ANATHEMA (Chapter 3)

Anathema 2

Tittle:

ANATHEMA

Author:

misskangen

Casts:

SJ’s Donghae – GG’s Yoona

Supports:

SJ’s Eunhyuk – GG’s Hyoyeon

Genre:

AU, Romance, Hurt

Length:

Chapters

Disclaimer:

Inspired by dramas. All the plot is mine. This story is a remake version from my own story

ANATHEMA 3 : A CONFRONTATION

“Bulan madu??” ulang Yoona setelah Donghae menyebutkan frasa itu sebelum ia benar-benar keluar dari apartemen.

Tidak mungkin Yoona menolak jika suaminya serius ingin mengajaknya pergi berdua ke suatu tempat untuk menghabiskan waktu dan melewati saat-saat romantis sebagai suami istri. Tidak akan ada satupun wanita di dunia ini yang akan menolaknya jika suamimu adalah pria setampan Lee Donghae.

Yoona masih berpikir untuk memberikan jawaban. Hatinya terlalu gembira jika hal itu akan menjadi nyata, namun akal sehatnya justru memberi peringatan bahwa itu hanyalah sebuah tawaran manis seperti bunga mawar yang berduri.

“Apakah aku pantas untuk mengajukan hal itu, Donghae-ssi?” tanya Yoona kemudian dengan suara yang pelan.

Donghae mendengarnya, tetapi pria itu hanya mengedikkan bahunya. Ia malah berpikir bahwa seharusnya Yoona sudah tahu jawaban apa yang akan dilontarkannya.

“Aku tahu aku punya hak untuk meminta hal itu padamu. Tapi aku yakin kau tak benar-benar memberikan penawaran itu untukku. Itu hanya sebuah basa-basi, kan?”

Donghae tersenyum dan mengangguk. Sudah jelas motif sikapnya tadi hanya untuk menggantikan salam perpisahan sebelum ia meninggalkan apartemen itu. “Ya, kau tahu sendiri bagaimana aku. Bulan madu hanya membuang-buang waktu, tenaga dan tentunya uang. Karena menurutku itu sama sekali tidak penting.”

Tidak ada yang bisa dilakukan Yoona selain menghela napas. Karakter Donghae yang sangat ambisius terhadap uang, kekayaan, dan bisnis seakan mendarah daging dan sulit untuk dirubah, bahkan sekedar pada cara pandangnya sekalipun.

“Kalau begitu semuanya sudah jelas. Tidak ada yang perlu didebatkan soal honeymoon atau apapun.” Donghae buru-buru memakai sepatunya yang hitam mengilat. “Jangan ceroboh dalam menggunakan semua barang dan peralatan di apartemenku. Aku pergi!”

***

Hal pertama yang dilakukan Yoona di apartemen itu adalah mengganti gaun pengantinnya dengan sebuah piyama lusuh yang diambil dari kopernya. Sesaat ia memandangi lagi wajahnya melalui cermin di depan wastafel mewah yang ada di toilet.

Wajah ini sungguh indah dengan riasan yang bisa dikatakan sederhana. Seandainya aku adalah pengantin sesungguhnya, maka wajah ini akan semakin indah… indah karena mendapat riasan bahagia. Kalimat-kalimat tersebut begitu saja berjalan melewati kepalanya. Seakan menggambarkan bagaimana suasana hatinya saat ini.

“Apa kau bahagia Kim Yoona?”

Yoona berbicara sendiri, menayakan sebuah pertanyaan kepada bayangan dirinya yang ada di dalam cermin. Matanya saling tatap pada bayangan yang memantul dengan tatapan yang tak ia mengerti maksudnya. Ada ketidakyakinan dalam ketajaman pandangan, namun ada juga rayuan yang memaksa agar ia berbohong pada dirinya sendiri.

Yoona menelan salivanya susah payah dan meyakinkan hatinya, “Ya, aku bahagia,” ucapnya ragu. “Pria itu adalah impianku. Lee Donghae adalah satu-satunya pria yang aku inginkan.”

Tak lama setelahnya ponsel Yoona berdering. Segera ia berlari keluar dari toilet dan mengambil ponsel yang terletak manis di atas nakas. Yoona tersenyum kecil melihat ID si penelepon dan bergegas mengangkatnya.

Yeoboseyo, eonni..” ucapnya dengan suara yang nyaring.

“Eoh, ada apa dengan suaramu? Jangan berlagak acting bahwa kau sedang merasa sangat bahagia sekarang, Yoona-yah,” belum apa-apa Hyoyeon sudah menggerutu di seberang telepon.

Yoona hanya mnegerucutkan bibirnya, tidak ingin mendebat Hyoyeon yang menurutnya sangat tau tentang tindak-tanduknya hanya melalui nada bicaranya. “Ada apa Eonni meneleponku?”

“Kau baik-baik saja kan? Kemana pria itu membawamu? Apa dia melakukan sesuatu yang mesum hingga membuatmu ketakutan?” Hyoyeon membombardir Yoona dengan serentetan pertanyaan yang diucapkannya tanpa koma dan dengan satu napas.

“Ya ampun, Eonni. Kau ini terlalu paranoid terhadapku,” sungut Yoona menanggapi sikap protektif Hyoyeon. “Aku baru saja sampai di apartemen pribadi miliknya. Aku baru saja mengganti gaun pengantinku dan bersiap tidur. Suamiku baru saja pergi, aku tidak tahu dia mau kemana. Mungkin saja tidur di Hotel.”

“Kau tampak sangat bangga menyebutnya suamimu,” sindir Hyoyeon halus, padahal wajahnya saat ini sangat muak dengan kenyataan sebenarnya. “Jadi dia sudah pergi dan hanya meninggalkanmu sendiri di apartemennya? Baguslah kalau begitu. Itu artinya kau aman!”

“Maksudmu?” tanya Yoona tak mengerti.

“Yak! Kau ini cukup pantas disebut si bodoh yang terlalu polos! Tentu saja maksudku kau aman karena pria itu tak akan macam-macam padamu di malam pertama kalian!” suara Hyoyeon meningkat dua oktaf lebih tinggi hanya karena ia ingin merutuki sikap tak acuh Yoona.

