Heart Of Time (Chapter 3)

tess

***

Author: Hadnifla

Judul: Heart Of Time {H.O.T}

Length: Chapters

Cast: Yoona and Donghae

Other Cast: Luhan, Krystal and etc

Genre: Romance; Angst; Action

Synopsis:

Tidak ada takdir yang benar-benar dituliskan memilukan dan tidak ada takdir yang digariskan dengan sempurna. Krystal dan Luhan percaya bahwa mereka bisa mengubahnya dengan mempermainkan waktu yang ada.

***

Yoona telah menjalani kehidupannya selama 25 tahun lebih sebagai seorang gadis yang sangat menyedihkan. Gadis yang memiliki mata dan kening indah itu selalu merasa takdirnya digariskan sangat buruk. Dia merasa seolah tidak punya keberuntungan dalam hal apapun. Bahkan berparas cantikpun tidak membuatnya berfikir bahwa itu adalah sebuah aset kebanggaan. Hari-harinya berjalan seperti biasa. Masih menyedihkan. Tidak ada yang special dan belum ada perubahan dalam hidupnya. Namun pada hari itu, sesuatu terjadi jauh diluar perkirannya. Dua orang remaja datang kerumahnya dan membuatnya merasa seolah garis takdirnya baru saja dihapus dan mulai digaris ulang.

***

Kami tidak ingin memaksamu untuk tersenyum, kami disini untuk membantumu menyadari adanya pelangi

~~~

Enam belas kali. Sejauh otaknya bisa menggali-gali ingatannya, Yoona yakin ini memang sudah enam belas kalinya ia terlambat. Tombol 20 di lift pun ia tekan berkali-kali; meski sebenernya hal itu tidak bisa membuatnya menjadi lebih cepat, masa bodo dengan hal itu, ia sedang sangat panik. Atasannya kali ini pasti tidak akan mau memberikan kelonggaran kepadanya lagi. Pasti.

Hampir ratusan kali sudah ia melirik jam di pergelangan tangan kirinya. Entah mengapa di tengah kepanikannya, jarum di jam tangannya terasa lebih cepat berdetak. Waktu yang tengah berjalan itu semakin membuatnya merasa bersalah. Kaki kanannya mengehentak-hentak penuh kegelisahan. Tetesan keringat mulai membahasi kening indahnya. Kepanikan tengah terekspresikan dengan sangat jelas. Kepalanya semakin pusing memikirkan alasan macam apa lagi yang bisa ia berikan kepada atasan atas keterlambatannya yang sudah terhitung sangat sering. Kesiangan, ya dia jelas memang kesiangan tapi memberikan alasan semacam itu bisa membuat karirnya terancam. Mengingat dirinya yang sedang membutuhkan banyak uang, ia jelas tidak ingin kehilangan pekerjaan satu-satunya tersebut.

Ia mendesah pasrah. Kenapa juga ia harus kesiangan separah ini; satu jam terlambat dari jam masuk kantornya. Ini jelas keterlambatannya yang paling parah. Padahal sejauh ia berkarir di Shinhwa Cooperation, ia tidak pernah seceroboh ini sebelumnya meskipun sebenarnya ia memang wanita yang sedikit ceroboh, tapi ia yakin kasus keterlambatan yang kali ini diluar kecerobohannya.

Mungkin keterlambatan kali ini bukan salahnya, mungkin ada orang lain yang lebih pantas untuk disalahkan.

Ya, dua remaja itu. Bisa saja ia menyalahkan itu semua pada mereka yang tiba-tiba muncul dan mengaku sebagai anaknya. Baru sehari ia menghabiskan waktu bersama mereka, kepalanya sudah terasa ingin melebur. Ucapan mereka tentang masa depan luar biasa memusingkan dirinya. Belum lagi gadis cerewet yang memiliki wajah mirip dengannya itu berkali kali memanggilnya dengan sebutan Eomma, begitupun dengan kakaknya. Yoona harus berkali kali menggigit lidahnya untuk menghentikan sumpah serapah yang nyaris keluar dari mulutnya. Kata “Eomma” yang keluar seharian dari mulut mereka telah menusuk tajam kupingnya bertubi-tubi. Meskipun jika memang mereka benar anaknya mau bagaimanapun juga dipanggil Ibu oleh kedua remaja yang hampir seumuran dengannya tetap terasa tidak nyaman didengar. Pikirannya meracau kembali akan ucapannya yang tadi malam. Saat ketiganya tengah makan bersama, Yoona menegaskan sebuah keputusan.

“Tidakkah kalian berfikir jika kalian memanggil aku Eomma di depan orang-orang, aku bisa dianggap wanita tidak benar? Kalian tidak mungkin kan mengaku pada mereka bahwa kalian anakku yang datang dari masa depan. Itu bisa menjadi berita yang besar dan bahkan kalian akan ditangkap untuk diinterogasi atau mungkin yang lebih parahnya kalian bisa dijadikan bahan percobaan” mata Yoona menatap mengancam dan menakuti keduanya.

Krystal cemberut “Lalu kami harus memanggilmu apa?”

“Kau, panggil aku Unnie. Dan kau Luhan, karena umurmu sama denganku, cukup panggil saja aku Yoona”

“Yo-yoona?” Ia menatap ragu “Aku rasa memanggil seperti itu terdengar sangat canggung bagiku, mau bagaimanapun juga kau kan Eommaku. Jika Noona mungkin tidak apa-apa”

“Aissh, terserah! Yang jelas jangan ada satupun dari kalian yang memanggilku Eomma didepan orang-orang, bahkan di depan Donghae sekalipun. Kalian harus merahasiakan ini semua darinya, megerti?”

