Obsesi (Chapter 9)

Tittle : Obsesi (Chapter 9)

obsesi2

Cast : Yoona, Donghae, Choi Minho, Jessica Jung, Rachel Shim, Wu Yi Fan, other

Genre : married-life, angst, pyscopath

Length : Chapter

Author : Yuna21

Rating :  PG

Poster by : RyeohyunYoon (http://ryeohyunyoon.wordpress.com/)

Author’s Note : Halo! Setelah sekian lama aku tidak berkutat dalam hal tulis menulis, akhirnya kini aku kembali. Mungkin banyak yang udah pada lupa sama FF yang satu ini… haha, aku berharap kalian mau membacanya. So, happy reading! Ditunggu komentar dan likenya!

Mata Yoona sedikit melebar. Rasa terkejut dan takut mulai merasuki dirinya, apalagi setelah pria ini menyapanya. “O-hai…”jawabnya ragu dan lemah. Ia bisa merasakan sebuah tatapan tak suka yang diberikan Donghae pada pria di hadapannya ini. “Kau sendiri?”tanya Minho seolah tak menganggap Donghae ada disekitar mereka.

“EKHM!”sebuah dehaman sontak membuat Minho mengalihkan pandangannya. “Basi!”gerutu Donghae. Sontak ini mengundang sorot mata yang tajam dari Minho. “Yoong, apakah kau mau jalan bersamaku?”tanya Minho spontan, tak mau mempedulikan Donghae.

Api amarah tentu saja mencuat di dalam hati pria bermarga Lee ini. Dengan cepat tangannya merangkul bahu Yoona. Matanya menatap penuh kebencian pada Minho. Sebuah senyum kemenangan nampak di wajahnya. “Chagi, bukankah kau bilang ingin membeli minuman dingin? Ayo kita pergi dari tempat ini sekarang. Kurasa udara disini sangat panas!”ucapnya penuh penekanan di akhir kaliamat.

Minho menatap tajam ke arah Donghae. “Mian, kau bilang apa tadi? Chagi?”tanya Minho heran. Sebuah tawa mengejek keluar dari Donghae. Mungkin ini akan lebih baik jika laki – laki ini mengetahui statusnya sekarang. “Aigoo..  kau tidak tau? Jinjja?”tanya Donghae semakin memanasi. “Ah, chagi, perkenalkan aku pada temanmu ini.”sambung Donghae.

Yoona terdiam sejenak Sungguh ia berada di ambang kebingungan. Sangat sulit baginya untuk menentukan sebuah keputusan saat ini. Sementara kedua orang ini sudah mendesaknya agar memperjelas semuanya. Mata Yoona perlahan melirik ke arah Donghae dan Minho bergantian. Sungguh, ini sangat membingungkan. “…. ini, ah! Lee Donghae, kenalkan ini Choi Minho dan Choi Minho kenalkan ini Lee Donghae.”ucapnya dengan cepat.

Yoona bisa merasakan rasa kecewa yang melanda keduanya dan rasa amarah yang tentu begitu besar dari Donghae. Sebelum masalah ini lebih memuncak sebaiknya ia harus memisahkan kedua orang ini secepatnya. “Aigoo! Aku lupa membeli tepung.” Matanya sedikit melirik ke arah Minho. “Mianhae, Minho-ya, lain kali kita lanjutkan perbincangan ini.” Kaki Yoona dengan cepat bergerak melewati Minho. “Donghae, kajja!”serunya.

Donghae melangkahkan kakinya pelan saat melewati Minho. Sebuah bisikan diberikannya. “Ini belum selesai… kau masih punya urusan denganku!” Matanya kembali menatap Yoona yang sudah berjalan jauh darinya. “Yak! Tunggu aku!”

oOo

Sebuah napas dihela Yoona. Kini mereka sudah tiba di rumah. Masalah tadi sepertinya masih berbekas di hati Donghae, karena sedari tadi pria itu hanya terdiam dan menatap tajam ke arahnya. Yoona merasa khawatir. Ia takut Donghae akan melakukan hal yang lebih buruk dari kemaren. Dengan pasrah kakinya mengikuti pria itu memasuki rumah.

“Yoona.”panggil Donghae. Wajah Yoona terangkat. Matanya menatap Donghae yang menatapnya tajam. “Aku tidak suka melihatmu berdekatan dengan pria itu. Kenapa kau tidak memberitahu yang sebenarnya, huh?!” Belum sempat Yoona menarik napas sebentar, pria ini sudah menghujaninya dengan pertanyaan yang berhasil membuatnya mati kutu.

“Aku akan memberitahunya nanti…”jawab Yoona lemah.

“Nanti? Kapan? Sampai dia berhasil merebutmu, huh? Apa itu yang kau inginkan?”

Aniya… Donghae, mandilah, ini sudah malam.”elak Yoona, berusaha memadamkan api amarah Donghae. “Arra.”sahut Donghae dingin dan bergegas pergi. Kini Yoona mulai bisa bernapas. Setidaknya ia tidak mendapatkan api bahaya ataupun sebuah serangan dari Donghae.

Dihempaskannya badannya di sofa. Tangannya meraih remote yang berada di dekatnya. Matanya menatap kosong ke arah televisi, sambil menunggu Donghae selesai mandi. Sudah lima belas menit pria itu di dalam kamar, ini membuat Yoona merasa bosan. Dengan cepat ia bangkit dari duduknya.

