Compromise : Meet The Laws (Chapter 7)

compromise 5

 

 

Tittle                                        : Compromise

Author                                     : misskangen

Genre                                      : Romance, Family

Rating                                      : Mature

Type                                        : Chapters

Main Casts                              : Im Yoona, Lee Donghae

Minor Casts                            : Choi Sulli, Choi Minho, Park Jungsoo, Kim Taeyeon.

Disclaimer                              : All the story and plot is mine. Do not copy or doing plagiarism. Please apologize for unidentified typo(s).

 

Happy Reading All…

 

COMPROMISE : MEET THE LAWS (7)

 

 

“Aku membutuhkan bantuanmu,” kataku dengan suara yang bergetar karena sedikit gugup. Memberanikan diri untuk menatap jauh ke dalam mata Lee Donghae adalah yang paling sulit kulakukan jika aku sudah lebih dulu merasa tidak karuan karena kehadiran pria itu sendiri.

“Katakanlah…”

Menarik napas perlahan lalu menghelanya dengan ritme yang sama lambat. Aku berhasil menatap wajahnya, tapi tidak terlalu percaya diri menatap matanya. “Aku memutuskan untuk mengundangmu ke acara ulang tahun Pamanku malam ini. Tapi, yang aku butuhkan darimu adalah aku ingin kau… hadir sebagai…”

Di saat seperti ini malah lidahku terasa begitu berat untuk berbicara. Aku melihat kerutan di dahi Donghae, mungkin ia juga penasaran menungguku melanjutkan kata-kata.

“sebagai apa?”

“sebagai tunanganku,” sahutku malu-malu.

Donghae tergelak. Apa dia berpikir aku baru saja mengatakan sebuah lelucon?

“Aku memang tunanganmu, Yoona-yah. Semua orang termasuk keluargamu sendiri juga tahu statusku sebagai calon suamimu.”

“Tapi mereka tidak tahu bagaimana sebenarnya hubungan kita,” balasku cepat dan itu berhasil membuat ekspresi wajah Donghae menjadi lebih serius. Tidak lagi menganggapku mengatakan lelucon yang bisa membuatnya tertawa terbahak-bahak. “Mereka tidak pernah tahu seburuk apa interaksi di antara kita. Semua orang hanya tahu bahwa kita adalah pasangan berbahagia yang akan menikah dalam waktu dekat – sesuai dengan cerita fiktif yang dikarang oleh Ayahmu.”

Tanpa aba-aba Donghae menarik pergelangan tanganku, membawaku ke sudut ruangan setelah sempat ia melirik ke kanan dan kiri. Sepertinya aku sedikit melupakan situasi saat ini yang masih berada di kantor dengan beberapa karyawan yang masih lalu-lalang dan tentu saja menjadi saksi mata kebersamaan kami disini.

Aku jadi ingin menggigit lidahku sendiri yang dengan mudahnya meluncurkan kata-kata yang harusnya tidak dikonsumsi oleh publik disini. Bagaimana jika ada yang mendengar perkataanku tadi? Pasti akan mengacaukan banyak hal dan menimbulkan gosip baru yang lebih panas bahkan sebelum pernikahan benar-benar terjadi.

“Maaf, aku tidak sadar kita masih berada di kantor,” napasku terkesiap karena jarak tubuh yang begitu dekat dengan Donghae, bahkan tubuh kami hampir menempel satu sama lain. Sementara tangan Donghae masih menggenggam pergelangan tanganku dan itu terasa sangat hangat.

“Jadi kau masih tetap ragu padaku bahkan pada dirimu sendiri, Yoona-yah. Kau masih belum bisa menerima kenyataan bahwa kau akan menikah denganku, begitukah?” suara Donghae terdengar sangat pelan, tetapi tetap tak menghilangkan ketegasannya.

Aku menggeleng cepat, namun kemudian mengangguk lemah. Jujur, aku masih bingung dengan perasaanku sendiri. Aku masih tidak mengerti dengan keinginanku sebenarnya. Yang aku tahu sejak awal aku hanya mengutamakan kepentingan Jeongsil tanpa mempedulikan nasib masa depanku sendiri. Namun semua berubah ketika aku melihat Donghae dan mengalami kejadian-kejadian yang pada akhirnya sedikit merubah sudut pandangku, termasuk perasaan yang kemungkinan besar kumiliki untuk Donghae.

“Tidak. Aku sudah berusaha menerima perjodohan ini, Donghae-ssi. Aku hanya belum bisa meyakinkan diriku sendiri untuk menjalani hidupku bersamamu nanti. Oleh karena itu, aku membutuhkan bantuanmu untuk setidaknya meyakinkan keluargaku bahwa nantinya aku akan baik-baik saja.”

“Bukankah aku pernah mengatakan padamu untuk berhenti bersikap seolah semua baik-baik saja?” Donghae menatapku seolah ia ingin menarikku kembali ke masa ia mengatakan hal itu. Aku ingat betul saat itu, dimana ia mengatakan bahwa ia tak lagi menginginkan banyak sandiwara dari dirinya sendiri di depan orang lain.