“Hei, dengarkan nasehatku. Jangan pernah biarkan pria itu menyentuhmu. Aku tak peduli dia itu suami sahmu atau bukan, kau tergila-gila dengan mencintainya atau tidak, yang jelas kau tidak boleh ada skinship dengannya. Arachi??

Yoona menghela napas, tak bisa berbuat apa-apa jika Hyoyeon mulai menunjukkan kekuasaan yang besar untuk mendiktenya. “Arasso, eonni… Aku akan berusaha mengingat hal itu.”

***

Lee Hyukjae hanya mendesah dan menggelengkan kepalanya pagi itu – ketika ia menginjakkan kaki di kantor pusat SocFine setelah menghabiskan waktu berakhir pekan – saat ia melihat Donghae berjalan dengan gagahnya seperti biasa menuju ke ruang kerjanya.

Donghae yang baru saja menikah sekitar dua hari yang lalu seharusnya tak terlihat di kantor saat ini – begitu yang dipikir oleh Hyukjae. Tanpa pikir panjang Hyukjae pun melangkahkan kakinya dan mengikuti Donghae sampai ke dalam ruang kerjanya yang super mewah itu.

“Aku tidak perlu kaget melihat seorang pengantin baru langsung masuk kerja jika orang itu adalah kau, Donghae-ssi.” Hyukjae membuka suara di belakang punggung Donghae ketika pria tampan berlesung pipi itu baru saja hendak menyentuh kursi kebesarannya.

Sikap cuek yang ditunjukkan Donghae menanggapi pernyataan sarkatis dari Hyukjae memang sudah bisa diprediksi. Donghae bagaimanapun tidak akan pernah mau ambil pusing dengan tanggapan orang lain mengenai kehidupan pribadinya, termasuk tidak pernah sama sekali merasa terganggu dengan gosip murahan mengenai dirinya yang terkena kutukan konyol.

“Oh, Hyukjae-ssi.. apa kau datang kesini untuk memberikan laporan penting atau informasi baru mengenai perusahaan saingan kita yang ingin membangun shopping centre baru itu?” tanya Donghae tanpa basi-basi langsung menuju topik pembicaraan mengenai bisnisnya.

Hyukjae tidak bisa menahan seringaian di wajahnya melihat Donghae yang sama sekali tidak pernah berniat menyapanya dengan ramah jika berada di dalam kantor. Mereka berteman, dan sudah sangat lama bersama-sama menjalankan berbagai proyek bersama. Sudah seharusnya jika Donghae memiliki sedikit kehangatan kepada sahabatnya itu.

“Hei.. kenapa wajahmu tiba-tiba jadi absurd begitu?” ejek Donghae yang merasa sedikit kesal karena Hyukjae tak kunjung memberinya jawaban. “Kau baik-baik saja kan? Atau selama menghabiskan weekend terjadi sesuatu hal yang membuat kepalamu memikirkan hal yang berlainan gelombang?”

“Kepalaku baik-baik saja, dan masih sangat sempurna untuk berpikir normal layaknya seorang manusia yang memikirkan banyak hal selain bisnis dan uang.” Jawab Hyukjae sinis.

Omona… aku kan hanya bertanya, kenapa kau marah begitu?”

“Aku tidak marah, Donghae-ssi. Aku hanya heran kenapa aku bisa bertahan lama dengan orang sepertimu di dunia ini. Kau itu…” Hyukjae seakan kehilangan kata-katanya untuk mendeskripsikan seperti apa Donghae di matanya saat ini. “… kau itu seperti robot yang tak punya hati. Aku menyindirmu, tapi kau sama sekali tak merasakan tersinggung atau apapun. Apa mungkin kau memang tidak memiliki hati?”

Donghae mendengus pelan. Dia tahu jika Hyukjae memang tidak bisa menyembunyikan banyak hal yang mengganggu pikirannya, Hyukjae akan dengan senang hati menyerangnya dengan beragam anggapan miring –yang jika menimpa orang lain pasti sudah membuat mereka sakit hati atau emosi tingkat tinggi.

“Ya sudahlah, Hyukjae-ssi. Kalau aku tidak punya hati, aku tidak akan hidup normal layaknya manusia yang berjalan kesana kemari dengan tegapnya karena aku sudah keracunan oleh makanan yang kukonsumsi.”

Berganti Hyukjae yang kini mendengus, “kau tahu bukan itu yang kumaksud.”

Donghae tersenyum menang. Menenangkan emosi Hyukjae tidak sesulit yang dipikirkannya. Donghae sudah sangat terbiasa dengan sahabatnya yang satu ini. “lalu apa kau datang hanya untuk menyapa pengantin baru yang langsung masuk kerja di hari ketiga pernikahannya, eoh?”

Heol! Aku ingin tahu bagaimana malam pertamamu dengan Nona Kim ani… sekarang dia sudah menjadi Nyonya Lee. Aku harap semuanya berjalan baik-baik saja dan menyenangkan untukmu,” Hyukjae sedikit menggoda Donghae meskipun ia tahu itu cuma sebatas intermezzo tak penting.

“Ya, semuanya berjalan baik-baik saja. Sangat menyenangkan bagiku karena wanita itu ternyata bukanlah sosok yang rakus dengan banyak hal karena ia tidak keberatan dengan tidak adanya bulan madu. Dia sudah cukup puas mendapatkan apartemen milikku untuknya sendiri. Bukankah itu sangat bagus dan tidak merepotkanku?”

Wajah Hyukaje benar-benar terlihat bodoh saat ini setelah mendengar jawaban Donghae untuknya. Bagaimana tidak, ia baru saja seperti mendengar kabar terupdate paling mencengangkan sepanjang eksistensi. Bagaimana mungkin ada seorang pria yang berpikir demikian terhadap isteri yang baru saja dinikahinya? Cerita mengenai pernikahan karena perjodohan ataupun pernikahan tanpa dasar cinta mungkin sudah banyak terjadi di luar sana, tetapi sangat sedikit ditemukan dari mereka yang menjalaninya yang langsung melakukan konfrontasi setelah beberapa jam pernikahan mereka. Hyukjae sepertinya sedikit amnesia terhadap karakter sahabatnya itu.