Tangan Yoona tergerak membuka pintu kamarnya. Tepat saat itu, tanpa sengaja ia melihat Donghae yang baru saja keluar dari kamar mandi. “AAAA!!!”teriak Yoona. Dengan cepat badannya berbalik. “Yak!”teriak Donghae terkejut. “Oppa! Hei! Apa kau sudah selesai?”tanya Yoona tanpa berbalik sedikitpun. Dengan cepat Donghae kembali melesat menuju kamar mandi dan memutuskan untuk mengganti bajunya di sana.

“Ah, aku sudah selesai.”ucap Donghae yang telah kembali keluar dari kamar mandi. Yoona menghembuskan napasnya lega. “Seharusnya aku…”gerutuan Yoona berhasil di tangkap Donghae, saat gadis ini memutar badannya. “Seharusnya kau apa, hem?”tanya Donghae. “Tidak. Maksudku, seharusnya aku tadi mandi lebih dulu.”ucapnya sebagai alasan.

“Em, dasar!”ucap Donghae sambil berjalan keluar. Tangannya memegang puncak kepala Yoona. “Cepat mandi, dasar bau!”sambungnya menggoda. “Yak!”teriak Yoona tak terima. Sebuah dengusan keluar darinya. Tangannya dengan cepat mengambil handuk yang baru saja dikeluarkan Donghae dari lemari untuknya. Sebuah tawa kecil keluar dari Donghae, menatap wajah Yoona.

oOo

Pukul 2.30

Suara sendal rumah Yoona yang begitu berisik menuruni tangga membuat Donghae berbalik menatapnya. “Oppa, kau belum tidur?”tanya Yoona heran. “Aku lapar.”jawab Donghae sambil memegangi perutnya. “Aish. Bukankah tadi kau sudah makan tiga mangkok?”

“Ya, tapi aku masih merasa lapar. Bagaimana jika kau membuat soup cream untuk kita?”

“Ne.”ucap Yoona sambil melambai – lambaikan tangannya.

Donghae menunggu Yoona di taman kelakang rumahnya, tepatnya dipinggir kolam dengan menenggelamkan sebagian kakinya. Donghae lebih suka duduk luar, karena ia bisa menatap indahnya langit yang bertabur bintang.

Tak butuh waktu lama untuknya menunggu. Yoona sudah datang menyusulnya membawa dua mangkuk soup cream dengan dua gelas cokelat panas. Donghae mendongakan kepalanya menatap Yoona. Tangannya menerima mangkuk yang diberikan padannya. Matanya sungguh tak bisa lepas dari gadis itu, hingga ia ikut terduduk sambil menenggelamkan kakinya.

Donghae mulai memakan soupnya dengan sangat lahap. Mungkin ini juga karena udara malam hari. “Oppa, bagaimana?”tanya Yoona yang telah menghabiskan soupnya. Setelah suapan terakhir, Donghae menatap Yoona. “Lumayan. Paling tida bisa mengisi perutku yang kosong.”jawab Donghae.

“Itu saja?”tanya Yoona heran. Donghae hanya mampu menganggukan kepalanya. “Pssh! Menyebalkan!”gerutu Yoona. “Lalu kau mau apa? Mau kupuji? Baiklah.. wah! Ini lezat sekali, ternyata istriku pintar memasak!”ucapnya. Yoona menghela napasnya. “Bukan itu maksudku.”

“Lalu?”

“Bagaimana laparmu? Apa sudah hilang?”

“Oh itu. Ya, ini berkat soup dan cokelat panas yang kau berikan.”

“Baguslah. Kalau begitu, kita ke dalam. Jika berlama – lama disini, aku mungkin bisa beku kedinginan.” Yoona telah berancang – ancang untuk bangkit. Tangan Donghae mencegahnya, dan membatalkan niat gadis itu.

DEP!

Yoona merasakan jantungnya berhenti berdetak. Sebuah kehangatan mulai dirasakannya. “Apa yang kau lakukan?”tanya Yoona berusaha melepaskan pelukan Donghae. Tapi pria itu teteap saja berkeras hati. “Tadi kau bilang kedinginan. Sudah diam. Apa sudah merasa lebih hangat?”tanya Donghae lembut. Terkadang Yoona tak mengerti dengan jalan pikiran namja ini. Sifatnya yang terkadang lembut dan kasar. Sungguh tak bisa ditebak dengan mudah.

Yoona hanya bisa menurut saja. Dengan sedikit ragu, perlahan disandarkannya kepalanya di dada pria ini. “Oppa, kenapa kau suka diluar? Apa kau tidak kedinginan?”tanya Yoona ragu. Kepalanya mendongak menatap senyum Donghae yang mulai mengembang dengan sangat indahnya. “Tentu saja dingin. Dasar bodoh!”jawab Donghae.

“Oppa.”

“Em?”

“Boleh aku pinjam sebelah tanganmu?”

“Untuk apa?”

“Sudah cepat berikan.”

Dengan pasrah Donghae meletakan tangannya di atas telapak tangan Yoona. Jantungnya sedikit berdegup saat merasakan jari – jari gadis itu menggenggamnya dengan sangat erat. “Sudah lebih baik?”tanya Yoona menatap Donghae. “Em.”jawab Donghae kaku. Sepertinya ada sebuah kemajuan dalam hubungan mereka. Setidaknya tak ada lagi masalah.

