Late Night Cinderella (Chapter 8)

Image

Author             : misskangen

Tittle                : Late Night Cinderella

Length             : Sekuel (6000+)

Genre              : Romance, Drama, Family

Rating             : Mature

Main Cast        : Im Yoona, Lee Donghae/Aiden Lee

Support Cast   : Lee Taemin, Kim Taeyeon, Park Kahi, Choi Sooyoung, Park Jung Soo

Disclaimer         : This story is mine including the plot and characters. But the casts are belong to themselves and god. Some scenes were inspirated by fanfics, movies, drama, etc. Please don’t do plagiarism or bashing anything from this story. Sorry for unidentified typo(s).

CHAPTER 8

 

Lee Donghae memandang lurus ke depan, tepatnya kepada cermin yang memantulkan sebagian besar tubuhnya. Pandangannya tertancap pada matanya sendiri, mencoba mencari sesuatu dari sana. Sesuatu yang mungkin memberikan jawaban kepadanya tentang perasaannya saat ini. Hal yang telah terjadi pada malam sebelumnya memberikannya begitu banyak tuntutan dan pertanyaan yang harus ditemukan jawabannya. Bukan oleh siapapun, tetapi hanya dirinya sendiri yang dapat memberikan jawaban itu.

Rasanya sulit sekali menggambarkan perasaannya saat ini. Malam tadi, Donghae telah melakukan sesuatu yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Yah… Lee Donghae sudah meniduri seorang wanita, menikmati setiap sentuhan dan membiarkan gairah menuntun pikirannya. Walaupun dalam keadaan setengah mabuk, Donghae masih mampu menyadari apa yang diinginkannya pada pasangannya dan sejauh apa keinginannya tersebut ditumpahkan dalam sebuah emosi yang membawanya pada kenyataan bahwa kini ia telah memiliki wanita itu sepenuhnya.

Wanita – ya, kata itu sudah selayaknya disandang oleh Im Yoona. Kini status seorang gadis tak lagi sesuai dengannya. Yoona adalah istri Donghae, walau yang diketahui wanita itu bahwa suaminya adalah Donghae dalam wujud dan nama yang berbeda. Tetapi bagaimanapun, kenyataannya Yoona tetaplah istri sah Donghae dan pria itu berhak melakukan apa saja hal yang berada dalam wacana suatu pernikahan.

Sudah cukup bagi Donghae menahan beragam gejolak di dadanya. Ingin sekali rasanya ia berada di hadapan Yoona, menyentuhnya dan memperlakukannya layaknya seorang suami kepada isterinya. Bukan memperlakuakn Yoona sebagai kekasih yang harus sangat dirahasiakan keberadaannya. Tetapi semuanya sulit, tidak semudah itu baginya mengakhiri kebohongan yang telah disepakatinya bersama orang-orang yang lebih dulu memaksanya berbuat seperti itu. Harus ada persiapan yang matang, terutama kesiapan mental untuk menerima konsekuensi dari keputusan menerima kesepakatan itu.

Aku melakukannya demi Yoona. Kalimat itu yang selalu saja diteriakkan oleh hati palsunya untuk menyugesti pikirannya sendiri ketika akal sehat mulai menuntut dirinya untuk menghentikan semua permainan yang pada akhirnya nanti ia tahu dengan jelas akan menyakiti dirinya sendiri.

“Apa kau sudah puas dengan semuanya, Lee Donghae-ssi?” tanya Donghae pada dirinya sendiri. Tatapannya semakin tajam, seolah ia berusaha untuk memecahkan cermin itu melalui sorot matanya. Donghae beruntung karena hanya setengah mabuk ia jadi bisa bangun lebih dulu daripada Yoona. Terkejut? Itu pasti. Donghae membuka matanya dan langsung merasakan kehangatan selimut dan seprai ranjang yang bersentuhan langsung dengan kulit tubuhnya. Matanya nanar memandangi pakaian yang berserakan di lantai, dan hatinya mencelos mendapati Yoona berada di sisinya. Isterinya itu masih terlelap, meringkuk di bawah selimut tebal yang juga menutupi tubuhnya yang tak berbalut sehelai benang. Secepat kilat ia mengecup kening sang isteri, takut akan membuatnya terjaga hingga mendapati keadaan yang tak seharusnya dilihat oleh Yoona lebih cepat.

Donghae merenung sejenak. Malam tadi adalah malam yang indah baginya, ketika ia mampu meyalurkan hasrat dan gairahnya kepada seseorang yang tepat dan memang sangat diinginkannya. Namun ia memikirkan bagaimana reaksi Yoona nanti, jika wanita itu tahu dan menyadari perbuatannya semalam. Donghae hanya bisa menebak-nebak. Seperti biasa, Donghae berpikir bahwa Yoona adalah wanita yang penuh dengan kejutan. Dengan berat hati Donghae harus kembali memakai semua aksesoris penyamarannya yang sebenarnya sudah mulai bosan untuk dikenakan. Donghae harus kembali menjadi Aiden – suami Yoona – agar ia mampu mengendalikan situasi mendadak yang akan muncul di hadapannya.

Aiden mendengar suara sesenggukan dari luar kamar mandi. Aiden khawatir jika suara itu berasal dari kamarnya yang masih dihuni oleh Yoona sendirian. Bergegas Aiden keluar dan langsung menemui Yoona. Wanita itu tampak duduk sambil bergelung dengan selimut tebal yang menutupi seluruh tubuh hingga sebatas lehernya. Ternyata suara sesenggukan yang didengar Aiden adalah sedu sedan tangisan Yoona dari atas ranjang.

“Kenapa kau menangis, Yoona-yah?” tanya Aiden memasang sikap setenang mungkin. Yoona menoleh kepada Aiden dan menatapnya dengan tatapan galak. Perasaannya bercampur aduk melihat sang suami tampak begitu tenang setelah kejadian semalam.

“Kau masih bertanya, Ahjussi? Memangnya kau pikir aku menangis karena apa? Tentu saja karena perbuatanmu yang sudah seenaknya meniduriku!” teriak Yoona kesal.

“Perbuatanku? Lebih tepatnya perbuatan kita berdua.” Aiden menaikkan satu alisnya cukup sinis. “Kau tidak bisa menyalahkanku begitu saja, karena kau lah yang memulai semuanya. Kalau saja kau tidak pulang dalam keadaan mabuk, mungkin sekarang kau akan terbangun di atas sofa kesayanganmu itu bukannya di atas ranjangku.”

Yoona menyeringai kesal. Jawaban Aiden semakin membuatnya ingin memukul pria itu dengan sesuatu yang keras hingga kepalanya akan dapat berfungsi dengan baik. “Ya, aku mengerti kalau aku mabuk. Tapi bukan berarti kau bisa seenaknya memanfaatkan keadaan, kan!”

Aiden memutar bola matanya sambil menahan pekikan yang siap keluar dari tenggorokannya. Wanita itu sudah kembali ke sifat sarkatisnya dan membuat Aiden harus berhati-hati memberikan pernyataan agar tak menyulut emosi yang lebih banyak darinya.

