.

Seandainya aku bisa memutar waktu kembali, maka aku akan memilih untuk tak berurusan dengannya maupun dengan Lee Youngwoon. Karena sesungguhnya aku mulai takut, jika aku benar-benar jatuh cinta pada Lee Donghae maka kesakitan yang akan kualami nantinya akan berlipat-lipat hingga membuatku kesulitan bernapas.

Tak ingin berlama-lama membayangkan masa depan yang tampak menakutkan itu, pelan-pelan aku bangkit dan berusaha untuk tak mengusik kedamaiannya. Sebuah bathrobe yang terlipat rapi di atas meja sudah cukup untuk menggantikan selimut naas tadi.

Sedikit menyibak gorden, aku mulai memandangi taman-taman hijau yang ada di luar sana. Hal yang kuingat bahwa setiba di Bandara di Nice, seorang pria berwajah asli Prancis menjemput kami dengan sebuah mobil mewah, Rolls Royce Phantom yang baru kali pertama kulihat wujudnya dengan mata telanjangku.

Pria yang menyebut namanya sebagai Jacques – aku cukup bagus memanggil nama itu dengan logat Prancis pas-pasan – kemudian dengan sangat santun dan kaku membawa kami pada sebuah mansion mewah di kota Nice lebih tepat di sekitar Côte d’ Azur, yang kuketahui belakangan bahwa Donghae baru saja membelinya dan tentu menjadi pemilik baru tempat itu. Mungkin ini yang menjadi salah satu alasan Donghae menginginkan bulan madu ke Prancis, lebih tepatnya bertujuan ke Monaco adalah untuk melihat mansion baru miliknya.

Udara pagi disini cukup bagus dan view yang bisa dipandang dari dalam kamar ini juga tidak mengecewakan – cukup memanjakan mata meski tak benar-benar dekat dengan pantai.

Aku mencoba merenggangkan tubuhku dan terasa ngilu di beberapa bagian. Ya, tentu aku tak lupa dengan apa yang kualami sepanjang malam. Masih tercetak jelas dalam ingatanku bagaimana Donghae menggauliku dan bergumul begitu mesra di atas ranjang berukuran besar itu. Sesaat kemudian, aku mengatakan pada diriku sendiri dan mengingatkannya dalam hati bahwa saat ini aku bukan lagi wanita bebas. Kini aku adalah Lee Yoona, seorang istri – seorang wanita yang sudah menikah yang tentunya memiliki banyak aturan maupun keterbatasan untuk bertindak dan berperilaku.

Kekagetan sempat menggerayangiku ketika kurasakan lengan seseorang tiba-tiba berada di seputar pinggang dan perutku. Napas hangat yang menyentuh tengkuk hingga sebuah kecupan ringan di pipi, semuanya membuatku sedikit oleng karena ini merupakan perlakuan tak biasa yang kualami.

“Kau tak membangunkanku,” suaranya sedikit serak namun terdengar cukup menggoda telinga.

Aku tersenyum singkat, menyembunyikan kegugupanku. “Kau tampak sangat lelap.”

Donghae terdengar mendesah singkat sebelum kurasakan kembali kecupan bibirnya di rahang bawahku. “Tidakkah kau lelah? Apa aku terlalu kasar malam tadi?”

Nde?

Yah… Lee Donghae, tidak tahukah kau kalau aku masih sangat malu? Dan kau begitu mudahnya mengucapkan hal itu tanpa memperhatikan bahwa pipiku sudah memerah dan memanas karena malu.

“Maafkan aku. Tapi kau terlalu menggoda hingga rasanya aku tak bisa menahan diriku. Kau tahu kita sudah menundanya ketika malam pengantin dan—“

“ssstttt….”

Aku menghentikan Donghae untuk berbicara lebih jauh hal-hal yang membuatku semakin ingin menenggelamkan diriku ke lautan karena rasa malu. Dia benar tak memiliki kepekaan sama sekali. Bahkan aku memberanikan diri berbalik menghadapnya dan meletakkan jari telunjukku di depan bibirnya.

Aku menatap Donghae dengan wajah cemberut, meneriakkan protes lewat sorot mata. Membayangkan wajahku sendiri pasti sangat lucu melihat reaksi Donghae yang menahan senyumnya.

“Sepertinya kau… semakin banyak bicara. Dari caramu mengungkapkannya seolah kau sudah sangat berpengalaman, Mr. Lee.”

Alis Donghae terangkat sebelahnya, memperlihatkan wajah sarkatisnya lagi meskipun mata itu memancarkan kegelian.

“Aku jadi penasaran, apakah kau sudah mengencani banyak wanita selama di Kanada? Kau terdengar seperti seorang player.”

“Wanita? Aku punya banyak…”

Mataku menyipit dengan spontan mendengar jawabannya yang digantung. Dan suamiku ini malah tergelak lalu dengan begitu senangnya mengecup bibirku lagi dan lagi.

“Tentu aku punya banyak kenalan wanita di Kanada. Dan mengenai mereka yang kukencani…” lagi Donghae menggantung kalimatnya. “Hei, kenapa tiba-tiba menuduhku seperti itu?”

Aku hanya mengedikkan bahuku dengan sedikit memperlihatkan keengganan menanggapi.

“Mrs. Lee… kau bukannya sedang cemburu kan?” Donghae menangkupkan kedua tangannya di wajahku.

“apa? Tentu saja tidak. Kau terlalu—“

“Ahh… baiklah. Mengelaklah sesukamu, wife. Setidaknya aku melihat sisi manis dari kecemburuanmu yang berarti tak sepenuhnya kau melihatku sebagai pria menyebalkan.”

Aku hanya mencibirnya, sebenarnya tak setuju namun juga sependapat. Tangan Donghae yang begitu bebas membelaiku baik di rambut maupun wajahku membuatku banyak menahan napas.

“Tapi bisakah kita melakukan gencatan senjata lebih lama lagi? Bukankah malam tadi semuanya berjalan begitu baik dan… mesra?”

“huh? Apa maksudmu?”

“Ayolah, sayang… kita sedang berbulan madu. Tidak akan berkesan kalau kita masih saja bertengkar dan berdebat.”

Berpikir sesaat bahwa yang dikatakannya benar. Aku pun mengangguk singkat. Sebenarnya merasa kali ini aku kalah berdebat dengannya.

“Baiklah, semoga saja kita bisa akur sampai perjalanan bulan madu ini berakhir.”

“Kenapa hanya sampai perjalanan bulan madu saja?” Donghae berbalik menyerangku dengan nada yang cukup tajam.

Lagi, aku mengedikkan bahu untuk mengejeknya. “Aku hanya tidak bisa menjamin kita akan terus terlihat sebagai pasangan berbahagia bila menilik bagaimana watakmu maupun aku.”

“Yah… kau ini—“

“Dan untuk predikat playermu itu, aku akan memastikannya pada Spencer Lee,” aku menepuk pelan pipinya beberapa kali sebelum beranjak meninggalkan kungkungan pelukannya.

“Kenapa malah menyebut nama Spencer sekarang??!!” keluhnya tinggi.

“Kurasa Jacques sudah menyiapkan sarapan untuk kita di bawah. Bukankah kita harus melanjutkan lagi ‘perjalanan’ bulan madu kita??”