Yoona merasakan jantungnya tak kalah berdegup kencang, bahkan lebih kencang dari Donghae memeluknya tadi. Rasanya menggenggam tangan pria ini membuat perasaannya tak kerusan. Apakah ia sudah jatuh cinta? Entahlah ia juga tak mengerti.

oOo

Pagi yang cerah. Hari ini Yoona tidak ada kelas, ini membuatnya mudah untuk berkeliling sekitar kampusnya. Tiba – tiba saja sepasang tangan menghalangi pandangannya, menutup kedua matanya dari belakang. “Nuguya?”tanyanya yag menghentikan langkahnya. Perlahan sepasang tangan itu terlepas dari matanya. Seorang pria berjalan ke hadapannya. Sebuah senyum yang begitu manis tersampir di sana. “Anyeong Yoona-ya!”sapanya. “Kau sendirian? Dimana bodyguard yang biasa menjagamu selama dua puluh empat jam itu?”

Pertanyaan Minho pagi ini membuat Yoona sedikit tertawa. Ia tahu, orang yang dimaksud sudah pasti adalah Donghae, suaminya. “Dia sedang mengurus perusahaan ayahnya.”jawab Yoona. “Oh, kupikir dia hanya mempunyai pekerjaan untuk memisahkan kita.”sahut Minho sinis.

Tentu saja hati Yoona beku, tak bisa merespon apapun setelah mendengar kata, ‘Kita’. “Wae? Kau kenapa?” Mata pria ini menatap ke arah Yoona. Ia merasakan ada suatu hal aneh yang sedang ditutupi gadis ini. “Aniya.”sahut Yoona cepat. “Yoona, apa kau tidak ingin bertanya kenapa aku kembali ke Korea?”

Entah apa yang membuat pria ini tiba – tiba mengatakan hal itu. Sungguh ini adalah pertanyaan yang sulit untuk Yoona, dan sebisa mungkin ia mencoba untuk menghindarinya. “Ah, Minho, bagaimana jika aku mentratirmu makan. Kajja!”seru Yoona sambil berjalan mendahului Minho.

TAP!

Tangan Minho menahan pergelangan gadis ini. Gadis ini mencoba untuk menghindarinya. Dan ini membuatnya sangat yakin bahwa ada yang sedang di sembunyikannya. “Yoona, tolong jawab pertanyaanku.”desak Minho. Mata Yoona terhenti sejenak. Hatinya sungguh berada dalam dilema saat ini. “Ya, aku ingin bertanya. Tapi kurasa itu tidak penting.”jawabnya diusahakan dengan nada sedatar mungkin.

“Apa menurutmu aku tidak penting?”

“Bukan begitu maksudku..”

“Yoona, asal kau tau saja. Aku kembali ke sini untuk memenuhi janjiku. Janji kita sewaktu kecil. Aku akan menjadikan kau permaisuriku.”

DEG!

Jantung Yoona terhenti berdetak. Ia tak menyangka Minho akan menganggap serius pembicaraan bocah berusia lima tahun. Sangat sulit baginya untuk menjelaskan. Sungguh ia tak tau harus bagaimana. “Kau masih ingat kan?”lanjut Minho.

Kepala Yoona tertunduk. Matanya menatap sepatu yang ia kenakan. Kini mulutnya mulai bergerak. “Mianhae Minho-ya..”ucap Yoona pelan. Mendengar kata – kata Yoona membuat hati Minho terasa sesek. Ternyata dugaannya selama ini benar. Apakah ini karena laki – laki itu? “Minho, aku tidak bisa melakukannya. Itu hanyalah ucapan anak umur lima tahun. Aku tidak pernah menganggap itu serius.”

“Apa ini karena laki – laki itu? Aku tau kau berbohong. Kau mencintaiku, kan?” Jeda. “Kenapa kau tidak memutuskannya saja? Yoona, apa aku sudah terlambat?”tanya Minho. Dari raut wajahnya Minho terlihat begitu sakit. Ini sangat menusuk baginya. “Ya, kau sudah sangat sangat terlambat.” Yoona terhenti sejenak. Kalimat yang satu ini sangat sulit untuk ia keluarkan, tapi ia harus mengatakannya. Ia tidak mau membuat seseorang merasa sakit karenanya.

Kepala Yoona terangkat. Matanya menatap dalam ke arah Minho, “Lee Donghae, dia. Dia suamiku.”ucap Yoona.

JDERR!

Rasanya jantung Minho tak berdetak saat ini. Beku, kaku dan sakit untuk berdetak. Bahkan rasanya ia merasakan dirinya sudah tak lagi hidup. Sakit. “Mianhae, Minho…. Jeongmal mianhae…” Setetes air mata meluncur membasahi pipi Yoona. “Walau kau tidak bisa memilikiku, setidaknya kita masih bisa menjadi teman baik.”lanjutnya.

Sekuat tenaga Choi Minho berusaha tegar. Ditahannya air mata dan rasa sakit yang sudah di ujung. “Ya, tentu saja. Aku mengerti. Selamat…”ucap Minho dengan senyum yang dipaksakannya. Tidak Yoona, kau hanya boleh menjadi milikku. Aku, aku akan melakukan apapun untuk merebutmu kembali… Kaki Minho melangkah pergi meninggalkan Yoona seorang diri. Sungguh, hatinya merasa hancur saat ini.

oOo

Jinjja?!”ucap Jessica dengan sedikit berteriak. Matanya melebar menatap Yoona. Sementara gadis itu, matanya melirik ke sekitarnya, melihat pengunjung cafe yang memperhatikan mereka. “Yak! Im Yoona, apa kau sudah tidak punya otak, huh?!”lanjut Jessica sedikit membentak.