“Saat itu aku juga setengah mabuk!” Aiden melirik pada botol dan gelas Champagne yang masih berdiri manis di atas nakas sebelah ranjang. Yoona yang mengikuti lirikan Aiden hanya bisa menahan napasnya. “Memangnya apa masalahmu jika kita melakukan hal itu? Aku rasa semua pasangan suami istri melakukannya dengan senang hati.”

“Tapi aku tidak mau melakukannya sekarang karena aku belum siap.” Yoona menahan tangisnya lagi agar tidak pecah dan memeriahkan suasana di kamar itu. “Bagaimana kalau aku sampai hamil? Ya ampun… aku tidak pernah membayangkannya.” Yoona menggeleng-geleng gelisah.

“Ck, apa yang kau takutkan dari kehamilan sih? Wajar jika wanita yang sudah menikah hamil dan punya anak. Memangnya kau tak ingin mengandung dan melahirkan anak suamimu sendiri, eoh?” Aiden mengatakannya dengan cukup sinis – sama sinisnya dengan nada bicara Donghae pada Yoona saat mereka makan malam.

“ish… tentu saja! Tapi tidak sekarang… Sudah aku katakan sebelumnya kalau aku masih kuliah dan belum mau repot menjadi ibu rumah tangga!” omel Yoona.

“Itu hanya alasanmu saja. Ya sudah, berhentilah khawatir kalau kau akan hamil. Kita juga baru melakukannya sekali. Selanjutnya kita bisa sepakati bagaimana dan kapan untuk melakukannya.” Sebuah seringaian muncul di wajah Aiden.

“Selanjutnya? Yak, Ahjussi! Kau pikir aku mau melakukannya lagi? Tidak akan.” Ucap Yoona sinis dan penuh keengganan.

“Terserah kau mau berkata apa. Tetapi kau lihat saja, aku akan membuktikan kalau kau tidak akan bisa menghindariku.” Satu teriakan panjang terdengar dari mulut Yoona bersamaan dengan sebuah bantal melayang tepat ke wajah Aiden.

“Pokoknya hari ini juga aku mau pulang!!” teriak Yoona dengan suara yang kencang. Aiden menutupi telinganya dari gelegar suara Yoona.

“Dasar manja!!” balas Aiden.

∞∞∞∞∞

“Ini rumah kita.” Aiden memberitahu Yoona yang merasa bingung karena dibawa ke tempat asing oleh Aiden. Yoona yang kekeuh meminta pulang lebih cepat dari acara bulan madunya berpikir bahwa berada di Korea akan jauh lebih baik dari pada di Paris dan hanya berdua dengan Lee Ahjussi. Aiden tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menuruti kemauan isterinya untuk pulang, karena ia paham betul bahwa isterinya itu sedang dirundung kekesalan tingkat akut. Bahkan selama perjalanan di pesawat hingga sampai ke rumah pun, Yoona tetap memasang wajah cemberut dan tidak mau berbicara pada Aiden.

Yoona memandang pasrah pada sebuah bangunan rumah bergaya minimalis tapi tetap tidak meninggalkan kesan mewah pada setiap detail dan sudutnya. Rumah itu adalah rumah pribadi milik Aiden – atau Lee Donghae – yang memang sudah disiapkan sebelumnya oleh pria itu untuk ditempatinya kelak jika ia menikah bersama isteri dan anak-anaknya. Walaupun rumah utama milik keluarga Lee sangat besar dan cukup untuk ditempati beberapa keluarga sekaliguspun tidak membuat Aiden berminat memboyong isterinya kesana. Aiden tidak ingin kehidupan rumah tangganya diganggu oleh keluarga besarnya, terutama ibunya yang selama ini sudah merecokinya soal cucu dan pewaris keluarga mereka. Apalagi dengan situasi Aiden harus mengamankan Yoona dari lingkungan yang akan membongkar penyamarannya dengan mudah.

Yoona berjalan mengikuti Aiden sambil memandangi seisi ruangan demi ruangan yang dilewatinya. Rumah itu sudah didisain apik, ornamen modern-klasik dikolaborasikan dengan baik sehingga tercipta pemandangan yang membuat mata terpukau. Yoona menghentikan langkahnya di depan sebuah pintu yang baru saja dibuka oleh Aiden. Yoona masuk ke dalam ruangan tersebut dan melihat ke sekelilingnya. Ruangan yang indah, sebuah kamar tidur yang sangat besar. Memiliki sebuah ranjang king size yang sangat mewah, meja rias yang indah, dan dua buah sofa single dari kain beludru yang pasti sangat empuk. Kamar ini jauh lebih baik daripada kamarku di rumah, batin Yoona.

“Ini adalah kamar kita.” Tukas Aiden singkat. Yoona mengerutkan dahinya, mencoba memahami situasi saat itu.

“Kita? Maksud Ahjussi di kamar ini kita berdua? Dan… satu ranjang?” Yoona menatap ngeri suaminya, berharap bahwa Aiden sedang bercanda dengan kata-katanya.

“Tentu saja.” Aiden tersenyum separuh, mengerti dengan isi hati isterinya itu. “Kenapa? Kuharap kau tidak berpikir untuk meminta kamar yang terpisah. Aku tidak ingin nantinya orang berpikiran miring tentang rumah tangga kita.”

“Tapi…”

“Tapi apa? Kau masih takut tidur satu ranjang denganku? Aigoo… ingatlah sekarang kau bukan perawan lagi, Nyonya Lee.” Godaan Aiden dibalas dengusan jijik oleh Yoona, menutupi wajahnya yang memerah malu. Tidak ada pilihan lain kecuali mengikuti semua keinginan Aiden. Ini adalah rumahnya dan tentunya Aiden memiliki kuasa penuh disini.

∞∞∞∞∞∞

Saat sarapan Yoona dan Aiden duduk berhadapan dan masih tidak ada banyak pembicaraan di antara mereka. Keduanya masih suka diam dan larut dalam pikiran masing-masing. Yoona berpikir akan seperti apa nantinya kelanjutan rumah tangganya. Bulan madu sudah selesai dan ditutup dengan kejadian yang membuatnya tidak nyaman karena kini statusnya sudah sepenuhnya isteri sah yang dimiliki oleh pria dengan tampilan paruh baya yang duduk di depannya. Yoona berpikir alasan apa yang akan diberikannya jika suatu hari ada teman-temannya yang menanyakan atau parahnya mencemooh karena ia memiliki suami yang usianya sangat jauh darinya.

Haruskah ia berkata karena cinta? Yang benar saja! Yoona memutar bola matanya sambil mendesah kecil. Nasibnya sungguh buruk harus menjalani sisa hidupnya dan menghabiskannya dengan seorang pria tua. Mungkin berharap Aiden lebih cepat mati sehingga ia akan terlepas dari siksaan batin bukanlah ide buruk. Tapi tidak, Yoona tidak mau menyandang status janda di usianya yang masih sangat muda. Yoona menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha membuang pikiran-pikiran tolol dari kepalanya.

“Kau kenapa?” tanya Aiden yang merasa aneh dengan tingkah yang diperlihatkan isterinya. Piring yang mereka gunakan untuk sarapan baru saja diangkut oleh pelayan dari atas meja. Aiden kini mulai sibuk dengan i-Pad nya, sementara Yoona hanya melemparkan tatapan malas pada suaminya itu.