Aku menggodanya, yang tampak mulai kehilangan sikap manisnya sejak membuka mata. Ada apa dengan nama Spencer?? Kupikir Donghae terlalu mencurigai sahabatnya itu akan membocorkan sesuatu atas pertanyaanku nanti.

****

Bonjour, Monsieur et Madame…” sapaan pagi yang begitu renyah terdengar di telingaku begitu kami masuk ke ruang makan untuk sarapan. Disana sudah berdiri Jacques dengan setelan super rapi dan senyuman ramah.

Pria itu sebenarnya adalah sosok yang tampan, tinggi, dan tentunya ‘asli Prancis’. Seharusnya aku tak perlu merasa kaget ataupun tidak nyaman dengan keberadaan orang lain di sekitar kami terlebih karena ini adalah perjalanan bulan madu. Donghae sempat menjelaskan jika Jacques adalah kenalannya yang melaksanakan semua proses pembelian Mansion mewah yang kami tempati sekarang.

Di meja sudah terdapat beberapa hidangan untuk sarapan. Aku sempat menelan ludahku ketika menyadari bahwa yang tersaji benar-benar khas Prancis. Melihat bagaimana hangatnya susu cokelat maupun croisant yang terasa harum menteganya. Tentu saja, aku tak boleh lupa bahwa saat ini aku sedang menginjakkan kaki di Negara yang selama beberapa tahun terakhir menjadi tempat bermukim Jessica, kakakku. Kalau saja Jessica sudah ada disini tentu dia sudah membuat pagiku lebih berisik dengan kisah sepelenya menyiapkan sarapan ala Prancis yang sangat dibanggakannya.

Donghae menarik satu kursi dan mempersilahkanku duduk dengan memberikan senyuman menawan yang bisa jadi cukup kubenci karena selalu membuatku merasa sangat gembira.

Sesegera mungkin ia mengambil posisi pada kursi di depanku. Aroma parfum dari tubuhnya menguar dan membuat cukup rileks. Padahal aku juga sangat menyukai aroma sabun mandi yang kugunakan, kurasa hampir sama dengan parfum yang biasa digunakan Donghae selama ini.

Tu es si belle, Madame” (Kau sangat cantik, Nyonya) lagi, Jacques mengatakan sesuatu sebelum tanganku menyentuh gelas yang berisi teh madu.

Meskipun bahasa Prancisku tidak begitu baik, namun untuk kalimat pujian yang diberikan Jacques sangat kupahami. Begitulah wanita, pasti sangat mengenal kata-kata yang berkaitan dengan kecantikan dan sebagainya.

Merci, Jacques” balasku dengan senyuman senang. Aku sempat mendengar suara kecil yang sepertinya keluar dari tenggorokan Donghae. Ah, entahlah!

Je vous souhaite une bonne fois hier soir” kata Jacques kemudian. Pria itu berbicara sangat cepat dan lembut serta senyuman yang mengandung seringaian. Bagi diriku yang tidak begitu mahir berbahasa Prancis pada akhirnya menyerah untuk paham dengan menghadirkan kerut-kerut di keningku.

Donghae tersenyum singkat dan berdecak sambil mengerling pada Jacques yang pada akhirnya tertawa. Aku menatap Donghae, melemparkan tanya mengenai maksudnya dari sorot mataku.

“Jangan salah paham, Sayang. Jacques hanya berkata bahwa ia berharap malam kita berjalan dengan baik. Dengan kata lain kita menikmati malam indah kita,” terang Donghae sambil membalasku dengan tatapan geli dan menggoda.

Spontan pipiku terasa panas. Pasti Donghae puas menertawakanku di dalam hati melihatku yang tersipu malu seperti ini. Dasar para pria, mereka tak bisa sedikitpun membiarkan wanita bebas tanpa godaan!!

“Ah… kau tidak perlu merasa malu, Sayang. Bukankah hal tersebut wajar diberikan kepada pengantin baru…” ujar Donghae selanjutnya.

“Terserah kau saja, Oppa.”

Kali ini Donghae sama sekali tak mencoba menahan tawanya. Pagi ini aku sarapan tidak hanya dengan roti atau susu tetapi juga kenyang godaan dan rasa malu.

****

“Apa mobil ini milikmu pribadi?” tanyaku pada Donghae ketika baru saja menutup pintu mobil dan memasang safety belt.

Donghae menghidupkan mesin mobil dan tak lupa memakai kaca mata hitamnya sambil tersenyum seolah membenarkan pertanyaanku.

“Kenapa hanya tersenyum? Jadi benar, kau juga membeli banyak mobil di luar negeri. Jangan katakan jika Rolls Royce yang kita tumpangi itu bukannya milik Jacques, tapi punyamu.”

Mobil ini kusadari berbeda dengan yang sebelumnya. Lebih tepatnya, kali ini mobil berjenis sport car dengan atap terbuka. Warna biru dongker mengkilap yang melihat dari jauh saja sudah menjelaskan jika harganya sangat mahal.

“Bentley Continental… bisa dikatakan ini mobil impian, Sayang. Akan terlihat sangat sesuai jika menggunakannya untuk berbaur di tengah-tengah kota yang penuh kaum Jetset dan suka memamerkan mobil sport andalan mereka. Kau pasti tau Monaco dan pernah mendengar Rally Monte Carlo, kan?”

Aku memutar bola mata mendengar penjelasannya. Harusnya aku tak boleh lupa siapa Donghae dan bagaimana hidupnya berjalan selama ini. Donghae adalah putra mahkota kerajaan bisnis Taesan – salah satu perusahaan paling kaya di Korea – dan ia juga seorang pengusaha di Kanada. Jelas hidupnya tak jauh dari kemewahan layaknya hedonist. Jika ia menghamburkan banyak uang hanya untuk kesenangan, maka itu adalah hal yang sangat biasa. Tapi bagiku, itu justru hal yang tidak biasa.

“Jadi kau ingin ikut pamer dengan mereka? Well, akhirnya aku paham mengapa kau memilih Monaco sebagai destinasi bulan madu.”

“Memangnya menurutmu kenapa aku memilih Prancis dan Monaco?” tanyanya dengan nada penasaran.

“Tentu saja karena kau ingin pamer, terutama padaku. Pertama, Mansion di Nice lalu mobil mewah yang baru kau beli. Kedua, Monaco terkenal sebagai negara kecil yang sangat kaya tempat dimana banyak pengusaha menyimpan uangnya atau bisa dikatakan juga menghabiskan uang lalu kau berniat melakukan hal itu juga?”

Donghae tergelak. Ia sempat melihatku sebentar menunjukan tawanya, sementara ia juga membagi fokus pada kemudi. Kemudian satu tangannya terulur mengacak pelan rambutku.

Well, kau benar-benar partner yang kuat. Bukan hanya sebagai teman tapi sebagai lawan. Kau bisa dengan mudah membaca gelagatku bahkan langsung mengungkapkan semua tuduhanmu padaku. Ternyata aku memiliki istri yang sangat pintar dan cukup berbahaya. Kupikir aku harus berhati-hati.”

“Apa maksudmu berbicara seperti itu?”

“Semua hipotesismu tidak ada yang meleset. Pertama, tentang Mansion dan mobil mewah. Aku memang sudah membelinya sebelum menikah dan berencana menghabiskan waktu di tempat ini untuk bersenang-bersenang bisa sendirian atau dengan teman-teman lainnya. Ternyata, karena aku menikah jadi aku bisa membawa istriku bersamaku. Kalau kau menyebutnya sebagai pamer, anggap saja seperti itu. Aku memang menyukai hal-hal seperti ini, Sayang.”