“Mengapa kami harus merahasiakan darinya?” mata menawan Luhan menatap penuh penasaran.

Saat itu Yoona hanya bisa berdesah panjang. Sepasang mata indahnya memantulkan sebuah memori pahit yang ada di benaknya. Ia tahu dengan jelas mengapa, namun bukan berarti ia mampu memberitahu mereka.

“Tolong jangan beritahu saja, aku mohon. Biarkan ini semua jadi rahasia kita bertiga.”

Malam pertamanya dengan mereka membuatnya harus terbangun hingga lewat tengah malam. Krystal yang kala itu tidur bersamanya tidak henti-hentinya berceloteh. Ia kian bercerita dengan penuh semangat tentang seberapa besar cinta Donghae pada Yoona dan membongkar beberapa kejadian romantis mereka yang terjadi di masa depan. Mulutnya tidak lelah mengagumi dan memuja Donghae yang baginya merupakan sosok ayah sekaligus suami yang sangat ideal. Dan entah mengapa Yoona tidak menghentikannya, hatinya bahkan mengharapkan bahwa itu bukan hanya sekedar cerita belaka. Untuk sekian lamanya ia pun akhirnya kembali berharap pada sosok pria dingin itu.

Mungkin memang karena itu, karena kepalanya yang sudah nyaris meledak dipenuhi harapan kosong, karena dibuat bingung, kaget, kesal dan segala macam emosi dalam satu hari ia menjadi sulit tidur sekaligus terlambat bangun. Bahkan sakit dikepalanya yang kemarin masih terasa, namun kali ini bercampur dengan kepanikan yang melanda.

Pintu lift pun berdenting dan terbuka lebar, Yoona bergegas membawa kakinya untuk berlari ke ruang kantornya dan bersiap menghadapi atasannya. Namun langkah kecilnya itu kemudian tersendat dengan sangat tiba-tiba saat mendapati lelaki tua dengan jas rapih dan kumisnya yang tebal telah menyambutnya didepan ruangan kantornya. Tangannya dilipat diatas dadanya yang bidang. Gawat! Pikirnya. Lelaki yang biasanya ia temui saat ia terlambat kini gantian menghampirinya. Dan meskipun lelaki tua itu hanya diam, bagi Yoona ia sudah terlihat sangat menyeramkan.

Ia benar-benar tidak akan bisa lepas dari ini semua dengan mudah, pikirnya. Yoona mencoba mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal kelelahan kemudian membungkuk rendah di hadapan lelaki berumur 40 tahunan itu.

“Maaf hari ini aku terlambat”

Lelaki dihadapannya itu menatap lama dengan tatapan yang tajam mencekam seolah mencengkik erat nafas Yoona. Baginya, lelaki itu tidak pernah terlihat semenyeramkan ini sebelumnya.

“Enam belas kali. Kau sudah terlambat enam belas kali Yoona-ssi. Aku rasa sudah tidak ada lagi nasihat yang bisa aku berikan padamu.” Suaranya dalam dan tegas. Ucapannya pelan namun terdengar menggelegar.

“Aku benar-benar minta maaf kali ini, aku-”

“Kau dipecat!” ujarnya singkat padat tanpa basi-basi namun bergemuruh keras di telinga Yoona.

Seolah seperti ada petir yang menggelegar, jantungnya berdegup kaget menyesakkan. Butuh beberapa saat untuk Yoona bisa mengolah apa yang barusan dikatakan atasan besarnya itu.

“Di-dipecat?”

“Ya. Kau dipecat” ulangnya dengan penuh ketegasan. Dan suaranya semakin terdengar menggelgar, menyambar tepat dijantung Yoona.

“A-anda bercanda kan?”

“Seharusnya aku yang yang menanyakan hal itu. Apakah kau menganggap perusahaan ini tempat kau bermain-main? Kau sudah lebih dari 10 kali tidak masuk kerja dan 16 belas kali terlambat”

“Bu-bukan begitu aku-“

“Kemasi barang-barang di mejamu!” Ia memotong dengan perintah yang cukup tegas “Perusahaan ini tidak membutuhkan seorang karyawan yang tidak bisa disiplin sepertimu”

“Tu-tunggu” Ia menarik lengan atasannya yang hendak pergi tanpa menghiraukan tatapan tajam yang dilemparkan olehnya sesaat kemudian “Aku mohon jangan pecat aku saat ini. Aku tidak punya pekerjaan lagi. Aku berjanji akan lebih disiplin kali ini.”

“Kau seharusnya berterima kasih karena aku baru memecatmu sekarang” ia menyentak tangannya dengan kasar lalu pergi berlalu tanpa mempedulikan sejuta kata permohonan yang keluar dari mulut Yoona.

Tidak ada kata yang mampu ia ucapkan lagi, bersumpah serapah pun ia tidak mampu. Ini sudah terlalu kejam, terlalu menyedihkan. Air mata yang sedari tadi ia tahan kini turun mengalir begitu saja tanpa ia sadari. Percuma menceritakan tentang hidupnya, tentang ayahnya yang harus dibiayai, tentang flat dan hutangnya yang harus dilunasi, lelaki itu tidak mungkin akan peduli. Ia juga tidak akan peduli jika Yoona tidak punya keluarga lain selain ayahnya sehingga satu-satunya yang harus merawat ayahnya hanyalah dirinya seorang, sebuah alasan utama mengapa ia terbilang sering tidak masuk kerja.