“Aku tidak apa-apa.” Jawab Yoona singkat. Aiden tersenyum miring sekilas dan memperlihatkan wajah sinisnya. Yoona sangat membenci pemandangan itu.

“Ada sesuatu yang ingin kuberitahukan padamu. Ini tentang peraturan yang akan kita jalani selanjutnya.” Ujar Aiden tenang. Ia baru saja menutup case i-Padnya, berganti dengan memandang serius pada Yoona.

“Peraturan?” ulang Yoona kaget. Kini ia membenarkan posisi duduknya menjadi tegak. Yoona seakan merasa tulang belakangnya kaku dan membuatnya seperti mematung dengan posisi itu.

“Kalau kau tidak suka kata peraturan, kau boleh menyebutnya kebijakan-kebijakan yang harus kau ikuti sebagai isteri.” Yoona menyeringai dengan pembelaan tak penting dari Aiden. Yoona merasa akan datang hal-hal baru yang tak terduga dari pria itu yang akan membuatnya tertekan dan semakin menderita. “Kau tidak perlu memasang wajah ketakuan seperti itu. Ini bukanlah sesuatu yang menakutkan. Bahkan kebijakan yang kuberikan padamu akan membuatmu menjadi wanita yang lebih baik.”

“wanita yang lebih baik? Jadi selama ini Ahjussi menganggapku wanita yang tidak baik, begitu?” tanya Yoona sinis.

“Bukan tidak baik. Hanya saja sikap manja dan perilakumu yang seenaknya tanpa berpikir panjang terlebih dahulu yang membuatmu terlihat mengenaskan. Kau benar-benar harus merubah semua itu sehingga orang-orang akan memandangmu sebagai Nyonya besar yang terhormat.”

Yoona tergelak, tertawa sinis dan penuh ejekan. Jadi Aiden sangat memahami perilakunya yang dikatakan sebagai wanita manja dan suka berbuat seenaknya. Dan itu membuatnya tampak mengenaskan. Ya sangat mengenaskan! Yoona benci sekali dengan pendapat itu. Ia merasa dirinya memang manja, tetapi jika sudah sampai tahap mengenaskan, itu sungguh keterlaluan. “Aku hanya akan mengatakan bahwa aku tidak merasa seburuk itu, Ahjussi!”

“Terserah. Tapi yang jelas aku menetapkan bahwa kau belum bisa diserahi tanggung jawab untuk mengelola keuangan rumah tangga. Jadi aku memberimu jatah lima ratus ribu Won untuk sebulan. Kau boleh menggunakannya untuk memenuhi kebutuhanmu, termasuk biaya transportasi dari dan ke kampus karena aku tak akan memberimu mobil pribadi ataupun supir pribadi.”

Yoona menganga lebar mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan Aiden. Yoona tampak seperti baru saja dipukul kepalanya begitu keras hingga otaknya tak sanggup berpikir jernih dengan segala sesuatu yang bisa dilontarkannya untuk menyangkal suaminya. “Lima ratus ribu? Ahjussi, jumlah itu sedikit sekali dan… kau menyuruhku naik transportasi umum? Yang benar saja!”

“500.000 Won bukan jumlah yang sedikit untuk ukuran mahasiswa biasa. Jumlah itu sudah sangat cukup untuk menopang hidup seorang mahasiswa selama sebulan penuh. Dan transportasi umum, bukankah belakangan ini kau sudah mulai terbiasa dengan hal itu?”

Yoona merasa tubuhnya lemas. Keputusan sepihak yang diambil Aiden benar-benar membuatnya seakan kembali dibanting ke bumi setelah sempat diangkat ke langit. Padahal sebelumnya Yoona berpikir bahwa menikahi Aiden sama saja artinya mengakhiri hidupnya yang menjadi upik abu selama beberapa bulan. Tetapi ternyata Aiden Lee tidak ada bedanya dengan Park Kahi alias Bibi Park yang ingin membuatnya terus-terusan hidup dalam gelombang kesulitan menjadi orang biasa.

“kalau kau merasa jumlah itu sedikit, aku tak keberatan jika kau mau melanjutkan kerja part time yang sempat kau jalani sebelum menikah. Anggap saja kau bekerja sambil belajar bagaimana mengelola keuangan yang baik, mulai dari dirimu sendiri. Jika kau sudah mampu dan aku menilaimu telah layak, maka aku akan membiarkanmu sepenuhnya mengurus rumah tangga kita.”

Napas Yoona terdengar berhembus berat, menandakan bahwa wanita itu sedang menahan emosinya dengan susah payah. Apalagi wajahnya memerah, dan ada sedikit air mata yang menggenang di matanya. Tetapi tidak ada tangis yang keluar. “Bagaimana mungkin Ahjussi sanggup memperlakukanku seperti itu. Tidakkah kau berpikir bagaimana pandangan orang nantinya. Aku istri seorang Aiden Lee yang kaya raya dan tinggal di rumah besar, tetapi aku menjalani hidup layaknya seorang pengemis.”

“Kau salah jika memandang rendah dirimu seperti itu. Ini tidak bertujuan menjadikanmu seorang pengemis, sayang. Sudah kukatakan bahwa kau harus menganggapnya sebagai ajang belajar atau kau bisa menyebutnya tantangan dariku sebagai pembuktian bahwa kau wanita yang layak diberi penghormatan yang besar. Lagipula aku tidak melarangmu melakukan apapun yang kau suka, kau boleh pergi kesana-kemari sesuka hatimu asal kau ingat pulang. Kau juga bebas melakukan apapun dirumah ini karena ini adalah rumahmu. Hanya, aku melarangmu mencampuri urusan pekerjaanku. Kau tidak boleh memasuki ruang kerjaku yang ada di lantai 2, karena aku tidak suka siapapun menyentuh barang-barang yang menjadi pekerjaanku.”

Yoona sudah tidak tahan lagi, ia mengepalkan tangannya menahan amarah sekuat mungkin. Ingin rasanya ia berteriak-teriak hingga membuat telinga Lee Ahjussi itu menjadi tuli, mungkin menghujaninya dengan makian kasar akan terlihat menyenangkan. Tetapi ia tidak melakukannya, hal itu akan membuatnya semakin diremehkan oleh Aiden.

Yoona kembali tergelak, tertawa dengan nada sarkatis yang membuat Aiden mengerutkan dahinya. “Kau sungguh meremehkanku, Ahjussi.” Suara Yoona terdengar ketus dan dingin. “Baiklah, jika kau benar-benar menantangku. Akan kubuktikan bahwa Im Yoona bukanlah seorang wanita lemah. Aku akan menunjukkan padamu kalau aku bisa melakukannya dengan baik. Ahjussi lihat saja nanti!”

“Aku akan menantikan hari itu tiba, Yoona…”

∞∞∞∞∞

“Kau bilang apa? Jadi suamimu memaksa kau melakukan semua itu?” pekik Taeyeon dengan suara keras. Jelas ia sangat kaget setelah Yoona mengadu semuanya. Hari itu Yoona sengaja pulang ke rumah keluarganya karena merindukan Taeyeon setelah berhari-hari menjalani bulan madu di Paris. “Keterlaluan! Ini benar-benar keterlaluan!” umpat Taeyeon emosi.