“Kecilkan suaramu. Semua orang disini memperhatikan kita.” Sebuah napas dihela Yoona. “Ini memang seharusnya aku lakukan. Aku tidak mau menyakiti siapapun lagi.”jawabnya pasrah. Sebuah kekesalan muncul di wajah Jessica. Ia tak mengerti dengan sikap temannya yang satu ini. “Up to you! Ini memang harus kau lakukan dari awal, bahkan kau juga harus tau persaanmu sejak awal.” Jeda. “Kau itu sangat aneh!”gerutu Jessica.

Mata Jessica terhenti sejenak. Tiba – tiba sederet pertanyaan bermunculan di kepalanya. Dengan cepat kepalanya berputar menatap Yoona. “Yoona, apa jangan – jangan kau…”kalimatnya yang menggantung membuat Yoona sedikit heran. Entah mengapa rasanya jantungnya mulai berdebar saat ini. “Yoona, apa kau sudah jatuh cinta pada Lee Donghae?!”tanya Jessica spontan.

Mendengarkan pertanyaannya membuat napas Yoona tercekat. Jantungnya serasa berhenti berdetak. Dilema mulai melandanya. Ia sungguh tak mengerti ini semua. Ia tak bisa memberikan jawaban saat ini. Jelas, itu karena ia juga tidak mengerti bagaimana perasaannya sesungguhnya. “Ke… kenapa kau bertanya seperti itu padaku?”tanyanya kikuk.

“Sudahlah, aku sudah tau jawabannya. Kau jatuh cinta, kan padanya?”

“Em? A.. ani… aniya...”elak Yoona.

“Lihat wajahmu memerah sekarang. Jangan membohongi dirimu lagi. Jujur saja.”goda Jessica. Tentu saja Yoona merasakan panas di pipinya saat ini. Entah dari mana asalnya ia merasa malu untuk mengakui perasaannya sendiri. “Aniya! A-aku…”

“Aku apa, hem?” Sebuah suara yang bukan berasal dari dua orang wanita ini membuat kedua kepala mereka berputar dengan serempak. Mata Yoona menangkap sosok pemilik suara, Lee Donghae. Pria itu kini terduduk di sebelahnya. “Ekhm! Sepertinya pangeranmu sudah datang.”kata – kata Jessica lebih terdengar seperti sebuah ledekan.

“Kalian sedang berbicara apa? Apa kalian membicarakanku?”tanya Donghae yang langsung menyambar minuman Yoona yang tergeletak manis di atas meja. Yoona merasakan dirinya yang kaku, belum lagi kini jantungnya berdebar dua kali lipat dari biasanya. “Hei, Tuan Lee.. kami sedang membicarakan seseorang yang disukai istrimu ini.”ucap Jessica sedikit berbisik.

Spontan Donghae menghentikan aktivitasnya. Matanya sedikit melirik ke arah Yoona yang hanya terdiam sejak tadi. “Jinjja? Eum… katakan padaku, siapa laki – laki yang berani menggoda istriku ini? Apa Minho sialan itu?”tanya setengah bercanda.

Jessica baru saja hendak membuka mulutnya, matanya sedikit melirik ke arah Yoona. Sepertinya ia bersiap membisikan sesuatu pada Donghae. Yoona takut Jessica akan mengatakan hal yang tidak – tidak dan membuat Donghae marah. Dengan cepat Yoona menyela, “Oppa! Jangan dengarkan dia. Dia sudah tidak waras, mana mungkin aku menyukai pria lain selain kau.”ucapnya spontan.

Sebuah tawa tersembur dari Jessica. Rupanya temannya yang satu ini berhasil masuk ke dalam perangkapnya. “Daebak!”seru Jessica. Sebuah senyum mengembang di wajah Donghae. “Jinjjayo? Jeongmal jinjjayo?”tanya Donghae.

Sepertinya Yoona telah salah melontarkan kalimat dan sepertinya ia telah tertipu oleh Jessica. Wajahnya kini memerah menahan malu. Bagaimana bisa ia mengatakan hal itu pada Donghae. “Emm…. aa.. iituu.. ee..” hanya huruf – huruf itu yang bisa ia ucapkan. Ia tak bisa mencari alasan yang tepat untuk saat ini.

Tangan Donghae mengusap – usap puncak kepala Yoona yang tertunduk. Tawa itu masih mengias di wajahnya. “Tidak apa, jika kau belum bisa mengakuinya.”ucapnya. “Ekhm!”deham Jessica. “Terlalu manis, hargailah yang masih single.”gerutunya. “Ya sudah, lebih baik kau pergi saja.”usir Yoona.

Yak! Jadi kau mengusirku, setelah pangeranmu ini datang? Oh… hatiku sakit sekali, sahabatku telah tega mengusirku.”ucapnya terlebih pada diri sendiri. “Sudahlah. Lagi pula aku juga akan membawa permaisuriku pergi.”sela Donghae. Tangannya menarik lengan Yoona dan bangkit dari duduknya. Sebuah cengiran diberikan dua orang ini pada Jessica.

“Hei! Kau hanya boleh meminjamnya sebentar, ingat kembalikan padaku nanti! Aku masih ada urusan dengannya!”seru Jessica yang melihat Yoona dan Donghae yang semakin menjauh. “Lalu aku dengan siapa?”tanyanya pada diri sendiri.

oOo

Sepasang kekasih yang berjalan keluar dari sebuah cafe ini terlihat begitu mesra. Tanpa ia sadar, Donghae menggenggam tangan Yoona. Tapi tidak untuk Yoona. Gadis ini menyadari Donghae tak melepaskan tangannya. Ia juga tak berani melepaskannya, mungkin bisa dibilang tak mau melepaskannya. Rasanya ini sungguh membuatnya berdebar dan nyaman.