Tangisannya terus berlanjut, tatapan dari rekan-rekan kerjanya tidak lagi ia perdulikan. Kakinya terasa lemas hanya untuk berjalan ke meja kerjanya. Ia mengusap air matanya pilu kemudian mulai mengemasi beberapa barang penting disana. Banyak hal yang tengah melayang-layang dipikirannya dan membuat segalanya menjadi jauh lebih kacau, khusunya masalah keuangan dan hutang.

Pemecatan akan dirinya sebenarnya memang masuk akal. Yoona tidak akan hanya berdiam diri dan menangisi itu semua jika itu sebuah kekonyolan. Ia akan kembali memohon, bahkan tidak peduli jika harus ribuan kali atau seharian. Apapun itu akan ia lakukan untuk mendapatkan perkerjaannya kembali. Hingga berlutut atau bersujud pun mungkin tidak masalah. Ia sudah tidak peduli dengan harga dirinya sekalipun. Persetan dengan harga diri saat dirinya sedang sangat membutuhkan pekerjaan, membutuhkan upah. Akan tetap ia memahami banyak hal, bukan karena malu ia tidak berani memohon kembali, tapi karena ia tau diri. Pemecatannya bukan didasari atas masalah kebencian, bukan karena persaingan posisi atau apapun masalah konyol yang kerap kali terjadi di sebuah pekerjaan. Karena kelalaian dan kecerobohannya, alasan itu cukup membuatnya mengerti bahwa siapapun yang menjadi atasannya pasti akan memecat seorang pekerja semacam dirinya.

Namun ia tetap merutuki dirinya penuh penyesalan. Kelalaiannya kemarin maupun sekarang ternyata menjadi akhir karirnya. Tidak ada yang pantas disalahkan selain dirinya, bahkan untuk seorang pria brengsek seperti Lee Seunggi yang membuatnya harus membolos, tidak juga Krystal atau Luhan yang membuatnya bangun kesiangan. Bukan karena dirinya terlalu baik pada mereka, ini mutlak kesalahannya karena tidak bisa bangun lebih pagi. Lagipula Yoona bukan wanita yang suka mencari-cari kesalahan orang lain atas apa yang menimpa dirinya. Hidup tidak pernah mengajarkannya menjadi wanita sepicik itu. Sekeras dan sekejam apapun kehidupan padanya, ia selalu bisa menerima. Dengan kata lain Yoona telah tumbuh menjadi wanita yang penuh pengertian, baik pada dirinya sendiri maupun kepada orang lain.

Mata Yoona yang berkaca-kaca kini tengah menyisiri permukaan meja, mencari benda-benda penting lain yang perlu ia bawa. Pandangannya kemudian terjatuh pada bingkai foto masa kecilnya yang berada di pojokan meja dan kemudian hatinya pun berdesir tenang. Ia mengambil dan memandangi sesosok potret lelaki tua dengan seutas senyuman tipis terpampang diwajah lesuhnya. Foto yang ia pandang saat bekerja itu selalu membuatnya bersemangat. Berapa kali pun dan berapa lama pun, sosok ayahnya yang terpajang bahagia di foto itu telah berkali-kali membantunya bangun dari keterpurukan. Senyuman yang terukir diwajahnya selalu mengingatkannya bahwa ia masih memiliki seseorang yang menyayanginya. Terkadang ia berfikir mengapa saat itu ayahnya tetap bisa tersenyum dengan tabah dan tegar setelah istrinya, sosok yang Yoona berusaha lupakan itu, meninggalkan keduanya tanpa sepatah kata penuh arti. Namun hal itu mengajarkan sebuah pelajaran besar bagi Yoona, bahwa meskipun takdir tengah menghempasnya ke tanah keras-keras tanpa ampun, senyuman akan selalu menjadi jalan utama untuk menenangkan segalanya atau setidaknya menjadi cara untuk berpura pura mengatakan kepada seseorang bahwa dirinya baik-baik saja. Hanya dengan seutas senyuman sederhana itu pun, ayahnya yang telah lama terbaring di rumah sakit tidak pernah mengetahui hati anaknya yang tergores perih tidak tertahankan. Yoona selalu terlihat tegar. Sebab meski terkoyak pilu, membuat hati orang yang disayanginya ikut terkoyak akan terasa jauh lebih memilukan.

Pemecatan ini bukan akhir dari segalanya, Yoona menegaskan hatinya. Takdir akan bermain adil bagaimanapun juga. Cepat atau lambat ia yakin, ia bisa mendapat pekerjaan lain. Sebab sosok yang selalu ia perjuangkan hidupnya itu selalu mengingatkan bahwa akan ada pelangi yang muncul setelah badai yang mengamuk.

“Yoona-ya” Taeyeon memanggil pelan sosoknya yang termenung, dirinya tengah berdiri disamping Yoona tanpa ia sadari.

“Oh, Unnie…” Yoona memasukkan bingkai foto kedalam tasnya kemudian menghapus air mata yang jatuh dengan sergap sebelum memandang tatapan khawatir Taeyeon. “Ada apa?”

“Maafkan aku Yoona” ujar Taeyeon dengan linangan air bertenger dimatanya.

Yoona menatap atasan mungilnya itu dengan penasaran “Kenapa Unnie meminta maaf padaku?”