“Aku mohon padamu untuk membantuku meyakinkan paman dan bibiku bahwa kita mempunyai hubungan yang sangat baik, meskipun kita bertemu karena perjodohan. Agar mereka bisa melepaskanku untuk menikah tanpa beban yang harus ditanggung. Mereka hanya takut aku tidak akan bahagia…”

Aku juga takut Paman dan Bibi berubah pikiran lalu membatalkan pernikahan ini dan berakibat buruk pada Jeongsil. Dan aku juga tidak mengerti mengapa terkadang hati ini sangat menginginkan kebersamaanku denganmu…

“Baiklah… Aku mengerti.” Donghae kini tersenyum. Kurasa sangat konyol diriku saat ini yang langsung memerikan balasan senyuman untuknya. “aku akan melakukannya untukmu… anggaplah aku berusaha menjadi tunangan yang baik di hadapan keluargamu untuk mendapat restu.”

Aku memutar bola mata menertawakan kalimat terakhir yang diucapkan Donghae. Alangkah menyenangkannya jika kami memang bisa bersama-sama berjuang di depan Paman dan Bibi untuk meminta izin dan restu untuk menikah – karena keinginan kami sendiri.

“Terima kasih, Donghae-ssi… kuharap kau tidak shock menerima kejutan dariku nanti.”

“Aku menunggu untuk itu,” Donghae mengusap kepalaku lembut sambil memamerkan senyuman manisnya. Dan aku pun seperti cokelat yang meleleh.

 

***

“Aku dengar kau mengajak tunanganmu dalam acara keluarga kita malam ini,” Bibi Im membuka percakapan yang menurut prediksiku akan menjadi bahan pembicaraan serius jika aku menanggapi dengan serius pula.

Aku berhenti sebentar dari kegiatan memotong sayuran. Khusus untuk acara ini, aku selalu menyempatkan diri untuk membantu Bibi Im memasak sesibuk apapun kegiatanku di luar rumah. Hal ini sudah berlangsung setiap tahunnya. Menurut keluarga ini, acara ulang tahun Paman Park adalah hari yang sangat spesial dimana bertepatan dengan hari peresmian Jeongsil bertahun-tahun yang lalu.

Jeongsil adalah tulang punggung dari keluarga Im saat dibangun susah payah oleh kakekku dan dilanjutkan oleh ayahku kemudian. Selama dua generasi, Jeongsil mempunyai banyak peran dalam peningkatan kesejahteraan keluarga Im dan keluarga-keluarga lain yang merupakan pegawai tetap Jeongsil.

Begitu prestisiusnya nilai Jeongsil bagi keluarga kami dan banyak orang sehingga Jeongsil harus tetap berdiri dan berjalan normal. Sehingga cukup bagiku untuk melakukan pengorbanan untuk Jeongsil meskipun masa depanku menjadi abu-abu karenanya. Jeongsil adalah nyawa keluarga ini artinya Jeongsil adalah nyawaku.

“Pasti Imo mendengarnya dari Sulli. Anak itu kelihatan sangat antusias sekali dengan kedatangan Donghae..” aku menimpali pernyataan Bibiku dengan senyuman garing untuk membuat suasana tidak kaku.

Suara renyah tawa Bibiku masih menjadi fokus dan mengambil perhatianku. Wajah Bibi tampak sumringah, aku pikir ia sedang bersenang hati. Meski semua pekerjaan ini sedikit merepotkan, tetapi Bibi melakukannya dengan riang karena kecintaannya pada Paman Park.

“Ya, Sulli tampaknya menyukai tunanganmu dalam arti ia menerima kehadiran pria itu di sisimu,” Yah… begitulah Sulli. Dia memang sangat naif walau terkadang bisa membuatku jengkel dengan tingkahnya yang ajaib. “Sulli juga bilang kalau kalian adalah pasangan yang sangat romantis dan membuatnya sangat iri.”

“Benarkah… dia berkata seperti itu?” tanyaku sedikit tergagap. Jangan katakan kalau Sulli juga menceritakan pada ibunya saat dia memergokiku sedang berciuman dengan Donghae di dalam mobil!

Bibi Im mengangguk tetapi ia juga mengubah ekspresi wajahnya dengan menyipitkan matanya saat memandangku. Aish… please jangan bahas adegan ciuman itu sekarang! “Aku ingin tahu bagaimana hubunganmu dengan Lee Donghae, tunanganmu itu. Kau sama sekali tidak pernah bercerita apapun padaku. Malah aku mendengar cerita-cerita itu dari Sulli!”

“Umm… soal itu. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku tidak bercerita karena.. yah, Imo tahu kalau aku sangat sibuk dan memiliki jadwal kerja yang sedikit membuatku lelah,” sedikit berdusta untuk menutupi hal yang tidak buruk sepertinya bukan masalah. Selama ini akau selalu menjadikan Bibiku tempat berkeluh kesah. Aku selalu menceritakan banyak masalahku padanya. Tetapi untuk kasus pertunanganku termasuk hubunganku dengan Donghae, ada banyak sisi yang kusembunyikan darinya.

“Aku dan Donghae… kami berteman. Kami mempunyai hubungan yang baik.”

“Berteman? Apa benar kalian hanya berteman padahal dalam beberapa minggu ke depan kalian akan menjalani ikatan pernikahan?”