“Yoona?” Kepala Donghae berputar ke belakang, melihat Yoona yang berjalan tertunduk. “Kau kenapa?”tanya Donghae yang melihat sikap Yoona yang sedikit berbeda. Lagipula gadis ini sepertinya sedang menyembunyikan senyum di wajahnya.

Kepala Yoona dengan cepat mendongak, menatap Donghae. “Tidak ada. Oh ya, kita akan pergi ke mana?”tanyanya berusaha mengalihkan pembicaraan. “Em..”pikir Donghae. Perlahan tangan pria ini melepaskan genggamannya. Lalu di gunakannya untuk mengambil ponsel di saku celananya.

Jujur, Yoona merasa sedikit kecewa, tapi sudahlah ia tetap tidak bisa mengakui perasaannya. Matanya memperhatikan Donghae yang sedang melihat sesuatu di layar ponselnya. Kemudian pria itu memasukkan ponselnya kembali. Sebelah tangannya tiba – tiba saja merangkul bahu Yoona. Tentu saja ini membuat Yoona sedikit syok. “Kajja! Nanti aku akan memberitahumu.”ucapnya.

oOo

Yoona terduduk di depan cermin. Matanya menatap dirinya yang kini sudah berubah bak seorang putri dari kerajaan. Malam ini Donghae menyuruhnya berdandan secantik mungkin. Entah untuk  apa Yoona tidak tau. Pria itu masih saja belum memberitahunya. Pria itu selalu saja bisa membuat Yoona penasaran dan menuruti semua perintahnya.

Ini suggesti atau hati Yoona yang membuatnya mau berdadannya secantik mungkin. Ya, sepertinya pria itu kini mulai mencuci pikirannya. Awalnya ia tak pernah suka jika disuruh berdandan seperti ini. Dan dia selalu bersikap dingin dan selalu membantah. Tapi kini? Ia malah menuruti semua kata – kata pria itu. Apakah kini pria itu sudah mulai meracuni pikirannya?

Sebuah senyum menghiasi wajahnya, setelah ia puas dengan hasil dandannya sendiri. Sebuah dress pendek berwarna merah tua membalut indah tubuhnya. Kakinya kini melangkah keluar dari pintu kamarnya.

Sepi. Tak seorang pun dilihatnya di sini. Bahkan Donghae tak memunculkan batang hidungnya. Mungkin saja dia menunggu di bawah. Suara high heelnya terdengar nyaring mengisi kesunyian rumah yang sangat besar ini. Kepalanya kelihat ke kiri dan ke kanan. Tetap saja, ini sama.

TIT!

Suara klakson mobil membuat senyumnya kembali merekah. Mungkin saja Donghae sudah menunggunya di depan sana. Dengan cepat Yoona berjalan menuju depan. Matanya menatap sebuah mobil hitam terparkir dengan rapi. Seseorang yang tak dikenalnya berdiri menunggunya.

“Dimana Tuan Lee?”tanya Yoona.

“Silahkan masuk nyonya, Tuan Lee sudah menunggu anda.”jawab pria ini tegas. Tangannya membukakan pintu untuk Yoona. Dengan segera kaki Yoona melangkah masuk. Dia pikir Donghae menunggunya di dalam mobil ternyata tidak.

Sepanjang perjalanan Yoona merasa sungguh tidak sabar. Pria yang mengemudikan mobil ini membawanya ke sebuah tempat yang tak ia kenal. Apakah jangan – jangan Donghae telah mengerjaiku? Tiba – tiba mobil ini berbalik arah ke sebuah tempat dimana ia mulai mengenalnya.

Tepat di sebuah hotel mewah mobil ini terhenti. Pintu mobil Yoona terbuka. Segera ia melangkahkan kakinya keluar. Begitu banyak pertanyaan mengitari kepalanya saat ini. Bukankah Donghae bilang akan mengajakku makan malam? Kenapa dia membawaku ke sini? Mungkin saja kita akan makan di restoran di dalam hotel.

Seorang pelayan sudah menunggunya. Pelayan ini menggiringnya ke sebuah tempat. Tepatnya di atap restoran ini. Mata Yoona sudah terpesona saat melangkahkan kakinya di tempat ini. Sebuah meja dengan dua kursi telah tersedia, lengkap dengan lilin di atasnya. Ditambah lagi dekorasinya yang begitu romantis, di dukung bintang – bintang yang bersinar di atas langit. Belum lagi, pemandangan kota Seoul yang penuh cahaya lampu dimana – mana. Sungguh terlihat sangat indah dari atas sini.

Melihat semua ini membuatnya hampir melupakan Donghae. Pria itu. Sampai saat ini belum juga menampakkan dirinya. Kepala Yoona berputar ke kiri dan kenan berusaha mencari pria itu. “Kau mencariku?” Sebuah suara membuat badannya berbalik dengan cepat. Matanya menangkap sosok Donghae yang mulai berjalan ke arahnya. Sebuah senyum mengembang di wajah Yoona seketika.

“Terimakasih telah berdandan untukku malam ini.”ucap pria itu ketika di hadapan Yoona. Kedua tangannya diletakkannya di belakang. “Kau sangat cantik.”lanjutnya, sambil mengeluarkan setangkai bunga mawar dari balik badannya. Jantung yoona berdebar dengan sangat kencang. Tangannya menerima bunga pemberian Donghae, menghirup aromanya sejenak.

“Aku yang seharusnya berterimakasih padamu, oppa. Kau sudah menyiapkan semua ini untukku.”kata Yoona penuh kegembiraan. Kakinya melangkah mengikuti Donghae dan terduduk di kursi yang telah di siapkan. Mereka pun mulai menikmati makan malam mereka. Sungguh romantis, hingga hidangan penutup kini telah disajikan.