“Jadi kau membiarkannya tinggal sendirian di apartemenmu bahkan di hari pertama pernikahan kalian?” pekik Hyukjae dan diberik anggukan setuju oleh Donghae tanpa pikir panjang. “Lantas kau tinggal dimana? Aku yakin kau tidak akan mau pulang ke rumah besar keluarga Lee!”

“Kau lupa kalau aku punya beberapa hotel di Korea Selatan ini, eoh? Menggunakan satu kamar eksklusif untukku sepertinya bukan masalah besar,” dalih Donghae enteng.

Hyukaje menggeleng-geleng lemah, “Aku sungguh miris melihat nasib Nona Kim yang menikahi pria sepertimu. Menyukai orang sepertimu seakan hanya mendatangkan kesialan demi kesialan.”

Mwo? Jadi sekarang kau mengambil tempatnya untuk menyumpahiku seperti itu, Hukjae!” geram Donghae singkat. “Itu sudah menjadi pilihannya sendiri, dia sudah bersedia menikah denganku yang berarti harus menerima semua hal yang kuberikan padanya.”

Sudah tidak ada lagi kata-kata yang bisa dikeluarkan oleh Hyukjae untuk menyadarkan pria mapan yang duduk nyaman di depannya itu selain sebuah umpatan pelan dengan gigi rapat. “Aku rasa memang sebaiknya kutukan itu ada dan melekat padamu, Donghae-ssi. Setidaknya wanita-wanita di luar sana tetap aman tanpa harus berjibaku makan hati karena sikap konyolmu itu.”

Dan setelahnya Hyukjae pun keluar dari ruang kerja Donghae dengan perasaan dongkol.

***

“Eonni!!” panggil Yoona pada Hyoyeon yang baru saja selesai mengajarkan senam aerobik kepada beberapa wanita-wanita di belakangnya. Yoona memutuskan untuk menemui sepupunya itu di tempat kerjanya, untuk pertama kali setelah pernikahannya.

Hyoyeon tidak tersenyum ataupun memasang ekspresi marah. Wajahnya datar, benar-benar datar. Ia mengambil handuk kecil dan sebotol air mineral dari sebuah counter yang ada di sudut ruangan dengan banyak cermin itu.

“Kau masih ingat juga untuk menemuiku setelah ‘pernikahan’ impianmu itu terlaksana,” sindir Hyoyeon sambil mengelap keringatnya dengan handuk kecil berwarna kuning kunyit itu. Sementara Yoona hanya menanggapi dengan bibir mencebik. “Oh, berhentilah memperlihatkan wajah polosmu itu! Aku sangat bosan melihatnya!”

Yoona kemudian tersenyum lebar lalu menghambur memeluk HyHH

Hyoyeon. Ia tahu jika Hyoyeon tidak marah padanya. Karena jika memang marah, maka Hyoyeon akan lebih memilih diam tanpa berbicara atau Hyoyeon akan  memukul kepalanya lalu memaki dengan kata-kata yang penuh nasehat – hanya saja nada bicaranya penuh tensi tinggi.

“Eonni, aku merindukanmu…” rengek Yoona disela pelukannya pada Hyoyeon. “Selama ini aku selalu bersamamu, melihatmu di saat aku bangun dari tidurku. Tapi sekarang tidak ada dirimu disisiku yang bisa kulihat dan kusentuh setiap hari. Aku benar-benar merindukan saat-saat itu kembali padaku.”

Kening Hyoyeon berkerut memikirkan maksud perkataan adik sepupunya. Segera Hyo melepaskan pelukannya dan menatap wajah Yoona dengan seksama. “Ini baru lewat seminggu setelah pernikahanmu dan sekarang kau sudah merindukan tinggal bersamaku. Apa pernikahanmu tidak semenyenangkan yang kau bayangkan, eoh? Aku bilang juga apa!”

Yoona meringis, “Eonni, bukan seperti itu maksudku! Pernikahanku baik-baik saja. Aku kan hanya sedang merindukanmu karena aku merasa kesepian.”

“Apapun itu sudah kuduga seperti itu, Yoona-yah!!” sahut Hyoyeon cuek.

“Eonni, bagaimana kalau kita makan siang bersama? Sudah lama kan kita tidak menikmati makan siang bersama. Aku yang akan mentraktirmu. Kau ingin makan apa? Aku akan ikut denganmu,” tawar Yoona dengan wajah sumringah.

“Hoho… jadi sekarang kau mulai bersikap seperti seorang wanita kaya yang bisa seenaknya menggunakan semua kemewahan dan kekayaan suamimu,” kata Hyoyeon dengan mata menyipit dan memojokkan Yoona.

aniya… ini murni uang simpananku. Ayolah, aku sudah merasa sangat lapar!” ujar Yoona sambil menyeret Hyoyeon keluar dari ruang senam dan mengikutinya berjalan menuju restoran yang ada di sekitar sana.

Mereka memilih sebuah restoran yang tidak terlihat mewah, namun cukup cozy untuk dijadikan tempat berkumpul oleh beberapa remaja putri bersama teman-temannya atau sepasang kekasih untuk menikmati waktu bersama sambil menikmati santapan berkualitas.

Pesanan makanan yang datang disambut dengan senyuman dan semangat karena memang keduanya sudah merasa sangat lapar. Hari ini Yoona sedang ingin makan makanan yang membuatnya merasa senang, seperti halnya memesan banyak menu yang mungkin saja cukup sulit untuk dihabiskan oleh dua orang wanita dengan tubuh kurus seperti mereka.

Justru Hyoyeon yang merasa kaget melihat adik sepupunya itu makan dengan lahapnya, memasukkan suapan demi suapan ke dalam mulutnya dalam waktu singkat seakan makanan itu langsung ditelannya tanpa dikunyah terlebih dahulu. Yoona bahkan tidak menyadari bahwa Hyoyeon sedang menghentikan kegiatan makan dan memandanginya penuh tanya.

Hyoyeon memukul-mukul meja beberapa kali, walau tak keras namun cukup mengguncang meja itu sehingga menarik perhatian Yoona. Wanita itu akhirnya menoleh pada Hyoyeon dan sementara meletakkan sendoknya.

“Yoona-yah, apa terjadi sesuatu? Kau ini aneh sekali!”