Leherku terasa tercekat dan senyumku pasti terlihat pahit. “Ayolah…Imo, aku baru mengenal Donghae selama beberapa minggu. Hubungan pertemanan sudah sangat baik dari pada kami bersikap seperti orang asing kan…”

“Oh ya? Lalu mengapa Sulli bilang kalian terlihat sangat romantis? Anak itu bahkan bercerita dengan pipi yang bersemu merah. Mungkinkah… Sulli terlanjur melihat sesuatu yang lebih?”

Kali ini aku mati kutu! Artinya Sulli memang tidak menyertakan adegan ciuman itu dalam ceritanya, tetapi ekspresi wajahnya yang berbinar dan merah merona sudah mengungkapkan semuanya pada Bibi Im.

“Kenapa kau diam saja? Aigoo… sepertinya kau sudah menyukai pria itu! Lihatlah, bahkan pipimu ikut merona juga…”

A-aniya…” sanggahku sambil menyembunyikan wajahku dengan berpaling ke arah lain. Bibi Im pasti sekarang sedang memperhatikan diriku yang sedang dirundung malu.

“Hahaha…” Bibiku tertawa lagi, dan dia sedang menertawakanku. “Kau tidak perlu berkilah seperti itu, Sayang. Bagaimanapun… kau itu tetaplah ‘buku yang terbuka’ bagiku. Jadi, berhentilah menyembunyikannya dariku.”

Cengiranku terlihat sangat jelek jika aku sedang merasa tersudut sekaligus kikuk dengan situasi seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, Bibiku snagat mengenalku. Aku juga merasa ia jauh lebih mengenalku daripada diriku sendiri.

“Tapi… aku harap tunanganmu itu tidak memiliki sikap buruk seperti Ayahnya. Setidaknya Lee Donghae harus bisa memperlakukanmu dengan baik nantinya. Aku tidak bisa membiarkan kau hidup dengan orang asing yang memiliki perangai buruk seperti Lee Youngwoon.”

Terdiam. Itu adalah keadaanku saat ini. Sekarang juga sudah terjadi keheningan disini. Aku tidak akan bisa menjawab apapun untuk harapan Bibi yang satu ini. Aku hanya percaya bahwa Donghae tidak begitu buruk seperti halnya Lee Youngwoon – ayahnya. Meskipun Donghae adalah sosok yang lebih banyak sisi menyebalkan dibanding menyenangkannya, tetapi ada keyakinan dalam hatiku bahwa Donghae adalah pria yang baik. Atau mungkin itu karena aku mulai mengalami kebutaan karena sekarang aku sadar bahwa aku menyukai pria itu.

“Ah.. berbicara soal Lee Youngwoon, orang itu tadi mengirimkan hadiah ke rumah ini. Katanya sebagai ucapan selamat sekaligus terima kasih untuk Pamanmu. Dia bahkan mengirimkan anggur impor mahal!” Bibi Im terdengar sangat tidak antusias dengan informasi yang diberinya.

Jinja…? “ Baiklah, aku akui lee Youngwoon memang sangat lihai dalam mencari perhatian dan menebarkan jurus-jurus sok murah hatinya kepada orang lain. Sehingga tidak ada yang perlu menjadi kejutan dengan hadiah yang datang darinya saat ini.

 

***

Suara klakson mobil terdengar dari halaman rumah. Donghae sudah tiba dan akupun berjalan cepat menuruni tangga hingga membuat gaun biru selutut berbahan siffon yang kukenakan sedikit melambai.

Di depan pintu yang terbuka itu Sulli sudah berdiri lebih dulu, sepertinya aku dan sepupuku itu sama-sama antusias dengan kedatangan Donghae malam ini. Melihatnya keluar dari mobil membuat senyumku merekah. Tidak usah diragukan lagi bila dalam suasana apapun Donghae akan selalu terlihat memukau. Tampilan manly-formal dipadu dengan wajah tampannya pasti bisa melelehkan setiap wanita yang menatapnya. Lihat saja sekarang keadaan Sulli, ia berdiri dengan senyuman lebar dan mata berbinar-binar. Pesona Donghae bahkan menyeret perhatian seorang remaja dan parahnya remaja itu adalah sepupuku sendiri.

“Hai, Prince Lee!” sapa Sulli mendahuluiku membuka mulut. Donghae tersenyum dan tampak sedikit kerepotan dengan barang bawaannya. Donghae membawa bungkusan yang aku yakin merupakan hadiah untuk ulang tahun Paman, sementara di tangan lainnya ada sebuket mawar merah yang sangat indah.

“Terima kasih sudah memenuhi undanganku malam ini, Prince Lee…” ujar Sulli lagi seketika Donghae berada di hadapan kami.

Donghae melirikku yang sedang memutar bola mata dan mendengus karena sekali lagi sudah didahului oleh Sulli untuk berkata-kata. Dan lagi Sulli tampak sangat percaya diri bahwa Donghae datang karena undangannya. Terserah yang mana saja alasan kedatangan Donghae, bagiku yang terpenting pria itu sudah hadir dan siap untuk bertemu dengan keluargaku.

“Tentu aku datang, Princess Park. Terima kasih sudah mengundangku.”