Yoona sedang meringkuk di atas ranjang milik kakaknya. Wajahnya ditekuk dan tampak tidak bersemangat. Yoona merasakan kehangatan berada di rumahnya dan sedikit lega bisa mencurahkan isi hatinya kepada sang kakak. Taeyeon merasa sedih melihat keadaan adiknya, kondisi ini sungguh memprihatinkan dan membuatnya ingin membunuh orang-orang yang menyebabkan semua ini.

“Aku tak menyangka kalau Aiden Lee itu sama saja dengan Bibi Park. Mereka sama-sama ingin membuatmu menderita. Walau yang mereka katakan semua ini demi kebaikanmu… ah persetan dengan semua itu! Tetap saja mereka membuat adikku tertekan seperti ini!” Taeyeon menghampiri Yoona dan memeluknya penuh kasih sayang. Ia merasa menjadi orang paling lemah karena tidak bisa melakukan banyak hal untuk satu-satunya saudara yang dimilikinya.

“Eonni… sudahlah, jangan marah-marah. Aku rasa semua orang berumur memang seperti itu, terobsesi dengan hal yang mereka sebut sebagai ajang pembelajaran untuk kebaikan. Lihat saja Bibi Park dan suamiku, mereka kan orang-orang dengan usia yang sudah tidak muda dan sama sekali tidak tahu bagaimana dunia anak muda.” Ujar Yoona polos. Dalam kondisi seperti inipun ia tetap berusaha menenangkannya hati kakaknya yang terlanjur emosi.

“Yoona-yah, bagaimana kalau kau tinggal saja disini bersamaku? Kau tidak usah pedulikan suamimu yang tak punya belas kasih itu. Jadi kau tidak usah pusing harus menahan diri setiap kali makan hati berada di dekatnya..” tawaran Taeyeon sungguh menggiurkan bagi Yoona. Ia bangkit dari posisi tidurnya, dan duduk tegak sambil memandang Taeyeon dalam.

Dengan lemah Yoona menggeleng, ekspresi wajahnya terlihat putus asa. “Tidak bisa, Eonni. Walaupun aku sangat ingin, tapi tidak mungkin aku melakukannya. Aku sudah menikah dan suamiku sudah menyediakan rumah untuk kutinggali bersamanya. Dan aku juga…” Yoona menghentikan kata-katanya, berganti menggigit bibir bawahnya karena ragu untuk melanjutkan kalimatnya.

“Dan kau juga apa?”

Yoona menghela napas berat, “….aku sudah menyerahkan sepenuhnya diriku pada suamiku.” Yoona menundukkan kepalanya, tidak berani menatap Taeyeon lagi.

Taeyeon membulatkan matanya tak percaya. “Ja-jadi kau sudah melakukan itu dengan Aiden? Kau tidur dengannya?” Yoona mengangguk pelan, masih dalam posisi menunduk. Taeyeon menepuk keningnya pasrah, “Ya Tuhan.. aku tak menyangka kau melakukannya! Apa dia yang memaksamu, eoh?” Taeyeon bertanya penuh selidik.

“Entahlah, semua terjadi begitu saja. Aku terbangun dipagi hari tanpa busana dan merasakan seluruh tubuhku sakit tak menentu. Aku sudah tidak seperti dulu, Eonni. Kini aku bukan lagi adikmu yang bebas dengan semua keinginannya. Ada statusku sebagai istri yang membuatku harus lebih berhati-hati.” Ungkap Yoona dengan suara bergetar. Taeyeon tidak sanggup menahan sesak di dadanya, ia memang harus membenarkan apa yang dikatakan Yoona.

“Ya, aku mengerti. Kau harus menjalaninya dengan penuh semangat, arraso? Ingatlah bahwa kau tidak sendiri, kau masih memiliki aku yang akan selalu mendukungmu.” Taeyeon menyemangati Yoona sambil membelai rambutnya penuh rasa sayang.

“Ne, Eonni. Gomawo…”

∞∞∞∞∞

Ternyata omongan Yoona bukan sekedar pepesan kosong, mengatakan pada Aiden kalau ia pasti bisa membuktikan bahwa seorang Im Yoona juga bisa hidup dengan baik walau hanya mendapat tunjangan bulanan yang menurutnya sangat sedikit. Lima ratus ribu won baginya dulu adalah uang yang akan habis dalam waktu sekian menit hanya untuk berbelanja barang mewah dengan jumlah item yang dihitung tidak lebih dari tiga jari. Kini, ia harus mampu mengondisikan hidupnya dengan uang sebanyak itu dalam satu bulan.

Walaupun Yoona menjalani dengan setengah hati dan masih sering merasa dongkol dengan sikap acuh tak acuh yang ditunjukkan sang suami kepadanya, tetapi Yoona masih tetap berusaha tidak mengeluh. Hanya Choi Sooyoung lah yang menjadi tempat curahan hati yang paling pas untuknya. Sooyoung pun merasa hidupnya penuh teror sejak Yoona kembali bekerja part time di coffee shop yang sama sebelum Yoona menikah.

Bagaimanapun Yoona adalah isteri seorang konglomerat, tetapi malah dengan kesukarelaan yang dipaksakan malah kembali menggeluti dunia sebagai seorang pekerja biasa. Kalau orang lain mungkin memandangnya sebagai seseorang yang rendah hati dan ringan tangan, tetapi Sooyoung sangat memahami apa yang sedang dialami oleh sahabat baiknya itu. Dua minggu Yoona kembali pada pekerjaannya di coffee shop, sesering itu pula Sooyoung berusaha membujuknya untuk membatalkan niat bekerja lagi sebagai karyawan café.

“kau tidak seharusnya berada disini, Yoona-yah. Tempatmu berada di restoran mewah dengan hidangan super mahal dan dilayani oleh waiters yang profesional.” Begitulah pernyataan enteng Sooyoung pada Yoona. Meski terdengar cukup tajam dan sangat menyindir, tapi Yoona hanya membalasnya dengan wajah manyun atau tatapan penuh ancaman.

“Aku tidak akan bisa menikmati semua itu kalau aku tidak bekerja dulu. Kau tahu, bahkan aku harus menggunakan transportasi umum. Jika aku pergi ke tempat yang kau katakan itu, maka mereka akan mengira seorang gembel glamour datang ke tempat mereka. Aku tidak sudi mempermalukan diriku sendiri seperti itu, Sooyoungie!” balas Yoona sarkatis tapi sarat makna dan kebenaran.

Semua yang dikatakan Yoona tentu saja membuat Sooyoung terperangah. Semenjak menyandang status sebagai wanita yang menikah, sedikit demi sedikit sepertinya pola pikir Yoona mulai berubah menjadi lebih dewasa. Yah, walaupun hanya sepersekian persen yang berubah tiap harinya. Tetapi itu semua sudah cukup bagi Sooyoung untuk mulai mengubah pandangannya terhadap Yoona.

“Lalu bagaimana dengan pria yang masih saja tidak menyerah menemuimu setiap hari? Aku heran kenapa orang itu masih saja mengharapkanmu padahal ia tahu kau sudah menikah dengan pamannya sendiri.” Sooyoung membahas soal Lee Donghae yang kerap kali mengunjungi coffee shop di jam kerja Yoona.