Ck! Kau memberikan alasan seperti itu… tetapi justru sekarang di kepalaku berpikir bahwa kau sedang mencoba berlaku layaknya James Bond. Kau tahu kan… mobil mewah, Monaco, Monte Carlo, lalu Casino. Hanya saja aku tak tahu siapa teman yang kau maksud itu.”

Lagi-lagi Donghae tertawa. Tawanya pun terdengar seperti ia sedang mengejekku. Ia memegang dagunya, berpose seperti orang yang sedang berpikir.

“James Bond? Hmm… bukankah ia selalu didampingi wanita-wanita cantik?” Donghae berbalik mengajukan tanya yang dia sendiri sudah tahu benar jawabannya. “Kalau kau menyebutku sebagai James Bond… itu artinya wanita cantik yang mendampingiku jelas adalah dirimu, istriku sayang. Tapi wanitaku jauh lebih baik dari wanita-wanita milik Bond.”

Semakin lama pria ini sangat senang menggodaku. Aku takut akan termakan kata-kata manisnya, lalu menjadi semakin tidak berdaya dan jatuh ke dalam kebimbangan lebih banyak lagi.

“Lalu bagaimana untuk alasan kedua?”

“Kau benar. Aku sudah sejak lama berencana mengembangkan bisnis di Monaco. Setidaknya, pamor Monaco sebagai tempatnya para Taipan menyimpan uang mereka karena pajak yang sangat kecil bisa sangat bermanfaat.”

Heol! Kau sungguh seorang bussiness freak, Mr. Lee Donghae. Bahkan berbulan madu sambil berbisnis. Dan lihat… sekarang kau menyetir sendiri mobilmu. Padahal tadinya melihat karaktermu yang doyan kemewahan dan kenyamanan, kupikir kau akan menyewa sebuah limousine.

“Bukankah seperti ini lebih menyenangkan? Monaco hanya setengah jam dari Côte d’ Azur. Jacques mengatakan jika kita berkendara melalui jalan nasional menuju Monaco, akan ada banyak pemandangan indah yang bisa kita lihat. Tentu saja akan jadi sesuatu yang romantis.”

Benar saja, sepanjang perjalanan menuju Monaco tersaji pemandangan lautan yang sangat indah. Bau laut maupun burung-burung yang terbang di atasnya. Belum lagi juga terlihat kapal pesiar, boat maupun yacht yang menambah suasananya menjadi lebih menyenangkan.

Sebelum memasuki pusat Monaco, kami lebih dulu berhenti di Eze, sebuah wilayah yang berlokasi di atas bukit bernama MontBastide dengan benteng yang mengelilingi rumah-rumah di sekitar pemukiman penduduknya. Tempat ini sangat indah dengan kekayaan alam, bukit hijau yang menjulang dengan hamparan Laut Mediterania di seberangnya sehingga membuat Eze menarik banyak turis.

monaco 2

Setelah cukup puas untuk melihat-lihat pemandangan yang memanjakan mata melalui Eze, dengan begitu tak sabar Donghae menarikku kembali ke mobilnya lalu terkesan buru-buru memacu ke tempat lain.

Saat itu tak begitu jauh hingga kami mulai masuk ke dalam kota Monaco. Awalnya yang terlihat adalah jajaran apartemen-apartemen khas Eropa yang biasa terlihat di berbagai tempat di negara-negara Eropa. Aku belum menemukan antusiasme yang ditunjukkan Donghae tentang tempat ini sebelum kami benar-benar masuk ke pusat kota.

Disanalah aku sadar bahwa hidupku sudah harus mulai diubah dari segi penilaian terhadap kerangka berpikir Lee Donghae. Mungkin memang benar bila aku bukanlah sosok wanita yang gemar menghamburkan uang atau bertingkah layaknya kaum jet set atau seorang sosialita papan atas. Namun apa yang menjadi pemandangan di kota Monaco yang seakan memaksaku untuk menambah pola pikir reaktif.

Monaco benar-benar menggambarkan sebuah wilayah yang dikhususkan bagi mereka si penggemar hedonisme. Setiap jalan yang dilalui, maka berjejer mobil-mobil mewah dengan harga selangit, yang mungkin bisa ditemukan keberadaannya pada pameran-pameran di musim tertentu di Korea.

Jika Donghae begitu antusias untuk berada pada level yang sesuai dengan semua orang-orang disini, maka seharusnya aku mendukung. Ia suamiku, yang kini bertanggung jawab penuh atas diriku termasuk pada situasi keuangan. Meski sangat sulit mengubah pemikiran yang sudah mendarah daging, tetapi berusaha memahami adalah jalan terbaik.

Perusahaan milik keluargaku – Jeongsil – memang tidak sebesar Taesan. Begitupun dengan gaya hidupku yang tak semewah selebritis papan atas Korea Selatan.

Jessica yang sudah lebih dulu berhijrah menjadi seorang wanita karir yang ingin menunjukkan bakat design demi meraih popularitas maupun cita-citanya pun tak pernah bosan memberiku motivasi untuk tak terkungkung dalam pola pikir dan prinsipku yang dinilainya sebagai sesuatu yang kuno.

Beberapa malam sebelum pernikahanku, Jessica pernah mengatakan sebuah hal yang memaksaku untuk berpikir jauh, termasuk mempertimbangkan banyak hal yang berkaitan dengan segala konsep diri yang kumiliki.

Kau akan menjadi istri dari pria dengan potensi besar menjadi seorang penguasa. Apapun latar belakang pernikahanmu dengannya, sudah seharusnya kau mengimbanginya. Cobalah untuk menanggalkan sedikit kekerasan hatimu ataupun prinsip ‘wanita berhati besi’ yang kau miliki. Dengan demikian, maka kau akan dianggap pantas bersanding dengannya.”

Aku tidak tahu kenapa kalimat yang diucapkan Jessica terus terngiang di telingaku bahkan hingga saat ini. Tiap kali aku memadang wajah Donghae atau tiap kali aku berdebat dengannya lalu mengeluarkan kata-kata tajam dari lidahku. Timbul pertanyaan yang tak ingin kujawab, ‘Pantaskah aku bersikap seperti ini?’

Melihat Donghae, mencoba memahami kerasnya ia mencoba mengambil hatiku meski ia tahu aku tak pernah memberi pujian maupun penilaian positif pada setiap hal yang berkaitan dengan gaya hidup mewah dan kaku yang dimilikinya, terkadang aku ingin menuduh diriku sendiri sebagai wanita kejam. Dan akulah pribadi kaku itu. Namun, hati kecilku selalu memberi jawaban bahwa aku menjadi seperti ini karena ketakukan dan kekhawatiranku terhadap masa depan hubunganku dengannya bila dikaitkan dengan apa yang terjadi antara aku dan Lee Youngwoon.

Lamunanku berakhir, ketika mobil berhenti pada sebuah parking lot dengan biaya per-jam nya yang lumayan mahal. Setelahnya kami berjalan kaki untuk melihat-lihat dan berkeliling negara terkecil di dunia kedua setelah Vatikan ini.