“Aku sudah berusaha menghasut Sajangnim untuk tidak memecatmu, bahkan aku sudah menyuruh Kangta Sunbaenim memanipulasi jumlah absensimu tapi…” Bibir Taeyeon bergetar, tak sanggup untuk berujar lebih banyak mengingat pemecatan Yoona merupakan hal terkejam baginya.

“Itu bukan salah mu, Unnie. Terima kasih telah banyak membantuku selama aku bekerja. Terima kasih juga kepada kalian semua” Ia melempar senyuman kepada rekan kerja lainnya.

“Jika kau butuh bantuan, panggil aku kapan saja Yoona, aku pasti akan membantumu” Taeyeon memeluk Yoona erat, meski tubuhnya lebih kecil dan mungil dari Yoona ia mampu merangkulnya dalam dekapan penuh kehangatan. “Aku juga akan berusaha mencarikan pekerjaan, jadi kau jangan khawair, ne?”

Yoona terhanyut sejenak dalam ucapan Taeyeon, juga dalam pelukannya. Kata-kata yang dilontarkannya membuat Yoona merasakan sebuah kehangatan paling mendalam. Seperti perasaan tenang yang hampir sama dengan yang ia rasakan kemarin, saat Luhan dan Krystal menyatakan bahwa mereka akan juga membantunya. Ia tidak pernah menyadari bahwa Taeyeon mampu memancarkan kehangatan pertemanan luar biasa kepadanya. Dua tahun sudah ia berteman dengan Taeyeon namun baru sekarang ia mengakui bahwa wanita yang memiliki suara tawa seperti seorang Ahjumma itu merupakan sosok teman yang sangat teramat menghangatkan. Kehangatan pertemanan seperti ini sesaat mengingatkannya pada sahabat tercintanya yang sudah tiada. Jessica, sahabat baiknya yang selalu dan setiap saat memberinya kehangatan pertemanan, mungkin tengah tersenyum di alam sana melihat Yoona telah mendapat penggantinya.

Jujur saja, selama ini Yoona hanya berfikir bahwa Taeyeon hanyalah seseorang yang kelewat baik hati, namun diluar dugaan atasan di divisi akutansinya itu ternyata juga sangat kelewat peduli. Tapi untuk meminta bantuan padanya lagi, ia rasa ia tidak akan sanggup. Sudah banyak pertolongan yang Taeyeon berikan padanya selama dua tahun, khususnya dalam hal keuangan. Tidak sedikit pinjaman yang Taeyeon berikan pada Yoona, tidak jarang juga Taeyeon menolak hutangnya dibayar. Dan mengetahui bahwa ia berusaha menghasut kepala direktur agar tidak memecatnya pun sudah membuatnya sangat terperangah. Baginya ia sudah bagaikan malaikat, bukan lagi seorang manusia yang baik hati.

“Kamsahamnida, tapi kau tidak perlu repot-repot Unnie” Yoona melepas pelukan Taeyeon untuk kemudian memberikannya sebuah senyuman tulus, “kau telah banyak membantuku, dan aku sangat sangat berterima kasih akan hal itu”

***

“AH, AHJUMMA KAU TIDAK BISA MELAKUKAN HAL INI!!” suara Krytal melengking keras sekaligus menggema dengan dahsyat. Ia tidak kuasa lagi menahan dirinya untuk mengutuk, melihat seorang perempuan berbadan gemuk tengah membawa keluar setumpuk barang-barang dari flat Yoona tanpa izin resmi.

“Ya! Kau ini tidak sopan sekali berteriak pada orang yang lebih tua dari mu. Orang tuamu pasti tidak pernah mengajarkan sopan santun. Suruh orang tuamu itu menyekolahkan mulutmu”

“Hah? Mworaguyo?” ketus Krystal dan masih dengan tatapan menantang, bahasannya mengenai orang tua benar-benar membuatnya ingin tertawa. Kalau saja ia tahu orang tua yang ia bicarakan itu adalah penghuni flatnya, wanita yang dianggap Krytal nenek sihir itu pasti akan lebih merasa kaget dibandingkan kesal.

“Maaf ahjumma, tapi kau terlalu berlebihan jika harus mengeluarkan barang-barang seperti ini” ujar Luhan yang lebih penuh dengan kesopanan.

“Berlebihan?” ulang si pemilik flat sambil bertolak pinggang “YANG BERLEBIHAN ITU DIA KARENA TIGA BULAN SUDAH MENUNGGAK”

“Dia akan membayarnya, percayalah!” balas Luhan sengit.

Wanita itu tidak menghiraukan perkataan Luhan sama sekali, sudah cukup baginya mendengar kata “akan membayar”. Ia kembali masuk ke flat Yoona dan mulai mengeluarkan beberapa barang-barang lainnya. Meski sebenarnya mengeluarkan barang-barang seperti ini membuatnya terlihat sangat kejam, namun keadaan memberikannya tanpa pilihan. Bagaimanapun itu, ia juga manusia yang punya kehidupan dan membutuhkan uang untuk bertahan.

“ASIHH BERHENTI MENGELUARKAN BARANG-BARANG LAGI NENEK SIHIR” Krystal dengan segenap tenaga dan emosinya yang memuncak berusaha menarik keluar wanita yang bersarnya berkali-kali lipat darinya itu.

“YA! LEPASKAN AKU!!” bentak wanita itu.

“Aish, Luhan Oppa jangan diam saja dan bantu aku menarik nenek sihir ini!!”