Kenapa rasanya sedikit menyebalkan? Panggilan Prince dan Princess yang mereka gunakan itu membuatku mual. Mataku saja sudah menyipit memandang kedua orang itu, terlebih pada Donghae. Aku memintanya datang sebagai tunangan yang baik bukan untuk kerja paruh waktu menggombali sepupuku yang sepertinya sudah termakan pesonanya juga.

“Terima kasih sudah repot membawa hadiah juga. Tapi, apa tidak terasa aneh jika kau memberikan buket bunga mawar merah pada Pamanku?”

Donghae tergelak sesaat sebelum menyodorkan buket bunga itu padaku, “Tentu saja ini untukmu, Sayang.”

Suara terkesiap dari Sulli mengiringi keterkejutanku. Ini adalah kali pertama Lee Donghae memberikanku bunga. Meski aku tidak pernah memintanya berperilaku ‘sok romantis’ seperti ini, tetapi sebenarnya aku senang. Dengan sedikit gugup tanganku terulur menerimanya dan wajahku pasti cukup menunjukkan betapa bahagianya menerima hadiah itu darinya.

Gomawo… Oppa,” ucapku dengan senyuman tulus.

Donghae menaikkan sebelah alisnya sementara bibirnya mengucap kata ‘Oppa’ perlahan dan tanpa suara. Dia pasti merasa heran dan sangat tidak biasa dengan kelakuanku ini.

“Wah… Prince Lee, kau romantis sekali!” pekik Sulli membuat pandanganku langsung tertuju padanya.

“Sulli-ah, tidak bisakah kau menyingkir dulu masuk ke dalam?” kataku dengan nada memerintah dan tangan berkecak pinggang.

“Ow, baiklah… aku mengerti kalau kau tak ingin diganggu bersama pangeranmu dan auramu sudah mulai mengerikan, jadi aku akan meninggalkan kalian dulu,” Sulli buru-buru kabur setelah itu. Aura mengerikan? Yang benar saja! Memangnya dia pikir aku akan menerkamnya sekarang juga jika masih terus berada disini… umm, sepertinya ide itu tidak buruk juga!

Donghae masih menatapku dengan tatapan yang sama – menyelidik. Ia tentu masih menungguku berkata sesuatu yang bisa menjawab rasa penasarannya. “Ada apa denganmu dan kata ‘Oppa’ itu?”

Sebelum menjawab aku memberikan cengiran sekilas, “eung… itu adalah salah satu kejutan malam ini. Aku sudah bilang padamu kan? Jadi jalani saja apa yang harus kita hadapi bersama malam ini. Kau mungkin harus membiasakan telingamu dengan sebutan itu di depan keluargaku.”

Syukurlah, penjelasanku ternyata bisa diterima dengan baik oleh Donghae dengan anggukan kepalanya dan tanpa komentar lebih jauh darinya. Aku sudah berusaha berbicara dengan nada yang cukup datar sehingga tak terkesan menggurui. Malam ini saja… aku mohon jangan ada pertengkaran antara aku dan Donghae.

 

***

“Terima kasih atas kedatanganmu ke acara keluarga kami, Lee Donghae-ssi,” ujar Paman Park ketika Donghae sudah berada di hadapannya di ruang makan keluarga. Semua anggota keluarga sudah berkumpul, ada Paman dan Bibi, lalu si kembar Minho dan Sulli – tentunya minus kehadiran kakakku dan suaminya.

Donghae membungkuk memberikan salam, sementara ekspresi wajahnya datar dan tampaknya ia sengaja meninggalkan topeng arogannya untuk sementara karena kulihat ia tidak pelit memberi senyuman kepada keluargaku.

“Seharusnya aku meminta maaf lebih dulu, Ahjussi. Maaf karena aku terlalu sibuk jadi baru kali ini memiliki kesempatan untuk bertemu dengan keluarga calon istriku secara resmi.”

Paman Park menggeleng-geleng pelan lalu tersenyum sangat manis sambil memperlihatkan kedua lesung pipinya. “Oh, itu tidak masalah. Kami tentunya sangat mengerti dengan kesibukanmu sebagai pengusaha muda yang sukses.”

“Anda terlalu berlebihan, Ahjussi,” sangkal Donghae. “Aku masih harus banyak belajar dan berusaha lebih baik lagi.”

“Itu… sangat bijaksana, Lee Donghae-ssi,” puji Paman Park dengan nada bicara yang tulus. “Kalau begitu mari kita nikmati semua sajian ini. Makan bersama sebagai keluarga.”

Semua orang yang mengelilingi meja makan tampak antusias. Aku memilih duduk di sebelah Donghae dan berhadapan langsung dengan Paman dan Bibi, sementara Sulli bisa ditebak ia memilik kursi yang paling dekat dengan Donghae dan membuat Minho mau tak mau mengalah mencari sisi lain dari meja ini.

Acara dimulai dengan berdoa untuk kesehatan dan kesejahteraan Paman termasuk untuk kebahagiaan dan kemakmuran keluarga kami. Semua tampak khidmat saat berdoa, dan aku sempat melirik Donghae yang hanya duduk mematung dengan tatapan kosong tanpa ikut berbuat yang sama seperti yang kami lakukan – memejamkan mata untuk berdoa dengan sedikit menundukkan kepala.