Arah yang pertama kami coba lalui adalah taman. Memang kabarnya, kecil-kecil begini, kota Monaco penduduk dan pemerintahannya, sangat mencintai taman. Beberapa taman bisa dikunjungi secara gratis yaitu Jardin Saint Martin, Le Jardin Japonais, Le Parc Princesse Antoinette dan Le Parc paysages de Fontvieille et la Roseraie Princesse Grace. Nama terakhir merupakan taman yang diperuntukkan bagi Putri Grace.

Grace Kelly merupakan seorang aktris Hollywood yang menjadi istri Pangeran Rainer III yang merupakan penguasa Monaco. Hidup Grace Kelly sebagai seorang putri sangat bahagia, namun ia meninggal dalam sebuah kecelakaan tragis.

Sepanjang berjalan berdua, aku memperhatikan bahwa Donghae tampak berbeda. Saat ini yang kulihat bukanlah pria dingin, kaku, dan arogan. Tetapi dia adalah Lee Donghae yang berwujud sebagai pria manis, yang murah senyum dan hangat. Donghae tak pernah melepaskan tautan jari-jari tangan kami. Sesekali ia berbicara menjelaskan sesuatu tentang tempat yang ia tahu seperti seorang tour guide bagiku. Ya, Lee Donghae menjadi seorang tour guide pribadi yang tampan dan sering mengecup punggung tangan maupun dahiku sepanjang perjalanan. Aku sendiri bertanya-tanya apakah ada sesuatu yang terjadi pada pria yang sekarang menjadi suamiku ini?

Of course, he is an unpredictable man… Aku hanya harus mempersiapkan diri untuk menghadapi setiap kejutan yang datang dari dirinya.

Setelah cukup berkeliling berbagai taman-taman indah, akhirnya kami sampai juga di depan Istana Monaco! Baiklah, setelah ini aku akan membaca-baca lagi mengenai sejarah dunia terutama tentang keistimewaan kerajaan Monaco yang lumayan sering kulihat pembahasannya pada majalah-majalah yang menjadi langganan Jessica di rumahnya di Paris.

Istana Monaco yang pada awalnya adalah benteng pertahanan ini telah melewati banyak saksi sejarah perjuangan dalam menghadapi bombardir musuh. Sejak akhir abad ke 13 telah menjadi tempat tinggal keturunan Grimaldi yang saat itu menjadi tuan tanah dan memegang kekuasaan sebagai pangeran setempat.

monaco 5

Selama kurun waktu abad ke 19 hingga awal abad 20 istana yang memiliki gaya ‘Renaissance Italia’ ini menjadi simbol kemewahan, apalagi istana yang berada di atas bukit daerah Côte d’Azur, dimana para bangsawan dan jutawan berlibur, semakin membuat istana dan penghuninya menjadi lambang glamour.

Sudah bisa dibayangkan, Istana Monaco tidak bisa didatangi oleh umum. Hanya dari sisi luarnya kami dibolehkan mengambil gambar secara bebas. Di sekeliling istana, terdapat juga bangunan pemerintahan yang tentunya dijaga pula oleh prajurit kerajaan.

Setelah puas mengabadikan gambar bangunan kerajaan, kami pun mulai melanjutkan perjalanan dengan memasuki kota tua Monaco. Warna warni, tembok bangunan membuat kota mungil itu semakin enak untuk dinikmati.

Layaknya kota wisata, restoran berjejer dengan terasnya menawarkan berbagai macam hidangan. Donghae membimbingku pada satu restoran yang letaknya paling ujung di antara jejeran tersebut. Memilih meja yang tampak sangat sejuk dan nyaman meski saat itu restoran juga sedang banyak pengunjungnya.

Donghae memesankan makanan yang menurutnya akan kusukai. Jadi aku hanya mengedikkan bahu menurutinya tanpa ingin berdebat dulu.

“Bagaimana… kau suka dengan Monaco?” tanyanya ketika waiter baru saja meninggalkan meja kami.

“Aku harus menilai dari bagian mana?” aku berbalik tanya padanya. Kening Donghae tampak berkerut dengan reaksiku.

“Kau ini suka sekali bermain teka-teki, ya? Buatlah kesimpulan dari perjalanan kita untuk sementara ini,” dengusnya singkat.

“Baiklah. Kesimpulanku adalah Monaco si kecil yang kaya raya,” jawabku menggantung dan Donghae tampak masih menungguku untuk melanjutkan. “Dan… menurutku ini menyenangkan meskipun… you know that everything here isn’t my style.” Aku melanjutkan sambil memberinya senyum dan kedipan sebelah mata.

Aku pikir Donghae akan tersinggung dengan jawabanku, tapi nyatanya ia malah tergelak. “Oh gosh… why so worried about it, love? It will be your style right now. Please… see your ownself as a precious woman, not for anybody but just for me.”

“I’ll try then… hubby,” tukasku malu-malu. Donghae menggodaku dan membuat tersipu seharian ini.

Alright, setelah ini sebelum kita pergi ke Monte Carlo, bagaimana jika mengunjungi beberapa butik disini? Mungkin kau ingin membeli souvenir atau kebutuhanmu sebelum kita ke Kanada?”

“Monte Carlo?” ulangku ingin memperjelas.

Donghae mengangguk mantap, “Ya, Monte Carlo… pusat administrasi Monaco. Dan tentu saja mengunjungi Casino de Monte Carlo.”

“Ahh.. arasseo… tentu saja jika datang ke Monaco maka kau harus masuk dan melihat Casino de Monte Carlo,” jawabku sambil meringis membayangkan tempat berbau uang sekelas Casino di Monte Carlo.

“That’s right, baby…

Setelah makan dan berbincang beberapa saat, Donghae tanpa pikir panjang menarikku ke sederetan butik maupun toko-toko dengan merk mentereng yang ada di sekitar pusat Monaco.

Bebagai macam pakaian maupun aksesoris yang terpampang memang sangat menggiurkan, membuat siapapun ingin menyentuh lalu menjadikannya sebagai hak milik dan takkan peduli meskipun harganya sangat menguras dompet. Tetapi siapapun yang datang ke Monaco jelas sudah mempersiapkan segalanya, terutama uang yang sangat banyak melalui kartu kredit unlimited.

Donghae berhasil memaksaku untuk memilih salah satu gaun modis yang mewah dari counter Burberry, lalu mengganti pakaian yang kekanakan dengannya. Begitu pula dengan dirinya yang memilih salah satu setelan Armani untuk mengganti kostum santainya saat ini. Sepertinya ini bagian dari skenario memasuki mega casino yang ada di Monte Carlo itu.

Aku memutuskan untuk menjadi seorang istri penurut untuk sementara selama bulan madu ini. Setengah hari menghabiskan waktu di Monaco, berjalan dan juga berdebat kusir dengan Donghae ternyata melelahkan. Aku juga tidak ingin merusak momentum yang seharusnya memberikan warna kebahagiaan bagi awal pernikahan ini.

Kantong-kantong belanja yang begitu banyak jumlahnya – dan aku tak mau menghitung-hitung berapa banyak uang yang keluar dari rekening Donghae untuk membeli semua itu – dimasukkan ke dalam mobil yang sudah ditutup atapnya. Kami kembali menggunakan mobil ini untuk berangkat menuju Casino de Monte Carlo dengan penampilan yang lebih segar dan tentunya terlihat mewah dan menjanjikan.