“YAISH GADIS TENGIK BERHENTI MENARIK-NARIK TANGANKU”

Yoona pikir badai sudah berhenti, ia kira ia akan segera melihat pelangi, tapi kenyataanya badai masih mengamuk, bahkan dengan sangat hebat dan tepat didepannya. Rupanya takdir belum cukup puas menghantamnya dengan pemecatan.

Ia tertegun melihat barang-barang pribadinya telah berada di luar berserakan bersamaan dengan Krystal yang tengah tarik-menarik dengan sang pemilik flat. Kupingnya berdengung sakit mendengar segenap teriakan yang keluar dari mulut kedua perempuan didepan flatnya itu. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencerna apa yang sedang terjadi di depan matanya. Kali ini ia diusir tidak terhormat dari flatnya. Kardus berisi barang-barang kantornya pun langsung ia jatuhkan. Dengan segera ia menghampiri kericuhan yang sedang berlangsung di depan tempat tinggalnya tersebut.

“Ahjumma! Kau benar-benar sudah keterlaluan.” Tegur Yoona, namun nada suaranya tidak melantunkan sebuah umpatan bernada kencang maupun kasar. Tatapan yang ada di matanya bahkan tidak memantulkan sebuah kekesalan melainkan sebuah kelelahan yang sangat teramat.

Ya, ia sudah sangat lelah dengan semuanya bahkan terlalu lelah untuk marah dengan keadaan yang ada didepannya. Air mata bahkan tidak keluar. Dan lagi-lagi ia harus berusaha tegar, namun kali ini kesedihan tergambar jelas dalam tindak tanduknya.

“Oh? Kau sudah kembali?” Luhan menatap heran seraya mengambil baju-baju Yoona dilantai. Pertanyaannya dijawab dengan anggukan pelan Yoona.

“YA! Kau cepat pergi dari sini jika kau tidak sanggup membayar sewa flatku!” kata sang pemilik flat tegas dengan tangan terpangku didadanya.

“Apakah kau benar-benar tidak bisa memberikan aku waktu lagi?” tanyanya penuh dengan permohonan tersirat sambil membantu Luhan menyelamati baju-bajunya yang tergeletak berantakan dilantai.

“Jika saja kau membayar sewa ini, aku tidak akan melakukan ini!” ujar sang pemilik flat dengan kesomobongan yang luar biasa tidak terelakkan.

“Aishh mulut nenek sihir ini benar-benar harus disekolahkan” Krystal menggerutu kesal.

“KAU DIAM SAJA GADIS TENGIK!!” bentakannya bergemuruh keras di gendang telinga mereka bertiga.

Yoona kadang bertanya-tanya mengapa bibi ini selalu berteriak-teriak, padahal lawan bicaranya tepat ada didepannya. Bersyukur tiga tetangga samping kanannya sedang pergi bekerja. Dan tetangga lainnya, Donghae, oh ia benar-benar tidak ingin memikirkan hal itu di keadaan yang sangat ricuh seperti ini.

“Ada ribut-ribut apa ini?”

Di samping flat Yoona sesosok pria keluar dari flatnya dengan rambut yang acak-acakan serta wajah tampannya yang masih terlihat sangat mengantuk. Baru saja Yoona mengkhawatirkan keberadannya, pria itu tiba-tiba saja muncul dengan celana tidur bergaris-garis biru dan kaus putih transparannya.

Ia menguap panjang sambil menggaruk-garuk belakang lehernya. Di pagi yang menjelang siang itu, tidurnya sudah diganggu oleh teriakan teriakan menggema yang berasal dari samping flatnya. Ia membuka matanya dengan sangat malas lalu mendapati sang pemilik flat, dua remaja yang kemarin ia temui, dan juga Yoona yang tengah memaku di tempat. Keempatnya serempak mendongak ke arahnya.

“Kenapa ribut sekali disini?” tanyanya dingin.

Sedingin apapun sifatnya padanya, Yoona akan selalu mengenali sosok dan suara itu, yang dulu pernah sangat lembut dan menenangkan. Matanya yang meneduhkan kini bertatapan dengan Yoona untuk beberapa saat, namun sekejap kemudian Yoona sadar. Ia membuang pandangannya dengan segera sebelum sepasang mata itu membuat hatinya berdesir kembali.

Kehadiran Donghae yang tiba-tiba itu tidak dihiraukan oleh sang pemilik flat. Ia hendak memasuki flat Yoona kembali dengan wajah geramnya. Namun Krystal dengan sigap mencegat didepan pintu. Kedua tangannya direntangkan dihadapannya, ia tidak peduli jika nenek sihir di depannya kali ini berteriak-teriak lagi seperti orang gila atau bahkan menjambaknya.

“YA! Minggir kau gadis tengik!” bentaknya.

“Ahjumma, apa yang ingin kau lakukan? Kau masih ingin membawa barang-barangnya keluar?” dibelakangnya, Luhan bertanya dengan kesal. Jujur saja, ia pun mulai merasa geram dengan tingkah wanita berbadan besar itu.

“JELAS SAJA AKU AKAN MENGELUARKAN BARANG-BARANGNYA!” ujarnya, masih dengan nada tinggi.

“Sudah kubilang, flat ini pasti akan dilunasi” tukas Luhan, tangannya mulai mengepal kuat.

“Anyio, aku tidak akan membayarnya” Yoona tiba-tiba menyahut tegas “Jika Ahjumma ingin aku pergi, aku akan segera keluar. Tapi biarkan aku yang mengeluarkan barang-barangku.”