Aku tidak begitu mengerti mengapa ia hanya bersikap seperti itu. Mungkin Donghae tidak terbiasa dengan tradisi seperti yang dilakukan oleh keluargaku dan masih berusaha beradaptasi karena hal ini cukup mendadak baginya. Atau bisa jadi Donghae tidak peduli dengan segala protokol yang ada dalam acara ini. Terserah yang mana saja alasan yang dimiliki Donghae. Bagiku kehadirannya disini dan tidak membuat keributan maupun sensasi saja sudah sangat cukup.

Setelahnya adalah tiba waktu untuk makan bersama. Setelah melewati acara memotong kue tart yang dibuat secara khusus oleh Bibi sendiri. Lalu kami semua menikmati sajian Insam cha – teh ginseng yang hangat dan menyegarkan.

“Donghae-ssi, selamat menikmati sajian dari kami. Sebelumnya aku minta maaf jika tidak sesuai dengan seleramu karena aku tidak tahu makanan favoritmu,” ujar Bibi saat ia menyajikan Gujeolpan – artinya piring yang terbagi sembilan, makanan ini terdiri atas beberapa jenis sayuran dan daging yang disajikan dalam lapisan pancake – di depan Donghae.

“Ah… tidak apa-apa, Ahjumma. Menurutku ini semua sangat unik dan bagus. Selama ini aku tinggal di luar negeri dan tentunya sulit menemui hal seperti ini,” Donghae menjelaskan situasinya dengan nada sedikit tidak enak. Yah… biasanya Donghae memang sangat menyukai hal-hal berbau western termasuk soal makanan. Ia bahkan dengan mudahnya mengejekku karena selera makan maupun lidahku yang sangat orisinil sekali, dalam arti tidak terlalu menyukai makanan ala barat seperti dirinya.

“Oh, jika kau menyukai Lasagna, kami juga membuatnya. Tetapi ini dengan gaya Korea, namanya Sinseonlo,” ujarku cepat untuk menarik perhatian Donghae yang mulai sedikit kaku untuk menghadapi Bibi dan masakan-masakan di atas meja. “Apa kau mau mencobanya, Oppa?”

Semua mata kurasakan sedang tertuju padaku, tetapi aku sama sekali tak membalas tatapan mereka. Pasti mereka merasa kalau tingkahku cukup mengejutkan karena sebelum ini aku tak pernah memperlakukan seorang pria dengan cukup istimewa di depan keluargaku. Bahkan dengan Jonghyun dulu sekalipun, aku dan Jonghyun mencoba bersikap sangat biasa dan mempertahankan kesopanan tingkat tinggi bila sedang berada di antara anggota keluargaku.

“Manis sekali sampai aku terkena diabetes,” celetuk Minho sedikit mengejek dan menahan tawa. Apa dia pikir aku ini sedang mempertontonkan lawakan garing di depannya?

Aku masih tak bergeming dari tatapanku pada Donghae seraya menyodorkan sajian Sinseonlo padanya. Syukurnya Donghae tidak terlalu lama berdiam diri tanpa suara. Kepalanya mengangguk dan senyumannya kecut, mungkin ia sedikit segan karena menjadi pusat perhatian.

“Aku pasti akan mencobanya,” suara Donghae terdengar pura-pura antusias.

Acara makan malam ini berjalan cukup lancar, setiap orang yang berada di meja makan ini tampak menikmati sajian yang terhidang. Sedikit aneh yang terjadi adalah Lee Donghae, sang tamu istimewalah yang menjadi perhatian banyak setiap anggota keluarga. Begitu banyak hal mereka pertanyakan mengenai diri pribadi Donghae, mulai dari yang ringan seperti pekerjaan atau kehidupannya di luar negeri sampai mulai menyentuh ke ranah pribadi terkait dengan hubunganku dengannya.

Sulli dan Minho menjadi orang yang paling repot menghujani Donghae dengan pertanyaan-pertanyaan yang sedikit banyak bila tidak ditelaah dengan baik akan menjadi jebakan bagi si penjawab.

Berkali-kali aku melirik Donghae, memperhatikan air mukanya setiap kali ia mendapat pertanyaan atau dimintai pendapatnya tentang suatu hal dari Paman, Bibi, maupun kedua sepupuku itu. Setelah berkali-kali berkonfrontasi dengan Donghae termasuk melakukan perdebatan sengit dengannya, membuatku mulai mengenali ekpsresi wajah yang diperlihatkannya. Saat ini, yang aku pahami Donghae tampak berusaha sangat sabar untuk melayani keluargaku. Wajahnya perlahan-lahan memperlihatkan kebosanan dan terkadang ia melemparkan tatapannya padaku seolah meminta pertolongan agar aku membantunya mengatasi keingintahuan mereka.

Donghae terlihat mendesah pasrah di depan sajian Patbingsu. Ini memang bukan musim panas dan tampaknya sedikit tidak pas untuk menyajikan Patbingsu sebagai hidangan penutup. Tetapi bukan Im Yoona namanya bila tidak memiliki ide-ide gila yang terkadang akan lari dari jalur normalnya. Donghae mungkin mulai merasa lega karena acara sudah selesai dengan disajikannya dessert manis itu.