Oppa, kenapa kau tiba – tiba mengajakku makan malam begini?”

“Tidak, aku hanya… yaa, ingin saja.”

Oppa.. jawablah, jangan membuatku penasaran.”rengek Yoona.

“Hei, kenapa kau menjadi manja, hem? Wajahmu sungguh tidak mendukung.”

“Siapa bilang? Aku ini masih imut.” Yoona mulai mengeluarkan wajah tak berdosanya. “Oppa, lihat aku..”

“Jangan memasang wajah seperti itu.”

“Kenapa? Kau terpesona, kan?”goda Yoona.

“Tidak.”jawab Donghae datar, seperti tak berekspresi sama sekali.

“Ya sudahlah. Berarti percuma saja aku berdandan hari ini.”gerutu Yoona sebal.

Sebuah tawa nampak di wajah Donghae melihat kelakuan Yoona. Kepala Donghae menggeleng – geleng, ini membuat Yoona bertambah sebal. “Kenapa oppa menertawaiku?”tanyanya sebal. “Kau terlihat lucu saat marah.”jawabnya. “Jadi oppa senang melihatku marah? Huh, menyebalkan!”ucapnya dialihkannya pandangannya ke arah lain. Matanya tak mau melihat sedikit pun ke arah Donghae.

“Tidak… Yoona, mian..”bujuk Donghae. Gadis ini tetap saja bersi keras tak mau melihat wajah pria yang terduduk di sampingnya ini. Matanya tetap saja menatap lurus ke depan, melihat pemandangan kota Seoul. “Oh, jadi permaisuriku sedang marah rupanya.” Donghae terus berusaha membuat Yoona agar mau melihatnya. “Baiklah, padahal dia sangat cantik malam ini, tapi mungkin sekarang berubah menjadi penyihir karena marah.”

Jelas saja ucap Donghae membuatYoona sebal. Begitu banyak gerutuan dalam hatinya. Ingin rasanya ia mengeluarkan amarahnya saat ini, tapi tetap ia harus menahannya.

Donghae melirik ke arah Yoona sejenak. Ia masih melihat kekesal di raut wajah gadis ini. Bahkan dia masih belum melihat ke arahnya. “Eoh, sepertinya aku harus mencari pengganti permaisuriku yang baru, ya.. aku akan mencarinya segera. Lebih baik mulai sekarang.”ucap Donghae. Pria ini sudah mengambil ancang – ancang untuk bangkit dari duduknya.

Sementara Yoona, telinganya sudah panas saat ini. Bahkan ia bisa merasakan Donghae yang sudah bersiap – siap pergi. Amarah dalam hatinya sudah memuncak. Dengan cepat kepalanya berputar ke arah Donghae. Mulutnya sudah terbuka, bersiap meluncurkan kata – kata.

CUP!

Jantung Yoona mendadak tak berfungsi. Mulutnya yang terbuka, tertutup dengan perlahan. Sebuah kecupan mendarat manis di kenignya. Matanya menatap Donghae yang kini tersenyum padanya. “Kenapa tidak marah padaku? Kupikir tadi kau ingin marah padaku?” Kalimat itu membuat Yoona tersadar akan tujuan awalnya. “Oppa! Kau pikir aku ini apa, huh?! Bisa dibuang seenaknya!”bentaknya.

Seolah tak mendengarkannya, Donghae bangkit dari duduknya masih dengan senyum di wajahnya. Kakinya mulai melangkah. Tentu saja ini semakin mengundang kekesalan di hati Yoona. Segera ia menyusul laki – laki itu, lengkap dengan segala ocehannya. “Yak! Oppa, kau tidak mendengarkanku?! Yak! Oppa!”teriaknya.

Langakh Donghae terhenti. Badannya berbalik dengan cepat. “Wae? Aku memang ingin mencari permaisuri baru, mungkin yang lebih peduli padaku.”ucapnya serius.

“O-oppa, apa selama ini aku tidak peduli padamu?”

“Ya, kau sangat tidak peduli. Kau bahkan tidak mengerti perasaanku.”

Seketika Yoona melemah, menyadari akan dirinya selama ini. “Oppa… mianhae…” Jeda. “Aku mungkin tidak peduli padamu selama ini. Tapi aku berjanji akan berubah.”

“Itu sudah terlambat. Aku sudah lebih dulu terpikat oleh gadis yang lebih mengerti perasaanku.” Jeda. “Sudahlah, lebih baik mencarinya sekarang.”lanjut Donghae. Dengan segera kakinya melangkah dengan cepat meninggalkan Yoona.

Sementara gadis itu. Hatinya terasa perih, seperti ada sebagian yang hilang darinya. Ia sungguh tak merelakan Donghae pergi darinya. Setetes air mata mulai berjatuhan. Dengan cepat kakinya tergerak menyusul Donghae.

DEP!

Kedua tangannya memeluk pria itu dari belakang, mencoba untuk menahannya. “Oppa, mianhae.. Jeongmal mianhae.. Jangan pergi dariku, Jebal..”ucapnya. Donghae hanya bisa menghembuskan napasnya kesal. “Oppa, aku tau selama ini aku salah, tapi kumohon, jangan pergi.”

“Kenapa kau menahanku? Bukankah ini yang kau inginkan?”

“Oppa… aku…”

“Kenapa? Aku benar, kan?”