Pernyataan tanpa keraguan itu membuat baik Krystal dan Luhan tersentak, bahkan Donghae sekalipun sempat menatapnya heran.

“Aku tidak marah karena kau mengusirku, aku hanya kesal karena kau mengeluarkan barang-barangku tanpa izin. Aku akan mengeluarkan barang-barangku semuanya. Jika sudah selesai aku akan memberikan kuncinya padamu. Dan maaf…” Ia melirik ke arah Donghae “aku minta maaf jika keributan ini menganggumu Donghae-ssi”

Ada sebuah ketidaksetujuan yang terekspresikan di wajah Krystal dan Luhan tepat saat Yoona memutuskan kepergiannya itu, namun dengan sengaja tidak mereka curahkan dengan kata-kata. Jelas keduanya masih merasa bingung dengan keputusan yang Yoona ambil. Seharusnya Yoona bisa melunasinya. Ada sesuatu yang jelas sangat janggal dan salah dengan semua yang mereka ketahui, namun keduanya masih memilih untuk bungkam. Dan disela-sela itu ada sebuah kecanggungan yang luar biasa terpancar yang dapat Luhan dan Krystal rasakan diantara kedua orang tuanya.

“Akhirnya otakmu berfikir juga. Aku ini sudah lelah mendengar kau akan membayar, akan membayar tapi tidak selembar uangpun kau berikan padaku” wanita pemilik flat itu tersenyum sinis merendahkan. Ia kemudian memberikan tatapan tajam pada Krystal sebelum akhirnya membawa kakiknya pergi meninggalkan flat miliknya.

“Oh DAEBAK, aku benar-benar ingin sekali mengempiskan perut wanita siluman itu” umpatan yang sedari tadi ditahan Luhan akhirnya dikeluarkan secara terang-terangan. Kekesalan yang ditahannya itu mungkin berkali-kali lipat dari yang Krystal rasakan.

“Apakah ka-kau benar akan pergi dari flat ini?” ada nada sedih yang terkandung di pertanyaan sederhana Krystal, namun sebenarnya bermakna banyak. Meninggalkan flat ini sama dengan artinya meninggalkan Donghae. Dan meninggalkan Donghae sama artinya dengan mengubah masa depan.

“Nde” jawab Yoona singkat. Ia mencoba berpura-pura terlihat baik-baik saja meski tahu takdir tengah sangat memperlakukannya dengan tidak adil. Terlalu tidak adil.

Kedua remaja itu terdiam tidak setuju. Disamping mereka, Yoona melirik sosok pria lainnya yang masih beridiri tak bersuara. Di depan flatnya sendiri, Donghae hanya sekedar menatap Yoona dengan tatapan yang tak terbaca, oh Yoona memang tidak pernah bisa membaca apa yang terpantul dimata pria itu, peduli kah, cuek kah, atau bahkan kesal? Yang jelas tebakkan yang pertamanya adalah yang paling mustahil.

“Kau seharusnya tidak perlu berkata seperti itu, kau masih bisa tinggal di flat ini, kau bisa melunasinya” ujar Luhan.

“Anyio Luhan” Ia menatap Luhan dan memberikan seulas senyuman. Yoona sungguh berterima kasih padanya karena telah berusaha meyakinkan masalah keuangannya. “Aku tidak bisa tinggal di flat ini lagi, aku benar-benar harus pindah”

“Wae?” dan seseorang berwatak dingin itu tiba-tiba merespon ucapan Yoona dengan sebuah pertanyaan sederhana namun cukup mengagetkan. Koreksi! Sangat amat mengagetkan, bahkan teramat sungguh mengejutkan. Mungkin itu terdengar berlebihan, tapi percayalah, itu yang tengah Yoona rasakan. Bukan karena pertanyaannya, tapi karena penanyanya.

Suara tegas mendalam itu jelas bukan dari Luhan, apalagi Krystal. Ia tidak akan mungkin sekaget itu jika yang bertanya mereka berdua. Satu-satunya yang bisa membuatnya terpana mendengar pertanyaan semacam itu adalah pria disampingnya, Donghae. Tidak salah lagi, pertanyaan itu berasal dari mulutnya, dari seorang yang Yoona pikir tidak akan pernah peduli padanya. Entah apa yang salah dengan otak pria itu sehingga harus bertanya penasaran seperti khawatir, padahal selama ini Donghae acuh-acuh saja dengan segala keadaan yang menimpanya.

“Nde?” Yoona bertanya kembali, ingin memastikan lebih lanjut bahwa yang bertanya barusan adalah benar-benar dirinya.

Donghae terdiam sejenak lalu kembali berujar “Kenapa kau begitu yakin kau tidak bisa membayar flat ini?”

Dan itu sudah cukup membuat hatinya bergetar. Nafasnya tercekat. Pertanyaan itu seolah membelai gendang telinganya. Donghae tidak pernah bertanya padanya, tidak untuk hal-hal yang seperti ini sejak empat tahun lalu. Entah saat itu ia harus bahagia atau apa, tapi mendapati Donghae yang tidak beranjak dari tempatnya saja sudah menggelitik hati Yoona, padahal keributan telah berakhir dan ia masih ada disana mengamatinya. Namun yang jelas ini bukan mimpi. Sosok yang dingin seakan telah sedikit meleleh. Wajah khawatir Donghae tergambar dengan jelas disana. Mungkinkah Donghae empat tahun yang lalu itu kembali muncul?