Usai memarkirkan mobil di antara mobil-mobil lux nan super mahal. Kami masuk ke dalam Casino. Aku tidak bertanya apapun perihal minat Donghae untuk ikut berjudi di dalam sana. Setahuku Casino de Monte Carlo bukan hanya arena perjudian terbaik dan terlengkap di dunia, tetapi juga merupakan objek wisata.

Monte-Carlo2

Kamera wajib diserahkan kepada petugas, larangan keras mengambil gambar dengan cara apa pun. Benar ketika memasuki ruangan kasino, rasanya diri ini sedang dipelototi oleh kamera dari segala arah.

Berbagai jenis permainan ditawarkan kepada pengunjung. Ada yang mulai dari 5 euros, bahkan ada yang memakai koin mulai dari 2 euros. Sepanjang berjalan di arena kasino ini, aku terus saja memegang lengan Donghae, seolah aku takut akan terlepas darinya dan tersasar di tempat yang menurutku cukup mengerikan ini. Donghae sering menoleh dan menatapku, dengan dahinya yang berkerut dan menanyakan keadaanku. Tentu aku baik-baik saja, hanya merasa kurang nyaman. Namun setidaknya merasakan ada kehangatan lengan Donghae di tanganku membuatku cukup rileks.

Donghae membawaku pada satu kerumunan dimana sedang berlangsung permainan poker. Para pemain memang kelihatan kebanyakan sudah terbiasa dikelilingi oleh orang-orang khususnya turis-turis yang penasaran sepertiku.

Seorang pemuda datang menggantikan pemain yang pergi meninggalkan meja. Kalau menaksir usianya sih sekitar 20 tahun tak lebih. Dengan tenangnya dia mengeluarkan dua lembar uang 500 euros untuk memulai permainan. Sebuah angka yang cukup fantastis yang dikeluarkan untuk permulaan permainan.

Dengan kikuk aku berbisik pada Donghae, “Oppa, kau tak berminat bermain?”

Dia tersenyum padaku, lalu mengelus tanganku yang terampir di lengan kekarnya. “Aku tak ingin ada seseorang yang mati bosan menungguku bermain poker.”

Tawa kecilku mengiringi langkah kami menjauhi meja poker. Syukurlah jika sejauh ini Donghae bisa memahami moodku. Kupikir ia sudah membaca gerak-gerikku yang memaksakan diri untuk tak berkomentar pedas lagi dengan apapun yang akan dilakukannya di dalam Casino de Monte Carlo.

Di dalam kasino terdapat restoran, cafe, maupun bar. Donghae menawarkanku menikmati kopi di tempat ini. Anggukan kepalaku menandakan bahwa aku tak keberatan dan justru senang dengan idenya. Ketahuilah, untuk memasuki cafe nya saja setiap orang harus membayar 15 euros dan meninggalkan identitas. Well, ini memang peraturan yang berlaku untuk menjaga kenyamanan siapapun yang datang ke tempat ini.

Kopi yang nikmat, tempat nyaman, dan obrolan yang hangat sepertinya menjadi kesan yang sangat disyukuri pada perjalanan pertama bulan madu kami di Monte Carlo.

****

monaco 4

Keesokan harinya, Donghae membawaku ke pelabuhan untuk secara langsung berinteraksi dengan laut. Seorang pria kurus berwajah asing menyambut kami di depan sebuah yacht yang sangat bagus. Donghae berbicara selama beberapa menit dengannya menggunakan bahasa Prancis yang sangat cepat untuk kuartikan. Dari percakapan mereka setidaknya kuketahui bahwa si pria kurus tersebut merupakan kenalan Jacques sekaligus pemilik yacht yang menurutnya masih dalam keadaan baru.

Ternyata Donghae hanya berniat menyewa yacht saja, bukannya membeli atau sudah menjadi pemilik yacht tersebut.

We will boating right now, are you ready?” tanya Donghae antusias begitu ia menyelesaikan percakapannya dengan si pria kurus yang belakangan ku ketahui bernama Antonio.

Tanpa pikir panjang aku menjawab, “Yeah… I’m ready, hubby!” dengan wajah yang sangat gembira.

Aku pernah melakukan perjalanan dengan kapal pesiar ketika mendapat kesempatan pertukaran pelajar dengan pemuda-pemudi asal Jepang dan Asia Tenggara. Selama sebulan berlayar mengarungi laut dan singgah selama beberapa hari di beberapa negara di Asia Tenggara termasuk Jepang. Menurutku, perjalanan dengan Kapal laut sangat menyenangkan. Tapi yacht… aku belum pernah dan tiba-tiba menjadi sangat berkeinginan untuk menikmati moment perjalanan dengan yacht.

Ternyata aku membuat kesalahan jika beranggapan yacht yang berada di dekat kami dan Antonio adalah satu yang akan kami gunakan. Ternyata Antonio membawa kami ke tempat lain. Pada sebuah yacht yang lebih besar dari yang sebelumnya dan lagi-lagi tentunya lebih mewah dari yang sebelumnya.

yacht 1

Antonio yang akan menemani perjalanan kami dengan menjadi nahkoda yacht tersebut. Berada di atas dek, membuatku memutar memori perjalananku bertahun yang lalu. Namun perasaanku justru merasa lebih nyaman dan gembira ketika menyadari bahwa saat ini aku berada dalam sebuah perjalanan pribadi dengan seorang pria tampan nan kaya-raya, yang merupakan suamiku. Lee Donghae.

Sudah ada sofa-sofa yang dirancang dan didekorasi dengan menarik di atas dek. Pemandangan Laut Mediterania dengan biru azur laut ini sangat menenangkan hati dan memanjakan mata. Ini adalah sebuah perjalanan yang sangat patut disyukuri dan dibanggakan, bagaimana aku diperlakukan layaknya seorang istri yang disayang, seperti seorang putri yang terhormat ataupun seorang pengantin yang menikmati bulan madunya sepenuh hati.

yacht 2

Perjalanan dengan yacht ini terasa begitu singkat. Meski kami tak melewatkan hal-hal yang memperlihatkan kemesraan dengan saling memeluk, menggoda, saling pandang ataupun mengambil momen sepele dengan berfoto. Kami bahkan sempat berendam di dalam kolam kecil berdisain lingkaran yang ada di dek. Menikmati wine putih yang terasa nikmat sambil saling menyentuh bahkan berciuman panas. Aku sendiri tak mempermasalahkan dengan sikapku saat ini. Biarlah jika menyebutnya terbawa suasana. Aku ingin memberi kesan pada diriku bahwa menjadi wanita yang menikahi pria seperti Lee Donghae bisa memberikan kebahagiaan tersendiri. Dan aku tak menampik jika suatu hari aku benar-benar akan jatuh cinta atau mencintai pria itu sepenuhnya dalam hidupku. Aku hanya perlu belajar untuk menyukai, mencintai, maupun menikmati semua hal diberikan dan dilakukan Lee Donghae untukku. Karena itulah esensi yang seharusnya dilakukan oleh Lee Yoona.

****

Malam ini adalah malam terakhir kami berada di Nice, Prancis. Setelah melalui hari-hari yang sangat berawarna sepanjang kegiatan yang disebut bulan madu ini, dan ada begitu banyak kesan-kesan bermunculan dalam diriku. Mulai dari hal-hal kecil sepele yang membuatku harus berdebat dengan Donghae, maupun hal-hal kecil yang membuatku terkesan dengan Donghae.