“Apa yang aneh dariku, Eonni?”

“Lihatlah cara makanmu, kau seperti kelaparan setelah seminggu tidak makan!” pekik Hyoyeon sampai membuat Yoona hampir tersedak. “Apa jangan-jangan si pria kaya yang sombong itu tidak pernah memberimu jatah makanan selama seminggu ini dengan menjadikanmu tawanan di apartemennya yang mewah itu?”

Yoona mengambil gelasnya yang berisi air putih dan meneguknya hingga hampir habis karena tadi ia merasa makanan itu semua menyangkut di tenggorokkannya, ditambah rumit dengan ocehan Hyoyeon yang tajam.

“Ah,,, Eonni!! Kau hampir membunuhku karena tersedak!” pekik Yoona dengan wajah yang berubah merengut.

“Sekarang jelaskan padaku bagaimana kehidupanmu selama seminggu ini menjadi tawanan si pria terkutuk itu!” pinta Hyoyeon dengan nada mengancam.

Yoona menghela napas kasar dan pasrah menghadapi sikap Hyoyeon yang sebenarnya memang sangat anti membahas soal Lee Donghae. Yoona tahu persis jika Hyoyeon sangat membenci pria tampan yang kini menjadi suaminya itu.

“Kehidupanku seminggu ini baik-baik saja, Eonni. Aku masih utuh, tidak ada bencana kelaparan yang menimpaku di sana karena kulkas super besar milik pria itu terisi penuh dengan bahan makanan yang bisa kumasak setiap hari bahkan untuk seminggu ke depan.”

“lalu bagaimana dengan si Tuan sombong itu? Memangnya dia mau makan masakanmu?” tanya Hyoyeon sarkatis kemudian.

Yoona menggeleng lemah. “Dia memang tidak pernah –maksudku belum pernah makan masakanku karena suamiku itu hanya datang dua kali kesana setelah dia pergi di malam pengantin kami. Dia datang hanya untuk memeriksa apakah semua baik-baik saja. Mungkin maksudnya memeriksa kalau-kalau aku membuat kekacauan di apartemen miliknya.”

“Ck..ck..ck..ck.. Daebak!! Pria sombong itu benar-benar sosok yang tidak punya perasaan. Dia hanya membuatmu menjadi seorang penjaga apartemen untuk satu tahun. Dan kau! Kau… yang begitu bodohnya masih saja menyebutnya sebagai ‘suami’ yang patut dibanggakan!” protes Hyoyeon dengan wajah jijik.

“tapi memang benar dia suamiku, Eonni! Aku ini istri sahnya dan tidak ada salahnya membanggakan hal itu.” Sanggah Yoona dengan suara pelan.

“Cih! Omong kosong!!”

***

Yoona baru saja masuk ke dalam apartemen dan menjadi terkejut melihat sosok yang duduk dengan punggung tegak di meja makan sendirian. Segelas jus jeruk terlihat sudah habis dilihat dari gelas yang kosong dan terdapat jejak-jejak jus itu.

“Oh, Donghae-ssi.. kau datang kesini?”

Donghae menoleh pada Yoona dengan wajah yang cukup tertekuk. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan santai mendekati Yoona.

“Ya, aku datang kesini untuk mengecek keadaanmu dan alangkah terkejutnya aku karena kau meninggalkan apartemen ini dalam waktu yang lama tanpa konfirmasi terlebih dahulu padaku!” ketusnya dengan kesal.

Yoona mengerjapkan matanya, dan tangannya naik memegang dada sebelah kiri miliknya. Mungkin saja Yoona yang juga kaget harus melakukan penyesuaian dan menenangkan jantungnya terlebih dahulu yang tadinya ingin melompat karena tingkah suaminya itu.

“Aku hanya pergi sebentar untuk makan siang bersama Hyoyeon Eonni di luar. Aku pikir itu bukan masalah besar, Donghae-ssi. Kau tidak perlu semarah itu hanya karena aku meninggalkan apartemen ini karena…”

Yoona menarik dan menghela napasnya pelan. Ia teringat pada kata-kata tajam Hyoyeon beberapa saat lalu mengenai tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kakak sepupunya itu kepada pria yang berdiri di depannya saat ini.

“…karena aku bukan tawanan di tempat ini, Donghae-ssi!”

Donghae mengerutkan keningnya mendengar perkataan Yoona yang seolah baru saja menudingnya telah melakukan perampasan kebebasan hidupnya. Donghae tidak berpikir sejauh itu, bila memberi teguran kepada wanita itu karena membiarkan apartemen kosong akan mengakibatkan adanya ketersinggungan pada Yoona.

“Aku tidak pernah ada niat menjadikan apartemen ini sebagai penjara bagimu, Nona Kim. Aku hanya menekankan jika kau ingin pergi keluar setidaknya kau harus memberitahuku!”

Yoona tidak bisa menyembunyikan wajah kesalnya. Tidak biasanya ia akan merasa dongkol menghadapi sikap semena-mena Donghae padanya. Ya, Yoona terlalu menyukai lelaki berwajah tampan yang nyaris sempurna itu hingga sempat tak ada sedikitpun celah negatif pria itu di matanya. Tetapi sekarang… tidak tahu pikiran apa yang sudah merasuki Yoona saat ini hingga ia ingin sekali mengeluarkan emosi kekecewaannya pada Donghae. Mungkin sedikit banyak perkataan Hyoyeon sudah meracuni cara berpikirnya.

“Mengapa aku harus memberikan laporan padamu setiap kali aku ingin pergi keluar? Aku pikir statusku saat ini adalah istrimu bukannya pegawai kantormu, Donghae-ssi. Dan dimanapun di penjuru negara ini, tidak ada suami yang menahan istrinya pergi kemanapun tanpa membuat laporan sebelumnya!”

Donghae sempat tercekat karena mendapat perlawanan dari Yoona. Satu hal yang tak pernah diduga olehnya sebelum ini bahwa gadis polos yang dinikahinya seminggu yang lalu itu ternyata memiliki keberanian yang cukup besar untuk berkonfrontasi dengannya.

“Tapi kau tahu bahwa kau bukanlah istri yang berstatus seperti yang disandang wanita-wanita lain di luar sana. Kau adalah istriku, istri Lee Donghae pewaris SocFine group. Walaupun status ini hanya sementara, tapi semua orang di luar sana hanya tahu bahwa kau istriku.”