“Entahlah. Mungkin dia sudah gila. Atau lebih tepatnya aku yang gila. Aku justru memberinya harapan bahwa aku mencintainya setelah aku menikah dengan pamannya. Aku seakan sudah benar-benar berselingkuh dengan baik di belakang punggung suamiku.” Jawab Yoona dengan nada gusar. Ia sadar bahwa semua sudah mulai menjadi duri dalam daging bagi hubungannya dengan Donghae maupun dengan Aiden.

“Aku rasa kau bisa disebut gila karena kenekatanmu itu. Sekarang, apa kau mencoba membuat pria itu berhenti berharap? Aku lihat kini kau lebih sering mengabaikannya dibanding sebelum kau menikah.”

“Sooyoungie, aku mulai berpikir untuk menyerah. Aku rasa sudah saatnya aku kembali berjalan lurus. Tidak seharusnya aku menyiksa diriku sendiri dan perasaannya hanya karena keegoisanku yang ingin memiliki pasangan seorang pria yang tampan dan muda. Tetapi rasanya aku tak ingin melepasnya, aku sudah terlanjur mencintainya. Apa yang harus aku lakukan, Youngie-ah?” tanya Yoona dengan keseriusan mencapai seratus persen dan membuat Sooyoung tergagap bingung mencari jawaban.

“Hmm… aku tidak paham dengan apa yang kau rasakan. Tapi menurutku kau harus menunggu waktu yang menjawab. Mungkin suatu saat pelan-pelan kau bisa melepaskannya, dan beralih memberikan cintamu untuk suamimu.” Solusi itu mungkin memang bukan yang terbaik, tapi setidaknya Yoona bisa mencoba melakukan seperti apa yang dikatakan Sooyoung. “Yoona-yah, memangnya seperti apa hubunganmu dengan suamimu setelah lebih dari dua bulan kalian menikah?”

“Aku masih merasa seperti orang asing. Ingin sekali aku membuka diri, tetapi bayangan Lee Donghae sering kali memberatkanku untuk melakukan itu. Walau aku berada di kamar yang sama dan di ranjang yang sama, tetapi aku sama sekali tidak punya keberanian untuk mendekati Ahjussi itu. Setiap kali Ahjussi itu mencoba menyentuhku, maka aku akan merasa sekujur tubuhku merinding tak karuan.” Ungkap Yoona penuh keprihatinan.

Begitulah, Yoona menjalani harinya dengan kesibukan sendiri. Yoona pagi-pagi berangkat ke kampus dan menjelang sore menjalani shift bekerja di coffee shop bersama Sooyoung. Sebagian besar waktunya lebih banyak dihabiskannya berkutat dengan masalahnya sendiri, mulai dari skripsinya yang sudah mulai pada tahap pengerjaan hingga usaha pembuktiannya kepada Aiden dan Bibi Park.

Taeyeon yang selalu mengkhawatirkannya, sering mengunjungi Yoona ke tempat kerjanya hanya untuk memberikan dukungan dan vitamin untuk menjaga kesehatan. Taeyeon sama sekali tidak mempercayai Aiden melakukan semua itu kepada adiknya, dan sepertinya Taeyeon sangat tidak bisa menerima perlakuan Aiden pada Yoona. Jelas terlihat jika Taeyeon membenci pria itu, bahkan Taeyeon memilih membangun tembok permusuhan dengan Bibi Park sebagai penyebab pernikahan konyol Yoona dengan Lee Ahjussi.

Lalu bagaimana dengan Aiden? Pria itu masih hidup dalam kebimbangan dan tekanan yang dimunculkannya sendiri. Perasaannya sangat sakit melihat isterinya masih sulit menerima kehadirannya. Hal itu sudah dicoba ditepiskannya dengan merayu Yoona setiap malam untuk menghabiskan waktu bersama dan saling mengenal lebih jauh. Tetapi usahanya itu hanya membuatnya terlihat seperti seorang pria hidung belang yang berniat memakan gadis polos yang tak berdosa.

Aiden lebih memilih memunculkan dirinya yang lebih nyata di hadapan Yoona, apalagi kalau bukan sosok Lee Donghae. Menemui Yoona setiap hari, berdekatan dengannya, menyentuhnya dengan penuh kasih dan tanpa beban merupakan hal yang membuatnya seperti mendapat hadiah lotre milyaran Dollar. Sulit untuk digambarkan bagaimana kebahagiannya.

Tetapi Donghae mulai merasa ada yang berubah dari Yoona. Wanita itu terkesan mulai menghindarinya pelan-pelan. Yoona mulai belajar mengabaikannya, bahkan mungkin belajar menghapus cintanya. Tidak. Itu tidak boleh terjadi. Donghae merasa sangat takut jika hal itu benar-benar terjadi. Tidak akan ada lagi kesempatan baginya merengkuh Yoona untuk selalu berada di sisinya.

∞∞∞∞∞

“Donghae-ah, kau baik-baik saja? Kau tampak pucat.” Tegur Ny. Lee pada Donghae di sela makan siang mereka di rumah besar keluarga Lee. Taemin melirik kakaknya dengan tatapan penuh tanya.

“Hyung, kau tampak tidak baik. Apa isterimu tidak merawat Lee Ahjussi dengan baik?” Taemin berniat mencairkan suasana yang sedikit kaku dengan candaannya. Tetapi Donghae tampak tidak berselera menanggapi sang adik. Sangat berbeda dari biasanya.

“Aku memang tidak baik-baik saja. Aku merasa tersiksa. Lihatlah, sekarang saja aku tak bisa membawa isteriku sendiri untuk bergabung bersama keluarga kita. Aku merasa sudah sengaja mengasingkannya, ini sungguh tidak benar,” gerutu Donghae dengan nada bicara ketus.

Taemin dan ibunya saling bertatapan, seolah saling melemparkan tanya soal keadaan Donghae saat itu. Putra sulung keluarga Lee itu jelas terlihat sedang dirundung kegelisahan yang disembunyikannya sendiri. “Donghae-ah, bersabarlah. Bukankah kau katakan Yoona sudah mulai berubah. Sebentar lagi semuanya akan baik-baik saja.” Rayu Ny. Lee agar Donghae lebih tenang.

“Eomma benar, Hyung. Aku rasa kau akan bahagia nantinya. Yoona akan mencintaimu dan kau akan punya anak-anak yang lucu dan keluargamu akan lengkap.” Ucap Taemin dengan nada gembira, berniat membangkitkan semangat sang kakak. “Oh ya, bicara soal anak… kau sudah melakukan ‘itu’ dengan isterimu kan?”

“Taemin-yah!!” hardik Ny. Lee atas kelancangan putra bungsunya. “Kau ini masih kecil. Kau tidak pantas menanyakan itu pada hyung-mu!”

“Eomma… kenapa malah menyudutkanku seperti itu? Aku hanya ingin menanyakan perihal kemunculan keponakanku nantinya. Bukankah Eomma sendiri juga sudah tidak sabar untuk menimang cucu dari Hyung?” Taemin mendapat pelototan dari ibunya dan membuat nyalinya sedikit ciut.

“Aku rasa kau tidak perlu tahu urusan ranjangku, Lee Taemin!” ujar Donghae sambil melirik sinis pada Taemin.