“Prince Lee, bagaimana menurutmu semua makanan ini? Kau harus tahu bahwa Yoona Eonni dan ibuku yang memasaknya sendiri,” Sulli dengan mata besarnya menanyakan antusiasme Donghae terhadap acara dan tentu saja berharap mendapatkan apresiasi darinya juga.

“Oh, ini adalah sajian home made paling enak yang pernah kumakan selama aku berada di Korea.”

“Wah, kalau begitu kau bisa meminta Yoona Noona memasakkan untukmu setiap hari bila kalian sudah menikah nanti!” timpal Minho tidak mau kalah dengan saudara kembarnya.

Of Course, I will.” Donghae mengangguk mantap dan melirikku dengan ekspresi geli di wajahnya. “Aku pernah bilang pada Yoona kalau aku sama sekali tidak punya maid yang bisa memasak masakan Korea di rumahku di Kanada. Jadi bisa dipastikan ia akan menguasai dapur di rumahku.”

Aku memutar bola mata. Donghae memang pernah mengatakan hal itu padaku, tetapi aku tak pernah mau ambil peduli dengan hal itu. Aku memang pernah berbangga diri jika dibandingkan dengan kakakku – Jessica – aku lebih unggul dalam hal ‘menantu idaman’, tapi bukan berarti aku rela menjadi ibu rumah tangga berplakat full-time.

“Jadi kau berniat membawa Yoona tinggal di Kanada setelah menikah?” tanya Bibi pada Donghae. Nada suaranya terdengar sangat penasaran sekaligus khawatir.

“Kemungkinan besar bila rencanaku di Korea tidak berjalan lancar, maka aku akan kembali berkonsentrasi pada perusahaanku di Kanada. Tentu aku harus membawa serta istriku bersamaku.”

Apa yang dikatakannya? Donghae tidak pernah mengatakan apapun dengan rencananya kembali tinggal dan hidup di Kanada padaku. Bahkan ‘rencana’ yang dia maksudkan saja aku tak mengerti. Donghae masih jelas merahasiakan hal ini. Lalu bagaimana mungkin ia seenaknya menyeretku menjauhi keluargaku? Meskipun benar nantinya statusku adalah istrinya tetapi saat ini aku masih belum bisa menerima ide itu.

Donghae bahkan tak mau melirik ataupun membalas tatapanku yang sejak tadi tertuju padanya saat ia mengatakan hal itu. Seratus persen aku yakin bahwa Donghae menyadari tatapan tajamku padanya dan ia sengaja menghindar untuk sementara waktu.

Bibi Im menghela napas berat. Tentu ia tidak suka dengan jawaban Donghae ini. “Sejujurnya aku kurang menyukai idemu ini, Donghae-ssi.”

Paman Park menyentuh lengan istrinya, berusaha menenangkannya agar tidak menghakimi Donghae lebih jauh. “Memang akan sulit membiarkan Yoona tinggal jauh dari kami. Tapi aku mengerti, itu adalah hakmu sebagai suami nantinya.”

“Prince Lee, aku kecewa!” keluh Sulli hingga merebut perhatian Donghae padanya. “Kau tahu, kami sudah cukup kecewa karena Sooyeon eonni tinggal jauh di Paris hingga aku tidak selalu bisa melihat keponakanku. Lalu akan semakin mengesalkan bila nantinya aku juga tidak bisa melihat keponakanku yang lainnya bila kalian tinggal di luar negeri!”

Satu tangan Donghae terulur kemudian mengacak pelan rambut Sulli. Meskipun tampaknya Sulli sedikit shock dengan perlakuan Donghae, namun ia masih tetap memasang wajah merajuk nan imut miliknya.

Don’t worry, Princess. Aku tahu persis jika kakak sepupumu itu sangat mencintai tanah airnya. Jadi, aku akan usahakan agar nantinya anak kami lahir di Korea.”

Uhukkk!!! Aku tersedak oleh Patbingsu! Tidak masuk akal. Donghae sudah gila mengatakan hal-hal seperti itu pada anak remaja seperti Sulli. Menurutku Donghae over confidence – terlalu percaya diri – dengan segala kata-katanya malam ini. Menikah saja belum, sudah merencanakan kelahiran anak. Apa sebelum datang kesini kepala Donghae sempat terbentur sesuatu hingga sikapnya sedikit aneh?

Punggung bagian atasku mendapat tepukan pelan dari Donghae. Aku meliriknya sinis sambil mendengus, mengirimkan kode padanya bahwa aku tidak suka leluconnya.

Promise me, Prince Lee?

I promise, Princess Park!

 

***

“Jangan menjanjikan apapun pada Sulli. Dia belum dewasa dan masih sulit mengerti,” kataku saat mengantar Donghae di depan mobilnya.

“Janji apa?” balas Donghae tenang.

Cih, jangan berlagak tidak mengerti!” sahutku galak dan hanya ditanggapi santai oleh Donghae. “Dan kupikir kita sama sekali belum membahas masalah tinggal di Kanada itu, Donghae-ssi.”

“Hei, dimana panggilan ‘oppa’ itu? Jadi hanya sebatas pintu rumahmu saja ya?”