Aku juga mulai sedikit demi sedikit merasakan perubahan pada diri suamiku yang selama ini kunilai sebagai seorang pria yang keras hari, dingin, arogan sekaligus sangat menyebalkan. Tenyata ia bisa menunjukkan kasih sayang ataupun kelembutan dari dirinya padaku. Tidak peduli apapun kondisinya, bisa saja karna aku adalah istrinya – yang menurutnya menjadi wanita pertama yang membuatnya terkesan meski terkadang cukup sulit menghadapi sikap keras kepalaku.

Gelak tawaku pernah mengiringi keluhannya mengenai sikapku yang tak pernah mau ambil pusing dengan segala tuduhan yang sering kujatuhkan padanya. Ia berpendapat bahwa aku adalah seorang wanita yang sangat sulit dibuat terkesan atau menunjukkan emosi kegembiraan berlebihan atas apapun yang membuatku terkesan.

“Jadi aku seperti itu? Sepertinya memang begitu…” jawabku saat itu sebenarnya berniat untuk menggoda dan aku malah mendapat sajian wajahnya yang memberengut.

Hei… dia tidak tahu bahwa wajah tampannya itu yang justru membuatku terkadang sulit bernapas dan selalu berusaha menjaga diri untuk tetap bersikap cool.

“Apa kau senang? Apa kau bahagia?” suara Donghae memecah kesunyian di dalam kamar ini. Kamar yang selama beberapa hari kami gunakan selama berada di Nice, Prancis.

Saat ini kami duduk berdampingan di lantai tepatnya di atas sebuah karpet tebal dengan ornamen benang-benang emas dan terasa begitu hangat sambil bersandar pada kaki ranjang. Sementara di depan kami terdapat meja yang menyajikan high quality red wine dan beberapa makanan ringan untuk menemani. DItambah lilin-lilin yang menjadi cahaya penerangan tambahan dan membuatnya begitu romantis.

Thanks to Jacques… yang sampai pada saat-saat terakhir keberadaan kami di Prancis masih dapat memberikan kejutan-kejutan yang berkesan. Sebab esok hari kami sudah harus pergi meninggalkan Nice menuju Kanada, ke tempat selama ini Donghae tinggal dan bekerja.

“Huh?”

“Apa kau suka dengan bulan madu ini?”

“Ummm….” aku sedang memikirkan jawaban yang bisa kugunakan untuk menggodanya lagi. Anggap saja malam ini aku berubah menjadi Lee Yoona si penggoda untuk meninggalkan kesan pada Lee Donghae.

Sambil memainkan wine yang hanya ada seperdelapan pada gelas besar di tanganku, aku meliriknya. “Kau ingin jawaban yang biasa saja atau yang luar biasa?”

Donghae mendengus dan wajahnya tampak sedikit kesal. “Bukankah kau selalu memberikan jawaban yang sangat luar biasa, Nyonya…”

Senyumku tertahan berganti dengan bibir yang mencebik. “Baiklah, kalau begitu yang kau katakan tadi adalah jawabannya.”

“Apa?” Donghae menaikkan alisnya tanda tak paham maksudku. “Kau ingin bermain teka-teki ya?”

Aniyo…

“Lalu, kenapa tak kau katakan saja jawabanmu.”

“Maksudku ‘luar biasa’. Bulan madu ini luar biasa, Lee Donghae-ssi…. Je vous remercie beaucoup, mon mari…” (Terima kasih banyak, suamiku)

Dia tersenyum… cukup lama dengan wajah yang sedikit memerah. “Tapi, bagaimana dengan perasaanmu?”

“Tentu saja aku sangat senang,” jawabku cepat.

“Bukan itu… tapi perasaanmu padaku. Apa kau mencintaiku seperti halnya aku yang mengungkapkan perasaanku padamu?”

Jelas pertanyaan Donghae sontak membuatku terdiam. Aku tak berani menatapnya meski kurasakan ia sedang memandangi wajahku saat ini, menunggu jawabanku.

“Haruskah aku menjawabnya? Aku takut kau akan kecewa dengan jawabanku yang kau sebut selalu luar biasa.”

Donghae menghela napasnya, ia meletakkan gelas wine-nya di atas meja lalu menatapku serius.

“Aku menyukai kata-kata yang keluar dari mulutmu, kupikir kau adalah wanita yang tidak suka bersembunyi di balik topeng toleransi. Jadi meski itu berbisa dan pahit, aku lebih suka mendengarnya langsung darimu.”

Bersembunyi di balik topeng toleransi? Jadi selama ini kau menilaiku seperti itu, Donghae-ssi… Kau tidak tahu bagaimana kerasnya aku berusaha memakai topeng toleransi untuk berkompromi dengan hati dan situasi terhadap apa yang kualami hingga membawaku ke pelukanmu…

“Aku…” berhenti sampai disitu, aku sungguh harus menata hati untuk mengungkapkan kejujuran kepada dirinya.

“Aku… yakin jika aku memiliki rasa itu untukmu. Tapi… kurasakan aku sulit mengungkapkan dan sulit merasakan kehadirannya secara nyata karena ada begitu banyak hal yang mengganjal di hatiku yang tak bisa kuungkapkan begitu saja.”

“Kenapa kau tak bisa mengungkapkannya?”

Mata Donghae menatapku begitu dalam, disana aku mendapatkan harapan bahwa ia menantiku membuka suatu tabir yang sangat ia tunggu hal yang ada dibaliknya.

“Karena aku takut.”

“Apa yang kau takutkan?”

“Aku takut akan menyakiti orang lain. Aku tidak peduli jika aku tersakiti atau hancur karenanya. Tapi tidak dengan orang lain ataupun dirimu.”

Donghae terdiam. Ia tak mengeluarkan sepatah katapun dan ini membuatku cukup frustrasi karena aku tak dapat menebak apa yang dipikirkannya sekarang.

“Kau… pernah mengatakan bahwa aku seperti bisa membaca segala yang kau pikirkan atau apa yang akan kau lakukan. Ketahuilah, sesungguhnya yang terjadi adalah sebaliknya. Kau adalah pria yang sulit untuk kuprediksi, Donghae-ssi… Aku tidak begitu mengenal dirimu. Ketika kau mengatakan cinta padaku, aku bahkan memiliki keraguan untuk itu. Sulit untuk kupercaya jika kau benar-benar memiliki perasaan seperti itu pada dirimu.”

“Kau meragukanku? Kau pasti berpikir bahwa aku hanya seorang pria arogan yang selalu berusaha memenangkan egonya.”

Senyuman miris terpatri di wajahku. Tak perlu pun aku menjawab dengan kata-kata karena sesungguhnya apa yang dikatakan Donghae adalah kebenaran.

“Sejujurnya, aku tidak tahu bagaimana melakukannya,” Donghae berbicara dengan mata nyalang ke arah selain wajahku.

“Melakukan apa?”

“Membuatmu percaya padaku.”

“Oppa, kau—“

“Tidak bisa kah kau memberikan hatimu padaku?” Donghae mengejutkanku ketika ia menarik tanganku, merapatkan tubuh kami dengan tatapan mata yang saling bertabrakan. “Hanya itu yang kuinginkan darimu, Yoona-yah. Kau sudah membuat pikiranku terganggun dan hampir gila karena aku sendiri juga frustrasi menghadapi gejolak yang ada dalam diriku ketika aku tahu kau seperti sulit untuk kurengkuh.”