“tapi dari wajahmu yang sedikit memerah, aku yakin kau sudah beberapa kali melakukannya, Hyung…” gerutu Taemin dengan suara pelan, tapi masih bisa di dengar dengan baik oleh Donghae yang duduk di sebelahnya hingga Taemin mau tak mau menerima satu jitakan di kepalanya.

Nyonya Lee menghela napas berat, ia memang tidak bisa mengabaikan perasaannya yang prihatin pada kondisi psikis Donghae akibat tekanan yang diterimanya. Tetapi Ny. Lee juga tak bisa begitu saja menghalau keinginannya untuk segera memiliki cucu, tepat seperti yang dikatakan Taemin. “Eomma hanya berharap apapun yang kau alami, kau tidak lupa pada kewajibanmu untuk memberikan keturunan pada keluarga ini, Donghae-ah.”

Donghae berganti menatap ibunya tajam, “Tanpa Eomma peringatkanpun aku tahu, bahkan aku selalu menginginkannya setiap ia berada di dekatku. Tapi aku bisa apa, aku harus sering merasakan sakit setiap aku tak punya kesempatan untuk menyentuhnya. Walau aku terkadang bisa mendapatkan apa yang kuinginkan, namun setelah itu aku merasa seakan sudah melakukan dosa besar padanya.” Ujar Donghae dengan kata-kata yang terdengar dingin.

“Tapi bukan masalah anak yang kupikirkan. Aku sangat cemas, jika nantinya Yoona telah mengetahui kenyataan yang sebenarnya maka ia akan berbalik membenciku. Aku tidak tahu bagaimana aku nantinya…”

“Eomma mengerti kegelisahanmu, Donghae-ah. Kau harus mengungkapkan terlebih dahulu sebelum ia tahu dari orang lain dan ia merasa sangat tersakiti dalam hal ini.” ucap Nyonya Lee sedih.

“kalau begitu Eomma tidak mengerti aku. Hal itu adalah hal yang paling sulit untuk kulakukan. Sangat sulit…” Donghae berlalu meninggalkan meja makan dalam keadaan yang sulit digambarkan. Mungkin ia merasa marah, sedih, gelisah, dan kecewa.

∞∞∞∞∞

Seperti biasa Yoona pulang bekerja menjelang tengah malam. Yoona mendapati kamarnya masih terang benderang dengan pencahayaan lampu yang lengkap. Tidak biasanya ruangan ini berpendaran cahaya di jam yang sama. Yoona mendapati Aiden duduk di sofa single sambil memijat pelipisnya. Yoona berinisiatif mendekati suaminya.

“Ahjussi, kau baik-baik saja?” Aiden mendongak mendengar panggilan Yoona. Aiden hanya menatap Yoona sekilas kemudian mengangguk pelan. Yoona merasa Aiden bersikap agak berbeda. Wajah Aiden tampak menanggung kesedihan, tetapi ia tahu bahwa pria itu tidak akan mau berbagi cerita dengannya. “kalau begitu aku mau mandi dulu.” Ucap Yoona kemudian melangkah memasuki kamar mandi.

Aiden memandangi Yoona yang sedang menyisir rambutnya dari cermin rias. Yoona tahu bahwa Aiden sedang memperhatikannya. Tetapi ekspresi wajah Aiden yang seolah sedang dirundung masalah sangat berat membuatnya bertanya-tanya, hanya saja Yoona terlalu kikuk untuk menanyakannya langsung pada suaminya itu.

“Apa kau merasa lelah?” tanya Aiden. Yoona menaikkan sebelah alisnya, bingung dengan pertanyaan Aiden yang tampak sederhana itu.

“Apa maksud Ahjussi?’

“Apa kau lelah hidup seperti ini bersamaku? Apa kau merasa letih harus berusaha keras menjadi seperti yang aku inginkan, menjadi wanita kelas atas yang terhormat? Apa kau masih ingin melakukan itu semua?” lanjut Aiden.

Yoona berbalik, dan kini ia membelakangi cermin riasnya. Yoona berjalan mendekati Aiden yang duduk tegak di sisi ranjang. “Ahjussi ingin aku menyerah begitu saja?”

“Bukan. Jika kau memang merasa lelah, maka berhentilah. Aku tidak akan lagi memaksamu, seolah kau adalah tawanan yang sedang menjalani proses hukum.”

Yoona mengernyit heran dengan sikap Aiden malam ini. “Berhenti? Tidak. Aku tidak akan melakukannya. Aku sudah sejauh ini, dan Ahjussi bisa lihat sendiri kalau aku sudah nyaris berhasil membuktikan semuanya. Bahwa aku bisa menjawab tantanganmu.”

Aiden bangkit dari duduknya. Pria itu menyentuh pipi Yoona, menyusuri rahangnya dengan lembut melalui kulit tangannya. “Aku hanya tidak ingin kau terus-terusan merasa tertekan karena ini. Aku tak ingin kau membenciku karena caraku mendidikmu yang terlalu keras. Maafkan aku, Yoona-yah.”

Yoona menyambar tangan Aiden yang masih betah di pipinya. “Membencimu? Aku tak pernah membenci Ahjussi. Aku hanya tidak bisa bersikap manis layaknya seorang isteri yang menyayangi suaminya. Itu saja.”

Aiden memeluk tubuh Yoona dengan erat. “kalau begitu aku mohon kau jangan membenciku, Yoona-yah. Aku tahu, aku mungkin bukan sosok suami yang kau inginkan. Tapi aku menyayangimu, bahkan sangat menyayangimu.” Napas Aiden terasa berhembus di leher Yoona, membuatnya sedikit begidik.

Yoona menatap mata Aiden yang telah melepaskan pelukannya. Mata itu menyorotkan kecemasan yang tak terungkapkan. Entah kenapa Yoona dapat merasakan kerisauan hati Aiden. Mungkinkah Yoona sudah mulai merasakan kedekatan batin dengan suaminya itu?

Aiden mendaratkan satu kecupan di bibir tipis Yoona yang membuat gadis itu merasakan gelenyar aneh di sekujur tubuhnya. Tangan Aiden menyusuri tulang selangka Yoona hingga ke punggung, memberikan sentuhan hangat sebagai ungkapan hatinya.

Aiden membaringkan Yoona ke ranjang, sementara tubuhnya masih berada di atas Yoona. Aiden masih menghujani wajah Yoona dengan kecupan-kecupan ringan. Hingga Yoona menahan bahunya dan menggelengkan kepalanya perlahan. “Aku tidak bisa melakukannya, Ahjussi!”

“Kenapa? Bukankah sudah beberapa kali kita melakukannya?”

“Kita melakukannya dalam kegelapan. Dan saat ini lampunya masih menyala terang.”

“Biarlah. Aku ingin bisa menatap wajahmu di bawah cahaya seperti ini. Bukannya harus meraba dalam kegelapan.” Aiden tidak bergurau dengan kata-katanya, karena setelah itu ia benar-benar tidak dapat mengendalikan lagi dirinya untuk menghabiskan waktu bersama sang isteri.

∞∞∞∞∞

Sudah dua minggu Sooyoung dan Yoona disibukkan dengan kegiatan kampus untuk pengerjaan skripsi mereka. Keharusan membuat karya ilmiah yang baik membuat mereka berusaha keras untuk berkonsentrasi penuh untuk tugas akhir tersebut. Kegiatan ini bahkan memaksa mereka beberapa kali bolos kerja part time, dan menghabiskan waktu untuk safari perpustakaan. Sepertinya tidak cukup jika hanya mengandalkan buku-buku tertentu.