Akan tetapi meskipun ia sedang merasa sangat kaget, Yoona berusaha tidak menunjukkan hal itu pada Donghae. Ia mengatur detak jantungnya yang tengah berdegup tidak karuan. Mengingat Donghae adalah pria yang harus ia acuhkan, ia tidak boleh berfikir bahwa kini Donghae sedang mengkhawatirkannya. Itu mungkin hanya sebuah pertanyaan tanpa arti yang lepas dari mulutnya secara spontan. Ia ingin berfikir seperti itu, ya lebih baik berfikir seperti itu dibanding harus mengharapakan sosok Donghae yang peduli padanya kembali lagi. Akan sangat terlalu menyakitkan jika harus mengharapakan sesuatu yang sudah tidak bisa lagi menjadi kenyataan.

Oh, itu benar-benar sangat mengusik pikirannya, lebih dari status penganggurannya dan flatnya yang raib. Donghae, pria dingin beranugrah ketampanan yang luar biasa itu tidak pernah gagal membuat pikirannya menjadi sangat rumit.

“Aku tidak mampu membayarnya” ia berusaha sebisa mungkin mengatur irama nada gugup suaranya saat menjawab pertanyaan Donghae. Jujur saja jantungnya masih berdegup kencang luar biasa saat itu. Ia bahkan takut mereka bertiga bisa mendengarnya. “Pagi ini aku dipecat dari pekerjaanku”

“Di-dipecat?” Krystal dan Luhan bertanya kaget dengan serempak. Ekpresi Donghae sama kagetnya dengan mereka, namun agak sedikit ditahan paksa.

“Nde, itu semua karena kesalahanku makanya aku dipecat” Yoona tersenyum miris. Sangat miris. Bukan karena mengetahui ia kini menjadi seorang pengangguran, tapi miris karena harus melihat ekspresi kaget Dongahe dan berharap bahwa Donghae sedang memperdulikannya.

Namun sosok itu tidak merespon lebih jauh lagi. Yoona lega akan hal itu, namun tidak dipungkiri bahwa Yoona ingin ada sepatah dua patah kata lagi yang keluar dari mulutnya. Ini benar-benar konyol, tukasnya.

Kedua sosok lainnya yang berada disana kini tengah menatap Yoona dengan kesedihan. Ada sebuah ekpresi tanda tanya tertangkap jelas oleh Yoona yang berbaur di wajah sedih mereka, namun ia tidak terlalu mempertanyakan. Keduanya jelas masih bungkam akan sesuatu, sepenasaran apapun itu bagi mereka rahasia itu masih terkatup rapat. Sebab meski telah mendengar nasib menyedihkan bertubi-tubinya itu, bagi mereka ini masih bukan waktu yang tepat untuk memberitahu Yoona satu hal penting lainnya.

“Jadi kau benar-benar akan pindah dari sini?” ucap Luhan dengan nada kecewa.

“Ya, aku sudah tidak bisa lagi tinggal disini”

“Lalu kau akan tinggal dimana?” pertanyaan Luhan kini terdengar gusar. Ia takut akan kebenaran tebakannya bahwa Yoona tidak punya rencana untuk tempat tinggal selanjutnya.

Yoona diam tidak menjawab dan Luhan tahu dengan pasti jawaban dari diamnya itu.

Ya, Yoona masih tidak tahu. Jelas ia masih tidak tahu akan tinggal dimana, ia tidak punya cukup uang untuk menyewa flat baru lagi. Rumahnya yang dulu ia tempati bersama ayahnya telah digadaikan untuk membiayai pengobatan rumah sakitnya yang sangat mahal. Kini menjadi pengangguran membuatnya semakin bingung untuk mencari tempat sewa baru. Jika harus tinggal di rumah temannya akan terasa sangat merepotkan, belum lagi mengingat temannya sudah banyak yang berkeluarga. Pun sanak saudara ia tidak punya, jika punya ia tidak tahu mereka siapa dan dimana. Ia benar-benar harus segera mencari sebuah tempat tinggal, entah bagaimana dan dimana itu, ia belum memikirkan jalan keluarnya.

Namun dikeadaannnya yang sangat sulit dan mendesak seperti itu, Yoona tetap tidak menyesali akan keputusan menyerahkan flatnya, sebab statusnya yang pengangguran tidak bisa lagi menjanjikan pembayaran sewa flat tersebut. Ia tidak bisa mengikrarkan sesuatu yang sudah pasti tidak bisa ia penuhi. Yoona sangat memaklumi jika pemilik flatnya selalu marah-marah dan mengusirnya selama ini. Menunggak selama tiga bulan memang sudah sangat keterlaluan.

Namun keputusan bulat Yoona tersebut memberikan suatu hantaman keras bagi Krystal. Ia tidak bisa membiarkan Yoona pergi dan menghancurkan semua rencananya begitu saja. Ia kesal dan ingin marah kepada pemilik flat yang memaksa Yoona membuat keputusan ceroboh semacam itu. Krystal bahkan sempat geram pada kakaknya yang hanya bertanya-tanya penasaran pada Yoona tanpa memeberikan solusi. Kekacauan ini benar-benar membuat kepalanya berdenyut-denyut pusing. Entah bagaimanpun itu ia tidak akan membiarkan Yoona meninggalkan flat yang menjadi pengikat erat hubungannya dengan Donghae. Kepala Krystal kini sedang memikirkan sebuah rencana. Pasti ada cara, pasti. Ia terus-menerus berfikir jalan keluar untuk permasalahan tersebut hingga bahkan mendekati puncak frustasi. Tapi bagaimana? Ia tidak punya uang untuk membiayai flatnya, pun tidak punya kenalan di masa ini untuk memberinya tempat tinggal. Jelas tidak ada yang ia kenal di masa lalu ini selain kakaknya dan orang tuanya sendiri. Tunggu! Krystal tercekat. Ya, orang tuanya. Mereka adalah satu-satunya yang bisa menolong keadaannya sekarang; oh lupakan kakaknya itu yang selalu kurang bisa diandalkan.