Yoona tidak mengeluarkan suara apapun. Ia masih terus memandangi suaminya, bagaimana pria itu berbicara lancar dengan menekankan kata-kata yang dianggap penting olehnya sekaligus melakukan intimidasi padanya.

“Tidakkah kau lihat bagaimana tampilanmu saat ini??” Donghae mengarahkan pandangannya pada Yoona mulai dari ujung kaki sampai kepalanya. “Kau tahu, apa yang kau tunjukkan saat ini sama sekali tak mencerminkan bagaimana istri seorang pewaris group besar berpenampilan di muka umum. Kau terlalu…” kata-kata Donghae masih tergantung saat secara spontan ia menyadari sudah mengubah air wajah istrinya menjadi gelap.

“… kau terlalu biasa, Yoona-ssi.”

Yoona mendesah pelan lalu mengangguk lemah. Ia mengerti maksud dari perkataan Donghae yang dikatakannya dengan begitu gamblang tadi. “Aku paham maksudmu, Donghae-ssi. Itulah alasan mengapa aku tak seharusnya berkeliaran di luar sana, kan? Aku tahu sekarang…”

“Ahh…” Donghae memutar bola matanya dan dilanjutkan dengan menyisir rambutnya ke belakang. Tak seharusnya ia sefrustasi ini. Niatnya datang saat ini tak lebih karena mengikuti saran Hyukjae untuk lebih memberi perhatian pada istrinya. Hyukjae – walaupun secara eksplisit – sangat menekankan pada Donghae untuk memperhatikan keadaan Yoona, setidaknya sebagai ucapan terima kasih karena gadis itu sudah bersedia membantunya. Jika tidak, maka semua rencana yang telah disusunnya untuk satu tahun ke depan akan gagal total.

“Untuk itulah aku datang kesini, Yoona-ssi. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat untuk memperbaiki semua yang ada padamu agar semuanya sesuai dengan standar orang-orang kalangan atas.”

Yoona hanya mengerutkan dahinya, tidak memberi jawaban ataupun persetujuan dengan ajakan suaminya tadi. Ia masih saja betah memandangi pria itu. Yoona masih tidak bisa menemukan jawaban mengapa ia bisa jatuh hati kepada pria yang terlihat tak memiliki hati ini. Bahkan Yoona tidak mengerti mengapa ia bisa tergila-gila dengan pria yang kadar kearoganan dan kesombongannya sudah sangat mengkhawatirkan seperti yang dimiliki Lee Donghae.

Dengan sangat tidak sabar Donghae menarik tangan Yoona keluar apartemen menuju mobilnya yang sudah menunggu bersama seorang sopir pribadi. Yoona berjalan sedikit terseret, dengan dengusan pelan terpaksa mengikuti kemauan sang suami yang akan membawa terserah entah kemana.

***

Siang itu Yoona baru saja menyelesaikan pekerjaan ringan yang biasanya dilakukan selama menjadi ‘tuan rumah’ di apartemen milik Donghae. Yoona selesai masak untuk dirinya sendiri dan juga menghabiskan separuh dari masakannya lalu menyimpan sisanya untuk makan malam.

Bosan. Tentu saja. Bahkan ia berpikir hal ini akan terjadi hingga setahun ke depan. Sudah enam minggu pernikahannya, dan kini Yoona mulai memikirkan hal-hal apa yang seharusnya ada dalam pernikahannya. Meskipun ia sadar bahwa jalannya pernikahan yang tidak biasa ini adalah resiko dari kesediannya menjadi tameng bagi Donghae – si pria yang sangat dikaguminya.

Selain dari beragam pakaian maupun perhiasan mewah yang diberikan oleh Donghae dua minggu yang lalu, Yoona tak mendapatkan apapun yang bisa dikategorikan sebagai bentuk perhatian dari suaminya. Untuk apa semua pakaian dan perhiasan mahal itu jika ia sama sekali tidak tahu kapan harus menggunakannya dan memperlihatkan kepada orang-orang. Selama ini ia hanya pergi keluar untuk mengunjungi Hyoyeon. Jika ia menggunakan semua itu, maka Hyoyeon sudah siap dengan seribu satu caci maki dan sindirian untuknya.

Suara bel apartemen yang ditekan berulang-ulang dengan tidak sabar membuat Yoona merasa sangat penasaran dengan tamu itu. Tak biasanya ada orang lain yang datang ke tempat ini, karena Donghae tidak akan melakukan hal itu di apartemennya sendiri.

Alangkah kagetnya Yoona melihat seorang wanita yang bisa dikatakan paruh baya dengan dandanan sedikit menor dan tatapan yang sangat tidak ramah telah menantinya di depan pintu apartemen.

“Apakah kau tertidur di dalam sana sehingga tak mendengarku menekan bel ini?” tanyanya dengan nada tinggi.

Yoona mengerjap, masih merasa sedikit shock dengan kedatangan wanita itu. “Mianhae Gomo-nim, aku sedang berberes di dalam.”

Demi apapun Yoona berani bertaruh bahwa bibi dari suaminya ini sangat tidak menyukainya. Hal ini bisa dilihat dari ekspresi jengah di wajah wanita itu ditambah dagu yang terangkat setiap kali ia bertatapan dengan Lee Min Jung.

“Aku sungguh kaget dengan kedatangan Gomo-nim, apalagi Donghae-ssi juga tidak memberitahukannya lebih dulu padaku. Maaf aku tak bisa menyajikan sesuatu untuk gomo-nim.

Lee Min Jung mendecakkan lidahnya, “Oh, dasar wanita malang!” umpatnya pelan seraya mengambil posisi duduk yang sangat nyaman baginya. Kaki yang tersilang, punggung yang lurus dan tatapan tajam menunjukkan betapa congkaknya wanita itu. Kini Yoona mengerti bahwa dalam keluarga Lee, aroganisme adalah ciri khas yang sudah mendarah daging.

“Kau tidak perlu berbasa-basi karena aku tahu persis kalau Donghae tidak tinggal disini. Sudah kuduga jika kenyataannya memang begini. Kalian tidak bisa membohongiku dengan sandiwara busuk seperti ini!”