Getir dalam suaranya menohokku, membuatku menyadari bahwa aku sudah membuat kesalahan besar dengan selalu menempatkan Donghae sebagai pria tak berhati yang takkan pernah memiliki perasaan maupun kelembutan. Tapi tatapannya saat ini justru mencair dalam keraguan batinku, membuatku ingin berteriak bahwa aku sangat ingin menggapainya, mempercayainya, mencintainya….

“Aku hanya ingin hatimu, Lee Yoona…” ulangnya lagi dengan begitu lirih.

Lalu bagaimana aku harus menjawabnya? Tubuhku seakan sulit untuk sependapat dengan hati dan pikiran…

Tanganku gemetar saat meletakkan gelas wineku ke atas meja. Pelan-pelan aku semakin mendekatkan diriku lebih dekat dari sebelumnya, hingga ruang terasa begitu sempit ketika kurasakan napasnya menerpa wajahku. Kucoba menyentuh wajah tampan dengan kulit putih mulus miliknya, memberi belaian yang begitu lembut.

“Aku akan berusaha, Oppa. Aku akan berusaha memepercayaimu sepenuhnya dan kurasa sekarang aku menyadari bahwa aku sedang berada dalam langkah untuk memberikan hatiku padamu. Apa kau mempercayaiku?”

Donghae mengambil tanganku dari wajahnya. Ia mengecup punggung tanganku dan jari-jariku dengan bibirnya yang terasa hangat. “Aku mempercayaimu, Lee Yoona.”

Hatiku begitu tergugah setiap kali ia menyebut nama baruku, Lee Yoona. Namun kini segalanya yang ia ungkapkan dan apa yang aku ungkapkan telah menambahkan beban baru untukku. Kepercayaan adalah sesuatu yang sangat mahal dan Lee Donghae telah memberikannya padaku untuk dijaga dengan baik.

Bibir hangat itu telah berpindah dari tanganku, kini telah menyentuh bibirku dengan begitu lembut. Lumatan demi lumatan yang tak sampai hati jika aku tak membalasnya. Hatiku justru membuncah ketika sekali lagi, disela ciuman memabukkan itu Donghae kembali menyatakan cintanya padaku.

“Aku mencintamu, Lee Yoona. You are my very special brand of witch who had spell me become a special man.

Aku adalah penyihir yang telah membuatnya menjadi pria yang spesial. Dan… yah, Donghae belum bisa meninggalkan julukan penyihir untukku itu.

May I?” Donghae bertanya saat ia membelaiku pada rahang bawah hingga ke leher, menatapku seakan ia sedang lapar.

What?

Give you a special night before the honeymoon’s really ended.”

Wajahku berubah semerah kepiting rebus ketika aku memahami apa yang dipikirkan dan dimaksudkannya saat ini. Senyumku jelas sangat kikuk sekarang.

Well, now you know that you have the rights to do it anytime… hubby.”

That’s great, wife. Let’s have an exciting night together.”

Setelahnya, tubuhku terasa melayang ketika ia mengangkatku, membawaku ke atas ranjang yang hanya dicapai dalam satu-dua langkah. Bahkan ciuman-ciuman itu semakin panas membara hingga membuat kami berdua terbakar gairah untuk menghabiskan malam terakhir dalam perjalanan bulan madu ini.

****

“Berapa lama kita akan berada di Kanada?” tanyaku begitu mendudukkan bokongku di kursi pesawat.

“Huh?” Donghae memutar bola matanya, mungkin karena melihat wajahku yang tampak begitu penasaran dan juga ada raut tidak rela untuk tinggal lama di Kanada.

“Kau hanya bilang kita akan pergi Kanada saja, tetapi tidak mengatakan berapa lama kita akan stay disana. Apa mungkin seperti yang kau katakan pada keluargaku kalau selamanya kita akan tinggal disana?”

Donghae mencubit pipiku dengan gemas. “Kau ini cerewet sekali. Bukankah sudah jelas tentang hal itu?”

Pikiranku langsung melayang pada percakapan Donghae dengan keluargaku ketika makan malam di acara ulang tahun Paman Park. Jika ia benar-benar ingin mewujudkan kata-katanya, itu berarti aku takkan kembali ke Korea sampai aku akan melahirkan anak pertamaku.

“Yah… kupikir setelah bulan madu kita akan pulang ke Korea dulu!” protesku dengan suara tinggi.

“Dan memberimu peluang untuk mengulur waktu lebih lama disana hanya untuk mengasingkanku dari keluargamu?”

Nice guess, Lee Donghae! Aku tak berpikiran seperti itu…

“Bukan itu maksudku, hanya saja aku belum menyiapkan diri ahh m- maksudku aku belum membuat persiapan matang.”

Ck! Kau hanya beralasan, Sayang…” Donghae menatapku galak sebentar sebelum menyibukkan diri dengan majalah di tangannya. “Kau sudah paham dengan sangat baik. Menikah denganku berarti siap ikut denganku kemanapun dan kapanpun.”

“Yah… Lee Donghae!” panggilku pelan namun dengan nada tinggi sambil menarik-narik lengan kemeja panjangnya. “Kita harus berkompromi lagi untuk ini. Ayolah… bagaimana kalau kita membuat kesepakatan, eoh?”

“Rayuanmu tidak mempan untuk yang satu ini, Sayang.” Donghae berbicara bahkan tanpa melihatku. Ia lebih senang dengan bacaannya dan ini membuatku sangat ingin melemparkan majalah itu keluar sana.

“Tidak perlu kompromi apapun lagi. Kau sangat tahu bahwa segala kehidupanku ada di Kanada dan Keluargamu juga sudah memahaminya.”

Aku menangkap seringaian di wajah itu. Senyumnya licik dan ia merasa menang.

“Tapi… kenapa harus secepat ini?”

“Kau tidak perlu khawatir. Semuanya akan baik-baik saja. Kita bisa mengunjungi Korea jika ada waktu.”

“Jika ada waktu?” dengusku tak percaya.

Donghae malah tergelak, tawanya terdengar sangat geli. “Jika kau ingin berada di Korea untuk waktu yang cukup lama, maka berusahalah untuk hamil secepatnya dan kita akan mengatur kelahiran anak pertama kita di Korea, mudah bukan?”

Haishh… menyebalkan!!” tutupku kalah. Perjalanan di pesawat itu berlangsung denganku yang memiliki mood sedikit buruk. Aku harus berpikir tentang apa yang akan kulakukan nantinya di Kanada, tempat dimana aku tak mengenal seorangpun selain Lee Donghae….

 

To Be Continued…

***

***

Hai… Halooo…. Para Readers Compromise yang sudah menunggu-nunggu kelanjutan kisah ini…

Terakhir aku psoting Chapter 10 adalah tanggal 26 Nopember 2014, wah…. benar-benar hampir setahun yaaa… kurang beberapa hari lagi hihihi

I’m so sorry for the very late update for this story. Kalian tahu sendiri bahwa waktuku tersita untuk pekerjaan yang tidak ada habisnya. Tidak hanya waktu yang tersita tapi juga pikiran, mental bahkan kesehatan. Terdengar klise memang, tapi begitulah real life.

Aku sendiri masih ingat dengan cerita ini, tetapi untuk memulai menulis kelanjutannya malah jadi pusing sendiri. Seolah aku sedang membuat cerita baru karena kesulitan menyambungkan benang merah dari kisah-kisah yang lalu. Dan yah… Writing Block juga punya andil besar disini.