Ah bodoh sekali, gerutunya dalam hati. Ia nyaris melupakan satu sosok lain yang paling berpengaruh dalam hidupnya; salahkan itu pada nenek sihir tua yang selalu berdesis memusingkan kepalanya. Yoona bukan satu-satunya orang tuanya yang ada saat itu. Ia masih punya sosok orang tua lain, seorang ayah, bodohnya ia karena melupakan hal semacam itu. Ya, hanya ayahnya seorang saja yang saat ini ia bisa andalkan. Dan pria yang menjadi harapan satu-satunya itu selama ini bediri disampingnya dengan sangat mempesona dan tampan.

Krystal langsung membawa langkahnya mendekati Donghae dengan sebuah tatapan berbinar-binar dan penuh harapan. Benar, pria tampan yang menggemaskan dihadapannya ini adalah satu-satunya harapan bagi Krytal agar Yoona tidak pindah dari tempat itu. Dengan senyuman merekah yang sangat lebar, ia bediri terpaku tepat didepannya.

Donghae yang sedang berpangku tangan acuh itu pun tiba-tiba merasa aneh melihat gadis manis berponi menghampirinya dengan senyuman mencurigakan. Luhan dan Yoona hanya bisa menatap Krystal dengan penuh tanda tanya terhadap tindakannya yang tanpa aba-aba.

“Kenapa?” Tanya Donghae keheranan, wajahnya ia tarik kebelakang sedikit saat merasa Krystal yang berdiri didepannya semakin maju menghampiri.

Well, sepertinya Krystal tidak perlu memberikan basa-basi apapun padanya. Sedari tadi Donghae berdiam diri menyaksikkan semuanya dan ia seharusnya telah memahami keadaan Yoona tanpa membutuhkan penjelasan lebih lanjut.

Masih dengan senyumannya yang merekah, Krystal kini menghampiri Donghae lebih dekat dan Donghae semakin menghindar. Apapun yang ada dipikiran Krystal akan menjadi rencana terbesar yang akan Krystal berikan, yang terbaik bahkan. Senyumannya yang tadi merekah pun kini berubah menjadi seringaian. Kakaknya harus sangat bangga padanya kali ini.

“Well aku yakin kau tidak akan keberatan jika dia tinggal satu atap denganmu, ya kan?” tanya Krystal sambil berpangku tangan penuh keyakinan, meski pertanyaannya tidak basa-basi tapi masih memberikan kebingungan yang sangat mendalam di benak Donghae dan dua orang lainnya disana. “Jadi… bolehkah Yoona Unnie tinggal bersamamu?”

Dan enam pasang bola mata yang menatapnya pun langsung membulat lebar tercengang.


Bersambung…


Trailer

NB: Yoonhae momentnya masih terlalu dikit ya? haha iya iya tau kok, ngeselin emang, cerita yoonhae tapi yoonhae momentnya dikit. Abis mau gimana lagi, for the sake of the Storrrryyyyy, hope you guys will understand that condition. I promise, i will give it in the right time 🙂 keep your faith in me.

74 thoughts on “Heart Of Time (Chapter 3)

  1. Makin penasaran sama kelanjutannya, kira” yoona bakalan tinggal dengan donghae apa ga ya? . . .
    Di chapter berikutnya banyakin moment YH nya dong . . .
    Oke, di tunggu nex chapter berikutnya, klau bisa jangan lama”

  2. Well thanks banget sama authornya yang punya ide cerita seperti ini dan mau nulis FF ini. Selalu membuat penasaran, karena seperti ada teka teki yang masih disembunyikan. Gaya bahasanya sederhana, tidak terbelit-belit. Btw setiap ending suatu chapter pasti gantung, curiga authornya sengaja. Keep writing

  3. ahhhh author kau mmbuat q penasaran tingkt dewa…. bguss bgt thor,,, dtggu next part.a fighting 🙂

    YH LOVE 😀

  4. berat banget kehidupannya yoona..
    bener2 gak kebayang kalo krystal minta bantuan kedonghae buat tinggal bareng aku kira cuma pinjam uang untuk melunasi harga sewa eh malah minta tinggal bareng..
    ditunggu next chapternya thor.. uda gak sabar nunggu momentnya yoonhae

  5. waduhhh… gmn nasibnya yoona tuh?? qok dya d usir?? moga cpet2 bsa dket sma donghae.. keknya masih banyak yg d sembunyiin sma krystal en luhann….
    d tunggu next chapternya

  6. Satu rahasia lgi yg blom luhan britahu ke yoona??
    Lnjtkan thor lnjtkan.
    Smoga donghae mau memberikan yoona tumpangan..
    ditunggu chap slnjt ny.

  7. sebenerny udah baca yg part 5 sih cuma yg part 1-4 belum baca dan setelah baca ternyata kerenn jdi semakin penasaran daann kayaknya krystal dan luhan punya rahasia yg disembunyikan nihh.. jadi penasaran sma critany, critanya beda dan baguss.. good job author ditunggu part selanjtnya semangatt..

Komentarmu?