Kesibukan Yoona sedikit banyak membuatnya lupa dengan masalahnya di rumah, dengan Aiden ataupun dengan Donghae. Yoona setidaknya cukup bersyukur bahwa ia memiliki alasan untuk sementara waktu menjaga jarak dengan kedua orang itu, terutama Donghae. Pria itu selalu menemui halangan untuk menemui Yoona belakangan ini, dan tak dipungkiri lagi membuatnya cukup frustasi. Donghae terlalu merindukan isterinya, yang bahkan di rumahpun tak punya cukup waktu untuk bercengkerama atau sekedar menyapa. Hubungan mereka tampaknya benar-benar menjadi dingin dan mulai menjauh.

“Huh. Lihatlah tumpukan buku-buku ini! Aku sudah hampir muak dan ingin sekali rasanya menyingkirkan apapun yang berkaitan dengan penelitian karya ilmiah itu jauh-jauh dari pandanganku!” gerutu Sooyoung setelah melakukan aksi banting tumpukan beberapa buku setebal kamus bahasa Inggris ukuran jumbo.

“kau pikir hanya kau sendiri yang merasa seperti itu? Aku juga merasakan hal yang sama. Apalagi ada beberapa poin yang tidak aku mengerti.” Omel Yoona sambil membolak-balik tumpukan kertas laporannya. “Sooyoungie, kenapa kau tidak meminta bantuan Changmin sunbae? Bukankah dia itu sangat jenius, apalagi yang aku lihat sepertinya dia menyukaimu.”

“Apa? Changmin sunbae? Kau bercanda, Yoona-yah! Mana mungkin aku meminta bantuannya, aku masih harus jaga gengsi.” Dalih Sooyoung menyembunyikan kegugupannya. Yoona tersenyum simpul melihat tingkah kikuk Sooyoung saat Yoona membahas soal pria yang menyukai Sooyoung.

“Ya ampun, singkirkanlah gengsimu itu. Ini semua demi tugas akhir kita. Setidaknya kau bisa memanfaatkannya untuk mengajari kita, daripada kita terus-terusan stres karena tidak mengerti soal ini.” Yoona mencoba meyakinkan Sooyoung untuk meminta bantuan Shim Changmin. “Sudah, cepat telepon dia dan suruh datang kesini.”

“Tidak. Aku tidak akan membiarkannya datang ke rumahku – jangan dulu. Kita tidak akan berada di rumah ini kalau kau tidak memaksaku untuk sama-sama bersembunyi dari pria selingkuhanmu itu!” Kini berganti Sooyoung yang mengomel tidak senang karena harus ikut-ikutan menyembunyikan Yoona dari Donghae karena pria itu yang tidak pernah bosan berusaha memaksa menemui Yoona walaupun telah diberi alasan sibuk.

“Ah, sudahlah. Berhentilah membahas soal orang itu. Anggap saja kita impas karena aku sudah membawa-bawa nama sunbae kesayanganmu itu disini.” Yoona kembali menyibukkan dirinya dengan membaca buku yang telah terbuka dihadapanya. “Sooyoung….”

“ada apa?”

“Apakah kesulitan mengerjakan tugas akhir ini memberikan efek pusing-pusing dan mata berkunang-kunang?”

“Hah?? Apa maksudmu?” Sooyoung menoleh pada Yoona yang terlihat pucat dan sedang memijat keningnya. “Omo! Yoona-yah, kau mimisan!” Sooyoung memekik cemas dan bergegas mendekati Yoona untuk memberikannya tissue. Sooyoung berusaha membantu Yoona menghilangkan darah yang keluar dari hidungnya. Lalu memapah Yoona menuju ranjang yang ada di kamarnya itu. “Aku rasa kau kelelahan. Lebih baik kau berbaring saja dulu disini.”

∞∞∞∞∞

“kau yakin bisa pulang sendiri? Kelihatannya kau masih sakit. Lebih baik minta saja suamimu menjemputmu, dari pada kau harus pulang naik bus sendirian.” Sooyoung menahan tangan Yoona yang sudah bersiap-siap hendak pergi. Acara belajar bersama mereka hari ini berakhir lebih cepat karena Yoona sedang sakit.

“Aku tidak apa-apa. Aku tidak mau dinilai lagi sebagai anak manja, jika sakit sedikit saja sudah merepotkan banyak orang. Dan  maafkan aku jika tadi aku sudah merepotkanmu.” Ujar Yoona dengan suara lemah dan masih terlihat pucat.

“tapi Yoona….” Kata-kata Sooyoung terinterupsi oleh kedatangan sebuah mobil sedan mewah ke halaman rumahnya. Sooyoung membulatkan matanya karena ia cukup mengenali mobil itu. Sooyoung mengalihkan pandangannya pada Yoona, dan jelas sekali terlihat Yoona tidak cukup senang dengan kedatangan si pengemudi.

“Yoona-yah…” sapa Donghae yang baru saja turun dari mobilnya dan langsung menghampiri Yoona yang masih berdiri terpaku. “Apa kau mau pulang? Aku akan mengantarmu.” Donghae terdengar begitu bersemangat. Sambil menarik pelan lengan Yoona, Donghae mencoba menuntun Yoona masuk ke mobilnya.

“Tidak. Aku tidak ingin pu—“

“aaahhh… Yoona memang mau pulang, Donghae-ssi. Dia sedang kurang sehat.” Sooyoung membantu Donghae untuk mendorong Yoona dan memaksanya masuk ke dalam mobil.

“Yak! Choi Sooyoung apa yang kau lakukan, eoh!” protes Yoona.

“Sudahlah, kau memang butuh tumpangan kan…” sahut Sooyoung dengan senyuman singkat.

>>>>>>>

“Darimana Oppa tahu kalau aku ada di rumah Sooyoung?” tanya Yoona ketus membuka suara setelah cukup lama mereka terdiam di dalam mobil.

“Aku hanya menebak, dan ternyata feelingku tidak pernah salah tentangmu.” Jawab Donghae tenang. “Yang tidak aku tahu adalah alasan mengapa kau menghindariku. Apa kau tidak tahu kalau aku sangat merindukanmu? Kau selalu saja menyibukkan diri dan berusaha melupakanku. Apa aku sudah membuat kesalahan, Yoong?”

“Tidak. Oppa sama sekali tidak membuat kesalahan. Aku lah yang sudah membuat kesalahan. Aku sudah melibatkan Oppa dalam kebodohanku, dan sekarang aku ingin mengakhirinya.”

Mendengar kalimat itu Donghae buru-buru mengerem mobilnya hingga terdengar bunyi decitan ban yang menggesek aspal. Mereka beruntung karena saat itu sedang berada di jalanan yang sepi sehingga tidak ada orang yang akan protes dengan aksi teatrikal Donghae barusan.

“Apa? Kau ingin kita berakhir dan berpisah? Tidak! Sampai kapanpun aku tidak akan setuju.” Sergah Donghae cukup keras karena keterkejutannya. Donghae mencengkeram lengan Yoona kuat dan membuat wanita itu meringis kesakitan.