Ya, benar hanya sebatas pintu rumah. Bukankah dia juga seperti itu? Di dalam saja sikapnya manis sekali. Meskipun aku merasa sedikit aneh tetapi setidaknya emosiku tidak muncul dan ingin meledak di depannya. Setelah di luar rumah, ia kembali pada sikap asli yang cuek dan senang sekali membuatku naik darah. Lihatlah, dia benar-benar ingin mengalihkan pembicaraan.

Helaan napasku menandakan bahwa aku juga tak ingin mendebatnya soal itu saat ini, tapi besok atau lusa pasti akan kubahas lebih lanjut dengannya dan ia sama sekali tak boleh berkilah.

Gomawo… kau sudah bersikap sangat baik di depan keluargaku. Yah… meskipun menurutku sedikit berlebihan dengan memunculkan wacana-wacana tidak penting,” ujarku malas.

Donghae mendengus pelan dan seketika wajahnya berubah menjadi sangat… datar. “Tidak bisakah kau cukup berterima kasih saja? Aku sudah berusaha berperilaku sangat baik di depan keluargamu meski itu adalah hal yang cukup sulit bagiku.”

Keluarga… kata itu memang tidak lekat pada Donghae. Ia adalah pria berhati keras yang menjauhi keluarganya sendiri yang sampai sekarang belum kuketahui alasan sebenarnya. Sudah pasti menjadi seorang ‘good boy’ di depan keluarga adalah hal yang sulit bagi Donghae.

“Tapi kau harus tahu bahwa aku tidak benar-benar berpura-pura tadi. Sebagian besar adalah reaksi alami dariku. Terserah kau mau percaya atau tidak.”

Aku jadi merasa tidak enak padanya. Padahal aku sendiri yang meminta bantuannya untuk bersikap baik sebagai tunanganku di depan paman dan bibi, tetapi sekarang malah aku sendiri yang mencemoohnya.

“Baiklah. Sekali lagi terima kasih,” ucapku kali ini sangat tulus.

Setelah itu Donghae masuk ke dalam mobilnya dan menghidupkan mesin. Apakah dia masih tersinggung dengan protesku tadi? Donghae bahkan tidak mengucapkan selamat tinggal atau selamat malam sebelum pergi.

Sepertinya aku memang harus menelan kecewaku sendiri. Karena kata-kataku sendiri juga hingga Donghae merasa aku tak menghargai usahanya tadi. Mesin mobilnya yang halus sudah terdengar, iapun sudah siap berangkat. Tetapi jendela mobilnya justru terbuka.

“Yoona-yah…”

“eoh?”

“Lusa kau tidak ada acara kan?” pertanyaan Donghae sebelum pergi setidaknya membuatku tak lagi kecewa.

“Aku tidak ada rencana apa-apa, mungkin hanya bersiap-siap sebelum ke Jeju.” Ya, aku ingat sekali kalau tiga hari lagi aku harus pergi ke Jeju bersamanya untuk sesi pemotretan Pre-wedding.

“Kalau begitu jam sebelas aku akan menjemputmu.”

Keningku berkerut, “Memangnya kau ingin mengajakku pergi kemana?”

Donghae mengedikkan bahunya singkat, “Nanti kau juga akan tahu.”

Aku sama sekali tidak bisa membaca motif yang sedang dipikirkan oleh Donghae dengan rencananya menjemputku lusa. Sebelumnya Donghae tidak pernah berinisiatif mengajakku pergi jika bukan karena campur tangan orang lain.

Satu-satunya yang pernah terjadi adalah ketika ia memaksaku pergi dari rumah utama keluarga Lee untuk memberi cincin pernikahan. Baru kuketahui pada akhirnya bahwa Donghae menggunakan kesempatan itu untuk memunculkan dirinya di rumah keluarga Lee, bukan untuk menyapa keluarganya sendiri melainkan menunjukkan keberadaannya yang telah kembali ke Korea kepada ibu tiri dan adiknya. Sedikit kekanakan memang, tapi menurutku Donghae mempunyai pemikiran lain mengenai tindakannya. Mungkin saja sebagai peringatan dan ancaman untuk kedua orang itu dengan kemunculannya disana… Well, who knows? Hanya Donghae sendiri yang tahu alasannya.

“Baiklah. Aku akan menunggumu datang,” kataku setelahnya menggigit bibir bawahku. Nada bicaraku tadi terkesan kalau aku sangat mengharapkannya dan menjadi tidak sabar menunggu hari itu. Jika ia bisa melihat jelas pipiku yang sedikit merona ini, maka akan sangat memalukan!

“Oh, satu lagi, Yoona-yah…”

“Apa?”

“Aku… suka panggilan ‘Oppa’ itu,” Donghae terkesan malu-malu dan membuatnya terlihat cukup menggemaskan. Seorang Lee Donghae yang arogan mengatakan sesuatu yang terdengar cheesy bagi dirinya sendiri. Pasti Donghae sudah susah payah menekan harga dirinya.

Aku tersenyum lebar secara spontan. Entah karena terlalu mengapresiasi dirinya atau justru ingin menertawakan dirinya. Yang jelas aku merasa sangat senang jika Donghae berani berbicara seperti itu.

“Kalau begitu aku pergi…” Donghae melambaikan tangannya sekejap. “Good Night, Dear Witch..

Mwo?? Dear Witch?? Panggilan apa itu?? Dia memanggil Sulli dengan sebutan Princess kenapa memanggilku dengan sebutan Witch – Penyihir?