Tapi aku sangat berterima kasih untuk kesetiaan (#eaaakkkk) kalian menanti kelanjutannya. Monggo… yang mau baca silahkan dan tetap jangan lupa tinggalkan ide-ide yang kalian miliki tentang cerita ini.

Untuk chapter selanjutnya, aku tentu ga berani janji cepat… tetapi diusahakan tidak akan sampai setahun juga… Hanya saja next chapter till the last chapter will be protected!!

Jadi… sediakan ID yang kalian pakai, dan dipastikan akan dicek eksistensinya selama Compromise berjalan…

Okay, aku harap kalian suka dengan cerita YoonHae di Chapter ini. Sampai bertemu di Chapter selanjutnya…

 

 

 

 

183 thoughts on “Compromise : Exciting Honeymoon (Chapter 11)

  1. Akhirnya ini ff dilanjutin juga kirain gak akan dilanjutin
    Ff nya makin seru honeymoon mereka romantis ya walaupun ada perdebatan perdebatan kecil tapi gpp tetep romantis 😀

  2. finally 😄😄 dipost juga, udah semppat putus asa, kirain nihh ff bakalan berhenti ditengah jalan. tapi unntung authornya masih berbaik hati untuk melanjutnya, meski lama, lama banget malah tapi tetep semangat ko buat nunggu next partnya. fightingggg!! tetep berkarya 🙂

  3. Wah Donghae oppa makin romantis 🙂
    Semoga YoonHae jadi semakin mencintai dan Yoona ga memendam rasanya karna rahasia nya sama Appa nya Donghae, dan semoga Yoona cepet hamil, tapi kalo Yoona hamil berarti kontrak nikah nya bakal cepet berakhir -_-

    Semoga Donghae ga akan marah kalaupun nanti nya tau rahasia Yoona dan semoga kontrak nya dibatalin dan YoonHae jadi Happy Family 🙂

    Thor kalo chapter selanjutnya di locked nanti tau password nya darimana thor?? Next chapter secepat nya thor 🙂

  4. Wuahh akhirnya ni ff keluar juga .. Sampe lumutan gue nunggu ff nya .. Tapii kerenn bangett thor .. Ditunggu next chapternya ^^ Dan jangan lupa ngasih pw ya thor

  5. Wah ternyata ada kelanjutannya jga
    tak kirain udah end di part 10..hehehe
    apa sih yg sbenarnya prjanjian antara yoona sama ayahnya donghae
    kasihan donghae tuhh..
    semakin bagus aja
    next ya
    di tunggu

  6. Akhirnya, untung masih agak2 inget, kalo enggak paling udah baca part sebelumnya nih, :v
    Next,
    Yoona udah deh, selama ada donghae dunia serasa milik berdua 😊
    Ditunggu kelanjutannya, semoga cepat posting nya ya, Fighting!!

  7. Akhirnya dilanjut juga unie, semoga yoonhae cepet-cepet dikasih aegi hehe, sebenernya donghae tau ngga sih tentanv perjanjian antara yoona dan ayahnya? Semoga hidup mereka tentram
    Ayoo unie, kelanjutannya ditunggu ya.
    Fighting

  8. Eohh,, sungguh bahkan rasanya aku lupa kalau aku penggemar berat cerita ini. Rasanya kaya dapat hadiah spesial saat tau udah ada lanjutannya. Aku teriak-teriak gaje 😀 pokoknya di tunggu lanjutannya 😀

  9. Miss kangen (rindu/?) eonni kemana aja? >.< missing you like crazy 😦 #halah.
    Seperti biasa, cerita buatan eonni selalu daebak. Alurnya pas bangett gak cepat gak lambat :* :* lol.
    Emm maap ya eon jikalau aku belum komentar di before chapter, aku pun lupa apa udah komen apa belum 😦 mianhae jeongmal. 😦
    Next chapter aku tunggu, jangan lupa versi YoonWonnya juga~ 😉
    Fighting! ❤

  10. Yap,ktmu chap 11 nya,,!
    Nyari chapter 1-10 nya dmn??(bingung),,di tunggu chapter” selanjut nya thor….semangka!

  11. hae oppa romantis banget tapi .. keras kepala banget n apa pun yg ia mau harus yoona turuti. kenapa yoona unnie susah ya percaya kalau hae oppa, atau hanya takut perjanjian nya di ketahui sama hae oppa???

  12. Ehm di chapter ini banyak yg membuat hatiku berbunga-bunga ahai…
    Yoonhae romantis banget, wah sampai2 perilaku yoona berubah karna donghae yg lembut dan penyayang itu….
    Gk sabar banget nunggu kelanjutannya…
    Dan gmana kehidupan mereka di kanada…
    Aku sebenernya kasian jga sma yoona klo bakalan tinggal di kanada, tpi dibalik semua itu pasti ad hikmahnya
    Semoga yoona cepet hamil dan bsa kembali ke korea

  13. aku telat banget nemu nih ff.. sumpah ff ini keren.
    kasian juga jadi yoong, disaat yoong cinta ke hae tapi yoong malahan takut akan terjadi apa2 dgn hubungannya. aku harap setelah yoong melahirkan anak pertama yoong gak bakal di usir sama lee youngwoon.

  14. Waaaah aku nggak tau kalau ff ini ternyata udah lama. Maklum nggak pernah perhatiin tanggal kalau lagi enak baca. Part ini bener2 keren banget tapi itu semua yang dijelasin fakta kan? Kalau iya itu bener2 bikin nambah pengetahuan. Jarang2 ada ff yang ngambil tempat di monaco tuh dan disini donghae juga sweet banget. Semoga aja yoona cepet buka hati buat donghae biar hubungan mereka semakin membaik. Pokoknya semangat terus ya buat author

  15. Sweet banget bacanya . .
    Suka karakter mereka disini . .
    Gak ngebosenin suka ma pnggambaran alur cerita . .
    N moment yo0nhae juga sukses buat senyum2 gak jelas

  16. Halo author,, saya reader baru nih. Mian baru komen dichap ini soalnya sibuk kerjaan kadang suka gk sempet.. hehe mianhae authornim *bow*
    Makin seru nih cerita kehidupan donghae sama yoona,, apalagi donghae kan udh cinta sama yoona,, dan yoona jg udh mulai cinta nih sama donghae.. Ditunggu little yoonhae nya hehe biar makin harmonis keluarganya yoonhae..

  17. pas buka blog langsung girang karena udah ada lanjutannya…
    Hubungan donghae dan yoona semakin berkembang…
    Pokoknya semakin seruuu ceritanya, dan puas banget bacanya, gak ngebosenin…
    2 jempol dah buat author ^^

  18. huaa seneng banget baca chapter ini mereka sweet bangett pas lagi honeymoon, tapi kalo yoona udah hamil berarti kebersamaan donghae sama yoona harus cepet berpisah dong, ngga lama lagii, jadi sedihh

  19. huwaaa mkin hari makin ngegemesin yonhae couple
    ayo yon cepet hamil nanti biar cepet pulang ke korea *kkk
    gemes deh next eon gomawo udah bikin akusenyum” sendiri

  20. Tinggak dikanada dan melahirkan anak pertama di korea?? Menyenangkan😅😅 jadi intinya belajarlah terus menerus untuk membuat seorang baby yang lucu. Wkwkwkwk

Komentarmu?