Suara jam tiba – tiba saja berdenting, menunjukkan pukul dua belas malam. Kemudian disusul suara piano di tengah – tengah ketegangan. Nada – nadanya membentuk sebuah lagu yang sangat familiar di telinga Yoona. “Saengil chukha hamnida, saengil chukha hamnida. Saranghaneun uri Yoona, saengil chukha hamnida…”suara yang begitu merdu dari Donghae membuat Yoona perlahan mengendurkan pelukannya. Badan Donghae berputar. Sebuah senyum menghiasi wajah pria ini.

Yoona begitu kaget untuk saat ini. Ia tak menyangka pria itu memberinya kejutan yang begitu tak diduganya. Jujur saja, sebenarnya ia sendiri lupa dengan ulang tahunnya hari ini.

Ibu jari Donghae tergerak menghapus setitik air mata di pipi Yoona. “Kau tidak boleh menangis saat ulang tahun.” Sebuah senyum terlukis seketika di wajah Yoona. Sungguh, ini sungguh – sungguh diluar perkiraannya.

“Oppa.. gomawo, jeongmal gomawo. I’II always remember this day. This is the best present I have evr gotten.”ucap Yoona. Entah apa yang membuatnya tiba – tiba saja memeluk Donghae. Ini adalah kado terindah untuknya.

Donghae membalas pelukannya. “Mian, aku sudah membuatmu menangis.”

“Oppa, aktingmu sungguh bagus. Kau sangat cocok bermain drama.”

“Jinjja? Omong – omong, kenapa kau tidak ingin aku pergi?”

“Oppa sendiri ingin mencari istri baru, setiap istri pasti akan marah jika suaminya berkata seperti itu.” Jeda. “Oppa, siapa gadis itu?”

“Dia sangat cantik. Tubuhnya tinggi. Senyumnya sangat manis dan dia bahkan memiliki kening yang indah.” Yoona melepaskan pelukannya dengan cepat. Wajahnya berubah cemberut. “Namnya, Im Yoon Ah.”lanjut Donghae.

“Yak! Oppa!”kata Yoona. Sepertinya rona merah menghiasi pipinya saat ini.

“Sepertinya ini sudah terlalu larut. Sebaiknya kita pulang.”ucap Donghae.

“Eoh, padahal aku ingin lebih lama lagi berada di sini. Lagi pula sekarang hari telah berganti. Sekarang ulang tahunku. Jadi, aku boleh kan meminta apapun.”

“Huh, baiklah. Kau ingin apa, hem?”

“Oppa, tersenyumlah.”perintahnya. Donghae hanya bisa memaksakan senyumsekedarnya saja. Mungkin ini karena ia sudah lelah. “Sudah?”tanyanya. “Ah.. oppa, tersenyum yang benar.”rengek Yoona. “Malam ini aku sudah terlalu banyak tersenyum. Aku sangat lelah, kita pulang sekarang ya?”ajak Donghae.

Yoona tetap tidak terima. Kedua tangannya memegang pipi Donghae. Ditariknya pipi pria itu ke atas, hingga membuat sebuah senyum. “Nah, seperti itu.”ucapnya.

oOo

Kedua orang ini keluar dari mobilnya. Kaki mereka melangkah memasuki rumah besar yang begitu sepi. Kepala Donghae menoleh ke belakang, melihat Yoona yang tertinggal. Sepertinya gadis itu terlihat sangat lelah hari ini. “Yoona, kau lelah?”tanya Donghae. Kepala Yoona mendongak seketika menatap Donghae. “Tidak, aku tidak apa – apa.”

Sebelah tangan Donghae menyalakan lampu. “Oppa,”ucap Yoona syok. Matanya terbelalak lebar melihat Donghae yang menggendongnya. “Oppa, apa yang kau lakukan? Heei, aku masih bisa berjalan.”ucapnya.

Mata Donghae melirik ke arah Yoona sejenak, kemudian melangkahkan kakinya dengan segera. Matanya hanya terfokus pada jalan dan menaiki tangga menuju kamar mereka.

Melihat wajah Donghae sedekat ini membuat jantung Yoona berdebar begitu kencang. Matanya tak bisa lepas dari pria ini. Donghae terlihat lebih tampan saat tak berekspresi seperti ini. Tanpa ia sadar, kini mereka telah tiba di kamar.

Dengan perlahan Donghae menurunkan Yoona. Matanya menatap dalam mata gadis ini yang balas menatapnya. Waktu seakan terasa lama bergerak saat ini, hingga sedetik pun terasa begitu lama. “Oh, cal cayo!”ucap Donghae tersadar. Dengan segera ia melangkah. “Oppa, kau tidak tidur?”tanya Yoona melihat Donghae yang hendak melangkah keluar.

“Tentu saja. Aku baru saja ingin ke kamarku.” Yoona terdiam sejenak. Bukankah biasanya dia tidur disini? “Ada apa?”tanyanya. “Tidak, hanya saja… tidak biasanya oppa tertidur di kamar bawah.”tanya Yoona ragu. “Tidak biasa? Tidak biasa bagaimana? Aku selalu tidur di bawah selama ini.”jawab Donghae kebingungan.

“Tapi, kau tidur di sini kemaren.”

“Oh, ya, memang aku selalu di sini setiap malam. Tapi aku akan pindah saat kau sudah tertidur lelap. Aku tak mau kau terganggu.”jawabnya.

Yoona terhenti. Jadi selama ini, oh, aku sungguh merasa bersalah selama ini. “Tidurlah, besok kau harus kuliah.”ucap Donghae. Tangannya hendak menutup pintu. “Oppa,”panggil Yoona menghentikannya. “Kau… kau bisa.. tidur di sini…”suara Yoona sedikit ragu.