Yoona membelalakkan matanya mendengar tuduhan tajam yang dilontarkan wanita itu.

“Apa maksud gomo-nim? A- aku tidak.. mengerti,” balas Yoona dengan sedikit tergagap. Dia mulai menyadari bahwa kedatangan Lee Min Jung kesini adalah sebuah ancaman.

Tawa wanita itu menggema di seluruh ruang tamu apartemen, membuat Yoona begidik. Itu lebih mirip dengan suara iblis yang sedang menertawakan mangsanya yang sangat tidak berdaya.

“Kau.. berhentilah bersikap seolah kau adalah wanita terhormat yang sedang mempertahankan harga dirimu. Kau tidak bisa membohongiku dengan statusmu sebagai istri dari keponakanku. Kau hanyalah wanita malang yang dipungut dari jalanan oleh Donghae untuk dijadikan mainan sekaligus penghapus kutukan itu darinya. Karena dilihat dari segi manapun kau tak punya kepantasan untuk bersanding dengan keponakanku.”

Air mata menggenang di pelupuk mata Yoona. Hatinya mencelos dan terasa sakit mendengar penghinaan yang dilontarkan Lee Min Jung. Ia ingin sekali berteriak bahwa dirinya tidak serendah itu. Seharusnya Lee Min Jung mengsyukuri bahwa masih ada seseorang yang baik hati, yang mau menolong keponakannya untuk keluar dari kesulitan.

“itu.. tidak benar, gomo-nim! Itu tidak benar!” hanya kata itu yang bisa dikeluarkan oleh Yoona sebagai ungkapan protesnya terhadap wanita itu.

“Hubunganku dengan Donghae-ssi tidak seperti yang kau katakan itu. Kami… kami baik-baik saja.”

Cih! Ya, memang baik-baik saja karena kau dan Donghae tetap menjadi orang asing. Aku sangat yakin bahwa keponakanku tersayang itu tak pernah menyentuhmu seujung kukupun setelah pemberkatan pernikahan palsu itu.”

Seringaian wajah wanita itu semakin menjadi-jadi dan membuat Yoona juga semakin terpojok tanpa bisa memberikan perlawanan terlebih dahulu. Saat ini Yoona benar-benar tertohok, lehernya tercekat hingga ia tak bersuara apapun. Ia bahkan menahan sesenggukan yang memaksa keluar dari mulutnya sebab air matanya telah jatuh lebih dulu.

“kau tidak perlu menangis, Yoona-ssi. Kau harusnya mensyukuri semua ini dan mulailah mempersiapkan diri untuk angkat kaki dan menghapus status palsumu sebagai menantu keluarga Lee yang terhormat!” Lee Min Jung bangkit dari duduknya dan berjalan dengan angkuh mendekati Yoona yang berdiri terpaku tak jauh darinya.

“Aku sendiri sangat mensyukuri dengan kenyataan bahwa keponakanku yang terkutuk itu tidak akan menjadi batu sandungan bagiku lagi.”

Yoona menoleh pada Min Jung, menatapnya penuh tanya, “Apa maksud gomo-nim berkata seperti itu?”

Lee Min Jung tersenyum penuh kemenangan dan balik menatap Yoona dengan seksama. “Tentu saja, itu artinya suamimu yang kau puja itu akan kehilangan seluruh warisannya dan akan menjadi milik putriku.”

Wanita paruh baya itupun menepuk bahu Yoona dua kali, mengejeknya dengan sebuah perilaku yang seharusnya menjadi sebuah dukungan moril untuk Yoona. “Ingatlah bahwa kau tidak akan pernah pantas menjadi bagian dari keluarga ini dan tempatmu adalah menjauh sejauh-jauhnya hingga kau tidak menjadi benalu yang membuat malu keluarga Lee!”

Setelah itu Lee Min Jung pun pergi dengan begitu gembira meninggalkan apartemen milik Donghae beserta Yoona yang sedang terdiam dan menangisi kepedihan hatinya akibat penghinaan yang diterimanya tadi.

Semua seperti berputar dan menjadi sebuah flashback yang sesungguhnya sangat tak ingin dialaminya. Yoona merasakan dadanya sesak dan kepalanya sakit mengingat semua kata-kata maupun gambaran perih yang membuatnya tak sanggup berteriak.

Ia memegangi kepalanya yang berdenyut hebat menahan rasa sakit dan air mata yang menetes tanpa bisa ia tolerir secara pasti.

Kau tidak pantas menjadi bagian keluarga ini…

Tempatmu tidak disini, pergilah sejauh-jauhnya…

Kau seperti benalu yang membuat malu keluarga…

 

Dengan kekuatan tenaga seadanya Yoona berusaha berlari ke kamar, mencapai ranjang dan menjangkau ponselnya.

“Hyoyeon Eonni, jebal… tolong aku,” rintihnya ketika panggilannya sudah terangkat.

Hyoyeon terpekik mendengar suara tak karuan Yoona di ponsel, sementara Yoona semakin tak bisa menahan dirinya dengan rasa sakit yang mendera.

“Eonni… kepalaku sakit sekali…”

Dan semuanya pun menjadi gelap bagi Yoona.

***

Donghae meremas ponselnya dengan kesal. Bagaimana tidak, baru saja Hyoyeon – kakak iparnya – memakinya dengan sadis melalui panggilan telepon itu. Ia seperti menjadi orang yang sangat bodoh karena menjadi objek kemarahan seorang kakak yang berusaha melindungi adiknya dengan tuduhan bahwa ia adalah seorang suami palsu yang tidak punya hati.

Oh, baiklah. Mungkin ia tahu bagaimana kerasnya sikap Hyoyeon kepadanya atau bagaimana wanita itu menolak keras rencana pernikahannya beberapa bulan yang lalu. Tetapi kemarahan Hyoyeon kali ini jelas sangat beralasan karena Donghae divonis sebagai pihak yang ingin mengambil keuntungan sendiri dari sandiwara pernikahannya.