Belum sempat aku protes dengan persoal panggilan itu, Donghae sudah mengemudikan mobilnya menjauhiku. Awas saja bila bertemu lagi ia tidak mau menjelaskan hal ini. Kau akan mati, Prince Lee!!

 

To Be Continued…

 

©misskangen-2014

 

Hello Readers, I hope all of you can enjoy this chapter!! Susah banget menemukan mood dan waktu untuk melanjutkan cerita. Selama puasa ramadhan ini aku harus bergelut dengan kesehatan yang sedikit labil. So, semoga kalian suka dan tetap memberikan apresiasi untuk cerita ini. Tetap sabar juga menunggu bagian selanjutnya termasuk scene pernikahan mereka maupun after marriage life nya mereka…

 

 

131 thoughts on “Compromise : Meet The Laws (Chapter 7)

  1. aku udah komen belum yah?? kayanya belum deh
    kenapa sih mereka gak cepet-cepet nikah aja kan penasaran sama hanymoodnya nanti hehehe..

  2. Suka bgtttttt ma critany..coba ni jd drama kren bgt pst liat yoong m hae oppa palg pas lg malu” psti lucu mukany*ketinggian ngbayanginnya
    bt author ny jaga kesehatan n q tunggu next partny ok
    hwaithing thor!!!!!!!!

  3. Keren keren ceritanya
    wah wah heaoppa udh mikir sampai punya anak ya hehe….
    Tp onnie koq rasanya ceritanya lebih pendek y dari biasanya lebih panjan ap cuma perasaan ak aj y
    tp it’s okey lha tetep keren koq bnyakin moment nya y
    semngat(*_*)

  4. kyaaa yoonhae so sweet deh.
    Membawa yoong unni ke kanada dan membawa yoong unni ke korea saat melahirkan.
    Hmmm…
    Kayaknya udah gg sabar nih pengen cepet” merid ma yoong unni.
    Hihihi~

    huaaaaa next ditunggu.
    Penasaran banget.
    Fighting thor.

    Nb : jaga kesehatan. Biar cepet ngepost next chapnya.
    #plakk

  5. duuh kaaak ga sabar pengen liat mereka nikah dan kehidupan pernikahan mereka. Udah mulai so sweet nih mereka cie cie

  6. Ternyata oh ternyata diam diam donghae sudah merencanakan masa depannya dengan yoona hahaha
    Jadi enggak sabar baca after marriage life nya mereka..
    Lucu kali ya.. dikit-dikit debat, dikit-dikit malu maluan kkk~
    Donghae mulai enggak gengsian nih kayanya, hehe suka deh kalau donghaenya kikuk gitu..

  7. akhirnya di.post jg nih ff,,makin seru aja..donghae oppa so sweet bgt eoh..thor ditunggu kelanjutannya ya..jgn lama2..plakkkkk..fighting

  8. hae oppa tega bgt si ms yoong dipanggil ‘penyihir’…ap krn yoong ud menyihir hati nya hehehe…ditunggu part selanjut nya ya thor,klo bs jgn kbykn konflik nya ya thor!!! and mo ngucapin selamat merayakan hari raya idul fitri bagi yang merayakan nya, met lebaran ya thor (y)

  9. aku udh komen lum y? aku ktgln byk part jd bgng sndiri hhi…
    krn lg ada waktu aku baca ulang soalnya lupa udh baca ygmn aja 😦

    crtnya seru, lanjut ^^

  10. Ahh.. Donghae sepertinya pengen bgt yoona panggil oppa.. Buat seterusnya..
    Gk cuma didepan keluarga aja..
    Makin lama mereka makin klop.. Aja..

  11. mwoya ?? dear witch ? apa gk ada yg lebih romantis oppa ..wkwk
    sprtinya udh mulai tumbuh rasa diantara mreka berdua ^.^

  12. pas yoona manggil donghae oppa serasa yoona tuh lagi menggoda donghae
    sulli pinter banget bikin orang terkejut sama omongannya
    hahaha

  13. astaga hae oppa udah mulai suka sama yoona unnie.. ciye yg gak terima di panggil dear witch, mau di panggil princess kayak sulli kah??? hehehhe

  14. ya panggilan nya lucu banget dear witch unik tuh. ga sabar donghae sama yoona nya cepet ceper nikah dong, kaya nya kehidupan mereka bakalan lucu gitu

  15. Imut banget perilaku mereka berdua…..
    Apalagi donghae yang berperilaku sedikit kikuk di depan keluarga im, jadi kasian hahaha
    Sulli sma minho kompak banget ya seneng dengan kata penasaran…
    Dan aku jadi penasaran kira kira yoona bakalan dibawa kemana sama donghae ya kira2
    Dan apakah terjadi mereka bakalan tiinggal di kanada ??

  16. sweet banget perilaku donghae sama yoona di chapter ini. semakin seru aja ceritanya. tapi kenapa donghae manggil yoona witch yaa, apa karna yoona udah berhasil nyihir hatinya hae oppa, semoga iyaa

  17. yaaaa gak sabar liat yonhae nikah
    penasara kehidupan mereka sekarang udah mulai sweet duh makin ngegemesin
    daebak eon next chapter

Komentarmu?