“Oppa, aku tidak butuh persetujuanmu. Sejak awal ini sudah salah. Aku sudah menikah dan tidak seharusnya aku bermain api denganmu. Oppa, kita akhiri saja semuanya.”

“Tidak dan tidak. Aku mencintaimu, Yoong. Aku tak bisa berpisah denganmu…” Donghae semakin mempererat pegangan tangannya. Yoona berusaha keras melepaskan tangannya, hanya saja tubuhnya yang memang sudah terasa lemas hingga tak memiliki tenaga untuk melawan pria itu. Donghae seakan kehilangan akal sehatnya malah menciumi Yoona secara paksa, menyudutkan wanita itu dalam kuasanya.

Yoona mencoba berteriak dan menghindar sebisa mungkin dari perilaku tak terduga Donghae hingga pria itu akhirnya melepaskan tangannya. Donghae berhenti memperlakukan Yoona dengan begitu kasar. Kini ia menatap Yoona, mata Donghae tampak memerah menahan amarah.

“Kau sungguh keterlaluan, Oppa!” pekik Yoona kesal dan bergegas membuka pintu mobil. Tanpa mempedulikan panggilan Donghae, Yoona terus berjalan menjauh dari mobil Donghae. Tidak ingin kehilangan Yoona, Donghae turun dari mobilnya dan mencoba menyusul Yoona.

“Yoona-yah! Aku mohon maafkan aku kalau sikapku selama ini sudah menyakitimu. Tapi please, jangan katakan jika semua ini berakhir!” Donghae berjalan cepat menyusul langkah Yoona yang sudah cukup menjauh.

Yoona menoleh sekilas, memandang Donghae dengan tatapan kecewa dan marah. “Ini sudah berakhir, Oppa! Aku memutuskan untuk memilih suamiku.”

“TAPI AKULAH SUAMIMU!!” teriak Donghae putus asa, bahkan tidak lagi mempertimbangkan apa yang dikatakannya.

Yoona menghentikan langkahnya, begitupun dengan Donghae. Sejenak Yoona diam, mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia tidak salah dengar dengan perkataan Donghae tadi. Yoona menarik napas panjang, ekspresi wajahnya berubah ketat dan tampak amarah sudah muncul disana. Yoona berbalik, menatap lurus pada Donghae dengan sorot mata yang tajam.

“Kau tadi bilang apa, Oppa?”

To Be Continued…

 

Yuhuuu…. Si Cinderella terlambat pulang muncul kembali lanjutannya…. Bagaimana cerita chapter ini?? Sorry kalau ada yang menilai alurnya terlalu cepat…

Lalu bagaimana reaksi Yoona dengan pengakuan tak sengaja yang diteriakkan Donghae tadi?? Apa semuanya akan segera terbongkar?? Nantikan pada chapter berikutnya yaa….

92 thoughts on “Late Night Cinderella (Chapter 8)

  1. waduh… haeppa udah mulai buka rahasianya sendiri nih…
    jadi gak sabar nunggu next chap-nya…
    lanjut yah thor… di tunggu loh… kalau perlu hari ini di post #maksa… :3

  2. aduh ko’ TBC . .
    WOW. . donghae mengakui pnyamarannya. snang deh donghae udah mngkui smuax sm yoona
    tpi pnsran dgn reaksi yoona, ap yoona akan mrah? pst yoona akan sedih klw tau slama in suamix mmbhonginya ( sad2 sdikit jg g’ ap2).
    aduh. . . pnsran bget sm klnjutanx, cptan dong thor. . nglanjutinx.
    thor. . . Fighting 🙂 d tgu klnjutanx 🙂

  3. aduh ko’ TBC . .
    WOW. . donghae mengakui pnyamarannya. snang deh donghae udah mngkui
    smuax sm yoona
    tpi pnsran dgn reaksi yoona, ap yoona akan mrah? pst yoona akan sedih klw
    tau slama in suamix mmbhonginya ( sad2 sdikit jg g’ ap2).
    aduh. . . pnsran bget sm klnjutanx, cptan dong thor. . nglanjutinx.
    thor. . . Fighting d tgu klnjutanx

  4. sama-sama menderita
    apa Yoong itu gejala Hamil ,kan udah ngeakuin berkali-kali
    Donghae saking emosi jadi keceplosan
    Nextnya ENDkan gak sabar gimana cara Donghae ngomong ke Yoona ,walau bisa lihat Ver YW tapi pengin baca Ver YH biar penasaran tingkat angkut

  5. donghae kecepLozn ato mank kRn dia daah ga sanggup Lg jd dia buka pnymran’y…!? trz,gMn reaksi yoona stLh tau bhwa aiden lee ntu adaLh donghae…!? yoona skit kah…!?dtnggu part sLnjut’y

  6. wah wah wah,ternyata pasangan suami istri – aiden&yoona – sering melakukan ‘itu’ ya? hahahaha
    gak bisa koment apa apa lagi cuma pingin bilanh
    cepet dilanjut thor makin penasaran chapter 9nya
    FIGHTING

  7. Aduch cpetan oppa jujur ma yoong,..ntr kbru yoong marah bgt gmn*eoh eotthoke
    aduch kasian kalian berdua jd g nyaman dg hidup sprti tu trs palli oppa bka aj rahasianya q dh g’ sbarr~_~

  8. tuh kan akhirnya yoong dan haeppa sm” tersakiti T^T

    kasian bgt sih jd haeppa mau dkt” sm istrinya sndri hrus jd ‘selingkuhan’..maunya haeppa muncul dlm wujud aslinya bkn aiden, blm lg yoong ngerasa berkhianat sm aiden..
    itu yoong hamil ya? ayo haeppa ngaku sblm yoong tau sendiri dan kecewa berat *ikutangalau*

    cepetan dipublish nextnya chingu, penasaran bgt *gigithape*

  9. Akhirnya donghae oppa menyerah juga. Jangan lama yah thor next caphternya. Makin penasaran. Lanjut thor late night cinderella chapter 9 🙂

  10. Omoo…
    Makin seru and makin wow deh.

    Penasaran sama jawaban hae oppa.
    Ditunggu nextnya.
    Fightaeng.

  11. “Bagaimanapun Yoona adalah isteri seorang konglomerat, tetapi malah dengan kesukarelaan yang dipaksakan malah kembali menggeluti dunia sebagai seorang pekerja biasa. Kalau orang lain mungkin memandangnya sebagai seseorang yang rendah hati dan ringan tangan”

    sedikit kritik dari kata di atas ya thor,mngkin disitu maksudnya yoona yg begitu baik n sederhana sehingga walaupun dy istri seorang konglomerat walau dgn terpaksa dy mau kerja part time,
    tapi kalau menurut saya ada kata yg kurang cocok disitu,kata RINGAN TANGAN itu kan artinya orang yg gampang sekali memukul(emosi dgn tindakan kekerasan),bener ga????
    mungkin itu aja kritiknya
    kalo dr jalan ceritanya cy bagus bgt ya…..

  12. Hayo loh donghae kelepasan..
    Apa yang terjadi selanjutnya?
    Apakah akhirnya yoona akan tau
    Dari penjelasan donghae?
    Dan apa nanti yoona menerima
    Alasan donghae melakukan itu.

Komentarmu?