Donghae kaget ketika mendengar dari Hyoyeon bahwa bibinya – Lee Min Jung – menemui Yoona di apartemen tanpa sepengetahuannya dan melakukan konfrontasi dan provokasi kepada istrinya tersebut. Donghae sudah memeprediksi bagaimana keadaan Yoona saat ini. Gadis polos itu pasti sangat terpukul menghadapi mulut tajam bibinya. Apalagi sang bibi adalah tipe wanita yang sanggup membunuh orang dengan lidah tajamnya.

Pintu itu terbuka tanpa diketuk lebih dulu hingga memperlihatkan Donghae dengan rahang yang kaku dan mengeras masuk ke dalam ruangan dimana terdapat bibi dan ayahnya. Langkah tegap dan dada yang membusung bukan sebagai ungkapan kebanggan melainkan kemarahan Donghae saat ini kepada wanita yang memiliki kemiripan dengan ayahnya itu.

Lee Jeong Han memberikan sebuah senyuman pada putranya yang baru datang, walau ia tak bisa menyembunyikan kerutan di dahinya. Tentu saja hal itu karena ia penasaran dengan kedatangan putranya yang biasa tidak akan pernah peduli dengan namanya perkumpulan keluarga atau semacamnya.

“Tumben sekali kau datang, Donghae-ah. Apa kau ingin makan siang bersama kami setelah ini?” sapa Tuan besar Lee pada anaknya. “Kau tidak datang bersama istrimu? Aku pikir kau akan mengantarku ke bandara sebelum aku berangkat ke Belgia.”

Donghae menggeleng lemah, lalu mengarahkan tatapan kakunya pada sang bibi yang menyibukkan diri dengan sebuah majalah di pangkuannya.

“Aku datang kesini untuk memberi sapaan khusus kepada bibiku yang sangat perhatian ini,” ujar Donghae dengan menekankan setiap katanya.

Lee Min Jung mengangkat kepalanya, membalas tatapan Donghae dan tersenyum singkat. “Halo keponakanku sayang… akhirnya kau sadar kalau aku ini sangat perhatian padamu.”

“Yeah… perhatianmu agar aku melangkah ke jurang,” dengus Donghae kesal. “Aku hanya ingin mengatakan pada gomo untuk berhenti merecoki hidupku, termasuk untuk tidak melakukan tindakan provokasi kepada istriku. Itu benar-benar tidak bisa kuterima.”

“Apa yang sudah kau lakukan pada menantuku, Min Jung-ah?” tanya ayah Donghae pada Lee Min Jung perihal protes yang diajukan oleh putranya.

“Aku tidak melakukan hal yang berlebihan, Oppa. Aku hanya mengingatkan kepada menantumu itu mengenai siapa dirinya dan bagaimana seharusnya dia bersikap.” Ucap Min Jung membela dirinya dihadapan sang kakak. “Apa Oppa tidak menyadari bagaimana sikap pengantin baru ini? Mereka hampir dua bulan menikah dan anak kebanggaanmu itu sama sekali tak pernah membawa isterinya sekalipun ke rumah besar keluarga Lee. Itu sangat memperihatinkan!”

“Aku tidak bermaksud seperti itu! Tetapi isteriku itu—“

“Kau sendiri tidak menganggap bahwa isterimu pantas untuk diperlihatkan kepada keluarga besarmu, kan?” potong Min Jung seenaknya dan membuat Donghae menggeram menahan emosi. “kau masih ingin mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja? Aku malah mencurigaimu sekarang.”

“Donghae-ah, apa sebenarnya yang terjadi? Hubunganmu dengan Yoona baik-baik saja, kan?” tanya Tuan besar Lee menanggapi perdebatan Min Jung dan Donghae.

Donghae mengangguk mantap dan sempat melirik sinis pada bibinya. “Tentu! Aku dan Yoona baik-baik saja, Abeoji. Gomo terlalu berlebihan dalam bersikap. Aku ini bukan anak kecil yang harus diawasi dua puluh empat jam setiap hari. Aku bisa menjalani hidupku sendiri tanpa campur tangan darinya.”

Min Jung tergelak, ia tahu persis bahwa Donghae sedang berbohong dan berusaha sebaik mungkin berpura-pura di depan ayahnya agar terlihat bahagia serta baik-baik saja. Lee Jeong Han menoleh pada adiknya, menatap penuh tanya dan sangat tidak memahami sikap sinis yang justru lebih banyak ditunjukkan oleh Min Jung.

“Oppa, pernikahan putramu ini memang baik-baik saja. Bahkan sangat baik hingga bisa membuatnya terusir dari kursi CEO SocFine di masa depan, karena ia tidak akan punya pewaris.”

Donghae membelalakkan matanya dan jantungnya seolah baru saja diberi kejutan hebat. Bibinya itu sukses membuatnya terdiam dan kehilangan kata-kata. Ia harusnya tidak melupakan soal kelicikan bibinya yang selalu bisa mencari celah sekecil apapun untuk berusaha menjatuhkan dirinya.

“Benarkah itu, Donghae-ah?” tanya Jeong Han dengan mata menyipit.

“Percayalah bahwa ia sama sekali tidak menyentuh isterinya,” timpal Kang Joon memanaskan suasana.

Seember air seolah baru saja disiramkan ke wajah Donghae. Hal ini menjadi pacuan bagi otaknya untuk mengingat kembali kepada hal-hal yang selama ini selalu diremehkan dan diabaikannya. Donghae tak pernah meragukan posisinya sebagai pewaris tunggal dari kerajaan bisnis SocFine group milik ayahnya yang juga telah dijalankannya selama bertahun-tahun sebagi seorang CEO. Tapi di masa depan, ia tak pernah berpikir kepada siapa ia akan menyerahkan tanggung jawab itu jika ia sudah tak lagi memiliki kapasitas kesanggupan menjalankan perusahaan besar tersebut. Dan sudah berulang kali ia selalu diingatkan akan hal itu. Lalu kembali lagi kepada karakter Donghae yang selalu takut kehilangan semua kepemilikannya atas kemewahan dan kemudahan hidupnya selama ini yang membuatnya tidak acuh kepada hal itu.

Donghae mencoba berpikir cepat, memasang ekspresi tenang, lalu berdehem singkat. “Jadi gomo mencoba mengancamku dengan hal itu? Harusnya gomo sadar bahwa aku baru saja menikah, bahkan belum genap dua bulan. Semua butuh penyesuaian,” ujar Donghae terlihat cukup santai.