“Aniya, aku tidak mau membuatmu tidak nyaman.”

“Tidak. Aku tidak akan terganggu.”

Sebuah napas dihela Donghae. “Baiklah, jangan menyalahkanku jika kau terganggu.” Segera Donghae menaiki ranjang dan berbaring di samping Yoona. “Jangan menyalahkanku jika terjadi sesuatu. Kau yang memintaku tidur di sini.”ucapnya.

Dengan cepat mata Yoona menajam ke arah Donghae. “Dasar mesum!” Jeda. “ Huh, lagi pula aku percaya padamu, oppa. Kau tidak mungkin berbuat macam – macam padaku.”

“Bukankah suami istri memang seharusnya begitu?”

“Yak! Oppa!”

“Baiklah – baik, selamat tidur sayang!”ucap Donghae, namun dirinya sendiri masih saja sibuk dengan ponselnya. Yoona memperhatikan pria ini. Dengan cepat direbutnya ponsel itu dari tangannya. “Mwo?”tanya Donghae. “Lihat kantung matamu. Cepatlah tidur!”bentak Yoona.

“Aku tau, kembalikan ponselku.”

“Tidur sekarang atau aku akan membuang ponselmu.”

“Kau lebih parah dari eomma. Selalu saja memarahiku.”

Segera Donghae menurut dan merebahkan badannya. Matanya belum saja terpejam, ia masih menatap punggung Yoona. “Yoona?”panggilnya. Tak ada jawaban. “Kembalikan ponselku.”lanjutnya. “Yoona,”

Mendengar namanya di sebut dengan cepat Yoona berbalik. Matanya menatap Donghae. Sebuah senyum nampak di wajah pria ini. Donghae bangkit dari tidurnya, begitu juga dengan Yoona. “Aku sudah tersenyum, jadi berikan ponselku sekrang.”paksanya. “Tidak.”jawab Yoona tegas. Kedua tangannya tiba – tiba saja menyentuh pipi pria ini. Matanya menatap Donghae, begitu juga dengan pria ini. Sebuah napas dihelanya. Tangannya perlahan melepaskan pegangannya. “Jangan membantah. Aku tidak akan pernah mengembalikan ponselmu.”

Yoona kemudian mengalihkan pandangannya. Donghae memegang bahunya, memutar tubuh Yoona hingga menghadapnya. Perlahan bibir Donghae menyentuh bibirnya dengan lembut. Sebeuah lumatan terbentuk di sana.

Ini tentu saja membuat Yoona terkesiap. Perlahan Yoona membalas ciuman pria ini. Donghae menarik kembali bibirnya. Matanya menatap datar ke arah Yoona. “Sudah kubilang, pasti akan terjadi sesuatu. Seperti ini contohnya.”ucap Donghae datar, di lemparnya tubuhnya ke atas kasur dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

“Oppa, kau…”

“Tidur! Jangan banyak bicara lagi.”

Sebuah senyum mengembang di wajah Yoona. “Oppa, saranghae..”kata Yoona yang terdengar seperti bisikan. Telinga Donghae mampu menangkapnya dengan jelas. “Kau bilang apa?”tanyanya memperjelas. “Tidak, aku tidak bilang apa – apa.”jawab Yoona. Dengan segera ia ikut merebahkan dirinya. Tangannya memeluk pria ini.

“Haruskah kita melakukannya malam ini?”tanya Donghae dengan cepat. Kepala Yoona mendongak, tangannya masih memeluk Donghae. “Mwoya?”tanya Yoona. Matanya membelalak lebar. Ia tak mendengar dengan jelas ucapan pria ini. “Tidak ada. Tidurlah.”

“Oppa, aku tidak bisa tidur.”

“Aigoo.. kau ini!”

“Oppa, bilang apa tadi, hem?”

“Tidak, itu tidak penting.”

“Jangan membuatku penasaran. Cepat katakan apa yang kau bilang.”

“Aigoo, percuma saja.”

“Oppa!”

“Huft… Haruskah. Kita. Melakukannya. Malam. Ini?”ucap Donghae dengan suara yang diperjelas dua kali lipat. “Sudah tidurlah.”lanjutnya.

“Jika, oppa menginginkannya… aku, aku akan siap.” Mendengar ucapan Yoona, dengan cepat kepala Donghae berputar menatapnya. “Kau bilang apa?”tanya Donghae spontan.

“Sekarang kau yang tidak mendengar.” Jeda. “Tidur lebih baik.”lanjutnya.

“Ya, kau benar. Lebih baik kita tidur sekarang.” Donghae menatap Yoona sejenak, tangannya mengelus pelan kepala Yoona sambil tersenyum. “Mimpi indah.”

“Bagaimana jika aku tidak mau?” mendengar ucapan Yoona senyum di wajah Donghae memudar. Dengan nada sedikit tajam dia menjawab, “Ya sudah, kalau begitu mimpi buruk saja.” Dengan cepat Donghae ingin memutar badannya ke arah lain.

CUP!

Sebuah kecupan mendarat dengan manis di pipinya. Kepalanya dengan spontan berputar ke arah Yoona. “Aku tidak ingin mimpi indah, kalau mimpi tentang oppa boleh?”tanya Yoona.

To Be Continue……..

8 thoughts on “Obsesi (Chapter 9)

  1. Ahhhh~~~ YOONHAE makin So Sweet bgt + makin Mesra aja & cepat2 punya anak donk biar tambah seru . . . .
    minho jgn ganggu hub.nx YoonHae donk

Komentarmu?