“Lagi pula… gomo sama sekali tidak tahu apapun dengan kehidupan rumah tanggaku. Memangnya gomo setiap saat mengintip kegiatan yang kulakukan bersama istriku? Lelucon yang tidak menarik!”

“Kau mencoba berkilah! Aku tidak akan tertipu,” pekik Min Jung pelan.

Lee Jeong Han menggeleng-geleng melihat tingkah anak dan adiknya itu. Keduanya adalah pribadi yang keras dan memang ada persaingan diantara mereka sejak dulu.

“Terserah mau bagaimana kalian berdebat. Aku hanya ingin mengingatkanmu, Donghae-ah. Kau harus ambil langkah terbaik sebelum kau harus mengucapkan selamat tinggal pada kekuasaanmu saat ini.”

“Abeoji!!” Donghae mencoba melakukan protes tetapi terhenti oleh satu tangan Lee Jeong Han yang terangkat untuk menghentikan laju suara tinggi dari putranya tersebut.

“Ingatlah bahwa usiamu sudah sangat mumpuni untuk mendidik seorang pewaris menjadi sosok yang kuat yang akan menopang SocFine group di masa depan. Jangan sampai kau kehilangan kesempatan itu hanya karena sikap congkakmu, anakku.”

To Be Continued…

 

©misskangen2014

 

72 thoughts on “ANATHEMA (Chapter 3)

  1. kapan donghae bisa berubah? buat donghae suka sama yoona gitu lah. Kasian lah yoona yang terus disakitin disiniQ____Q nggak tega juga.

    padahal udah disindir beberapa kali, tapi ttp donghae nggak bisa berubah-_-
    chapter selanjutnya lebih lebih lagi ya thor!! ditunggu^^

  2. maaf sebelumnya.ini ff beneran karya kamu?soalnya di blog lain ada juga ff ini ceritanya 100% mirip.hanya saja maincast dan judulnya beda.disana maincastnya yoona siwon.judulnya lupa.

    1. maaf aku yg jawab chingu, Miss Kangen ini jg pnya blog pribadi dan kebanyakan ff di blognya dia itu castnya YW, mgkn chingu bacanya yg di blognya dia kali yah kl ga salah nama WPnya Lady Aprodithe ^^

  3. baru sempet baca ff ini, keren banget ceritanya, donghae disini bikin kesel, seenaknya aja sama yoona apalagi bibinya donghae, dan yoona sebenernya sakit apa tuh? penasaran banget gimana kelanjutan hubungannya yoona sama donghae, semoga donghae bisa bersikap baik ke yoona, ditunggu kelanjutannya yaa..

  4. haahh kasian bgt Yoona di hina ama bibinya Donghae bs ga kira2 karakter Yoona lbh kuat mksdnya yah dia emg gadis tegar cuma jgn terlalu nerima dan diam kl di hina org, dan semoga aja sifat Donghae bs berubah lbh perhatian ke Yoona meski cm isteri sewaan…
    Next thor.

  5. Waaa…. suka karakter Donghae apalagi klo nanti dia sadar akan perasaan nya pada yoona pasti dia jadi cowok protektif…. hahahaha… next di tunggu ya author

  6. kajja!!! hwaitting author, aku selalu mendoakanmu agal lbh cepat post kelanjutannya. hehehe,,, maksudnya, aku doakan author dapat ide cerita yang lbh menarik dan diberikan keluasan waktu untuk posting lbh cepat. kekeke~ pada bae.

  7. Wah makin penasaran sama ceritanya , sebenernya Yoona punya penyakit apa thor ?
    Donghae kaya nya baru sadar kalo kekuasaan nya bisa direbut oleh bibinya kalo dia tidak punya keturunan .
    Apa Donghae mau ngelanggar perjanjian nya sama Hyoyeon bahwa dia tidak akan nyentuh Yoona .
    Semoga Donghae jatuh cinta sama Yoona dan Yoona ga akan di cerai kan setelah satu thn menikah .

    Di tunggu chapter berikut nya thor 🙂

  8. Penasaran sebenernya Yoona punya penyakit apa .
    Donghae kaya nya baru sadar kalo posisi nya bisa direbut oleh bibi nya kalo dia tidak punya keturunan .
    Apa Donghae mau ngelanggar perjanjian nya sama Hyoyeon bahwa dia ga akan nyentuh Yoona .
    Semoga seiring berjalan nya waktu Haeppa bisa jatuh cinta sama Yoona eonni dan ga cuma nganggep Yoona sebagai istri sewaan atau apapun itu dan semoga Donghae ga akan menceraikan Yoona .

    Di tunggu chapter berikut nya 🙂

  9. ya ampun, rasanya mau nimpuk itu palak si ikan u,u kejem bgt jd org…

    gmna tuh nasibnya yoona, istri yg ga dianggap? apa dy bkl nyentuh yoona demi dptn anak? bibi sm keponkan sm” gila harta nih,

    dtgu apdetnya ya, ga sbr mau ngliat si abang donghae dpt karmanya hhi

  10. Daebak chingu cerita’y makin seruu penasaran yoona sakit apa y? Gk tega baca pas yoona dihina sma bibi’y donghae bikin nangis..please jgn lama2 y chingu dilanjut nex part’y dah gk sabar

  11. Ya ampun yoona bnr2 kasian udh dpt suami kayak gtu, ditambah bi2nya lagi.. Hadeuuh.. Nth gmna nasib dia nanti.

  12. heran deh ma dongek,
    segitu ngoyo’a ma kekuasaan, -kesel-
    dongek sikap u yg kyk gitu dpt menyakiti dirimu n org lain,,
    jgn ampe u menyesal krn udah nyakitin n nyia2’in org kyk yoona,,,

  13. Kasian yoona dipojokin sma keluarga lee apalagi sama bibinya donghae,yoona pingsan trus yoona punya penyaki apa emang?,donghae juga harusnya perhatian sma yoona

  14. Donghae skak mat hahah:D
    mau ga mau dia harus bikin little Lee biar kekuasaan nya ga diambil bibinya 😀 ayolah hae keluarin sifat pervert mu itu xD

Komentarmu?